All cast milik Masashi, saya cuma numpang beken.
Peringatan: Ketidakjelasan ada dimana-mana dan ending mungkin tidak sesuai harapan. silakan klik tombol back kalau merasa tidak puas. flame are welcomed. don't worry.
Happy reading. ^^
.
.
.
"Sasuke?"
Sakura menautkan alisnya melihat makhluk tampan bersandar angkuh di samping pintu apartemennya.
"Kau Uchiha Sasuke kan?"
Sasuke membuka mata saat yakin Sakura berjarak tak lebih satu meter darinya.
"Hn." gumamnya sambil mengubah posisinya agak menyamping agar bisa berhadapan dengan Sakura.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sakura dengan sedikit was-was. Ia sempat memperhatikan sekeliling apartemen yang sialnya begitu sepi malam ini.
"Kau terlambat pulang."
"Ada ujian praktikum," jawab Sakura sambil berjalan menuju pintunya. Ia diam sejenak di sana, menunggu reaksi Sasuke yang masih mematung tanpa bergeser sedikitpun. "Sampai kapan kau mau di situ?"
"Buka pintunya."
"Ini sudah terlalu malam untuk bertamu Sasuke, maaf."
"Aku tidak bilang mau bertamu."
Sial. Sakura mengumpat dalam hati menyadari kekonyolannya. Tentu saja Sasuke tidak mungkin bertamu di apartemen kumuhnya. Tengah malam buta pula. Mereka bahkan tidak bisa di sebut berteman. Sakura mengenal Sasuke karena hanya orang buta dan tuli saja yang mungkin tak mengenalnya. Dia kelewat populer di kampus. Hampir semua orang berebut mencuri perhatiannya, sesuatu yang tidak akan pernah Sakura lakukan karena dia tahu hasilnya seperti apa. Itulah kenapa Sakura jadi tidak mengerti bagaimana laki-laki itu bisa terdampar di depan apartemennya. Yang lebih membuatnya tidak mengerti, kenapa Sasuke bersikap seolah mereka sudah akrab.
"Ck, lama sekali." Sasuke mendengus kesal sambil mendorong Sakura menjauhi gagang pintu. Memencet beberapa angka lalu membuka pintu dengan santai.
Sakura mendelik melihat itu, "Bagaimana bisa?" ucapnya tak percaya, ia yakin tak memberitahukan kode kunci apartemennya pada siapapun, cepat Sakura mengekori Sasuke yang lebih dulu melenggang masuk, "Darimana kau mendapatkan kodenya?"
"Aku menyadap semua saluran telfonmu, rekening bankmu, juga semua akun yang terkait denganmu."
"A-apa?"
"Bercanda."
Sakura kembali mengumpat mendengar ucapan Sasuke. Bungsu Uchiha itu kini sudah tidur selonjoran di sofa beludru milik Sakura. Seolah kedatangannya bukan yang pertama kali.
"Sasuke, tunggu dulu. Kau tidak boleh tidur di sini?"
"Apa harus di kamarmu?"
"Berhenti bercanda. Kau tidak cocok dengan itu."
"Aku tidak bercanda."
Sakura menghela nafas panjang. Ia duduk di single sofa dengan wajah di tekuk. Seharian ini waktunya tersita dengan banyak ujian, ia butuh istirahat tenang untuk melanjutkan perjuangannya besok. Dan keberadaan laki-laki, terlebih itu adalah Uchiha Sasuke, sama sekali tidak membantu untuk mewujudkan itu.
"Berhenti memandangiku seperti itu, atau kuperkosa kau."
Sakura tersentak kaget. Jijik dengan ucapan Sasuke. "Dasar mesum."
Sasuke hanya diam, tak menanggapi ucapa Sakura. Sakura sendiri jadi bingung harus bagaimana. Ia tidak pernah menerima tamu laki-laki di apartemennya, itu membuatnya sedikit canggung.
"Sa..."
"Ganti pakaianmu, kau pasti gerah memakai itu sejak pagi." potong Sasuke tanpa membuka mata. Niat tulus yang justru dicurigai oleh Sakura. Bagaimana tidak curiga kalau yang mengucapkannya seorang cassanova kasta atas macam Sasuke.
Tapi Sasuke ada benarnya, tubuh Sakura seperti pegal-pegal begitu diberi kesempatan protes. sejak tadi ia kelewat tegang hingga melupakan kenyataan kalau ia tak pernah beristirahat seharian ini. Tapi bagaimana kalau...
"Aku tidak akan mengintipmu," gumam Sasuke yang di sambut delikan tak percaya Sakura. "Aku bahkan tidak yakin ada yang bisa kulihat di situ."
Sakura bangkit dengan kesal mendengar cibiran Sasuke. Oh baiklah, tubuhnya memang tak seindah Ino, tapi mengatakannya dengan terang-terangan seperti itu? sungguh tak berperasaan.
"Dasar brengsek." makinya sambil membanting tumpukan diktat yang tadi di bawanya ke perut Sasuke.
"Argh..."
Sakura berlari dan menutup pintu kamarnya sebelum Sasuke sempat mengeluarkan sumpah serapah. Meninggalkan Sasuke dengan wajah masamnya.
Sakura keluar kamar dua jam kemudian. Ia terus mondar mandir gelisah sepanjang menit menegangkan yang terlewati. Berharap saat ia melintasi ruang tamu, Sasuke sudah menghilang seperti tak pernah ada. Meski harusnya ia tahu, harapannya sudah pasti sia-sia.
Ia berjalan pelan mendekati Sasuke, laki-laki itu sudah tidur. Meringkuk membelakangi sandaran sofa. Kakinya di tekuk dan kedua tangannya terjepit di antara dua lututnya. Postur tinggi Sasuke membuat laki-laki itu harus rela tubuhnya nyaris terlipat tiga. Sungguh posisi yang sangat tak nyaman. Sakura meringis melihat itu.
Sepelan mungkin ia berjalan kembali ke kamar, mengambil selimut cadangan lalu kembali keluar untuk diberikannya pada Sasuke.
"Ingin membuatku terkesan?"
"Hah?" Jantung Sakura rasanya mau lepas melihat Sasuke tiba-tiba sudah berdiri di samping pintu kamarnya, wajahnya tetap tampan seolah ia tidak pernah tidur sebelumnya. Atau memang sebenarnya dia tidak tidur? "Kau mau membunuhku?"
Sasuke hanya mengedikkan bahu tak acuh.
"Aku lapar."
"Tidak ada yang bisa di makan di sini." Ucap Sakura lalu berjalan melewati Sasuke, berharap bisa lepas dari tatapan mengerikan yang selalu membuatnya gemetar. Belum tiga langkah, Sasuke menarik Sakura cepat lalu mendorongnya hingga membentur dinding, membuat selimut yang Sakura pegang terpental jatuh ke lantai.
"Bagaimana dengan makanan yang lain."
Sakura mendelik menyadari maksud Sasuke, "Jangan bercanda."
Sasuke hanya memamerkan smirknya dan mulai memiringkan kepala, bersiap mencium Sakura yang bergetar karena terpojok.
"Tu-tunggu lima menit," ucap Sakura gagap, "O-omurice?"
Sasuke melepaskan cengkramannya, "Hn."
"Kenapa tidak Naruto?" tanya Sakura di sela inspeksinya pada Sasuke yang tengah asyik menyantap Omurice buatannya.
"Dia cerewet, aku tidak suka."
"Ino?"
"Inoichi sedang di rumah, kalau aku ke sana lima menit kemudian sekompi utusan Itachi akan mencidukku."
Sakura menganggukkan kepalanya. Ia tahu ayah Ino sedang pulang ke rumahnya. Minggu lalu Ino mengajaknya berbelanja banyak bunga untuk melakukan penyambutan. Sedangkan Itachi, Sakura tidak terlalu yakin siapa. tapi ia yakin Ino pernah menyebut namanya.
"Apa lagi?"
Sakura tersentak dari lamunan mendengar suara Sasuke.
"Me-i? kenapa tidak bersama Mei? Kudengar kalian dekat."
Sasuke tampak berfikir sejenak, "Dia selalu ingin bercinta saat melihatku, aku sedang malas melakukannya."
Sakura mencibir jijik mendengar kalimat narsis Sasuke. Meski ia merasa itu adalah hal yang wajar. Sakura kini bahkan baru merasa yakin, Sasuke memang sungguh sangat mempesona. Selama ini ia tidak pernah mencoba memperhatikannya. Ia di kirim ke Konoha untuk bersekolah, bukan mencari kekasih apalagi teman tidur.
"Jadi? apa sekarang kau juga ingin meniduriku? Matamu mengatakannya sejak tadi."
Suara Sasuke membuatnya nyaris tersedak liurnya sendiri. Diberinya Sasuke deathglare disertai gerutuan tak jelas.
"Darimana kau tahu kode apartemenku?"
"Rahasia."
"Kau mengetahuinya, tapi memilih menungguku?"
"Aku bukan pencuri," ucap Sasuke santai, "Setidaknya, aku tidak akan mencuri apapun darimu."
"Kau kabur dari rumah?"
Sakura mengangsurkan coklat hangat yang langsung diterima oleh Sasuke. Tapi laki-laki itu tidak meminumnya, ia memilih meneguk habis sisa air putih di gelas makannya.
"Aku menjual tiga puluh persen saham perusahaan dan menghabiskannya di meja judi."
Brooffff...
Sakura menyemburkan cokat hangatnya tepat di wajah Sasuke. Membuat laki-laki itu refleks menutup mata. Sakura membekap mulutnya selagi Sasuke mengusap wajahnya pelan.
"Kau meludahiku."
Sakura berlari menuju nakas di samping sofa, ia yakin meletakkan sekotak tissue di sana.
"Maafkan aku," ucap Sakura sambil mengelap wajah Sasuke cepat, "Oh Tuhan apa yang ku lakukan, maafkan aku." cerocosnya masih dengan gerakan tergesa membersihkan wajah hingga baju Sasuke, "Aa-aku tidak sengaja."
Sasuke menangkap kedua lengan Sakura saat dirasanya perempuan itu tak berhenti membobardir wajahnya, "Aku butuh baju." Ucap Sasuke pelan dengan tatapan mengunci, membuat Sakura terbengong sejenak.
"Ti-tiga puluh persen? Bukankah itu banyak?"
"Hn." Balas Sasuke sembari bangkit dari duduknya, menubruk Sakura pelan saat melewati gadis yang wajahnya sudah semerah muda rambutnya itu.
"Memalukan sekali." Gumam Sakura sambil memukul kepalanya pelan. Menyadari betapa konyolnya sikap dan ucapannya. Ia berdiri dari tempatnya dan berlari menuju kamar selagi westafel berbunyi nyaring. Berharap setelah ini Sasuke melupakan apa yang terjadi.
"Sakura,"
sayup-sayup selenting suara masuk ke pendengarannya.
"Yuhuuu... Sakura, kau dengar aku?"
Susah payah Sakura membuka mata.
"Ino kepada Sakura, tes tes, hallo forehead. Ino kepada Sakura Roger."
siluet Ino yang membungkuk sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya menyergap penglihatan.
"I-ino?"
"Kau tidur sepanjang kelas berlangsung, dasar. Aku pikir tadi kau pingsan."
Sakura mengangkat kepalanya lalu memperhatikan sekeliling. "Kenapa sepi?"
Ino mencibir mendengar ucapan Sakura, "Kelas sudah berakhir lima belas menit lalu, Nona."
"Hah?"
"Ada apa? tidak biasanya kau seperti ini?" Tanya Ino sambil duduk di samping Sakura, matanya awas memperhatikan sang sahabat, "Menyedihkan sekali."
Sakura menjatuhkan kepalanya di meja sambil bernafas kasar, "Oh, aku pasti sudah gila."
"Ya kau memang gila" Ino mencibir, "Dan dunia tidak akan hancur saat kau gila."
"Bukan begitu Pig." ucap Sakura sambil menjulurkan tangannya mendorong wajah Ino.
Ino menyingkirkan tangan Sakura lalu memperbaiki poninya cepat. decakan kecil sempat ia lontarkan saat ia tak berhasil membuat rambutnya serapi sebelumnya.
"Kalau kau gila, akan ada alasan untuk orang-orang malas berhenti belajar Sakura. Kau harus kuat."
"Sial. Aku tidak gila."
"Lalu?"
"Apa kau melihat Uchiha Sasuke?" tanyanya setengah berbisik. Kepalanya masih tertumpu pada meja dengan wajah menghadap Ino.
Ino berjengit heran, "Sasuke? Tidak, aku tidak melihatnya seharian ini." ucap Ino cepat, "Kenapa tiba-tiba kau tertarik dengannya?"
Sakura mengubah posisinya hingga berhadapan dengan Ino, wajahnya terlihat serius.
"Kurasa aku bermimpi tentangnya semalam."
"Benarkah? Apa kalian mencoba berbagai macam gaya? Seperti apa?"
Sakura memutar matanya melihat betapa berlebihannya reaksi Ino. "Ini bukan tentang seks bodoh."
"Oh, maaf, maaf," Ino tersenyum garing sambil kembali menata poni sampingnya. "Selama ini yang kutahu tentang dia hanya itu. hehehe."
"Ish."
"Bercanda dear, jangan cemberut begitu," ucap Ino sambil menyentil dahi lebar Sakura. "Jadi, seperti apa?"
"Aku melihatnya tidur di sofa depan."
"Benarkah?"
Sakura mengangguk yakin, ingatannya kembali ke pertemuan semalam dengan laki-laki terpopuler seantero kampus.
"Dia terlihat seperti buronan,"
Ino menautkan alisnya mendengar ucapan Sakura. Ia tidak pernah mendengar konotasi itu menempel pada Sasuke. Sasuke adalah seorang pewaris, bagaimana bisa ia jadi buronan?
"Tampangnya lusuh dan menyedihkan," lanjut Sakura masih sambil kembali mengingat-ingat apa yang ia lihat semalam, "Dia bahkan meminjam kaos yang kita gunakan saat penerimaan Mahasiswa dan tidak mengembalikannya."
"Tsk, tsk. Kurasa kau memang benar-benar gila." ucap Ino dengan kepala menggeleng prihatin, tapi setelahnya ia tertawa keras, " tapi itu pasti akan jadi lelucon menyenangkan untuknya."
"Tapi itu tidak terlihat seperti mimpi, kurasa."
Ino menghentikan tawanya mendengar gumaman Sakura. Sebelah alisnya menukik tajam.
"Apa maksudmu?"
"Itu terasa sangat nyata."
Brakk!
Ino mendobrak kasar pintu coklat di depannya. Mengabaikan tatapan takut dari para penjaga yang berdiri di sisi-sisinya. Matanya menyala penuh kemarahan, siapapun yang melihatnya akan tahu apa yang akan mereka hadapi jika sudah bertemu Ino dalam mode marahnya.
"O, Ino-chaaannn..."
"Mana Sasuke?"
"Sasuke? aku tidak melihatnya."
"Jadi apa kau bermain bersama setan, Naruto?"
Naruto mundur tiga langkah mendapat tatapan tajam Ino, "A-aku tidak tahu apa-apa, sumpah." ucap Naruto sambil mengacungkan dua jarinya membentuk simbol peace.
"Naruto," Ino mengambil stik bilyar yang tadi digunakan entah oleh siapa, "Kau tahu kan aku sangat suka kekerasan." berjalan mendekati Naruto sembari menyeret stick yang ia pegang, "Cepat beritahu aku dimana Sasuke!" teriaknya tepat di depan wajah Naruto. Membuat laki-laki pirang itu berubah pias seketika.
"A-aku, ti-tidak tahu Ino. Sumpah. Dia sudah pergi satu jam yang lalu."
"Jangan coba-coba melindunginya Naruto."
"Ti-tidak akan."
"Kau tahu apa yang kau hadapi jika melakukannya."
Ino masih meneruskan introgasinya pada Naruto. Ia bisa mendengarnya. Sasuke yang tengah berdiri di jendela besar dekat balkon mulai merayap meninggalkan ruang bilyar. Untung saja Pakura sempat menelfonnya saat Ino memasuki gerbang dengan kesetanan. Jadi ia tidak perlu berhadapan dengan perempuan itu.
"Hupp." Sekali lompatan akurat, is sudah menempel di pohon rambat yang sering ia alihfungsikan saat berniat kabur.
Ia sempat mendongak ke atas sebelum berjalan pelan melewati kebun belakang. Melihat beberapa apel yang mulai berbuah. Memikirkannya sesaat, sudah lama sekali ia tidak menikmati suasana ini. Kebun belakang memang adalah salah satu rutenya untuk menghilang dari peredaran, tapi selama ini ia hanya selalu numpang lewat. Tak pernah sekalipun tertarik kembali memperhatikannya, satu-satunya tempat yang akan ia jaga jika dunia dibumihanguskan.
Sasuke tersenyum samar saat mengingat bagaimana ia mengatakan itu pada Itachi hampir sepuluh tahun lalu.
"Sasuke!" Teriakan Ino menghancurkan nostalgianya tentang taman belakang, ia berbalik cepat, Ino diikuti Naruto berlari tergesa kearahnya.
"Sial!" makinya lalu menerobos pagar kawat yang sengaja ia beri celah. "Kenapa aku harus berlari hanya karena dia? Tidak bisa dipercaya."
.
FIN.
Fanfic baru (yang saya tidak tahu akan berakhir seperti apa)
Terkait dengan kontroversi di Breakthrough, tolong segera ingatkan saya jika rating, genre, summary, atau apapun itu tidak sesuai dengan kebijakan fanfiction. Saya adalah seseorang yang baru belajar menulis di sini. Tolong bantu saya dengan menunjukkan dimana letak ketidaksesuaiannya.
Terimakasih, salam sayang - Beb
