Disclaimer: Naruto (c) Masashi Kishimoto
.
.
-Dr. Uchiha-
.
.
1
Sakura POV
Aku melangkahkan kaki ku kesini untuk kesekian kalinya, aku bahkan sudah tak ingat lagi berapa kali aku kesini.
Rumah sakit Konoha.
Jika kalian mengira aku mempunyai penyakit langka atau apa pun itu, kalian salah. Aku kesini hanya untuk mencari pria idamanku. Aku bahkan tak pernah sakit keras yang memungkinkan ku untuk berada di rumah sakit.
Mungkin ini terdengar konyol, tapi percaya atau tidak, aku benar-benar mencintai dokter lebih dari apapun, satu lagi aku bukan seorang dokter atau perawat atau resepsionis. Aku bukan ketiganya.
Berterimakasih pada drama korea yang membuatku bertekad untuk berkencan dengan dokter, mereka terlihat keren dan err- seksi, di dalam drama. Dan aku percaya dokter yang nyata akan lebih hebat dari di drama yang ku tonton.
Penjaga gerbang memutar mata saat melihatku masuk, dia sudah terlalu bosan mengingatkan ku untuk tidak mencari jodoh di rumah sakit, karena ini adalah tempat orang sakit bukan biro jodoh.
Siapa bilang aku ingin berkencan dengan pasien, brengsek.
"Dengarkan aku gadis kecil, jodoh ada ditangan tuhan, jadi kau tak perlu susah-susah mencari nya kemari. Mereka memang hebat, tapi disana hanya banyak dokter buncit dan tua."
Dan aku akan memberi jawaban yang sama berulang kali, "perlu aku ingatkan, umur ku sudah 21 tahun. Dan juga, tuhan mau kita berusaha bukan berdiam diri seperti patung dirumah."
"Kau tak punya perkerjaan? Bagaimana kau makan, bila hanya berkeliaran dirumah sakit seperti anak hilang?"
"Maksud ku, aku tak punya kerjaan yang membuatku harus berkutat dikantor seperti gadis cantik gila kerja. Aku hanyalah penulis dan penerjemah, jadi aku punya waktu luang lebih banyak dari kebanyakan orang. Karena itu adalah perkerjaan yang paling santai."
Aku melemparkan senyum termanis ku untuknya, "aku terlalu banyak bicara disini. Lebih baik kau urus perkerjaan mu, dari pada mengurusi urusanku." Ia meletakkan tongkat kecilnya kebahu, lalu menghela nafas pasrah.
"Lakukan sesukamu." Dan dia takkan bisa menghentikanku.
Aku melewati meja resepsionis, tak ada Hinata disana, sepertinya mereka sudah berganti shift. Aku harus lebih memperhatikan jadwal agar aku tahu kapan dokter-dokter tampan itu bermunculan.
Aku mengelilingi lantai 1, membosankan. Aku tak menemukan satupun dokter tampan disini. Hanya dokter buncit yang sudah keriput seperti kata Naruto sang penjaga gerbang yang sialan juga tampan.
Kemungkinan besar dokter muda atau dokter magang berada dilantai dua atau tiga.
Aku menaiki lift, kosong hanya aku sendiri. Tapi sepertinya tidak jadi, karena sekarang sudah ada orang yang menahan pintu lift agar tidak jadi tertutup.
Dan inilah yang aku cari, dokter tampan nan seksi. Seperti nya ia dokter baru disini. Jas nya dan wajah nya sudah cukup menjelaskan bahwa dia seorang dokter -baru atau magang.
Ia memasuki lift dengan tenang, namun dadanya masih naik turun. Aku yakin ia berlari saat menuju kesini.
Ia berdiri disampingku. Tubuhnya yang jakung, membuat tinggiku hanya sebatas bahunya.
Aku melirik kearahnya, aku seperti mengenal pria ini tapi entah dimana. Wajah nya tak asing lagi.
Mata kami bertemu. Mata hitam kelamnya mengunci ku didalam labirinnya.
Aku hanya diam, "apa ada yang salah nona?" Berat dan seksi seperti yang ku harapkan.
Aku masih menatap kedua bola matanya yang berada dibalik lensa kacamatanya.
Berkilauan seperti batu onyx dan menghangatkan.
Tangannya menyentuh pundak ku, membuat ku tersadar dengan tingkah konyol ku. "Nona? Kau baik-baik saja?" Ia sedikit membungkuk dan mendekatkan wajahnya.
Aku langsung memalingkan wajah ku, yang mungkin saja sekarang sudah memerah.
Pintu lift terbuka.
Puji tuhan.
Aku segera keluar, sebelum pintu lift benar-benar tertutup aku berbalik lalu membungkuk kan tubuhku 45 derajat, lalu berlari pergi tanpa menoleh kebelakang lagi.
Jantung ku terasa mau copot saat mengingat kejadian tadi. Ku harap kami akan bertemu lagi nanti dengan cara yang lebih baik.
"Kau tahu? Dokter Uchiha memiliki anak yang sangat tampan," aku menajamkan pendengaran ku, saat mendengar celotehan para perawat.
"Ya aku tahu itu, apakah dia dokter magang, Ino?"
Perawat berambut pirang mengangguk, "seperti itu yang Sai katakan, aku tak tahu hal rincinya. Dia terlalu sibuk tadi."
Aku mendekati mereka, pura-pura duduk di kursi tunggu. Mereka mengabaikan eksistensi ku, dan tetap bergosip ria.
Seseorang wanita bertubuh besar berjalan cepat ke arah mereka, aku kenal wanita itu, dia kepala perawat yang sering dijuluki Monster dango. Sial, mereka juga memiliki julukkan yang keren untuk sesama.
Aku selalu berharap memiliki kehidupan seperti perawat atau dokter, tapi aku benci jarum suntik. Yang selalu mereka bawa kemana-mana, dan aku adalah orang yang menyukai jalan pintas.
"Apakah kalian di gaji untuk bergosip?" 3 perawat tukang gosip tadi menunduk kan wajahnya takut, saat kepala perawat itu menghampiri mereka lalu menatap mereka sangar.
Mereka menggeleng, "Jadi? Apa yang kalian lakukan? Cepat bubar! Akan banyak pasien yang mati jika menunggu kalian menyelesai kan gosip kalian yang tak ada habisnya! Sudah ku katakan cepat pergi!" Bentak nya. Para perawat itu berlarian ke arah yang segala arah.
Aku yakin mereka pasti mengumpat dalam hati.
Aku mengingat-ingat berita penting apa yang para perawat gosip kan tadi, ah tentang dokter Uchiha yang memiliki anak tampan yang sedang magang disini.
Aku harus bertanya hal ini pada Hinata nanti, informan ku itu pasti tahu sesuatu tentang ini.
Perut ku mengaung, aku harus memberi mereka makan. Tapi aku takkan mau, makan di kantin rumah sakit. Kalian tahu sendiri alasan nya.
Dan aku lebih memilih untuk pulang kerumah, yang jaraknya tak terlalu jauh dari sini. Itu akan lebih menghemat biaya.
Saat aku melewati pintu gerbang lagi, aku mendapatkan penjaga gerbang itu sedang asyik memakan makanan sampah. Percuma saja menghabiskan waktu hampir 12 jam setiap harinya di rumah sakit, jika tetap saja suka makan-makanan junk food.
Aku meringis pada pikiranku, ia menatap ku sinis, "sudah puas berkeliling nona?"
Fake smile Sakura, "tentu saja, belum. Aku akan kesini lagi nanti. Kau tahu aku mendapatkan berita bagus tadi."
Ia mengangkat bahunya, "aku yakin itu berita yang membosankan, kau tak perlu menceritakan hal rinci padaku," satpam sialan, siapa yang mau menceritakan hal ini padamu.
Banyak Lampiran file di email ku, beberapa di antara nya di dominasi dengan dokumen dan artike-artikel yang harus aku terjemahkan sedikit nya hanya permintaan jasa yang harus aku terima atau tolak, inilah guna nya bahasa dalam kehidupan.
Aku berjalan menuju dapur, untuk memastikan apakah nasi sudah matang atau belum. Dan memasak lauk pauk.
Aku tinggal sendirian disini, Ibu ku dan Ayah ku sudah lama bercerai, biasa drama keluarga.
Dan mereka tinggal di wilayah berbeda dengan ku, ibuku tinggal di Suna dan Ayah ku tinggal Ame. Awalnya aku tinggal bersama Ayah, namun saat aku lulus SMA aku memutuskan untuk tinggal sendiri, dan Ayahku tak memusingkan hal itu.
Aku tetap menjadi anak yang baik meskipun hal buruk telah mereka lakukan pada masa kecil ku. Aku selalu mengunjungi mereka secara bergantian setiap bulan nya. Dan mendengarkan penyesalan setiap kali berkunjung.
Dan aku akan tersenyum dan bersikap dewasa, "semuanya akan baik-baik saja, kalian membuat ku tubuh menjadi gadis muda yang kuat. Seharusnya kalian bangga dengan itu bukannya mengurung diri didalam sangkar penyesalan."
"Aku menghargai apapun keputusan kalian, karena tak semua kisah cinta berakhir bahagia." Tubuh ayahku bergetar dan ibuku bukan orang yang bisa membendung air mata. Tangisan nya pecah.
Dan aku terlalu biasa untuk hal itu.
