Kata orang setiap manusia pasti akan jatuh cinta. Setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka. Hanya saja bagaimana jika cinta itu datang lagi dan lagi tapi pada orang yang sama?
Ya, jatuh cinta terus menerus pada orang yang sama.
.
.
.
.
.
Disclaimer © Masashi Kishimoto
.
.
I Think I'm in Love (Again) Novel © Masahiro 'Night' Seiran
.
.
Author © Kimeka Reikyu
.
.
.
.
.
Gener: Romance
Rated: T
Pair: NaruSaku
Warnings: Fluff, Canon, OOC, Typo(s), etc.
Don't Like? Don't Read!
.
.
.
For Giveaway Novel ITILA
.
.
.
I Think I'm in Love (Again)
.
.
.
.
Clek
Pintu coklat itu terbuka menampilkan sosok Nara Shikamaru sang assisten Hokage yang terlihat malas seperti biasa. Di hadapan pria jenius itu nampak tumpukkan dokumen-dokumen yang sekarang sudah hampir menyamai tinggi tubuhnya.
Memutar bola mata sejenak Shikamaru berjalan menuju kursi di belakang tumpukkan dokumen dan mengebrak meja menyebabkan tumpukkan dokumen yang memang tak tersusun rapi berjatuhan menimpah kepala seseorang yang tertidur lelap di bawahnya.
"Aduh!" ringis sang pemilik kepala menahan sakit.
"Kau mau tidur sampai kapan, Hokage-sama?" tanya Shikamaru dengan penekanan disetiap katanya.
"Shi-Shika?!" Naruto yang kini menjabat sebagai Rokudaime terkejut melihat assistennya yang tak kenal ampun bila sudah membahas masalah tugas-tugas Hokage berdiri angkuh dihadapannya.
"I-ini tidak seperti yang kau lihat, aku bisa jelaskan!" lanjutnya panik. Masih teringat jelas diingatan Naruto cerahaman panjang Shikamaru saat menangkap basahnya kabur dari tugas-tugas Hokage yang tak ada habisnya itu.
"Kuberi 1 menit untuk menjelaskan!" ancam pemuda Nara tersebut.
"Begini, tadi saat aku sedang memeriksa dokumen kepalaku sedikit sakit. Karena itu aku mencoba memejamkan mata sejenak dan setelahnya kau datang..." ujar Naruto memberi alasan palsu.
Dan tentu saja dengan otak jeniusnya Shikamaru langsung tahu bahwa pemuda di depannya ini sedang berbohong. Lihat saja bekas air liur pemuda itu yang masih tertinggal di dokumen yang menjadi alas tidurnya.
Shikamaru menghembuskan nafasnya berat. Ia sadar jika Hokage sekaligus sahabatnya ini pasti kelelahan karena tugas-tugasnya yang sangat banyak, hingga tak heran jika ia sampai ketiduran.
Mungkin memberi libur khusus sehari untuknya tak masalah.
"Pergilah..."
"Hah?" tanya Naruto tak mengerti.
"Kau bisa istirahat sekarang, Hokage-sama. Tugasmu akan kulanjutkan," jelas Shikamaru mengambil alih dokumen-dokumen yang baru diselesaikan Naruto setengahnya.
"Kau serius Shika?" tanya Naruto masih tidak percaya. Shikamaru orang yang sangat serius dengan tugas-tugasnya. Apa sebelumnya kepalanya terbentur sesuatu?
"Cepatlah pergi sebelum aku berubah pikiran," ancam Shikamaru membuat Naruto dengan cepatnya melompati jendela yang ada di ruangan itu.
"Terima kasih Shika, saat kembali akan ku traktir ramen Ichiraku," teriak Naruto sebelum benar-benar hilang dari pandangan Shikamaru.
.
.
.
.
.
Pemuda bernama lengkap Uzumaki Naruto itu kini berjalan-jalan di sepanjang pertokoan Konoha. Sudah lama ia tak sebebas ini. Sungguh, ia tak menyangka menjadi seorang Hokage akan sangat merepotkan. Jika saja ia tahu lebih cepat ia tak akan banyak mengeluh pada kakek tua Sandaime dan Tsunade-baachan.
"Naruto!?"
Dari belakang pemuda itu nampak dua orang yang sangat familiar di matanya berjalan beriringan menuju kearah Naruto.
"Chouji, Ino!" balas Naruto saat menyadari sosok pemilik suara.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini sendirian?" tanya Chouji karena tak biasanya ia melihat Naruto berjalan-jalan sendiri. Setidaknya pemuda itu akan bersama seseorang misalnya Shikamaru, Sasuke, Sai, Kakashi-sensei atau Sakura.
"Aku hanya berjalan-jalan menikmati liburku, hahahaha..." kedua tangan Naruto terlipat di belakang kepala memperlihatkan posisi santainya.
"Tak biasanya Shika membiarkanmu libur di hari kerja seperti ini?" kini nona muda Yamanaka yang bertanya.
"Aku juga terkejut tahu-tahu ia memberiku libur," Naruto menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan Ino. "Ngomong-ngomong kalian dari mana?" lanjut Naruto.
"Dari rumah sakit, memeriksa cideraku karena misi tempo hari," jelas Chouji.
"Aku juga sedang ada perlu di ruangan Sakura. Dan ya, setelahnya kami putuskan untuk menemui Shika. Ia sudah berjanji untuk membantu Chouji menyelesaikan laporan misi rank-S nya." tambah Ino.
"Kau dari ruangan Sakura-chan? Apa terjadi sesuatu dengannya?" tanya Naruto mulai panik.
Ino nampak diam sejenak mengamati ekspresi pemuda pirang di hadapannya sebelum berkata, "Ku dengar akhir-akhir ini ia nampak aneh."
"Aneh seperti apa?" tanya Naruto cepat takut-takut hal yang buruk sedang menimpah mantan teman satu timnya itu.
"Ia terlihat muram," jawab Ino.
"Muram?" kedua alis Naruto saling bertautan menandakan ia sedikit bingung dengan perkataan Ino.
"Ya, tapi saat ku tanya ia bilang ia baik-baik saja," jelas Ino menangkap gelagat cewas pemuda pirang itu.
"Apa mungkin Sakura-chan Sakit?" tebak Naruto sekenanya.
"Mungkin saja, mengingat pekerjaannya sebagai dokter sangat padat," Ino mengangkat kedua bahunya, sejujurnya ia tak berpikir seorang dokter bisa jatuh sakit dengan mudah. Tapi setidaknya dengan ini pemuda itu tak akan banyak bertanya.
"Aku harus menemui Sakura-chan segera. Jaa... Chouji, Ino..." pamit Naruto melompati atap-atap rumah warga agar lebih cepat tiba di rumah sakit.
Namun, tiba-tiba Naruto menghentikan langkahnya, "Oh ya, Shika ada di ruanganku," ujarnya dan kembali melanjutkan larinya.
"Sampaikan salamku pada Sakura," teriak Ino yang entah dapat didengar Naruto atau tidak.
.
.
.
"Hah! Yang benar?" pekikan suara tak percaya Naruto sukses membuat suster muda di hadapannya bergidik ngeri.
"Iya, Hokage-sama. Haruno-san sedang menangani operasi Anbu yang terluka saat misi," ulangnya menjelaskan.
Naruto menghembuskan napasnya kecewa, "Aku mengerti. Tapi jika operasinya sudah selesai tolong sampaikan pada Sakura-chan aku menunggunya di taman belakang rumah sakit."
"Baik Hokage-sama akan saya sampaikan," ujar suster itu.
"Terima kasih," setelah mengucapkan itu Naruto mulai melangkahkan kakinya menuju taman belakang rumah sakit.
.
.
.
.
Sepanjang koridor rumah sakit yang dilalui Naruto, ia selalu ditegur oleh banyak orang. Mulai dari suster, dokter, warga desa atau pun ninja yang kebetulan sedang dirawat. Menjadi Hokage membuatnya dikenal banyak orang ternyata.
Angin musim semi menyambut kehadiran pemuda tampan itu, bau bunga yang mekar dengan indahnya di taman rumah kasit memanjakan penciuman sang pemuda. Membuatnya merasa tenang dan damai.
Ia berjalan-jalan sejenak, mengelilingi taman hingga ia melihat seseorang yang sangat dikenalnya, duduk sendiri di bawah pohon.
"Yo Sai, sendirian?" sapa Naruto pada mantan teman satu timnya itu.
Pemuda yang dipanggil Sai meletakkan kuas di tangannya, "Begitulah, sudah lama tidak bertemu, Naruto?"
"Ya, sudah lama. Terakhir bertemu saat aku memberimu misi 'kan?" Naruto mendudukkan diri di sebelah Sai memperhatikan sejenak lukisan pemuda itu.
"Ya, dan kau nampak jadi orang yang sedikit berbeda sekarang," jawab Sai diikuti sebuah senyuman yang kini menjadi ciri khasnya.
Dengan wajah bingung Naruto menatap Sai, "Benarkah?"
"Ya, sepertinya menjadi Hokage membuatmu sedikit berubah," jelas Sai kemudian.
"Kurasa tidak, Aku tetap Naruto yang dulu."
Sai diam sejenak sebelum kembali mengoreskan cat warna pada lukisannya dan berkata, "Mungkin kau benar. Kalau begitu kehadiranmu di sini untuk mengajak Sakura berkencan ya?"
Uhuk uhuk
Mendengar ucapan Sai yang begitu tiba-tiba membuat Naruto tersedak, "Ke-kenapa kau mengatakan itu Sai?"
"Karena Naruto yang ku kenal setiap datang kemari itu bertanda ia sedang mengajak Sakura kencan. Walaupun berakhir dengan penolakan dan terkadang pukulan," Sai menghentikan gerakkan tangannya. Menolehkan kepala kearah Naruto dan tersenyum mengejek.
Naruto meringis mengingat pukulan Sakura saat ia mengajak gadis itu kencan.
"Kau benar Sai, tapi sayang kali ini kau salah."
Mendengar perkataan Naruto membuat kedua alis hitam Sai bertautan, "Apanya yang salah?"
"Aku datang karena mengkhawatirkan Sakura-chan. Ku dengar ia nampak aneh akhir-akhir ini," jelas Naruto.
"Hem, aku juga berpikir begitu," ujar Sai membenarkan, "Aku pernah melihat Sakura marah-marah sendiri," sambungnya kemudian.
Naruto mengacak rambut pirangnya gusar, "Aaahhhhh! aku jadi semakin mencemaskannya."
"Naruto?" panggil Sai menatap pemuda pirang itu lekat-lekat.
"Ada apa?" jawab Naruto tanpa balas menatap Sai.
"Kau menyukai Sakura?"
Uhuk uhuk
Untuk kedua kalinya Naruto tersedak air liurnya sendiri karena mendengar perkataan Sai yang sangat tiba-tiba.
"Ke-kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal seperti itu?"
Sai kembali menolehkan kepala kearah lukisannya, "Dulu aku pernah menanyakan hal yang sama," diam sejenak sebelum pemuda itu berkata, "dan aku tidak puas dengan jawabanmu."
Sorot Blue Sappier itu melembut, memandang jauh kelopak bunga yang berterbangan di sekitarnya, "Entahlah Sai, aku sendiri tidak tahu," bisik Naruto yang masih cukup jelas didengar Sai.
Pemuda yang kini menjabat sebagai wakil ketua Anbu itu melirik Naruto dengan ekor matanya, "Sekarang sudah tidak ada janji yang mengikat kau dan Sakura, kenapa kau masih tak mau mengakuinya, Naruto?" tanya Sai yang sedikit kesal melihat tingkah kedua sahabatnya itu.
"Kau tahu Sai setiap manusia itu pasti berubah. Dan kita tahu Sakura-chan menyukai Teme hehehe..." Naruto tersenyum miris mengingat kenyataan di hadapannya.
"Aku setuju, setiap manusia pasti berubah begitu juga Sakura," Sai dengan cepat membenarkan perkataan Naruto, dengan maksud yang berbeda tentunya.
"Dan sekarang ia sudah dapat menyadari perasaannya yang sebenarnya." sambung Sai dan mulai berdiri dari posisi duduknya.
Naruto mendongakkan kepalanya melemparkan tatapan tak mengerti, "Apa maksudmu Sai?"
"Kenapa kau tidak tanyakan pada orangnya langsung?" tanya Sai balik sambil tersenyum memandang jauh ke belakang Naruto.
"Hem?" Naruto semakin dibuat bingung dengan perkataan Sai hingga sebuah panggilan keras mengejutkannya.
"Naruto-Baka!"
Duakk...
Sebuah pukulan keras terarah tepat ke wajah tampan Naruto membuatnya harus terpental beberapa meter karenanya.
"Apa yang kau pikirkan hah? Datang tanpa memberitahuku?" tanya seorang gadis cantik berseragam dokter dengan surai merah muda pendek bertolak pinggang.
"Aduh Sakura-chan~" masih dalam posisi tak elitnya, Naruto menatap nanar sosok mantan teman satu timnya yang kini menjabat sebagai wakil kepala rumah sakit pusat Konoha, "Maafkan aku Sakura-chan, bukannya aku tak mau memberitahumu. Ini juga mendadak," sambung Naruto kemudian.
Dengan langkah kasar dan ekspresi yang menakutkan Sakura menghampiri Naruto, "Kalau saja kau memberitahuku, aku bisa saja mengosongkan jadwalku hari ini, dasar BAKA!"
"Mungkin tidak semuanya berubah," celetuk Sai tiba-tiba membuat kedua kepala dengan warna mencolok itu menoleh kepadanya.
"Sai?" panggil Sakura saat melihat pemuda itu sedang membereskan peralatan-peralatan lukisnya.
"Baiklah aku pergi dulu Naruto, Sakura," Sai mulai melangkah menjauh meninggalkan kedua sahabatnya itu.
Naruto membenari posisinya hingga terduduk di tanah, "Kau mau kemana Sai?"
Karena namanya disebut Sai berhenti melangkah. Membalik badan sambil memperlihatkan senyumannya Sai berkata, "Aku ada janji dengan Kakashi-sensei."
"Sai tunggu!" cegat Naruto berusaha berdiri dan mengejar Sai yang semakin menjauh.
Greb
Tapi dengan tenaga supernya Sakura berhasil menahan pemuda pirang itu hinggal kembali terduduk di tanah.
"Kau mau kemana Baka?"
Seketika wajah Naruto berubah pucat merasakan aura-aura hitam yang menyeruak dari tubuh Sakura, "Ma-maaf... Sakura-chan..."
Melihat ekspresi Naruto membuat Sakura menghembuskan napasnya, "Ha~ kau ini selalu saja seenaknya," dan dengan tenang ia mendudukkan diri di samping pemuda pirang itu, "jadi ada perlu apa kau mencariku? Apa kau terluka?"
"Tidak, aku baik-baik saja." Naruto menggelengkan kepalanya cepat, takut-takut Sakura akan memukulnya lagi, "aku datang karena ku dengar dari Ino kau nampak aneh akhir-akhir ini. Apa sesuatu telah terjadi?" tanya Naruto kemudian.
"Dasar Ino-buta! Ku katakan untuk merahasiakannya,"umpat Sakura dalam hati. Ia memang tak seharusnya menceritakan hal itu kepada queen of gossip Konoha.
"Apa saja yang dikatakan Ino?" tanya Sakura balik tanpa menjawab pertanyaan Naruto lebih dulu.
"Ino bilang kau nampak aneh, mungkin saja kau sakit Sakura-chan?" jawab Naruto jujur. Tentu saja jujur. Untuk apa ia berbohong pada Sakura?
"Tidak aku sehat-sehat saja. Lihat!" Sakura mengangkat tangannya, memperlihatkan otot lengannya dan memukul-mukulnya pelan agar Naruto percaya bahwa ia sehat.
"Syukurlah kalau begitu, aku jadi tenang sekarang."
Keheningan menyelimuti keduanya, sesekali Naruto mencuri pandang pada gadis cantik cinta pertamanya itu yang tersenyum lembut memperhatikan pasien rumah sakit yang sedang bersantai sampai tanpa sengaja ia melihat sebuah kelopak bunga menempel pada pipi Sakura.
Reflek Naruto memajukan sedikit tumbuhnya guna mengambil bunga itu dan disaat bersamaan Sakura menolehkan kepalanya ke samping.
Keduanya terdiam dengan rona merah menjalar di kedua sisi pipi mereka. Blue Sappier dan Emerald saling berhadapan memantulkan bayangan masing-masing dikedua sisinya.
"Kau menyukai Sakura?"
Tiba-tiba pertanyaan Sai tadi terbesit dibenak Naruto. Apa ia meyukai Sakura? Tentu saja jawabannya iya, dari sejak ia Genin ia selalu berkoar-koar bahwa ia menyukai gadis itu. Tapi apa perasaan sukanya itu sama seperti dulu atau telah berubah dimakan waktu? Berkali-kali memikirkan jawabannya hanya membuat bingung. Pasalnya keberadaan gadis itu sudah mejadi hal yang biasa dihidupnya.
Jadi apa arti perasaan sukanya?
"Sa-ku-ra..." nama itu keluar begitu saja dari mulut Naruto dengan sorot mata yang melembut ia menggerakkan tangannya membuat gadis di depannya semakin merona.
"Ba-BAKA!" dengan kekuatan luar biasa Sakura memukul Naruto menyebabkan pemuda itu terpental ke belakang.
"Naruto!" sadar akan perbuatannya, Sakura berlari menghampiri Naruto yang masih terlihat terkejut dan bingung diposisi anehnya.
"Sakura-chan, kenapa kau memukulku?" tanya Naruto tak mengerti saat Sakura mulai mengalirkan chakra hijaunya untuk menyembuhkan beberapa luka lecet dan lembab akibat perbuatan gadis itu sendiri.
"Wajahmu terlalu dekat BAKA!" kilah gadis itu malu dengan penekanan pada akhir kalimatnya.
"Kenapa? Aku hanya ingin mengambil kelopak bunga yang menempel di pipimu, Sakura-chan," ujar Naruto jujur.
Sakura terdiam bahkan chakra hijau ditelapak tangannya terhenti.
Naruto menarik sebelah alis matanya. Ada apa dengan gadis ini, tidak biasanya ia menghentikan alirah chakra penyembuhnya sebelum luka-luka yang dideritanya tertutup.
"Sakura-chan apa yang—"
Kini perkataan Naruto yang terhenti melihat kedua wajah Sakura yang sudah sangat memerah, wajah gadis itu begitu manis di matanya.
Dari dulu sejak pertama bertemu ia sudah tak dapat mengalihkan matanya dari sosok gadis merah muda ini. Bahkan disaat semua warna bercampur ia akan selalu mencari sosok merah muda tersebut.
"Kau menyukai Sakura?"
Tidak, Uzumaki Naruto tidak menyukai Haruno Sakura.
Sebuah senyuman kecil terpahat indah di wajah tampan Naruto.
Greb
"Naruto?" tanya Sakura bingung saat Naruto mulai berdiri dan menggenggam tangannya erat.
"Kalau Sakura-chan baik-baik saja, kita kencan. Hitung-hitung permintaan maafmu karena sudah memukul Hokage-sama yang tampan ini," ujar Naruto penuh percaya diri membuat Sakura tertawa geli dibuatnya.
"Baiklah," jawab Sakura sambil mencoba menahan tawanya.
"Hah?" spontan raut terkejut dan tak percaya Naruto terlihat.
"Kubilang, dokter muda cantik ini bersedia berkencan dengan Hokage-sama yang tampan sebagai permintaan maafnya," jelas Sakura dihiasi senyum lembut yang menenangkan.
"Aku setuju, setiap manusia pasti berubah begitu juga Sakura."
Lagi, perkataan Sai muncul dibenak Naruto membuat raut wajah terkejutnya berubah menjadi sebuah senyuman.
Mungkin pemuda pucat yang tak mengenal emosi itu benar.
Langkah kaki keduanya semakin cepat menuju arah dinding tinggi rumah sakit hingga disaat bersamaan keduanya melompat melewati dinding itu dengan senyuman bahagia menghiasi wajah keduanya.
Tidak, Uzumaki Naruto tidak menyukai Haruno Sakura.
Karena Uzumaki Naruto mencintai Haruno Sakura dari dulu hingga sekarang. Lagi, lagi dan lagi. Ia akan terus menerus mencintai gadis itu, selamanya.
.
.
.
THE END
Words: 2,297
.
.
.
RnR?
Salah hangat,
Kimeka ReiKyu
Palembang, 21 Desember 2013
