Title: Amabam - Amo - Amabo.

Characters/Pairings: reversible! Byakuran x Mukuro

Ratings: T...atau M?

Genre: Romance/Fantasy

Summary: Yaoi, AU abad pertengahan. Seorang iblis berambut putih menghancurkan keluarganya. Iblis berambut putih yang sama merengkuh hatinya. Sebagai seorang ahli ilusi, ia sangat tahu bahwa perasaannya ini bukanlah sebuah kepalsuan. Translated fic.

Warnings: AU fantasi sejarah; agak diksi yang agak lebay; anti-heroes; seks di bawah umur & pemerkosaan semi-grafis; kekerasan bertema berat dengan sedikit gore, termasuk kematian banyak OC; beberapa kilas balik.

Setting: Sebagian besar di Italia pada abad pertengahan awal abad ke-15, sepertiga di Roma Kuno pada abad ke-1 dan beberapa lagi yang tidak terlalu relevan.

Notes: Meskipun 'Estraneo' adalah canon, nama 'Eugenio' adalah nama yang dibuat-buat, pengarang asli tidak tahu nama Mukuro yang seharusnya sebelum ia dipanggil 'Rokudou Mukuro'. Mukuro dan Byakuran adalah orang Italia di fic ini, dan untuk membuat suasana lebih ke-Italia-an, mantra Byakuran dibuat dalam bahasa Latin dan teknik Mukuro yang Six Paths of Reincarnation dibuat menjadi Nine Layers of Hell, sesuai Dante's Inferno; angka Jepang akan diganti dengan angka Romawi, dan cara teknik ini bekerja berbeda dengan yang ada di canon. Untuk alasan ini, nama 'Rokudou', yang berarti 'enam alam' dalam bahasa Jepang, berubah menjadi 'Novestrati', yang berarti 'sembilan lapisan' dalam bahasa Italia. Dia akan disebut 'Vindice Mukuro Novestrati' di samping 'Eugenio Estraneo' di fic ini. 'Vindice' berarti 'pembalas' dalam bahasa Italia; 'Mukuro' berarti 'mayat' dalam bahasa Jepang; 'Byakuran' berarti 'anggrek putih', juga dalam bahasa Jepang. Bagi mereka yang kurang akrab dengan tata bahasa Italia, 'Estranei', 'Gessi', dan 'Vongole' merupakan bentuk jamak dari 'Estraneo', 'Gesso', dan 'Vongola'.

Dedicated to: kalian semua, wahai reader maupun author KHR Indo. Penerjemah berharap kalian bisa lebih mencintai 10069 setelah membaca ini. Atau membaca fic aslinya.

Disclaimer: Amano Akira owns Kateikyoushi Hitman Reborn!, IDespiseTragedy owns For the Love of Hell.


"Untuk seorang anak kecil tak berdaya yang seluruh dunianya - rumah dan keluarga - telah tumbang, tidak ada yang lebih menakutkan daripada segalanya."

~ Amabam - Amo - Amabo ~

I. Pewaris Darah Estraneo yang Terakhir


"Demi Tuhan yang penyayang, tolong jangan bunuh saya; anak-anak saya masih membutuhkan—" Permintaan belas kasih itu akan terus berlanjut jika saja tenggorakannya tidak digorok oleh sang pembunuh, yang, dengan ekspresi datar, menjawab, "Aku tidak mengenal Tuhan."

Permintaan macam itu tidak hanya berasal dari satu mulut, tidak. Sebenarnya, itulah adalah permintaan kedua ratus tiga puluh delapan untuk hari itu - dan, seperti pendahulunya, tidak dikabulkan. Bangsawan dan orang miskin, perempuan dan anak-anak, muda dan tua - semua orang tanpa kecuali mati di tangan Vindice Mukuro Novestrati.

Mukuro adalah anak muda yang belum melewati musim panas keenamnya ketika ia sendiri selamat dari pembantaian keluarganya. Baik Tuhan maupun rahmat-Nya telah lama melepaskan diri dari kehidupannya; tidak mempedulikannya ketika dia menangis putus asa memanggil mereka hampir sembilan tahun sebelumnya. Sejak saat itu, setiap kali dia membunuh seseorang, ia selalu membayangkan seperti apa ekspresi orang yang membunuh keluarganya sementara dia menggorok leher korbannya.

Melihat tangannya terpercik darah, Mukuro merenung. Dia tidak lebih baik daripada orang keji yang telah membantai keluarganya. Dia telah menuai ribuan nyawa saat memasuki usia remaja, semua demi mengasah keahliannya untuk mengalahkan orang yang telah mencabut kebahagiaan hidupnya.

Sama seperti malam itu, ingatannya mengingat kembali kapan terakhir kali ia dipanggil 'Eugenio Estraneo'.

Di bawah tabir kegelapan, ketika kekuasaan lain tidur nyenyak, maka para Estranei mengalami pembantaian mereka. Ini adalah kali pertama sejak nama 'Estraneo' diangkat statusnya menjadi bangsawan. Dan yang terakhir.

Tidak ada sekutu datang untuk menolong. Tidak satu jiwa pun yang tahu tentang kehancuran keluarga terkenal sampai sang kastil diterangi oleh api satu jam sebelum fajar menyibak jubah sinabarnya di atas kubah surga. Pembantaian massal hanya berlangsung singkat seperti permainan anak-anak.

Jeritan dan permohonan bergema di menara-menara yang mulai runtuh, melewati bibir dari kerabat, pembantu, dan penjaga Eugenio kecil. Semuanya masuk ke telinga kanan dan keluar ke telinga kiri seseorang yang tak dikenal. Beberapa dayang, penyanyi, juru masak dan pembersih kandang kuda berusaha untuk kabur. Lainnya berdiri gagah untuk menghadapinya. Sang malaikat maut menyeringai sambil membunuh mereka tanpa membeda-bedakan.

Duke Estraneo membela kehormatannya seberani yang dia bisa, hanya untuk menemui Kematian. Istrinya mengumpulkan semua anaknya yang tersisa sambil menangis, mencoba menghindarkan mereka dari kebinasaan yang ditimbulkan dari tangan sang perampas nyawa: anak pertama dan kedua baru saja dibunuh bersama dengan ayah mereka sementara mereka berusaha untuk membantu dia. Anak lelaki dan perempuan-nya yang tersisa tersembunyi dalam sebuah ruangan yang jalan rahasianya dapat diakses dari bawah meja kerja sang Duke, di dalam kamar tidur. Dalam kebingungan yang mengikuti mereka, putrinya - putri favoritnya dan yang paling bungsu - terlupakan. Sang Duchess ini hampir menjerit ketika dia menyadari hal ini dan bergegas menyembunyikan sang bayi di dalam peti kayu terdekat. Sang pembunuh manusia itu telah datang mendekat, tidak ada waktu untuk membuka kembali ruang tersebut.

Seperti upaya sia-sia lainnya, dia tidak lebih beruntung dari yang lain. Kepergiannya ke akhirat diputuskan hanya dalam hitungan detik setelah pria tanpa ampun tersebut masuk ke dalam kamar tidur. Ketika kehidupan mulai meninggalkannya, dan dia tubuh yang hampir tak bernyawa itu runtuh ke tempat tidur, ia melihat bahwa anak keempatnya masih tidur, tidak terganggu oleh semua pertikaian, obat yang ia minum malam sebelumnya memiliki sebuah efek obat tidur yang cukup kuat. Dia, Eugenio, menderita demam, dan karena alasan itulah, ia tidur di kamar ayahnya dan bukan kamarnya sendiri, bersama-sama dengan saudara-saudaranya, hari ini. Sang Duchess meneteskan air mata terakhir hidupnya: kalau saja ia bisa menjadi ibu yang lebih baik dan menemukannya lebih cepat, kehidupan anak muda yang tak berdosa tersebut masih bisa diselamatkan.

Eugenio terbangun karena bunyi sebuah benda jatuh di atasnya - ibunya. Sebuah lubang tertinggal di perutnya dan di antara jari-jarinya terletak sebuah rosario dengan manik-manik batu giok yang berubah warna menjadi merah rubi, ternoda oleh darah segarnya sendiri: dia tentu sedang berdoa ketika sang pembunuh mengambil hidupnya.

Mukuro masih ingat, sangat jelas, bagaimana rambut putih sang pembunuh berkilauan dalam cahaya api yang bertengger di dinding, kontras dengan latar belakang kegelapan. Lelaki bengis yang berusia sekitar dua puluh tahunan itu mengambil hati sang Duchess dari perutnya dan menghancurkannya di depan kedua matanya. Dengan senyumnya, entah bagaimana langit-langit berkubah sepia tampak lebih tinggi dari biasanya. Pada saat itu, Eugenio yang berusia kurang dari enam tahun bahkan tidak berani untuk bernapas. Ketakutan mengambil alih tubuhnya, yang dia bisa ia lakukan hanyalah menatap adegan berdarah itu.

Berikutnya, anak kesepuluh dan yang paling bungsu dari keluarga Estranei harus menghadapi kematian: tempat persembunyiannya itu panas dan lembab, dan suara tangisnya memberitahu lokasi keberadaannya. Si pembunuh berambut salju itu sangat senang melihat apa yang telah tersembunyi di dalam peti. Dia mengangkat putri kelima sang Duke tinggi-tinggi di udara, dengan cara yang sama seperti yang ayahnya pernah lakukan kepadanya. Kemudian, setelah sebuah senyum lega menghiasi wajah si bayi, ia melepaskannya sepenuhnya. Dia menginjak kepalanya begitu ia menyentuh lantai, sebelum dia bisa mengucapkan teriakan lainnya. Tak lama, aliran darah, yang berasal dari kepalanya, mengairi lantai batu.

Saat itulah sang pembasmi melihat sekilas bros di lantai. Mengetahui bahwa semua anak-anak sang Duke memakai bros yang sama, sang malaikat pencabut nyawa mendapat kesimpulan bahwa mereka semestinya bersembunyi di ruang rahasia dan pintu masuk ke ruang itu terletak di suatu tempat di dekat sana: bros tersebut pasti terjatuh ketika anak-anak itu bergegas untuk bersembunyi.

Tujuh menit adalah waktu yang diperlukan sang pembasmi untuk menemukan pintu gerendelnya. Dalam hitungan detik setelah ia turun melalui tangga, jeritan balita dan remaja terdengar dari ruang bawah tanah. Semuanya terjadi dalam waktu singkat- tanpa ragu-ragu lagi, batang tenggorokan mereka telah dipotong sebelum mereka bisa menyelesaikan teriakan mereka.

Eugenio yang berusia enam setengah tahun menyaksikan peristiwa mengerikan berikutnya dari tempat tidurnya. Dia tidak bisa memastikan apakah lelaki gila itu tahu bahwa ia masih hidup; ia terlalu takut untuk memastikan hal itu. Dalam hati, ia memanggil Tuhan. Namun, Sang Pencipta Langit dan Bumi tidak memberikan jawaban.

Anak kecil itu memejamkan matanya dengan erat dan menahan napas sementara si pembantai keluarganya kembali muncul dari ruang rahasia; wajah, tangan, dan pakaian sang pencincang ternoda oleh darah korbannya. Selepas ia meninggalkan ruangan itu, sang malaikat maut berambut putih tersebut bergerak dalam suksesi cepat dari satu korban ke yang lain, meninggalkan jejak darah dalam rombongannya dan dengan demikian menyeka sisa-sisa dari Estranei. Yang ada hanyalah darah, darah, dan darah kemanapun ia melangkah. Hanya tawa kemenangannya yang menggema melalui lorong-lorong.

Anak kecil itu terlalu takut untuk meninggalkan tempat tidur ayahnya; selain itu, masih ada kesempatan untuk bertahan hidup jika si pembantai berasumsi kalau dia sudah mati - kanopi tempat tidur yang muat untuk empat orang milik ayahnya tentu telah membantu dalam menghalangi pandangan si pembunuh - jadi sebaiknya ia terus berpura-pura seperti itu. Namun demikian, tak lama setelahnya, hembusan asap dan udara panas mendesak anak keempat dari sang Duke untuk pergi: si pembunuh gila itu pasti sudah membakar benteng tersebut sebelum meninggalkan tempat itu.

Sementara ia bergegas menuju pintu keluar, Eugenio melewati mayat orang-orang yang ia tahu. Ada yang tanpa kepala, dan hanya dikenali dari atribut tubuh mereka; yang lain memiliki lubang di dada atau perut. Anak kecil itu terus berlari dan berlari. Memercikkan kolam darah di bawah kakinya. Tidak ada lagi ayahnya yang siap melindungi dirinya, tidak ada ibunya yang akan menenangkannya dari penderitaan itu, tidak ada lagi saudara untuk berbagi kesedihannya, dan bahkan tidak pengikut untuk membantunya dalam cara apa pun, sang pewaris darah Estranei yang terakhir mencari Bapa dari umat manusia. Namun, tidak peduli seberapa keras si anak meratap, yang mereka sebut sebagai suatu keberadaan yang mahatahu dan berada dimana saja itu tidak bisa ditemukan.

Setelah ia tiba di luar, masih terbatuk keras karena abu, dan dengan api terefleksikan oleh kedua bola matanya yang mengalirkan air mata, Eugenio Estraneo bersumpah: satu hari ia akan membunuh pembunuh gila itu dan membakarnya, seperti ia membakar benteng dan semua mayat di dalamnya pada malam itu. Ini tidak akan mudah, musuhnya adalah orang yang telah membunuh ratusan orang sendirian. Namun, entah dengan cara baik atau jahat, asalkan tujuannya tercapai pada akhirnya, hidupnya sendiri adalah harga yang rendah untuk membayar.

Eugenio menggenggam sedikit tanah. Di sini, sore tadi, anak-anak bersenang-senang menyambut hari pertama musim semi. Dia, anak keempat dari Duke Estraneo, telah terlibat dalam permainan pedang kayu dengan saudara-saudaranya yang pertama, ketiga dan kelima. Anak tertua kedua adalah seorang anak yang terlalu rajin yang lebih suka mencurahkan waktu untuk membaca manuskrip daripada melibatkan diri dalam kegiatan outdoor sedangkan yang keenam tengah tidur siang di bawah pohon rindang di dekatnya. Di bawah pohon yang sama, tiga saudari mereka tengah menonton, kecuali satu termuda, terbuai dalam pelukan ibu mereka, yang tengah mengintip dari belakang sebuah machicolation.

Memberikan satu lirikan terakhir di benteng terracotta yang merupakan bagian dari kastil keluarganya, sang pewaris darah Estraneo terakhir memasukkan tanah yang digenggamnya ke dalam kantong kulit, yang di kemudian hari tidak pernah terlepas darinya.

Dengan demikian, garis keturunan Estranei yang terkenal tinggal menjadi sejarah.

Sejak saat itu, anak kecil itu telah mengembara, belajar bagaimana cara untuk bertahan hidup sendiri. Dia bergabung dengan sebuah kelompok perampok dan belajar cara kerja mereka yang kotor. Dia tidak repot-repot untuk mencoba memohon biara apapun untuk melindungi dia dalamnya, karena ia tidak lagi memiliki iman terhadap Tuhan yang telah meninggalkan dia pada saat ia membutuhkan-Nya.

Dia mencoba mengunjungi Istana Vongola - pusat administrasi kerajaan di mana kekuasaan ayahnya yang seorang Duke adalah bagian dari kerajaan itu - untuk meminta bantuan dalam usahanya untuk melakukan pembalasan. Namun demikian, karena tidak mengenali pakaian compang-camping anak kecil itu, para penjaga menganggapnya sebagai seorang anak petani yang mencari raja untuk lelucon belaka dan mengusirnya tanpa basa-basi. Hal itu menjadi pelajaran pertama Estraneo kecil bahwa orang melarat ditakdirkan untuk tidak memiliki sahabat.

Untuk seorang anak kecil tak berdaya yang seluruh dunianya - rumah dan keluarga - telah tumbang, tidak ada yang lebih menakutkan daripada segalanya. Pohon-pohon tampak lebih tinggi, kerikil terasa lebih tajam; langit tampak lebih gelap; bahkan orang asing di jalan terdengar lebih kurang ajar. Daripada takut, ia sebaiknya menakut-nakuti dunia, pikir anak itu. Oleh karena itu, setelah ia membuang nama Eugenio Estraneo, yang tersisa dari relik kemuliaan masa lalu itu mengadopsi nama yang cukup menakutkan di telinga musuh-musuhnya . 'Vindice' atau 'pembalas dendam' menjadi nama pertamanya; ia adalah sebuah keberadaan yang hidup semata-mata untuk membalas dendam.

Vindice melakukan pembunuhan pertamanya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam setelah ia selamat dari peristiwa pembantaian itu. Dia merampas dari yang telah mati beberapa jam setelah itu, dan dari yang hidup, beberapa hari setelahnya. Dia belajar bagaimana merampok, meskipun tidak berhasil pada usaha pertamanya, karena apa yang bisa dilakukan seorang anak menghadapi lawan orang dewasa?

Saat itulah ia memanfaatkan dengan baik apa yang mengalir di dalam darahnya: susunan genetika Estraneo memberikannya kekuatan pengendalian pikiran - ilusi yang paling ampuh. Dengan cara ini ia telah membuat beberapa orang taat kepadanya. Seorang penjual makanan akan memberikannya makanan gratis. Seorang penjahit akan mengongkosi dia. Seorang penjudi akan mengungkapkan kepadanya kelicikan dan kecurangan. Seorang pencopet akan menunjukkan kepadanya bagaimana cara merampok dengan benar.

Yang terbaik dari guru-gurunya kebetulan adalah seorang rounin malang - seorang samurai tak bertuan dari negeri timur yang jauh – yang terdampar karena gelombang terelakkan laut menggelora, dan darinya ia belajar memegang senjata, terutama trident. Setelah itu, 'Mukuro', yang berarti 'mayat' menjadi nama tengahnya; dia, bagaimanapun juga, tidak lebih dari mayat bernapas yang kebahagiaan hidupnya telah dirampas darinya.

Nama terakhirnya 'Novestrati' atau 'sembilan-lapisan,' berasal dari latihan-latihan yang ia lakukan sendiri untuk membuat ilusi realistis nan hidup dari sembilan lapisan neraka.

Kekejaman lain - pencurian, penyelundupan, pemfitnahan, menodai, memperkosa, menyiksa - ia lakukan atas dasar rasa ingin tahu dan bukan karena kebutuhan. Pada usia sebelas tahun, tak ada satu kejahatan pun yang belum Mukuro coba, tidak satupun dari semua itu yang membawa ketenangan batin lebih dari membunuh. Vindice Mukuro Novestrati telah menjadi pembantai termuda di seluruh negeri sebelum mencapai usia remaja dan manusia gemetar ketika namanya disebut.


To be continue

"Akhirnya kau datang, Vindice Mukuro Novestrati, atau harus kusebut kau sebagai Eugenio, putra dari Adalberto Estraneo?"

II. Perselisihan antara Sang Lili Putih dan Pembela Chthonic


...sumpah, translate-nya susah banget *headdesk*

Maaf Byakuran kelihatan super sadis begini. Kalau baca yang aslinya pasti tau deh kenapa dia begitu.

Anyway, mind to review? :3