I don't own the characters. Copyright: Mangaka Eyeshield 21

Original artwork of cover book is not mine. Just modified it.

DiyaRi De present : If You Love Me, Let Me Stay (If You Love Me Sequel)

.

Chapter 1

.

Hanya suara tapak kaki yang terdengar. Dengan langkah santai, sosok jenjang itu menelusuri koridor ruangan yang gelap dan hanya disinari oleh lampu di kedua ujungnya. Cahaya pintu lift di belakangnya perlahan menghilang, menyisakan suara langkah kaki yang tegas menghampiri cahaya lampu di ujung yang satunya. Dalam beberapa langkah, terdengar suara kenop pintu dibuka sembari dia membuka jaketnya dan menutup pintu itu kembali.

"Kau datang?" tanya seorang pria yang lebih tua beberapa tahun di atasnya, yang sudah mengalihkan perhatiannya dari lembaran karton besar yang menutupi hampir permukaan meja. "Aku kira kau ambil cuti."

"Bos tidak akan membiarkannya keluar dari misi ini," sahut wanita muda berambut cokelat pendek yang berdiri di seberangnya.

Laki-laki yang baru masuk tadi lalu menaruh jaketnya di sandaran kursi sembari memperhatikan bentangan karton itu. "Siapa kali ini?" tanyanya, membuat dua orang rekannya kembali ke pekerjaan mereka tadi.

" Wada Gotoki. 42 tahun. Pemilik perusahaan Wada Group. Informan kita bilang dia bermain saham kotor dan pernah membunuh salah satu pengacaranya tanpa ketahuan. Catatan kriminalnya bersih dan dia dikenal tegas oleh bawahannya." Wanita yang bernama Mina itu menunjuk foto pria paruh baya itu di atas meja. "Kita akan menyelidiki pria ini dan menangkapnya." tatapnya tajam kepada kedua lelaki di depannya.

"Mina, kau pergilah dan caritahu tentang pengacara yang terbunuh itu besok. Hiruma, kau selidiki saham itu, dan masuk ke sistem perusahaannya. Ingat, jangan sampai ketahuan."

"Tentu saja bodoh. Tidak perlu kau ingatkan itu terus di akhir diskusi kita," ketus Hiruma diikuti oleh senyum ledekan dari Mina. "Kau kira sudah berapa tahun kita bekerja begini, heh?" lanjutnya lalu diikuti oleh tawa dari pria di sebelahnya.

Hampir enam tahun. Hiruma sudah melakukan pekerjaan ini sejak dia berusia dua puluh. Pria di sebelahnya sendiri, Miura sudah melakoninya selama sepuluh tahun dan Mina tujuh tahun.

Inilah pekerjaan mereka. Bersama tiga orang lainnya dan satu orang kepala organisasi. Mereka adalah anjing kepolisian. Menangkap penjahat kelas kakap yang tidak terjamah oleh hukum. Menangkapnya dengan cara kotor, ilegal, dan rahasia. Jika polisi melakukan semuanya dengan prosedur, maka mereka melakukannya dengan insting dan kebebasan.

"Lalu, ini apa?" tanya Hiruma menunjuk ke karton besar itu.

"Ini denah perusahaannya kalau-kalau kita sudah membuktikan dia bersalah," jawab Mina.

"Tapi bukannya itu urusan polisi?"

Mina mengangkat pundaknya, "Yaahh, itu kalau polisi bisa menangkapnya. Dia pasti punya seribu alasan dan seribu penjaga untuk melarikan diri. Saat itulah kita akan bermain-main disana." Mina memamerkan senyumnya penuh kesenangan.

Hiruma memamerkan giginya dan ikut tersenyum, "heh, lelaki tambun seperti ini, dia tidak akan bisa lari jauh," ujarnya sambil terkekeh.

.

.

"Mamori-san, kau meninggalkan kuncimu di depan pintu!"

Mamori berhenti dan lari kecilnya mendengar teriakan tetangga depan apartemennya. Mamori menoleh dan kembali berlari lagi ke depan pintu apartemennya. "Terima kasih Ida-san." Mamori tersenyum kelelahan sambil menarik kunci dari lubang pintu. Dia lalu mengangguk kepada wanita muda yang sudah membuka pintu apartemennya sendiri dan berlari kecil lagi menuju tangga apartemen.

"Hati-hati Mamori-san!" teriak Ida pelan melihat Mamori yang sudah terburu-buru.

Mamori menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Di saat seperti inilah dia menyesali kenapa dia harus memilih lantai enam di apartemen tanpa lift ini. Sepatu kets-nya memudahkan dia untuk berlari cepat menuju halte bus. Tidak setiap hari dia mengenakan sepatu ini. Khusus hari ini saja, di hari darmawisata mendaki gunung bersama TK-nya. Sudah jam delapan. Tidak biasanya Mamori telat seperti ini, apalagi dia seharusnya tidak boleh telat di hari penting seperti ini. Tapi semalam, ada tamu tidak diundang yang datang menginap. Orang itu juga langsung pergi pagi-pagi sekali tanpa membangunkannya. Orang itu bukan temannya, bukan juga keluarganya, yah, kurang lebih kekasihnya.

"Mamo-nee!" panngil Suzuna dari dalam mobil ketika Mamori tengah terburu-buru menuju halte. "Naiklah Mamo-nee. Aku akan mengantarkanmu."

Mamori tersenyum lega melihat Suzuna. "Oh Tuhan. Terima kasih Suzuna." Dia lalu memutari mobil ke kursi penumpang. Dia memasang sabuk pengaman selagi Suzuna menjalankan mobilnya lagi.

"Mau piknik Mamo-nee?" tanya Suzuna melihat barang bawaan Mamori yang berisi satu tas jinjing berisi kotak bekal, dan ransel yang dibawanya.

"Ya, TK-ku akan mendaki gunung."

"Wah, sepertinya menyenangkan," sahut Suzuna. "Oh ya, kau tahu dimana You-nii? Kemarin aku ke apartemennya tapi katanya apartemen itu sudah kosong sebulan lalu."

"Dia memang sudah tidak tinggal di situ."

"Kau tahu dimana dia tinggal sekarang?"

Mamori mengangkat bahunya, "aku tidak tahu. Tapi kalau ada yang ingin kau sampaikan, telepon dia saja."

"Ya ampun Mamo-nee... Kalau teleponnya aktif, aku tidak akan datang ke apartemennya."

"Telepon dia setiap pagi. Pasti akan tersambung."

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku sering melakukannya."

"Maksudku, bagaimana kau tahu kalau dia akan menjawab pada jam segitu?"

Mamori mengangkat bahunya dan tersenyum polos, "Dia sendiri yang bilang padaku. Lagian, bukan aku saja yang tahu," kilahnya. Mamori memalingkan wajahnya ke jendela. Dia hampir saja melakukannya. Dia hampir membongkar rahasia yang sudah dia simpan selama lebih dari lima tahun. Sebenarnya Mamori tidak keberatan memberitahukan Suzuna tentang hubungan mereka, tapi Hiruma melarangnya. Mamori harus bersumpah jangan sampai ada satu orang pun yang tahu tentang mereka.

"Sebenarnya, You-nii kerja apa sih Mamo-nee?"

Dia kerja di salah satu toko senjata langganannya dulu. Bukannya kau sudah tahu?"

"Tahu sih, tapi Musashi-san bilang dia jarang ada disana."

"Ya memang, tapi Musashi-san juga bilang kalau Hiruma sering ikut bosnya keluar kota mengantarkan senjata," jawabnya. "Dan Suzuna, memang apa yang ingin kau sampaikan padanya?"

"Ini soal Sena. Pelatihnya ingin sekali You-nii bergabung dengannya. Yah, sebagai penasehat klub."

Mamori diam sejenak lalu menghela napasnya. "Kau tahu itu akan sangat menyakiti perasaannya Suzuna. Dia sudah tidak mau berhubungan dengan Amefuto lagi."

"Aku tahu. Tapiー"

"Mengertilah sedikit."

"Baiklah Mamo-nee. Maaf."

.

.

"Wah, kalian yakin kalau orang ini bersalah?" tanya seseorang dengan setelan jas rapih dan satu rokok di tangannya. "Kita tahu siapa orang ini. Dan selama ini dia tidak memiliki catatan kriminal."

""Heh, justru karena itu, kita akan bekerja bodoh."

Pria itu sama sekali tidak tersinggung dengan apa yang didengarnya. Dia menatap ke Miura sembari menghisap rokoknya kembali. "Oke, aku ingin kalian melakukannya dengan benar. Jangan ada jatuh korban tak bersalah. Setelah terbukti benar, sisanya biar kami yang akan mengurusnya."

"Kau berkata seperti kami pernah menembak orang tak bersalah saja," celetuk Mina.

Pria bersetelan itu hanya tertawa. "Ngomong-ngomong, siapa yang memberikan informasi ini?"

"Istri dari pengacara yang dibunuh itu," jawab Mina menunjuk foto lain yang ada di ujung karton.

"Kau mengenalnya?"

"Ya. Dia tetanggaku dan dia menceritakan keluhan ini kepadaku,"

"Kalau begitu kalian caritahu juga tentang kesaksian wanita itu," katanya kepada Hiruma dan Miura.

"Aku sudah melakukannya. Saat suaminya meninggal, istrinya memperlihatkan kepadaku isi kotak masuk email suaminya yang mencurigakan."

Pria bersetelan itu hanya memandang diam lalu berkata. "Dia tidak tahu siapa 'kamu' bukan?"

"Oh tenang saja. Hanya keluh kesah seorang ibu rumah tangga kepadaku."

"Baiklah. Sampaikan padaku setiap perkembangannya. Bekerjalah dengan benar," katanya, tersenyum kepada mereka bertiga sambil menepuk-nepuk pundak Hiruma Dia lalu keluar bersama bawahannya yang menunggu di depan pintu.

Keheningan meliputi mereka beberapa saat setelah pintu tertutup kembali. "Kenapa dia cepat sekali tahu kalau kita ada kasus?" keluh Mina.

"Aku rasa dia melihatku masuk tadi," jawab Hiruma.

"Jujur, aku benci kalau ruang bawah tanah apartemen milik bos kita ini terhubung langsung dengan gedung kepolisian," tambah Mina. "Apalagi kalau mereka sudah campur tangan."

Miura tertawa, "aku kira kebencianmu sudah hilang tentang fakta itu."

"Aku hanya tidak suka dengan si Takuma itu. Dia suka mengaturku."

"Kemana laptopku?" tanya Hiruma mengalihkan perhatian mereka kepadanya.

"Itulah yang ingin kutanyakan," sahut Miura. "Semalam kau pergi dengan laptopmu dan sekarang kau datang tanpa membawanya. Secara kau tidak pernah membawanya keluar dari sini."

Hiruma berpikir dan langsung tahu dimana dia meninggalkan laptopnya. Tentu saja, karena rencananya dia akan beristirahat selama beberapa hari sampai saat bosnya menelepon pagi-pagi buta agar dia juga ikut dalam misi ini. Dia tidak bisa menolak, apalagi bosnya menawarkan bonus besar kalau mereka berhasil meringkusnya.

Hiruma lalu keluar untuk menelepon. Tentu saja dia harus keluar, karena ruang bawah tanah dari gedung berlantai delapan ini sulit mendapat sinyal.

"Apa laptopku di apartemenmu?" tanyanya begitu dia sudah keluar dari gedung dan mencari tempat sepi untuk menelepon.

"Ya. Tadi pagi aku melihatnya di atas meja. Kau kemana langsung pergi begitu saja tadi?" jawab seorang wanita di seberang telepon.

"Bosku membutuhkan kunci toko pagi-pagi sekali. Jadi aku harus mengantarnya."

"Begitu? Aneh sekali. Seharusnya kalian membuat kunci cadangan."

"Aku ingin mengambilnya."

"Baiklah. Aku pulang jam tiga."

"Aku membutuhkannya sekarang."

"Kalau begitu datanglah ke TK-ku. Aku akan memberikan kuncinya."

"Seharusnya aku juga membuat cadangannya saja."

Wanita itu tertawa dan tanpa diketahuinya, Hiruma merasa hangat saat mendengar suara tawanya itu. "Kalau begitu buat saja."

"Baiklah jelek. Tunggu aku dan kau langsung keluar saat aku telepon," balasnya dan dia tahu wanita di seberang teleponnya akan memberenggut kalau dia memanggilnya seperti itu.

"Aku tahu. Artinya, jangan sampai aku terlihat apalagi ada orang yang melihatmu." Ya, wanita itu jelas sudah mengerti apa maksud dari merahasiakan hubungan mereka. "Jangan lama-lama. Sampai nanti."

Hiruma lalu menutup teleponnya dan segera menuju tempat parkir mobilnya.

.

.

To Be Continue

.

Catatan kecil:

Okey, bagaimana memulainya ya... Nah, saya membuat tantangan untuk diri saya sendiri dengan membuat fic ini. Sudah jelas kalau dilihat dari genre-nya ya guys. Dan saya mohon maaf kalau ada yang kecewa atau tidak suka dengan genre yang saya ambil ini. Sekali lagi, sekali-sekali saya ingin membuat cerita yang mendebarkan seperti ini XD

Untuk yang sudah menunggu sekueal "If You Love Me" ini, happy reading guys. Semoga kalian tetap setia membaca tulisanku ini.

So guys, please Read and Review ^o^ ~!

Salam: De