Heal You

Pair:

Kim Mingyu x Jeon Wonwoo

Rate: T – M

Genre: Fantasy, Drama, Romance.

Length: Part 1/2

Summary:

Mingyu adalah seorang Alpha yang menjabat sebagai psikolog di suatu rumah sakit terkemuka di Korea. Dia sudah banyak bertemu dengan berbagai macam pasien dengan berbagai kepribadian. Tapi Mingyu tidak pernah merasa begitu tertarik pada satu pasien sampai dia bertemu dengan seorang Omega bernama Jeon Wonwoo yang menderita anoreksia. / Meanie, BL, ABO!AU.

Warning:

BL, ABO!AU, Fiction.

.

.

.

.

.

.

Part 1: The Emaciated Omega

Suasana pagi di suatu rumah sakit tidak pernah berubah. Ada banyak perawat dan beberapa dokter yang sibuk berjalan kesana-kemari dan belum ditambah dengan mereka yang mendampingi pasien, atau mengantar pasien ke ruangan tertentu. Lalu tidak lupa dengan pengunjung dan penjenguk, pasien rawat jalan, petugas kebersihan, dan lain sebagainya yang selalu memadati koridor rumah sakit.

Seorang psikolog bertubuh tinggi bernama Kim Mingyu adalah salah satu dari sekian banyaknya orang yang hilir-mudik di koridor hari ini. Kim Mingyu mendapat shift pagi dan dia berusaha secepat mungkin tiba di ruangannya sebelum jam operasional konsultasinya dimulai.

Mingyu berkelit dengan gesit diantara orang-orang yang berada di koridor dan sesekali tersenyum pada beberapa perawat berstatus Omega yang selalu menyapanya setiap pagi. Well, resiko menjadi Alpha lajang dengan kriteria nyaris mendekati sempurna adalah selalu disapa oleh Omega atau Beta yang tertarik padanya.

Helaan napas lega keluar dari Mingyu saat dia tiba di depan ruangannya. Dia menyapa perawat yang duduk di depan mejanya.

"Apa sudah ada yang mendaftar untuk sesi konsultasi, Seungkwan?" tanya Mingyu pada seorang perawat pria dengan tubuh gempal dan pipi yang gemuk bernama Seungkwan. Seungkwan adalah perawat yang bertugas bersamanya dan dia adalah Omega dengan wajah paling imut yang pernah Mingyu kenal. Kalau saja Seungkwan belum memiliki Alpha, rasanya Mingyu tidak keberatan menjadi Alphanya.

Seungkwan mengangguk-angguk lucu, "Ada satu orang yang mendaftar untuk konsultasi pagi ini. Kelihatannya agak mendesak karena ibu dari si pasien terlihat cemas."

Mingyu mengerutkan dahinya. Biasanya jika kondisinya 'agak mendesak' maka pasiennya bukanlah sosok yang mudah untuk diatasi.

"Aku akan siap dalam lima belas menit." Mingyu membuka pintu ruangannya, "Setelah itu persilahkan dia masuk."

Seungkwan mengangguk patuh.

Mingyu adalah satu dari dua psikolog di rumah sakit ini, dan selain psikolog, rumah sakit ini juga mempekerjakan dua orang psikiater. Sebenarnya agak aneh karena suatu rumah sakit mempekerjakan psikolog dan psikiater sekaligus. Tapi rumah sakit ini menganut sistem bahwa tidak semua dari mereka yang mengalami penyimpangan mental membutuhkan obat sehingga mereka mempekerjakan psikolog untuk mereka yang hanya perlu disembuhkan dengan terapi dan konsultasi.

Lima belas menit berlalu dengan cepat dan Mingyu mendengar ketukan di pintunya. Pintu terbuka dan yang pertama Mingyu lihat adalah seorang wanita paruh baya yang tersenyum kecil padanya. Mingyu membalas senyum itu dengan senyum ramah profesionalnya.

"Selamat pagi, aku Kim Mingyu." Mingyu mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan wanita itu.

Wanita itu menjabat tangan Mingyu kemudian dia menarik sosok yang berdiri di belakangnya untuk berdiri di sebelahnya, "Aku Jeon Hana dan ini anakku, Jeon Wonwoo."

Mingyu mengalihkan pandangannya ke Wonwoo dan mungkin Wonwoo adalah sosok paling kurus yang pernah Mingyu lihat. Wonwoo memiliki rambut hitam kelam dengan mata yang tajam dan kulit putih pucat. Tubuhnya terbalut sweater kebesaran dan celana jeans longgar. Sweater itu begitu besar karena Mingyu bisa melihat kerahnya agak merosot turun sehingga memperlihatkan tulang selangka yang menonjol dan sedikit kulit bahu yang mulus dan pucat.

Mingyu tersenyum, "Selamat pagi."

Wonwoo diam, dia sedikit menunduk dan menatap Mingyu dari sela bulu mata dan poninya. Mingyu tidak mempermasalahkan soal Wonwoo yang tidak menjawab sapaannya. Dia mempersilahkan kedua tamu konsultasinya untuk duduk.

"Jadi, apa yang bisa aku bantu?" tanya Mingyu

Hana menatap putranya kemudian menatap Mingyu. "Tolong anakku.."

Mingyu melirik Wonwoo dan Wonwoo hanya diam dengan tangan yang bergerak-gerak diatas pangkuannya. Mingyu kembali menatap Hana dengan senyum teduhnya, "Apa yang bisa kubantu?"

"Wonwoo kami.. menderita anoreksia.."

Seketika itu juga semuanya terasa masuk akal bagi Mingyu. Sejak awal Wonwoo masuk, Mingyu sudah curiga saat melihat betapa kurusnya dia. Padahal Mingyu cukup yakin Wonwoo adalah Omega, itu terbukti dari aroma manis yang tercium samar di tubuhnya.

Mingyu mengangguk, "Saya mengerti." Mingyu menatap Wonwoo, "Wonwoo-ssi, apa kau tidak keberatan untuk dirawat di sini selama masa penyembuhanmu?"

Ya, Mingyu harus mengawasi Wonwoo secara total karena anoreksia tidak bisa disembuhkan hanya dengan rawat jalan. Mingyu harus memastikan kondisi Wonwoo setiap jam makannya dan untuk itu Wonwoo harus dirawat di rumah sakit.

"Aku tidak sakit, Dokter. Aku sehat." Wonwoo berujar lirih dengan pandangan mata yang menatap lurus pada Mingyu.

Mingyu tersenyum, "Aku tahu kau sehat. Aku tidak akan memberimu obat, kita hanya akan melakukan sesi konsultasi biasa. Bagaimana?"

Wonwoo melirik ibunya dan ibunya terlihat menatapnya penuh harap dengan mata berkaca-kaca. Wonwoo kembali menatap Mingyu, "Baiklah, tapi ini hanya demi ibuku."

Mingyu tersenyum saat mendengarnya. Dia sudah terbiasa menerima pasien dengan penyakit dan sindrom yang beraneka macam. Tapi baru kali ini Mingyu merasa begitu ingin menyembuhkan Wonwoo, Omega yang begitu kurus dan terlihat rapuh, seolah-olah tiupan angin saja sanggup mematahkannya menjadi dua.

.

.

.

.

.

.

.

Wonwoo ditempatkan di sebuah kamar dan dia resmi menjadi pasien tanggungan Mingyu dua hari lalu. Sebenarnya mengurus pasien penderita anoreksia agak sulit. Mereka tidak akan pernah mau makan dan jika dipaksa, biasanya mereka akan berubah histeris dan menjadi stress. Dan sejauh ini Mingyu masih menemui kesulitan untuk membuat Wonwoo makan.

Mingyu berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan data seputar Jeon Wonwoo. Ibu Wonwoo sangat kooperatif untuk kesembuhan anaknya, bahkan dia memberikan rincian detail mengenai perilaku Wonwoo. Wonwoo mulai menolak untuk makan setahun yang lalu, saat seorang Alpha menolaknya karena saat itu Wonwoo bertubuh gemuk.

Mingyu mengerti kalau terkadang sebagai Alpha mereka akan berubah menjadi sangat egois dan menginginkan Omega yang sempurna untuk dirinya sendiri tanpa mempedulikan Omega lain yang menginginkannya. Mingyu menebak Wonwoo jatuh cinta pada Alpha ini dan menyatakan perasaannya tapi mendapatkan penolakan karena saat itu dia gemuk.

Kaki panjang Mingyu meneruskan kegiatannya menyusuri koridor rumah sakit hingga dia terhenti karena seseorang memanggilnya. Mingyu menoleh dan dia melihat sosok perawat di rumah sakitnya, Omega cantik bernama Yoon Jeonghan, sedang berlari ke arahnya.

"Psikolog Kim, kita punya masalah." Jeonghan berujar dengan napas agak terengah karena dia harus berlari untuk mengejar langkah lebar Mingyu.

"Kenapa?"

"Pasien Jeon menolak makanannya lagi. Hari ini dia belum makan apapun dan dia hanya minum air." Jeonghan menghela napas pelan, "Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan."

Mingyu terdiam sebentar kemudian dia mengangguk, "Aku akan ke kamarnya."

Jeonghan mengangguk, Mingyu mengucapkan terima kasih dan bergegas pergi ke kamar yang ditempati Wonwoo. Ketika akhirnya dia tiba di sana, Mingyu mengetuk pintunya dan melangkah masuk ke dalam.

"Jeon Wonwoo?" panggil Mingyu pelan dan dia melihat sosok Wonwoo yang sedang duduk di kursi yang dia atur agar menghadap jendela di kamarnya.

Mingyu tersenyum dan berjalan menghampiri Wonwoo, dia menarik kursi lainnya dan duduk di sebelah Wonwoo. Kemudian laki-laki berkulit kecoklatan itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah chocolate bar dari sana. "Mau?" tawarnya pada Wonwoo.

Wonwoo melirik chocolate bar itu dan menggeleng, "Itu berlemak."

Mingyu terkekeh dan membuka plastik pembungkus chocolate barnya, "Ini enak, dan kita butuh cokelat supaya tidak stress." Mingyu menatap Wonwoo, "Aku yakin kau kurang asupan cokelat, makanya wajahmu begitu."

Wonwoo mendengus keras dan Mingyu tertawa. Mingyu memang memiliki cara yang berbeda untuk menyembuhkan pasiennya. Biasanya dia akan mendekati mereka dan mengajaknya untuk berteman agar pasien mereka percaya sepenuhnya pada dirinya. Tapi baru kali ini Mingyu benar-benar tulus untuk berteman dengan pasiennya. Karena sebelumnya Mingyu hanya berpura-pura berteman dengan mereka, dia tahu batas yang tidak boleh dilanggar oleh seorang dokter atau psikolog sepertinya.

Tapi kali ini, Mingyu memang betul-betul ingin menyembuhkan Wonwoo. Dia juga serius dengan niatannya untuk mengajak Wonwoo berteman. Karena dia.. tertarik pada Wonwoo..

"Yakin kau tidak mau? Ini enak, lho~" Mingyu menawarkan lagi dengan senyum lebar di wajahnya. Kedua gigi taringnya yang panjang itu terlihat.

Wonwoo melirik Mingyu dengan tatapan malas, "Aku tidak mau, jangan memaksaku."

Mingyu tersenyum kemudian dia membungkus kembali chocolate barnya dan memasukkannya ke dalam saku, "Kau mau makan apa?"

Wonwoo menggeleng, "Aku tidak lapar."

Mingyu menghela napas pelan, membujuk Wonwoo untuk makan memang sulit. "Wonwoo, bagaimana kalau kita bermain?"

Wonwoo menoleh dan menatap psikolog yang sudah menanganinya selama dua hari belakangan. "Apa?"

Mingyu menyeringai, "Tapi kau harus berjanji kalau kau akan ikut bermain bersamaku."

Wonwoo menyipitkan matanya, "Kenapa aku harus melakukan itu?"

Seringaian Mingyu semakin lebar, "Lakukan saja, Omega tidak boleh menentang Alpha, kan?"

Wonwoo mencebikkan bibirnya dan mengangguk. "Oke, apa permainannya?"

"Semacam truth or dare, tapi di sini truthnya adalah menceritakan masa lalumu dan darenya adalah makan chocolate bar. Bagaimana?"

Wonwoo mendelik, "Aku tidak mau!" jeritnya melengking.

Mingyu berdecak karena suara Wonwoo, "Aish, ini hanya permainan Wonwoo. Kenapa histeris begitu?"

"Bukankah sebaiknya kau pergi bekerja? Aku yakin pasienmu bukan hanya aku."

Mingyu mengangguk, "Memang. Tapi aku sudah selesai mengurus mereka. Dan shift kerjaku sudah berakhir sepuluh menit lalu, jadi aku bebas sekarang."

Wonwoo mendengus kesal.

Mingyu terkekeh, "Kau sudah berjanji~"

Wonwoo cemberut tapi dia tidak menolak saat Mingyu memintanya untuk pindah dan duduk bersama di depan sebuah meja yang ada di kamar itu. Mingyu menggunakan pulpennya untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan truth or dare.

Pulpen itu berputar dan berhenti di hadapan Mingyu. Wonwoo tersenyum gembira, "Kau pilih apa?"

"Aku akan bercerita."

Wonwoo mengangguk senang, "Kenapa kau ingin menjadi psikolog?"

Mingyu tersenyum, ini bukan pertanyaan sulit. "Karena aku ingin menyembuhkan orang lain. Terkadang mereka yang mengalami sindrom atau penyakit tertentu akan dianggap gila walaupun sebenarnya mereka tidak gila. Aku ingin memberikan pemahaman kalau semua manusia itu sama dan serusak apapun dia, dia pasti masih memiliki kesempatan kecil untuk sembuh."

Wonwoo terdiam, "Kupikir Alpha tidak akan suka pekerjaan semacam ini."

Mingyu tertawa, "Nah, kau salah. Kita sudah hidup di zaman modern, walaupun sistem Alpha, Beta, dan Omega masih ada, tapi saat ini kita sudah bebas menentukan jalan hidup sesuai dengan jalan kita. Di rumah sakit ini ada banyak Alpha, Beta, dan Omega yang bekerja. Bahkan ada Alpha yang menjadi perawat."

"Apa ada banyak Alpha lainnya yang bekerja di rumah sakit ini? Kau tahu aku tidak pernah keluar kamar sejak tiba di sini dan sejauh ini perawat yang datang ke kamarku adalah Omega."

"Kurasa aku sudah menjawab pertanyaanmu. Kalau kau ingin bertanya lagi, tanyakan nanti saat aku kalah lagi." Mingyu berujar santai dan setelahnya dia terkekeh geli karena Wonwoo langsung cemberut.

Mingyu memutar pulpen itu dan kali ini dia berhenti di Wonwoo. Wonwoo mengerang kesal.

"Kau pilih apa?" tanya Mingyu.

"Cerita."

Mingyu tersenyum puas, "Okay, apa yang menyebabkan kau tidak ingin makan?"

Wonwoo tersentak, dia menatap Mingyu dengan mata terbuka lebar. "Ke-kenapa.."

"Ini hanya permainan, Wonwoo. Tidak apa jika kau tidak mau bercerita, aku bisa mengganti pertanyaanku." Mingyu menyela dengan cepat saat melihat Wonwoo berubah menjadi tidak nyaman.

Wonwoo menggeleng, "Tidak apa-apa, kau dokterku jadi tidak apa-apa." ujarnya kemudian dia menarik napas dalam, "Aku.. menyukai seorang Alpha, dia rekan kerjaku saat aku bekerja sebagai barista di café." Wonwoo mendongak menatap Mingyu, "Seperti yang kau bilang saat ini sudah zaman modern bahkan ada Omega yang bebas menyatakan perasaannya pada Alpha yang dia sukai. Dan aku.. melakukan itu."

Mingyu mendengarkan cerita Wonwoo dengan seksama. Dia bisa merasakan seberapa besar kenangan itu mempengaruhi Wonwoo karena dia bisa melihat tubuh Wonwoo bergetar kecil.

Wonwoo menunduk sedih, "Tapi dia.. menolakku. Saat itu aku memang gemuk, ibuku selalu bilang aku menggemaskan karena bertubuh gempal. Tapi dia menolakku, dia bilang dia tidak mau memiliki Omega gendut." Wonwoo menunduk semakin dalam dan perlahan suara isakan keluar dari bibirnya, "Aku begitu menyukainya tapi dia justru mengatakan itu. Dia juga bilang kalau aku tidak akan mendapatkan Alpha karena aku gendut. Terlalu gendut."

Mingyu mengulurkan tangannya dan mengusap kepala Wonwoo, "Kau tidak gemuk, Wonwoo. Tubuhmu bagus."

Wonwoo mendongak, "Benarkah?"

Mingyu tersenyum. Omega senang dipuji dan bangga dengan tubuhnya, tidak heran Wonwoo sampai sedepresi ini saat seorang Alpha menghina bentuk tubuhnya. "Ya, jadi apa sebaiknya kita lanjutkan permainannya atau kau masih ingin bercerita?"

Wonwoo menggeleng, "Aku rasa tidak."

"Baiklah, selanjutnya.." Mingyu memutar pulpen dan kembali mengarah ke Wonwoo.

"Berapa usiamu?" tanya Mingyu.

"Dua puluh tiga tahun. Kenapa?"

Mingyu tersenyum, "Kau masih terlihat seperti bocah sekolahan."

Wonwoo mendelik tidak terima sementara Mingyu tertawa.

.

.

.

.

.

.

.

Awal musim gugur memang musim yang agak tidak terduga. Kadang dia masih memancarkan hangatnya matahari dan hari berikutnya dia akan diguyur hujan deras dengan angin kencang. Dan itulah yang pagi ini sedang terjadi. Hujan deras turun mengguyur Seoul sejak dini hari dan membuat semua orang nyaris membolos kerja.

Mingyu berdecak pelan seraya menatap hujan deras yang terlihat dari kaca mobilnya. Hujan membuat beberapa toko buka terlambat dan imbasnya adalah jalan yang ramai karena semua orang memilih untuk keluar dengan mobil masing-masing untuk pergi bekerja karena hujan deras.

Mingyu menatap sekeliling dan pandangan matanya terhenti saat dia melihat sebuah gumpalan berwarna hitam putih sedang meringkuk di depan sebuah toko yang tutup. Mingyu menyipitkan matanya karena hujan benar-benar mengaburkan segalanya.

Mingyu masih memperhatikan gumpalan itu namun dia tersentak saat mobil di belakangnya membunyikan klakson dengan keras. Dia sama sekali tidak sadar kalau lampu sudah berubah menjadi hijau karena sibuk memperhatikan objek mungil di luar sana.

Mingyu menepikan kendaraannya setelah melewati lampu lalu lintas. Dia mengambil payung besar yang dia letakkan di kursi belakang kemudian dia keluar dan berlari menghampiri gumpalan yang dilihatnya. Dan ketika melihatnya, Mingyu langsung merasa bersyukur dia memutuskan untuk menghampiri gumpalan kecil yang ternyata adalah seekor anak kucing yang kehujanan. Tubuhnya basah dan dia gemetar kedinginan.

Mingyu berjongkok kemudian mengapit gagang payung diantara leher dan bahunya lalu meraih anak kucing itu ke dalam pelukannya dan membungkusnya dengan mantelnya. Anak kucing itu memiliki bulu berwarna hitam dan putih dimana separuh kepalanya mulai dari kedua kupingnya hingga bagian atas matanya ditutupi bulu berwarna hitam sedangkan wajahnya memiliki bulu putih yang turun hingga ke dada. Punggung kucing itu dihiasi bulu berwarna hitam dan bagian depannya berwarna putih. Telapak kaki dan tangan kucing itu berwarna pink dengan bulu berwarna putih bersih.

Mingyu tersenyum, entah kenapa anak kucing kurus ini mengingatkannya pada Wonwoo. Bulunya yang berwarna hitam di kepala membuatnya terlihat seperti memakai topi, tapi bagi Mingyu, itu terlihat seperti poni Wonwoo yang juga berwarna sama.

Mingyu berdiri dengan sebelah tangan memegang payung dan sebelah tangan lagi yang membawa kucing kecil itu dalam pelukannya. Dia baru saja mendapatkan ide hebat untuk sesi terapi Wonwoo.

.

.

.

.

.

.

.

Wonwoo sedang duduk diam di dalam ruangannya seraya menatap air hujan yang mengaliri jendelanya. Pagi ini terasa begitu suram dan dingin karena hujan deras yang mengguyur. Beberapa perawat mengeluhkan kondisi cuaca dan bercerita mengenai perjuangan mereka untuk sampai ke rumah sakit.

Mata Wonwoo melirik ke arah jam dinding di kamarnya, Kim Mingyu sudah terlambat dua puluh menit untuk sesi konsultasi pagi mereka. Biasanya Mingyu tidak pernah terlambat dan ini membuat Wonwoo agak penasaran. Kira-kira apa yang terjadi pada psikolog yang sudah mengurusnya selama hampir seminggu ini?

Helaan napas pelan keluar dari bibir Wonwoo. Sudah hampir seminggu dia dirawat disini tapi dia masih saja menolak untuk makan. Jangan katakan Wonwoo tidak mencoba, dia mencoba karena tiap kali melihat wajah kecewa Mingyu saat dia tidak berhasil makan, Wonwoo ikut merasakan kesedihan psikolognya.

Mingyu sangat berbeda dari dokter atau spesialis pada umumnya. Dia mengobati Wonwoo dengan memberikan terapi dan kehangatan yang berbeda agar Wonwoo mau makan. Mingyu bertingkah laku seolah dia teman lama Wonwoo dan Wonwoo merasa nyaman dengan itu. Sebelumnya dia tidak pernah mau berdekatan dengan Alpha manapun sejak insiden penolakan setahun yang lalu.

Tapi Mingyu berbeda, Mingyu membuat Wonwoo merasa nyaman dan dia sangat suka berada di sekitar Mingyu. Mingyu membuat Wonwoo merasa percaya lagi pada kaum Alpha, tadinya dia berpikir semua Alpha sama saja. Tapi ketika dia bertemu Mingyu, Wonwoo sadar kalau semua Alpha tidak sama. Masih ada Alpha yang baik diluar sana.

Alpha baik seperti Mingyu.

Cklek

Suara pintu yang terbuka membuyarkan lamunan Wonwoo. Dia menoleh dan melihat Mingyu berjalan masuk dengan membawa sesuatu di antara lengannya.

"Hei, maaf aku terlambat untuk sesi konsultasi kita." Mingyu berjalan mendekati Wonwoo, "Aku punya hadiah untukmu."

Wonwoo menatap Mingyu yang tersenyum lebar seraya menyodorkan buntalan di lengannya. Wonwoo mengintip isinya dan dia melihat anak kucing dengan tubuh kurus sedang bergelung disana.

"Aku menemukannya dalam perjalanan ke sini, dia kehujanan dan kedinginan."

Wonwoo terpesona pada anak kucing itu, jarinya terulur dan dia mengelus bulunya dengan hati-hati.

"Ini untukmu, rawat dia dengan baik." Mingyu menyerahkan buntalan itu ke lengan kurus Wonwoo.

Wonwoo terlalu fokus pada si anak kucing sehingga tanpa sadar dia menerima buntalan itu, dia menimang anak kucing yang terbungkus kain itu dengan sayang. "Dia lucu."

Mingyu tersenyum lebar, "Menurutku dia mirip denganmu."

"Mirip.. denganku?"

Mingyu mengangguk, "Kalian sama-sama bertubuh kurus. Hanya saja kondisi anak kucing itu lebih kritis, dia masih terlalu kecil dan tentunya terlalu kurus tidak akan baik untuknya. Semoga saja dia tidak mati."

Wonwoo terdiam, dia dia terpaku menatap anak kucing di pelukannya dengan raut wajah tidak terbaca.

.

.

.

.

.

Mingyu baru saja menyelesaikan konsultasi siangnya dengan seorang pasien dan dia berniat untuk segera pergi makan siang karena perutnya sudah berdemo agar diberi asupan. Mingyu menghela napas dan mengusap perutnya yang keroncongan.

"Psikolog Kim!"

Pekikan keras itu membuat Mingyu menoleh dan dia melihat Jeonghan sedang berusaha berlari mengejarnya. Dahi Mingyu berkerut, "Kenapa?" tanyanya. Biasanya kalau Jeonghan sudah seperti itu, berarti ada kondisi mendesak dan gawat diantara pasien yang dia rawat.

Jeonghan terengah mencari udara, "P-pasien Jeon.."

"Pasien Jeon? Maksudmu Wonwoo? Ada apa?"

"Di-dia.. dia.."

To Be Continued

.

.

.

.

.

Tiba-tiba kepikiran buat ini, entah kenapa ._.v

Tadinya mau aku masukkan di 'Thousands Side of A Diamond', tapi kan kemarin Meanie sudah dapat partnya. Aku takutnya nanti banyak yang kecewa karena aku masukkan Meanie lagi. Hehehe

Makanya akhirnya aku pisah saja untuk di cerita baru ^^

Btw, yang soal Mingyu kasih anak kucing itu aku terinspirasi dari buku 'Kucing Bernama Dickens'. Kalau ada yang pernah baca bukunya pasti tahu. Hehehe

.

.

.

Ditunggu tanggapannya~

Btw, bagian mature scenenya di chapter depan yak. Yang ini mah masih rate aman. Hahaha

Dan ini cuma twoshoot kok. Hohoho~

.

.

.

Do not forget to review, please ^^v