WARNINGS: OOC, may contain crack pairing(s), baka!Miku

Pairings: KaiMiku (Shion Kaito X Hatsune Miku), LenRin (Kagamine Len X Kagamine Rin), GakuLuka (Kamui Gakupo X Megurine Luka), KiyoYuki (Hiyama Kiyoteru X Kaai Yuki), AkaiMei (Shion Akaito X Sakine Meiko), MiyaGumi (Nakajima Gumiya X Nakajima Gumi), PikoMiki (Utatane Piko X Furukawa Miki)

Main pairing for this chapter: Shion Kaito X Hatsune Miku, tapi to be available. *cuih*

Slight pairing(s) for this chapter: DellHaku (Honne Dell X Yowane Haku) dan KuoKai (Hatsune Mikuo X Shion Kaiko)


Battle Royal Valentine!

=x=x=x=x=x=

Vocaloid © Yamaha dan beberapa perusahaan lainnya

UTAUloid & Voyakiloid © Creator masing-masing

=x=x=x=x=x=

Hari ini adalah tanggal 13 Februari. Semua gadis pasti sangat menantikan sehari yang akan datang ― 14 Februari yang berarti Valentine's Day, hari di mana para gadis bisa memberikan coklat, syal, atau sweater rajutan tangan kepada laki-laki yang mereka sukai atau kasihi.

Tentu saja Miku sudah memikirkan hal ini jauh-jauh hari sebelumnya. Ia akan membuat coklat yang manis untuk laki-laki yang disukainya.

Miku bersenandung riang seraya melihat-lihat cooking chocolate yang dijual di supermarket langganannya. "Aku akan membuat coklat yang sangat manis! Dia pasti akan menyukainya!" serunya riang.

"Untuk siapa?"

Miku menjawab dengan riang, masih dengan senyum lebarnya di wajahnya yang manis. "Untuk Kai―Eh! ?" Ucapannya terhenti tiba-tiba begitu ia menyadari sesuatu. "Ku-Ku-Kuo-kun!?"

Mikuo menggelengkan kepalanya dengan pelan dan menghela napasnya, lalu menepuk-nepuk kepala adiknya itu. "Namaku Mikuo, bukan Kukukuo-kun," ucapnya datar, tidak menghiraukan Miku yang tampak kaget.

"K-Kuo-kun se-sedang apa di sini? K-katanya mau ke Shibuya bareng Lukkun, Mei-kun, dan Gumiya-kun?"

"Luki nemenin Luka belanja, dan aku nggak mau mengganggu mereka. Meito menjenguk Akaito yang sedang demam ― bego bener si narsis itu. Dan Gumiya lagi sibuk sama suatu event di game online-nya," jawab Mikuo dengan santainya, namun ekspresi wajahnya tampak gelap dan masam.

"O-ooh…"

"Lalu?" Mikuo bertanya lagi. "Kau mau membuat coklat untuk siapa?" tanyanya, menunjuk sebatang cooking chocolate yang sedang dipegang Miku.

"E-eto… I-ini… Ano…" Wajah Miku pun memerah seketika. Ia lalu mengalihkan pandangannya dari Mikuo (agar tidak menatap matanya) dan menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. "U-untuk K-Kuo-kun, kok!" jawabnya sambil tersenyum lebar nan manis.

"Tadi kau bilang 'Kai'," Mikuo tersenyum penuh maksud, tahu bahwa Miku sedang berbohong. "Sampai bumi kiamat pun, kau nggak akan pernah bisa membohongiku, Imōto-chan," menyengir, laki-laki berambut teal itu lalu mengelus-elus rambut adiknya dengan gemas.

Wajah Miku semakin memerah, ia pun menundukkan kepalanya dan berkata dengan pelan, "T-tolong jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini, ya, Kuo-kun…?"

"Hm, tenang saja."

Miku menghela napas lega.

"Tapi…!"

Miku bergidik ngeri seketika begitu mendengar kata "tapi" yang diucapkan Mikuo barusan. Biasanya, setelah Mikuo mengucapkan kata "tapi", pasti selalu diikuti dengan permintaan yang aneh. Miku jadi takut.

Grep!

Tiba-tiba, Mikuo memegang kedua bahu Miku dengan erat dan menatap matanya dalam-dalam, sukses membuat gadis manis itu bingung.

"K-Kuo-kun? A-ada a―"

Dengan wajah merah padam (entah karena menahan malu atau mengumpulkan keberanian), Mikuo bertanya, "S-s-s-siapa―K-Kaiko―Dia―Kaiko mau memberi apa ke si-siapa!? Dia pasti memberitahumu, kan!?"

"…" Miku terdiam, cengo. Sesaat kemudian, ia tersenyum jahil dan tertawa sambil mencubit pipi Mikuo dengan gemas. "Kyaaa! Kuo-kun blushing! Manisnyaaa~"

"H-hanase!" Mikuo menepis tangan Miku dengan kesal. Wajahnya semakin merah. "A-aku serius, Miku! K-kau tahu kalau aku suka Shion Kaiko dari kelas 2-B itu, kan!"

"Iya, iya~" respon Miku riang, masih sambil tertawa kecil. Wajah Mikuo yang merona merah seperti ini memang manis, membuat Miku semakin ingin menjahilinya. "Fufu, baiklah, Kuo-kun akan kuberitahu," ujarnya sembari mengibaskan tangannya, menyuruh Mikuo untuk mendekatinya.

Mata turquoise Mikuo tampak berbinar-binar dengan penuh harap. Dan seperti anjing yang patuh, Mikuo langsung mendekati Miku.

Miku berjinjit, lalu membisikkan sesuatu di telinga Mikuo, "Hi-mi-tsu-de-su!"

Mikuo langsung terdiam di tempat. Wajahnya datar.

Miku tertawa riang. "Ehehe, lihat saja pas Valentine besok, Kuo-kun!" serunya seraya berjalan meninggalkan Mikuo yang mulai mengeluarkan aura gelap, menuju kasir. "Jaa ne!"

Tidak lama kemudian setelah Miku keluar dari supermarket tersebut, terdengarlah suara teriakan "MIKUUUUUUU!" yang sangat keras.

"Hiii… K-Kuo-kun ngamuk…" Miku langsung melesat kembali ke rumahnya, ngeri.

.

.

.

Sesampainya di rumah, Miku langsung menuju dapur dan mengeluarkan semua barang belanjaannya. Ada beberapa batang cooking chocolate, cetakan kue, dan buku panduan cara membuat coklat Valentine yang enak.

"Nah, sekarang, tinggal menunggu yang lainnya!" Miku bersenandung riang, mendengus puas melihat peralatan memasaknya yang sudah lengkap. "Oh, ya, hampir saja lupa!" Teringat sesuatu, gadis itu lalu berjalan menuju kamarnya dan mengambil sebuah apron berwarna turquoise kotak-kotak dan memakainya. "Dengan begini, sudah lengkap!" Miku tersenyum puas, tapi sesaat kemudian, ia berubah menjadi murung, mengingat percakapannya dengan Haku, kakak kelasnya, kemarin siang.


"Eh? Valentine?"

"Iya! Haku-senpai mau memberi coklat untuk siapa?" Miku bertanya dengan menggebu-gebu.

Haku mengalihkan pandangannya dari Miku dan memainkan jari telunjuknya dengan wajah memerah. "E-etto… A-ano… A-aku…"

"Ah! Pasti untuk Honne-senpai! Iya, kan?" tebak Miku dengan riang, menjentikkan jarinya.

"E-eh!?" Wajah Haku semakin memerah.

"Aku sarankan, kalau untuk Honne-senpai, Senpai jangan memberinya coklat! Honne-senpai kan nggak suka makanan manis!" Miku tertawa kecil, menepuk-nepuk pundak seniornya itu. "Coba saja syal atau sweater rajutan tangan! Dia pasti akan menyukainya!"

"A-aku tahu Dell tidak suka m-makanan manis, Miku―"

"Oh, ya!" Miku, entah mendengar Haku atau tidak, menambahkan, "Hati-hati juga dengan dua orang siswi centil yang aku tidak tahu namanya itu yang juga naksir Honne-senpai!" serunya, menatap Haku dengan serius kali ini.

"E-etto…"


Miku menghela napas sedih. "Haku-senpai beruntung, ya…" gumamnya pelan. "Haku-senpai dan Honne-senpai kan saling suka. Sayangnya, mereka berdua nggak menyadarinya karena sama-sama pemalu."

"Sedangkan aku… Belum tentu dia juga menyukaiku. Apalagi, dia kan termasuk empat laki-laki terpopuler di sekolahku…"

Ting-tong~

"Miku-chan!"

"Sepadaaa!"

"Enibadi hom~?"

" 'Anybody home', Yuki-chan, bukan 'enibadi hom'."

"Kan pelafalannya sama saja, Luka-nee!"

"Miku-senpai, ini kami!"

"Hai~! Chotto matte~!" Wajah Miku kembali mencerah begitu mendengar suara-suara itu. Ia pun segera berlari menuju pintu masuk dan kemudian membukakan pintu bagi teman-temannya itu. "Silakan masuk!" Ia mempersilahkan mereka masuk dengan senyum manis tersungging di bibirnya. "Langsung ke dapur saja, ya!"

"Baiiik!"

Miku berjalan menyusul teman-temannya sambil bersenandung kecil. Dilihatnya, semuanya sudah berkumpul. Ada Gumi-chan, Rin-chan, Miki-chan, Luka-chan, Meiko-senpai, dan… Ah!

"Yuki-chan juga mau membuat coklat?" tanya Miku, agak menundukkan kepalanya, masih sambil tersenyum manis. "Jujur, aku agak kaget, lho, waktu melihat ada Yuki-chan juga."

"Iya!" Yuki mengangguk riang, tersenyum lebar. "Yuki juga mau membuat coklat!"

"Untuk siapa, Yuki-chan?" tanya Miki.

"Untuk Ryūto-kun, ya?" tebak Meiko yang kemudian langsung pundung di pojokan begitu Yuki menggelengkan kepalanya.

"Atau untuk Len?" Rin menatap Yuki dengan sinis, cemburu.

Yuki menggeleng lagi.

"Jadi, untuk siapa?" tanya Gumi penasaran. "Habisnya, Yuki-chan kan―"

"Ehehe~" Yuki tertawa riang. "Untuk Kiyo-kun, dong!"

"!?" Miku, Rin, Luka, Meiko, Miki, dan Gumi seakan terkena serangan jantung seketika. Kalau saja mereka sedang minum, pasti mereka akan langsung memuncratkannya.

"K-'Kiyo-kun'!?" tanya Meiko syok dengan wajah memucat, memastikan. "M-ma-maksudnya, 'Kiyo-kun' itu Hiyama-sensei!?"

"Hi-Hiyama Kiyoteru!? Wali kelas Yuki-chan itu!?" timpal Gumi tidak kalah syok.

"Iya!" jawab Yuki riang dengan polosnya, tidak merasa bersalah sama sekali.

Yang lainnya tersenyum mencurigakan, lalu saling berkumpul membentuk lingkaran ― meninggalkan Yuki yang kebingungan dengan polosnya ― dan berbisik.

"Yuki-chan―A-aku nggak menyangka, ternyata Yuki-chan menyukai om-om…" bisik Miku, merasa ngeri.

"Hiyama-sensei masih muda, kok, Miku-senpai!" seru Miki.

"Tapi kan umurnya beda jauh dengan Yuki-chan sendiri!" Rin, yang setuju dengan Miku, menimpali. "Yuki-chan kan umur 9 tahun, sedangkan Hiyama-sensei… s-sekitar 20 tahun!"

"T-tapi itu kan bukan berarti Hiyama-sensei itu om-om…" Gumi sweatdropped.

"Minna-chan kenapa?" tanya Yuki, menghampiri lingkaran itu. "Yuki ikutan, dong!"

"H-hyaaa! Bu-bukan apa-apa, kok, Yuki-chan!" Meiko kaget langsung menarik dirinya dan membubarkan lingkaran tersebut.

"Eh?"

"I-iya! Bukan sesuatu yang menarik, kok!" Miki mengangguk, berusaha meyakinkan perempuan kecil berambut hitam itu.

"Ka-kami nggak membicarakan Hiyama-sensei, kok!" Rin menimpali dengan panik.

"D-diaaaaaam!" Miku, Gumi, Miki, dan Meiko buru-buru menutup mulut Rin.

"Nggh!"

Luka cuma menghela napas.

"Eh?" Yuki memiringkan kepalanya, semakin bingung.

"A-ahaha, lupakan saja!" seru Miku tiba-tiba sambil tertawa garing, berusaha mencairkan suasana. "K-kita langsung buat coklatnya yuk!"

"Yosh!"

.

.

.

"Setelah ini, coklatnya diapakan, Luka-chan?" tanya Miku.

Luka ― yang sedang mengaduk coklat cairnya ― menoleh pada Miku. "Setelah dicairkan, cetak―Bukan itu!" Bletak!, ia langsung menjitak Miku begitu melihat gadis berkuncir dua itu menuang coklat cairnya ke cetakan cookies.

"Ow!" Mengelus-elus kepalanya yang benjol, Miku menatap Luka dengan memelas dan bertanya dengan wajah memelasnya, "K-kenapa Luka-chan memukulku…?"

"Hmph," Luka mendengus pelan dan membuang mukanya dari hadapan Miku, mengabaikan pertanyaan Miku tadi dan kembali mengaduk coklat cairnya.

"Uuh! Luka-chaaan!"

"Miku―Kau… Kau mencetak pakai cetakan cookies, sih…" ujar Meiko pelan ― menjawab pertanyaan Miku tadi ― sweatdropped.

"Hiks… Kalau cuma karena itu, seenggaknya, Luka-chan nggak usah menjitakku, dong…"

"Eh? Salah, ya?" tanya Rin, Miki, dan Gumi dengan polosnya ― yang ternyata juga membawa cetakan cookies ― sambil menunjukkan cetakan mereka masing-masing.

Bletak!

Ketiga perempuan itu pun sukses menjadi korban jitakan Luka berikutnya.

"I-itaaai…"

"Luka, nggak usah terlalu kasar terhadap mereka, kan?" Meiko sweatdropped lagi.

"Hmph."

"Luka-nee, Luka-nee~" panggil Yuki sambil menarik-narik bagian bawah apron biru muda Luka.

"Ada apa?" Luka menundukkan kepalanya dengan kedua tangan dilipat di depan dada ― gaya khasnya.

"Cetakan untuk coklat itu… yang seperti ini, bukan?" tanya Yuki seraya menunjukkan Luka sebuah cetakan yang terbuat dari plastik bening ― dan bukan dari bahan stainless steel.

"Ah, benar," Luka tersenyum kecil, lalu berjongkok dan mengelus-elus rambut Yuki. "Yuki-chan pintar sekali, ya, tidak seperti mereka yang bodoh itu," ucapnya, menambahkan penekanan pada beberapa kata terakhir.

"Ehehe~"

"Luka-senpai pilih kasih, nih," cibir Gumi.

"Hidoi…" timpal Miku.

"Itu, mah, salah kalian sendiri, kan," gumam Meiko pelan.

"Ini," Luka menyodorkan cetakan coklat miliknya pada Miku, Rin, Gumi, dan Miki. "Kupinjamkan pada kalian. Untung tadi aku bawa banyak."

Empat orang itu menatap Luka dengan mata berbinar-binar.

"K-kalian kenapa?" tanya Luka kaget sekaligus ilfeel.

"Aku sayang Luka-chan/-senpai! Arigatooo!" seru mereka berempat kompak seraya memeluk gadis berambut pink panjang itu.

"U-uwaaa! Le-lepaskan!" seru Luka panik dengan wajah memerah, berusaha melepaskan diri dari "serangan" empat orang itu.

"Waaai! Pelukan!" Yuki berlari menuju Luka dan kemudian ikut memeluknya dengan riang. "Yuki juga mau peluk Luka-nee!"

"Uwaaa!?"

"Ahaha! Fansmu banyak sekali, ya, Luka!" Meiko tertawa.

"T-tolong aku, Meiko!"

"Hahaha!" Bukannya menolong Luka, tawa Meiko malah semakin menjadi-jadi. "Sayang, Lily dan Iroha nggak ikutan!"

"Sudah bagus mereka nggak ikutan!"

"Waaa! Luka ngamuk!"

"Meikooo!"

.

.

.

"Sudah selesai?" tanya Luka, mengecek keadaan.

"Sudah!"

"Baiklah, setelah ini, kita―"

"Cho-chotto matte!" seru Miku panik. "S-sebentar lagi!"

"Miku-senpai lama, nih," Rin memanyunkan bibirnya.

"Menghias coklat memang susah, jadi aku maklumi," Luka menghela napas. "tapiii…" Ia lalu men-death glare Miku, "nggak memakan waktu sampai satu jam, lho, Hatsune Mikuuu…"

"Hiii!" Miku menjerit ngeri dan panik. "T-tunggu, Luka-chan! Tiga menit lagi!"

"Setelah ini, masukkan coklatnya ke dalam lemari es," ucap Luka sembari menoleh kepada yang lainnya, tidak menghiraukan ucapan Miku sama sekali.

"Kyaaa! Jangan tinggalin akuuu!"

Gumi menghela napas dan menoleh pada Miku, lalu berkata, "Miku-chan, kau sudah mengatakan 'tiga menit lagi' itu sebanyak…" ia terdiam sebentar, sepertinya sedang menghitung, "… belasan kali."

"Lebih tepatnya, 17 kali~" Yuki meralat.

"Yah, begitulah."

"Huwaaaa! Tunggu, dooong!" Miku semakin panik. "Aku janji, deh, ini tiga menit yang terakhir!"

"Kalau cuma tinggal dimasukkin ke dalam lemari es, kan bisa menyusul…" batin yang lainnya sweatdropped, nggak menyangka Miku setelmi itu.

.

.

.

"Nah," Meiko tersenyum lebar seraya mengeluarkan cetakan-cetakan coklat tersebut dari dalam lemari es. "Sudah jadi!"

"Waaai!" Yang lainnya (kecuali Luka) berseru girang.

"Hm, yang merah ini punyaku," Meiko mengambil sebuah cetakan dengan coklat berhiaskan warna merah dan meletakkannya di atas meja di dekatnya. "Lalu, yang hijau―Eh? Biru? Warna apa ini?"

"I-itu punyaku!" Dengan panik, Miku mengambil (merebut) cetakan coklat tersebut dari tangan Meiko. "O-ohoho! Makasih, Meiko-senpai!" Dan dengan ucapan itu, ia segera berlari meninggalkan dapur, menuju kamarnya.

"H-hei! Kan harus dibungkus―"

"A-aku bisa membungkusnya sendiri di kamarku, kok!"

Yang lainnya memandang kepergian Miku dengan bingung.

"Miku-senpai aneh…" gumam Miki pelan.

.

.

.

Cklek!

Miku mengunci kembali pintu kamarnya. Ia lalu menyenderkan tubuhnya di pintu itu dan tersenyum kecil, lalu menghembus napas lega. "Akhirnya… Besok…" ia bergumam pelan, memandang coklat buatannya dengan penuh rasa bangga.

Miku beranjak, berjalan menuju meja belajarnya, dan mengeluarkan sebuah gunting, kotak coklat, dan pita dari dalam laci meja tersebut. Kemudian, ia mulai bekerja untuk membungkus coklat buatannya itu.

Sambil bekerja, Miku juga bersenandung riang. Tanpa disadarinya (karena keasyikan membungkus dan membentuk-bentuk pita), waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam.

"Miku Miku ni shite ageru~" senandungnya riang sambil menambahkan final touch pada coklatnya itu, membungkus kotak coklatnya dengan pita berwarna biru ysng dibentuk bunga. "Selesai!" Ia berdiri dari tempat duduknya dan mengangkat kotak coklat itu, menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Dia pasti akan menyukainya!"

Setelah itu, Miku berjalan keluar kamarnya, menuju dapur untuk meletakkan coklatnya itu di dalam lemari es. Dilihatnya, Luka dan yang lainnya sudah tidak ada. Dapur rumahnya pun sudah bersih. "Mereka sudah pulang ya. Rasanya, jadi sepi…" pikirnya, merasa sedikit sedih, sembari memasukkan kotak coklatnya ke dalam lemari es.

"Yo, Miku."

Miku menoleh pada asal suara itu dan mendapati Mikuo yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV. "Kuo-kun?"

"Maaf, aku pulang telat hari ini," ujar Mikuo sambil menunjuk jam dinding ― yang sekarang menunjukkan pukul 7.05 ― dengan jari jempolnya. "Kau bagaimana? Sudah selesai membuat coklatnya?"

"Ah!" Tiba-tiba saja, ia teringat sesuatu. "K-Kuo-kun!" serunya panik. "Ga-gawat… Aku lupa coklat untuk Kuo-kun!"

"Hm? Kenapa?" tanya Mikuo heran begitu melihat wajah Miku yang memucat tiba-tiba.

"Aaa―Etto… Su-sudah, dong!" jawab Miku, tersenyum panik tanpa disadari kakak kembarnya itu. Ia lalu buru-buru menaiki tangga, menuju kamarnya kembali.

Mikuo memiringkan kepalanya, bingung. "Kenapa anak itu?"

Cklek!

Blam!

Brugh!

Begitu sampai di kamarnya, Miku langsung mengunci pintu kamarnya (seperti biasanya) dan merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya sambil menutupi wajahnya dengan bantal.

"M-maaf, Kuo-kuuun…" sahut Miku pelan, merasa sangat bersalah dan menyesal. Seumur hidup, baru kali ini ia melupakan Mikuo. "Uuh… Kalau mau bikin lagi, nggak ada waktu…" ia menghela napas, "Apa besok aku beli coklat Valentine yang sudah jadi untuk Kuo-kun, ya?"

-KaiMiku: Tsudzuku-

Ohoho, kasihan Mikuo, dilupakan adik kembarnya sendiri XD *digampar negi*

Niatnya, saya mau bikin ini khusus chara Vocaloid saja dan nggak ada fanmade atau UTAU, tapi… =w=" *jiah*

Saya sengaja publish ini lebih awal (dan bukan 14 Februari) biar pas Valentine nanti, sudah ada cerita tentang pairing-nya XD
Main pairing untuk chapter berikutnya (karena di chapter ini belum ada pairing-nya orz) KaiMiku!