Title: Our Love
Author: hyukhae2013
Rating: M (BIG M)
Warning: mpreg, sexual stuff, smut smut smut pure smut, MxM
Characters: Lee Hyukjae, Lee Donghae (EUNHAE/HYUKHAE)
A/N: Ini adalah fanfic pertama saya, langsung yaoi dan langsung smut, yeah, terserah. Yang nggak suka mpreg atau boyxboy, mending langsung cabut. Yang suka, silakan baca dan komen, akan saya buat pertimbangan apakah saya nantinya membuat sekuel atau tidak.
"Apakah kau baik-baik saja, Chagi?" Hyukjae bertanya pada namja cantik di bawahnya. Namja cantik itu, dengan perut besar yang menandakan dia hamil tujuh bulan, mengangguk mengiyakan. Dia tak kuasa menahan nafasnya yang memburu. Junior Hyukjae tertanam dalam-dalam di hole-nya, membuatnya merasa penuh dan sedikit sakit. Oh well, tidak apa sakit, asalkan nantinya nikmat.
"Kalau nanti kau merasa sakit, kau bisa bilang padaku, oke?" Hyukjae dengan lembut mengusap puncak perut namja manis itu, merasakan tendangan kecil bayi mereka di bawah kulitnya. Hyukjae tertawa pelan. "Hae, dia terbangun sepertinya."
Namja yang dipanggil Hae itu—Donghae—memutar bola matanya. "Tentu saja, kau sih, malam-malam minta jatah. Dan lagi, aku sudah hamil tujuh bulan, itu artinya dia akan sering sekali menendang dan terbangun kalau kita melakukan hal yang aneh-aneh." Donghae mengeluarkan argumentasinya dengan gaya sok pintar.
"Aaah araseoh, Omma, Hyukjae akan bermain pelan kalau begitu." Hyukjae memanggilnya dengan Omma dengan nada manja, membuat Donghae mau tak mau ikut tersenyum kecil. Hyukjae memang sering sekali memanggilnya Omma, dan dia juga sering memanggil Hyukjae dengan sebutan Appa.
"Move, Hyuk," perintah Donghae kemudian. Hyukjae tak perlu diberitahu dua kali untuk bergerak. Pelan-pelan dia menarik juniornya hingga tersisa bagian kepala di hole Donghae, kemudian menyodoknya dengan pelan juga, membuat Donghae mendesah nikmat. Tapi bagi Donghae itu belum cukup, gerakan Hyukjae yang pelan itu membuatnya tidak puas. "Kenapa pelan sekali, sih? Uuhh…"
"Kau kan sedang hamil, Hae, mana mungkin aku bermain seperti biasanya. Kalau nanti terjadi apa-apa dengan anak kita bagaimana?"
"Aahh… ahh… tapi ini terlalu…uh, pe-pelaan, Hyuk ahh…" Donghae menjambak rambut Hyukjae dengan gaya erotis, mendesah dan menggelinjang di bawah tubuh Hyukjae.
"Ah Do… Donghae, ahh, jangan mempersempitnyaahh…" Eunhyuk terus melakukan gerakan in-out dengan lembut dan pelan. Setelah beberapa menit mendesah dan mengerang dengan seksi, Donghae menjerit pelan.
"Dissanaaa!" jeritnya tertahan. Hyukjae tersenyum kecil, dia berhasil menemukan prostat Donghae. Terus dan terus disodoknya bagian itu hingga Donghae menggelinjang dan melengkungkan punggungnya karena nikmat yang luar biasa.
"Donghae, Hae… ingat bayimu… bayimuuu…" Hyukjae berusaha mengingatkan Donghae yang kini mulai liar bergerak, berusaha mengikuti irama gerakan Hyukjae yang semakin dipercepat. Hyukjae menahan pinggang Donghae agar gerakannya tidak terlalu keras. Bukan apa-apa, kalau dia bergerak seheboh ini, pasti akhirnya dia akan kram perut dan Hyukjae bisa tidak tidur semalaman gara-gara Donghae yang terus merengek-rengek.
"Ini salahmu, Hyuk.. ah, salahmu sendiri tauuuhh…" Kini namja cantik itu berusaha bersabar menahan gerakannya, sementara prostatnya terus disodok junior Hyukjae dengan kuat.
Dengan susah payah, karena terhalang perutnya yang membuncit, Donghae mengalihkan pandangannya ke kejantanannya sendiri yang kini tegak berdiri mengeluarkan precum yang membasahi seluruh bagian penisnya. Kejantanannya berwarna merah gelap dan keras, tanda dia akan segera menyemburkan cairan di dalamnya. Donghae menggenggam juniornya dengan dua tangan, menarik dan mendorongnya seiring dengan gerakan Hyukjae, membalurkan precum ke seluruh bagiannya. Lama-lama dia mengocok juniornya dengan kecepatan tinggi, mendesah dan mengerang dengan keras. Sensasi pada prostatnya, holenya yang terasa penuh dan hangat, tangan Hyukjae yang memelintir putingnya, serta tangannya sendiri yang sedang memanjakan juniornya itu membuat Donghae tak kuat menahan keinginannya untuk datang.
"Hyuk-Hyukjaeee… akuh, aah aahhh… dataaaanggg…"
Crot. Crot. Crot.
Semburan cairan kental berwarna putih itu keluar dari penis Donghae dengan kecepatan tinggi, terus dan terus cairan itu muncrat keluar, membasahi tangannya, perut Hyukjae dan perutnya sendiri. Selama beberapa saat penisnya tegak berdiri menyemburkan semen yang begitu banyak, membuat badan mereka lengket.
"Haah, hah, hah, oh God…" Donghae mendesah lelah, tangannya beralih memeluk leher Hyukjae. Sementara itu Hyukjae belum juga menyelesaikan urusannya. Dia menggeram, menahan dengan kuat dorongan untuk menyodok Donghae dengan kecepatan tinggi seperti sebelum istrinya itu hamil. Tangan Donghae yang melingkar di lehernya dia pindahkan ke depan wajahnya, lalu dijilatinya semen yang ada di tangan Donghae, membuat Donghae mendesah lagi.
"Sebentar lagi aku… aahh, akan keluarr ngghhh Haee…"
Crot. Crot. Crot.
Cairan cinta Hyukjae pun memenuhi hole Donghae, membuat Donghae ikut menjerit merasakan sensasi luar biasa. Semprotan sperma Hyukjae tepat menubruk prostat Donghae, membuatnya serasa terbang melayang ke awan.
"Oh God, Hyuk…" Donghae mendesah puas ketika Hyukjae melepas juniornya dan terbaring di sebelahnya. Hyukjae tersenyum, tangannya mengusap perut buncit Donghae, merasakan tendangan-tendangan kecil anaknya. Beberapa menit setelah beristirahat, Hyukjae berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Begitu keluar, dia membawa serta handuk yang telah dibasahi dengan air hangat.
"Terima kasiihhh…" ucap Donghae imut ketika Hyukjae mengusapkan handuk hangat itu ke perut, paha, junior, dan daerah pantat Donghae, membersihkan sisa-sisa semen di tubuh istrinya. Hyukjae hanya tersenyum lalu mengecup bibir Donghae, menciumnya dengan panas. Setelah selesai membersihkan tubuh Donghae, ia ganti membersihkan tubuhnya sendiri.
"Kemari, kau harus duduk sekarang, kau terlalu lama berbaring, itu tidak baik." Hyukjae berkata seraya menyisipkan satu lengan di belakang leher Donghae. Dia menarik Donghae dengan lembut.
"Pelan-pelan, awww… Pelan-pelan, Hyuk, iisss sakit sekali…" Satu tangan Donghae memegangi perutnya bagian bawah sedangkan satu tangannya lagi memegangi pinggang belakangnya. Rasanya memang nyeri sekali ketika duduk apalagi setelah lama berbaring. Punggung dan pinggang Donghae terasa seperti diikat kuat-kuat oleh sebuah tali tak kasat mata. Dia mengusap perutnya selembut mungkin, sedangkan tangan lainnya memijat pinggang belakangnya yang terasa nyeri.
"Sini kupijat, Hae, aku tahu ini pasti berat sekali," gumam Hyukjae. Dia berpindah ke belakang Donghae dan mulai memijat punggung dan pinggang namjanya. Melihat Donghae yang mendesah karena pijatannya tak ayal membuat Hyukjae keder juga. Perut yang buncit, kulit yang putih mengilat karena keringat, dan desahan-desahan yang keluar dari bibir Donghae membuat juniornya kembali hidup. Sementara itu, tak tahan hanya menyentuh bagian punggung, tangan Hyukjae mulai beraba-raba perut Donghae dan mengusapnya lembut. Tangannya lalu naik menuju nipple Donghae yang berwarna merah tegang, memelintirnya dan mengusap-usapnya dengan keras. Hyukjae mulai menciumi leher jenjang Donghae, membuat kissmark dimana-mana.
"Hyukk… aahh, kau aahhh kau mau mulai la-lagiiihhh?" Donghae tak kuasa menahan desahannya.
"Apakah boleh? Hem?" Dia membalik kepala Donghae hingga mereka bisa berciuman. Hyukjae mengulum bibir bawah Donghae, lalu memasukkan lidahnya dan mengeksplor ruang hangat di mulut Donghae.
"Ter-aahh—haaahh… terlanjuurr…ngghh…" Donghae memindahkan tangan Hyukjae ke bagian bawah, menyentuh juniornya yang juga telah menegang. Dapat dirasakannya Hyukjae yang tersenyum diantara ciuman panas mereka.
"Kita pakai gaya baru, bagaimana? Agar kau tidak mendapat tekanan terus, hem?" Hyukjae menawarkan ketika ciuman mereka terputus. Donghae hanya mengangguk pasrah, dia rela mau gaya bagaimanapun juga asal adik kecilnya di bawah sana terpuaskan.
Hyukjae lalu membimbingnya turun dari ranjang. Dengan hati-hati dia memapah Donghae dan menyuruhnya berlutut di samping pinggiran ranjang. "Kau letakkan setengah badanmu di ranjang, Hae, benar begitu, jadi kau tidak akan menerima beban di punggungmu." Hyukjae mendorong Donghae agar menyandarkan badannya ke atas ranjang, dari kepala hingga dada Donghae terbaring terkurap di atas bantal yang diletakkan Hyukjae, sementara perut buncit Donghae tergantung bebas. Kaki Donghae membentuk posisi berlutut sehingga pantat Donghae menonjol ke atas. Mirip posisi doggy-style hanya saja badan Donghae bagian atas ditahan di atas ranjang.
"Hyuk? Bagaimana kau bisa tahu hal-hal seperti ini?" tanya Donghae, berusaha menoleh ke belakang.
Hyukjae menggaruk kepalanya lalu nyengir. "Aku mencari-cari di internet, gaya bercinta untuk orang hamil," ujarnya membuat Donghae tertawa terkikik.
"Siap, Hae?"
"Kapanpun, Hyukkie."
Dengan perlahan Hyukjae lalu memasukkan kembali juniornya ke hole Donghae yang sudah agak longgar karena aktivitas mereka sebelumnya. Walau begitu, Hyukjae tetap merasa Donghae sangat sempit. Ketika dia akhirnya bisa masuk dan merasakan lubang Donghae menjepitnya dengan sangat rapat, Hyukjae hampir tak kuasa menahan nafsunya. Dia menarik kejantanannya hingga tersisa bagian ujungnya, lalu menyodokannya dengan keras, begitu terus dan terus dilakukannya.
"Ah! Ah! Ah! Ah! Hyukkiiiee nggghhhhh lebih keraassss… lebih cep-cepaaatt… aah! Aaahhh!" teriak Donghae kacau. Itu gara-gara Hyukjae telah lebih dulu menemukan prostatnya dan sekarang prostatnya yang terasa membengkak itu semakin membuatnya ketagihan untuk disodok. Hyukjae tak banyak bicara, hanya melenguh dan mengerang dan mempercepat tempo gerakannya seakan dia lupa bahwa istrinya sedang hamil tujuh bulan.
Hyukjae terus menyodok dengan kekuatan dan kecepatan yang maksimal, membuat tubuh Donghae terhentak-hentak ke depan dan belakang hingga ikut membuat ranjangnya bergoyang. Hyukjae tak peduli, toh Donghae menjerit-jerit nikmat. Tangan Hyukjae yang awalnya mencengkeram pinggang Donghae, kini berpindah ke junior Donghae yang tegang luar biasa dan basah oleh precum. Precum itu menetes-netes di paha Donghae, membuatnya semakin terlihat seksi di mata Hyukjae. Hyukjae lalu mengocok junior pasangannya dengan kecepatan yang sama dengan gerakannya.
Donghae mengerang keras. Prostatnya rasanya mau meledak mendapatkan hantaman yang luar biasa, walau lama-lama terasa semakin sakit dan perih. Dia tak akan heran dengan kekuatan Hyukjae saat ini mampu membuat holenya berdarah, sama seperti malam pertama mereka setahun yang lalu. Saat itu mereka bermain hingga pagi, sampai akhirnya prostat Donghae membengkak karena hantaman junior Hyukjae dan semburan sperma yang terus-menerus, dan dinding holenya berdarah karena mereka terlalu malas untuk mengoleskan lube. Hasilnya? Donghae tak bisa berjalan selama dua hari. Kali ini mereka juga sepertinya tak peduli.
"Aku aahhh.. ak-akuuuhh akan nggghhhh keluaaarrrr Hyukkkk…" lenguh Donghae tak tahan. Spermanya seakan menumpuk di twinballs-nya, dirasakannya twinballs-nya yang membesar itu tergantung-gantung dan menubruk tangan Hyukjae tiap kali Hyukjae menyodok ke depan.
"Tunggu aaahh tunggu duluuu…" Hyukjae melingkarkan jarinya ke pangkal junior Donghae, menahan Donghae menyemburkan spermanya, sementara jari sisanya memijat twinballs Donghae yang seakan bertambah besar dan kenyal. Beberapa tusukan dan sodokan lagi, hingga akhirnya Hyukjae menekankan ujung juniornya yang tumpul itu pada prostat Donghae yang sudah membengkak lalu melakukan gerakan menyamping. Tekanan yang dirasakan Donghae sangat besar. Prostatnya terasa panas, nyeri, sekaligus nikmat luar biasa. Hyukjae menggesek-gesekkan ujung juniornya secara memutar, terus-menerus memberi stimulasi pada prostat Donghae. Saat itu juga Hyukjae melepaskan jarinya dari junior Donghae hingga…
CROT. CROT. CROT. CROT. CROT. CROT. CROT. CROT. CROT.
Semburan cairan panas itu melesat keluar dari lubang di junior Donghae dan Hyukjae dengan bersamaan. Lama, entah berapa kali semprotan mereka keluarkan. Tubuh Donghae mengejang dan jeritannya tertahan bantal di bawah wajahnya, sedangkan Hyukjae tak segan-segan meneriakkan nama Donghae keras-keras.
"Haahh haaahh haaaahhh…" Nafas mereka memburu, jantung pun berdetak dengan cepat setelah orgasme yang intens itu. Hyukjae menarik juniornya dari lubang Donghae lalu terduduk lemas. Sementara itu junior Donghae masih saja mengeluarkan cairan berwarna putih susu itu, walau hanya berupa semburan kecil yang lemah. Sperma menetes-netes dari juniornya dan dari holenya. Semuanya menetes ke pahanya lalu turun hingga ke lantai, membuat Hyukjae tersenyum akan pemandangan yang hebat itu.
"Wow. Wow." Donghae yang kali ini sudah berpindah posisi, menyandarkan kepalanya ke dada bidang Hyukjae. "Tadi itu… wow." Dia tersenyum kelelahan.
Hyukjae juga tersenyum, mengecup puncak kepala Donghae lalu mengangkat tubuh namja cantik itu kembali ke tempat tidur. Donghae hanya teringat bagaimana Hyukjae menyelimuti badan mereka dan tangan Hyukjae yang mengusap perutnya lembut sebelum akhirnya dia terlelap.
Dua bulan kemudian…
"Donghae, Chagiyaa…" Hyukjae melingkarkan kedua lengannya pada perut Donghae yang sudah sangat besar. Buncit dan bulat penuh, menandakan usia kehamilannya yang berusia sembilan bulan dan sebentar lagi—sewaktu-waktu—akan melahirkan. Donghae tersenyum merasakan bibir Hyukjae yang mengusap lehernya. "Kau tidak perlu memasak untukku, Hae, kita pesan makanan di luar saja. Kau tidak boleh terlalu lelah, ingat kan kata Leeteuk-hyung?" ucap Hyukjae, mengusap-usap perut Donghae dengan gerakan melingkar.
Donghae tertawa kecil. "Hihihi, tidak apa, Hyuk, aku suka kok memasak untukmu. Kau pasti lelah sudah bekerja seharian, mana boleh aku membiarkan suamiku makan makanan pesanan? Aku tidak lelah, kan tadi aku sudah beristirahat."
"Hum… hm…" Hyukjae membenamkan wajahnya ke rambut dark blonde Donghae yang lembut. "Aku sudah mengambil cuti mulai besok, kata Leeteuk-hyung kau bisa melahirkan sewaktu-waktu, jadi aku tak mau meninggalkanmu sendirian."
"Gomawo, Hyukkie," ucap Donghae, berbalik dan mencium Hyukjae. Hyukjae melingkarkan lengannya lebih rapat, tapi karena terhalang perut besar Donghae, mereka tak bisa lebih dekat lagi.
Setelah mereka selesai makan, Donghae meminta Hyukjae untuk mengantarkannya ke kamar untuk beristirahat.
"Pelan-pelan, Hae, apa aku perlu menggendongmu saja?" Hyukjae dengan erat memegangi Donghae yang susah bergerak. Perutnya yang besar dan berat, rasa sakit di kaki dan pinggang yang luar biasa, serta punggungnya yang selalu pegal membuat Donghae tak bebas nyaman bergerak.
Mendengar penuturan Hyukjae, Donghae hanya tersenyum dikulum. "Tidak apa-apa, aku masih bisa berjalan sendiri kok." Hyukjae dengan sabar memapahnya menuju kamar mereka. Setelah sampai, ia membaringkan Donghae di ranjang, namun belum sampai Donghae berbaring ia menjerit keras seraya memegangi perutnya.
"Ke-kenapa, Hae? Apa yang kau rasakan? Apakah bayi kita menendang dengan keras?" Hyukjae bertanya dengan panic ketika wajah Donghae berkerut menahan sakit.
"Tidak, Hyuk, hanya… aww, rasanya sakit sekali… kali ini beda dan lebih kuat…" Donghae mencengkeram perut bawahnya kuat-kuat, berusaha menahan rasa sakit.
"Maksudmu?"
"Sejak tadi aku sudah merasakan sakitnya, hanya saja kupikir itu mid-contraction, hanya kontraksi biasa yang tidak teratur. Tapi sekarang… hhh…" Donghae menghembuskan nafasnya panjang. "…sekarang lebih intens dan kuat. Sepertinya kita harus ke rumah sakit…"
"Ba-baik, Hae, tahanlah aku akan mengambil perlengkapannya." Hyukjae berlari kesana-kemari sambil menelepon Leeteuk, sepupunya sekaligus dokter yang menangani Donghae. Leeteuk menyarankannya untuk melihat seberapa besar bukaan yang sudah dialami Donghae. Hyukjae lalu kembali ke kamar dengan sebuah kopor besar yang berisi baju-baju Donghae dan perlengkapan bayi. Donghae sudah menyiapkannya jauh-jauh hari.
"Hae, kau baik-baik saja?" Hyukjae mengusap peluh di kening Donghae. Baju hamil Donghae kini juga telah basah oleh keringat. Sementara Donghae, sambil tetap mencengkeram perutnya, kini berusaha mengatur nafasnya. "Leeteuk-hyung menyuruhku melihat seberapa besar bukaanmu."
Donghae mengangguk lemah. Dia membuka kakinya dan melipat lututnya, lalu menarik baju hamilnya hingga bagian kemaluannya terlihat. "Ma-masukkan hheeh heehh jarimu, Hyuk, seberapa banyak yang bi-bisa masuukk…" Donghae berkata dengan susah payah. Hyukjae mengangguk lalu menurunkan celana dalam Donghae. (Oke, bayangin aja di ff ini laki-laki juga punya lobang buat ngelahirin bayi)
Dengan hati-hati Hyukjae memasukkan jarinya ke kemaluan Donghae yang terasa lebih longgar dan membesar. Enam jarinya bisa masuk dengan mulus. "Enam, Hae, bagaimana?" Hyukjae lalu kembali menarik jarinya dan menaikkan celana dalam Donghae.
Donghae meringis diantara nafasnya yang memburu. "Bukaan enam, ya, pantas saja. Kita harus cepat ke rumah sakit." Hyukjae mengangguk dan membantu Donghae turun dari ranjang dan memapahnya. Mereka akhirnya berjalan dengan sangat pelan menuju garasi.
"Fuuuhh… fuuuhh haaahhh… fuuhh haahh…"
Hyukjae sesekali menatap namja di sampingnya yang kini sedang mempraktekkan pernafasan untuk persalinan. Mereka ada di dalam mobil dan sebentar lagi mereka akan sampai di rumah sakit, namun bagi Donghae perjalanan ini begitu lama. Kontraksi yang dirasakannya semakin kuat dan semakin sering. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi terutama di bagian bawah dekat selangkangannya. Dia dapat merasakan bayinya yang bergerak-gerak dan semakin turun, tanda bahwa dia akan semakin dekat dengan persalinan.
Sementara itu Hyukjae harus membagi perhatiannya antara jalan raya dan istrinya yang kini mengerang kesakitan.
"Hyuk-Hyukjaeeh…" Donghae menarik lengan Hyukjae, membuat namja itu mau tak mau menoleh ke samping. Dilihatnya Donghae memegangi baju bagian bawahnya yang telah basah oleh sesuatu yang bening dan diwarnai dengan sedikit bercak darah. "Hyuukk… ketubanku pecah."
"Oh, God…" desah Hyukjae ngeri. Ia mengusap perut Donghae dengan satu tangannya. "Aegi-yah, sabarlah dulu, sebentar lagi kita akan sampai. Donghae, sabar ya, kau akan baik-baik saja, Chagi."
Donghae dengan susah payah mengangguk, menggigit bibir bawahnya ketika kontraksi di perutnya semakin kuat.
Leeteuk dengan segera memasang alat pendeteksi detak jantung bayi yang melingkar pada perut Donghae dan pendeteksi kuat kontraksi ketika Donghae didorong masuk ke ruang bersalin. Hyukjae, yang tetap setia menemani Donghae, kini berdiri di samping Donghae dan menggenggam tangan Donghae erat-erat seraya membisikkan kata-kata penenang untuk namja cantiknya itu. Donghae sendiri berusaha mengatur nafasnya yang memburu dan tak jarang mengerang keras ketika kontraksinya begitu kuat. Perawat telah mengganti bajunya dengan baju rumah sakit untuk bersalin. Leeteuk menyingkap bajunya sehingga hanya bagian dada dan lengan yang tertutupi kain, sementara perutnya yang buncit dan mulus terekspos sempurna. Leeteuk menekan beberapa bagian di perut Donghae, merasakan keberadaan kepala dari bayi yang sebentar lagi lahir itu dengan meraba bagian bawah.
"Sa-sakit sekali, Hyukkie, fuuhh fuuhhh sakit sekalii aaahhh…" erang Donghae untuk kesekian kalinya sambil menggenggam kuat-kuat tangan Hyukjae. Airmatanya menetes membuat hati Hyukjae terenyuh melihat perjuangan istrinya.
"Hyung, kapan bayinya akan lahir?" tanya Hyukjae, tak tahan melihat penderitaan Donghae.
"Tunggu, Hyuk, Donghae tak boleh mendorong dulu karena bukaannya belum sempurna," jawab Leeteuk. "Donghae, tarik nafasmu dalam-dalam, kau tak bisa mengejan dulu, kau mengerti?" Donghae mengangguk kecil.
Beberapa menit kemudian, Leeteuk menyuruh dua orang perawat untuk memegangi kaki Donghae karena persalinan akan segera dimulai. Dua orang perawat itu masing-masing mengangkat lalu menekuk kedua lutut Donghae dan memegangi kaki Donghae hingga terbuka lebar. Seorang perawat lainnya menaikkan ranjang Donghae hingga posisi Donghae setengah duduk dengan kaki terbuka lebar.
"Kau siap, Hae?" tanya Leeteuk dari balik maskernya. Donghae mengangguk. "Setiap kau merasakan kontraksi, kau harus mendorong hingga hitungan kesepuluh, dan ketika jeda kontraksi kau bisa menarik nafas, mengerti?" Donghae mengangguk lagi.
Leeteuk menempelkan sebuah handuk kecil di dekat jalan lahir ketika Donghae mulai mendorong kuat-kuat. "1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10… baik, hembuskan."
Donghae terus melakukannya sesuai dengan instruksi Leeteuk, walau makin lama tenaganya makin terkuras karena kelelahan.
"…8, 9, 10, hembuskan… Oke, baik, mulai lagi, 1, 2, 3…"
"Haaahh haah haahh euggghhh…" Donghae berusaha mendorong sekuat tenaganya tersisa, digenggamnya erat-erat tangan Hyukjae. Rasa sakit yang begitu menyiksa dirasakannya di seluruh bagian tubuhnya terutama di perut, selangkangan, dan bagian kemaluannya. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah resiko melahirkan.
Kepala Donghae terkulai lemas di atas bantal ketika bayinya tak lahir juga walau dia sudah mengejan lebih dari sepuluh menit. Tenaganya rasanya telah habis dan rasa sakitnya tak kunjung mereda bahkan semakin hebat saja. Hyukjae mengusap keningnya dengan wajah cemas luar biasa, membisikkan kata-kata untuk menyemangati Donghae. Seorang perawat lalu memasangkan sebuah masker oksigen di wajah Donghae, membuat Donghae seketika itu merasa lebih segar dan lebih mudah menarik nafas.
"Hyung, berapa lama lagi?" tanya Hyukjae khawatir.
"Aku tidak tahu, Hyuk, kalau Donghae tidak kuat mengejan dan mendorong kepala bayinya keluar, aku harus menggunakan forceps atau vacuum untuk mengeluarkannya," jawab Leeteuk.
"Ja-jangan gunaka-kan itu Hyu-Hyung…" bisik Donghae dari balik masker oksigennya. Ia tahu bahwa walau kedua alat itu aman, namun akan meninggalkan bekas di kepala bayinya dan Donghae tak mau itu terjadi.
"Tapi kau harus mendorong sekuat tenaga, Donghae, kau bisa?"
Donghae mengangguk pasti. Ketika kontraksi selanjutnya datang, Donghae kembali mengejan dengan dibimbing Leeteuk. Seorang perawat menekan perut Donghae dan mendorong dengan pelan, membantu sang jabang bayi untuk secepatnya keluar dan tidak menyiksa omma-nya.
Leeteuk tersenyum ketika kepala bayi mulai terlihat, ia menekan dengan lembut handuknya, membersihkan noda darah dan ketuban yang mengalir keluar dari jalan lahir Donghae. Ketika Donghae berhenti mengejan untuk menarik nafas, setengah dari kepala sang bayi telah keluar.
"Kepalanya sudah terlihat, ayo Hae, sebentar lagi bayimu akan lahir," ucap Leeteuk menyemangati, Donghae tersenyum bahagia. "Tarik nafas dalam-dalam, yak, dorong."
"Euuuugggghhhhhhhhhhh! Fuh fuh fuuuhhaaaaaaaaaaaaa… AAAAAKKKKKHHHHHH!" Donghae mendorong dengan sekuat tenaga, mengejan dengan sisa-sisa tenaganya sembari berteriak. Rasa sakit yang sangat hebat dan rasa panas yang tak terkira terasa di bagian kemaluannya ketika kepala bayinya terdorong keluar.
"Bagus, Hae, kepalanya sudah keluar…" Leeteuk tersenyum lebar, membersihkan wajah sang bayi dari air ketuban dan darah ibunya.
Sementara Donghae menarik nafas lega, dia bisa merasa tekanan di perutnya sudah tidak sebesar tadi karena bagian tersulit sudah ia lewati—mengeluarkan bagian kepala. Leeteuk lalu memberinya instruksi untuk kembali mengejan untuk mengeluarkan tubuh anaknya. Donghae kembali mendorong dengan kuat, kali ini Leeteuk ikut menarik dengan pelan-pelan hingga akhirnya teriakan Donghae menggema ketika dia mendorong dengan tenaga terakhirnya.
"AAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKK KKKKKHHHHHHHHHHHHHH!"
Dua detik berselang lalu tangis bayi terdengar membuncah. Keras sekali. Seketika itu juga Donghae menarik nafas lega, rasa sakitnya tak lagi terasa karena kebahagiaan akan kelahiran bayinya.
"Oh, Hyuk, Hae, anak kalian cantik sekali," ucap Leeteuk setelah memotong tali pusar sang bayi lalu meletakkan sang bayi di atas dada Donghae. Donghae menangis bahagia memandang wajah bayinya yang cantik itu, yang sekarang menangis keras di atas dadanya. Luar biasa bagaimana ia berjuang saat masa-masa kehamilannya hingga melahirkan, tapi itu semua terasa pantas.
"Oh, Hae, dia cantik sekali, seperti dirimu…" bisik Hyukjae, matanya tak lepas memandang bayi mungil mereka.
"Ya Tuhan," ucap Donghae tak percaya ketika bayi cantik itu mengalungkan lengan kecilnya ke leher Donghae. Hyukjae tak kuasa untuk tidak mencium istrinya. Ciuman yang ringan dan penuh cinta.
"Ehem, Hyukjae, kalau kau tak keberatan, bisakah kau singkarkan bibirmu dari Donghae? Kami harus mengeluarkan plasentanya. Oke, Hae, dorong lagi, tak perlu sekuat tadi, pelan-pelan saja…"
"Apa dia sudah tidur?" bisik Hyukjae. Donghae mengangguk, menyerahkan seorang bayi mungil yang terbungkus selimut berwarna pastel lembut kepada suaminya. Bayi itu sudah tertidur setelah menghabiskan sebotol susunya. Hyukjae dengan perlahan dan hati-hati menggendong anak mereka—Eunhae—dan memindahkannya ke boks bayi di samping ranjang tidur mereka berdua. Dibaringkannya Eunhae dengan sangat pelan. Dia lalu kembali pada Donghae yang masih duduk di kursi goyang.
"Apa kau lelah?" tanyanya sambil mengambil botol susu yang telah kosong dari tangan Donghae dan meletakkannya di meja kecil.
"Tidak," sahut Donghae sambil tersenyum tulus, walau sebenarnya dia jelas-jelas kelelahan. Mengurus bayi bukanlah perkara mudah. Hyukjae lalu menggendong Donghae bridal style dan memindahkannya ke ranjang mereka. Dia merebahkan Donghae lalu menyelimutinya dan ikut berbaring di sebelahnya.
"Kau tak perlu menggendongku, Hyukkie, aku kan bisa berjalan sendiri," gumam Donghae sambil menyusup ke pelukan Hyukjae.
Cup. Hyukjae mengecup keningnya dengan penuh cinta. "Kau baru saja melahirkan tiga hari yang lalu, Hae, dan baru tadi pagi kau keluar rumah sakit. Jahitanmu masih basah, kalau kau berjalan dan jahitanmu lepas bagaimana? Kau juga kemarin bilang kan kalau bagian bawahmu masih sakit ketika kau berjalan?" cerocos Hyukjae, membuat Donghae mau tak mau tertawa kecil.
"Anak kita cantik sekali ya," ujar Donghae.
"Ya, sama seperti ibunya, hehehe. Apa kau mau punya anak lagi, Hae?"
"Tentu saja, kalau bisa laki-laki, tapi setelah Eunhae masuk sekolah, tidak sekarang."
"Benarkah? Kau masih mau hamil dan melahirkan walau rasanya sangat sakit?"
"Tentu saja," Donghae tersenyum kecil. "Kan ini anakmu juga, jadi aku tak keberatan."
"Aah, terima kasih, Hae, saranghae."
"Nado saranghae…"
A/N: Jadi bagaimana? Bagaimana? Apakah smut-nya hot? Haaa maaf kalau nggak hot, authornya juga masih baru dan masih belajar. Oh iya, jangan lupa komen ya, karena feedback itu sangat berarti bagi saya. Terima kasiiihh...
