DCMK (c) Aoyama Gosho

Warning : Yaoi, AU, typo(s), OOC berat!, drabble, dll.

Summary : Akai menikah dengan Amuro dan mengadopsi anak kembar tak sedarah yang diberi nama Kid dan Conan. Peribahasa 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' pun sangat cocok untuk menggambarkan situasi mereka.

.

Our Family

.

Dua bocah kembar terlihat sedang berjalan-jalan di sekitar pertokoan di sudut kota. Bocah berkacamata dengan surai cokelat kehitaman tengah memperhatikan berbagai toko dengan maniknya yang tajam. Sementara bocah 'kembarannya' yang memiliki surai cokelat acak-acakan hanya bersenandung riang sambil memegang erat lengan 'kembarannya'.

Conan—bocah berkacamata—memperhatikan saudaranya yang malah asyik bergumam riang tanpa memperhatikan sekitarnya. Sebal akan tingkah saudaranya, Conan pun menghempaskan tangannya dan segera berjalan mendahului Kid—bocah bermanik indigo—yang mengedipkan matanya tak mengerti atas sikap Conan yang tiba-tiba berubah kesal.

"Hei, Co-chan! Jangan tinggalkan aku!" Kid berseru seraya kembali mengait lengan Conan dengan jemarinya.

Bocah berkacamata itu merengut sambil menatap Kid dingin. "Kau ingat tujuan kita kabur dari rumah kan? Kenapa kau malah bersikap santai seperti itu! Bagaimana kalau Papa dan Mama menemukan kita sebelum kita siap?" nada dingin khas bocah terdengar kesal namun juga lucu.

Mengerti dengan apa yang saudaranya itu katakan, Kid pun mengangguk dan langsung meminta maaf. "Oke, aku mengerti. Padahal aku hanya senang karena akhirnya kita bisa berjalan keluar tanpa ditemani Mama atau Papa, mengingat mereka protektif sekali pada kita." Gerutunya sambil menyilangkan dada. Pipinya mengembung seraya memandang orang-orang yang berjalan di sekitar mereka.

"Mau bagaimana lagi kita kan masih enam tahun." Komentar Conan dengan nada datar.

Kid tidak menjawab pernyataan Conan dan memilih untuk mengerucutkan mulutnya sebal, memang ia sangat menyayangi kedua orang tua mereka. Akan tetapi, dirinya yang suka kebebasan merasa terkekang akibat Mama mereka sangat protektif. Ia sangat menyayangi mamanya, dirinya hanya sedikit sebal dengan sikap khawatirnya. Hah, terkadang Kid ingin cepat besar agar dirinya bisa bebas bermain di luar.

Alasan mengapa Mama sangat protektif sih simpel, Mama mereka khawatir pada kondisi Conan dan Kid. Pekerjaan Mama dan Papa yang selalu terlibat dengan kriminal menjadikan mereka berdua sasaran empuk yang sering dijadikan sandera—Kid juga kadang merasa bersalah karena dirinya dan saudaranya sering sekali dijadikan sandera atau korban penculikan sejak dulu—bahkan nyawa mereka sempat terancam karenanya. Makanya Mama sering melarangnya pergi kemana-mana tanpa alasan yang jelas.

Conan menghentikan langkahnya saat menangkap sebuah toko yang menarik perhatiannya, ia langsung menggandeng lengan Kid untuk masuk ke sana. Keduanya lalu melihat berbagai barang unik di dalam toko itu dengan pandangan berbinar—

—mengabaikan sang Mama yang saat ini sedang kalang kabut mencari keberadaan mereka di rumah.

.

.

.

Amuro Tooru, pria yang usianya hampir menginjak angka tiga puluh tengah menyiapkan makan siang di dapur. Lengannya dengan cekatan memotong bahan-bahan sayuran dan memasukannya ke dalam panci. Hari ini adalah hari spesial, makanya ia akan menyiapkan makanan kesukaan suami dan anak-anaknya.

Hari ini disebut spesial dikarenakan hari ini adalah hari di mana ia dan suaminya mengangkat dua anak tidak sedarah—tapi sangat mirip—menjadi bagian dari keluarga mereka. Setelah dua tahun ia menikah dengan sang suaminya di Amerika—karena pernikahan sesama jenis di Jepang masih tidak boleh—Amuro merasa ada yang kurang dengan hubungan keduanya.

Sang blonde yang bekerja sebagai polisi Jepang dan suaminya yang juga bekerja di FBI membuat mereka sangat sibuk hingga keduanya jarang bisa bertemu akibat kasus-kasus yang tak kunjung selesai. Sekalinya mereka bertemu, keduanya hanya mengobrol santai sejenak, pindah ke kamar tidur untuk melepas rindu—dengan melakukan seks beberapa ronde—lalu kembali ke pekerjaannya masing-masing.

Sampai suatu hari Amuro yang sedang istirahat setelah mengungkap kasus pembunuhan memperhatikan kawanan anak-anak yang tengah bermain di taman. Dan saat itu ia mengerti apa yang kurang dari pernikahan mereka, yaitu sebuah keluarga.

Esok harinya, Amuro segera menelepon suaminya yang kala itu sedang ada di Amerika dan memintanya untuk pulang. Ketika suaminya sampai di rumah, sang blonde langsung meminta sang raven untuk mengadopsi anak yang langsung dijawab kekehan kecil serta anggukan tanda setuju.

Dirinya masih ingat ketika pertama kali dirinya dan sang suami pergi ke sebuah panti asuhan. Ia sempat kebingungan untuk memilih anak yang cocok bagi keluarga mereka.

Saat seorang wanita berumur menawarkan dua anak kembar—namun tak sedarah—yang masih berusia lima bulan padanya, Amuro langsung jatuh hati pada mereka. Tatapan polos dari kedua manik anak itu terlihat penuh intelejensi dan perhitungan. Ia bisa merasakan kalau dua anak itu memiliki kemampuan yang cerdas.

Sang suami—Akai Shuuichi—yang melihat Amuro menggendong salah satu anak bermanik aqua hanya menautkan alisnya sebelum tangannya terangkat untuk menggendong anak yang satunya lagi.

Akai yang melihat Amuro nampak senang hanya tersenyum tipis, sepertinya mengadopsi dua anak bukanlah hal yang buruk.

Pasangan suami-suami itu menamakan Conan pada bocah bermata biru dan Kid pada bocah beriris indigo. Mereka sengaja memakai nama asing agar terkesan dari luar negeri. Berkat kehadiran Kid dan Conan, Amuro tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya karena selalu mengawasi buah hati mereka.

Akai yang sering pergi ke luar negeri pun, memilih untuk menetap di Jepang karena pria raven itu tak tega meninggalkan Amuro yang agak kesusahan mengurus dua anak mereka—terutama Kid yang tingkahnya sangat jahil dan tak bisa diam, berbeda dengan Conan yang memilih untuk tenang dan bermain dengan mainan-mainannya.

Tidak terasa sudah enam tahun mereka membesarkan Conan dan Kid, kedua anak itu tumbuh menjadi anak yang sangat cerdas—sampai guru TK mereka geleng-geleng kepala karena kejeniusannya—yang tidak Amuro sukai dari sekolah umum hanyalah anak-anak lain. Dirinya tahu kalau mereka itu masih anak-anak, tapi saat Conan dan Kid terkena ejekan tidak memiliki seorang ibu Amuro sering kesal. Memangnya kenapa? Toh, Conan dan Kid jadi memiliki dua Ayah? Benar kan?—yah, meski Amuro cukup sebal karena ia mendapat panggilan Mama dari dua bocah kembar tak sedarah itu.

Atas alasan itu juga, ia jadi sedikit melarang kedua anaknya untuk bermain di luar. Apalagi ketika kedua anaknya sering dijadikan sandera dan hampir mati oleh pelaku kejahatan, jika saja dirinya dan Akai terlambat mungkin ia sudah kehilangan kedua anak tercintanya. Terserah jika dirinya disebut protektif, ia hanya ingin memastikan kalau kedua anaknya baik-baik saja dan tidak berada dalam kondisi bahaya.

Kembali pada aktivitas memasaknya, manik biru keabuannya memandang jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu siang. Meletakan berbagai hidangan di atas meja makan, Amuro pun memutuskan untuk memanggil anaknya untuk segera makan—setelah ia menghubungi Akai yang sedang dalam perjalanan pulang.

"Conan? Kid?" panggilnya ke ruangan tengah. Dua bocah yang biasanya sering ada di sana mendadak tak terlihat hidung batangnya. Sang blonde pun melangkahkan kakinya ke kamar sang anak. Dan nihil.

Amuro pun bergegas mengelilingi rumahnya untuk mencari Conan dan Kid, sayangnya sudah tiga kali ia memeriksa rumahnya. Sosok dua bocah itu sama sekali tidak terlihat. Kemana mereka?

Dirinya langsung bergegas ke pintu keluar, ia membuka lemari sepatu dan mendapati kalau sepatu kedua anaknya telah hilang. Hm, jadi Conan dan Kid kabur diam-diam ya?

"Ho, mereka berhasil kabur?" suara berat khas Akai terdengar di balik pintu.

"Maa na, mungkin saat mereka pulang nanti aku akan 'menceramahi' keduanya." Ujarnya pendek dengan senyuman 'manis'. Akai yang sudah tahu sifat suaminya hanya tersenyum kecil dan menggiring Amuro untuk kembali ke ruang makan setelah memberinya kecupan singkat.

.

.

.

"Kau yakin kalau Mama belum tahu kita kabur?" Conan bertanya pada Kid yang tengah menggapai kenop pintu rumah mereka.

Kid melepas gapaiannya sambil memandang Conan heran. "Kalau kita mengendap-endap pasti tidak akan tertangkap." Komentarnya nyengir tanpa dosa.

Bocah berkacamata itu menatap saudaranya sebal. "Salah siapa yang malah berkeliling membeli es krim! Jadi kita terlambat kan!"

Mendengar protes saudaranya, Kid kembali merengut lucu. "Habis kita kan jarang sekali bisa bebas, jadi sekali-kali tidak apa-apa kan untuk mencicipi semuanya~" jawabnya terkekeh.

"Conan-kun~ Kid-kun~ okaerinasai~"

—glek!

Keduanya terlonjak kaget, dengan gerakan patah-patah kepala mereka teralih dan menemukan Amuro yang tengah berkacak pinggang dengan senyuman 'manis' di wajahnya—sebuah senyuman petaka yang tak pernah ingin dilihat oleh Conan maupun Kid.

"Ta-tadaima...," jawab keduanya pelan dan gugup.

Melihat sang Mama yang sudah memasuki mode 'ngamuk', Kid pun mundur dua langkah sambil menggenggam lengan Conan erat. Merasakan genggaman erat Kid, Conan menoleh dan memandang saudaranya heran. Setakut apapun Kid terhadap Mama, Kid tak pernah menunjukkan sisi ketakutannya. Eh? Lalu?

Sebelum Conan bertanya pada Kid, saudaranya itu menyodorkan sekotak hadiah yang mereka beli tadi dengan senyuman riang.

Kid memandang 'ibu' mereka penuh penyesalan. "Maafkan kami karena telah pergi tanpa memberitahu Mama, tapi kami pergi keluar hanya untuk mencari hadiah di hari spesial kita." Cengirnya lebar.

Conan yang mengerti maksud Kid pun ikut tersenyum lebar sambil memandang Amuro dengan tatapan memelas—membuat siapa saja yang melihatnya akan langsung luluh dan berkya-kya riang—sama halnya dengan sang 'ibu' yang menghela napas panjang sambil menerima kotak hadiah itu. Pria bersurai pirang benar-benar tidak menyangka kalau kedua anaknya bertindak sejauh ini demi dirinya—dan sang suami.

Amuro kemudian menunduk seraya menjulurkan tangannya—mengusap surai kedua anaknya secara bergantian. "Aku senang dengan niat baik kalian, tapi lain kali kalian harus memberitahuku kalau akan pergi. Jangan menghilang begitu saja." Tuturnya lembut—jujur, karena Conan dan Kid yang tak kunjung pulang dirinya sempat akan memanggil semua teman polisinya untuk mencari kedua anaknya—kalau tidak dihentikan Akai.

"Yeah, kami mengerti!" jawab keduanya bersamaan.

Mereka pun masuk ke dalam rumah untuk menikmati makan siang bersama Akai yang sudah menunggu kedatangan ketiganya di ruang makan.

.

.

.

Kid dan Conan yang malam itu tak bisa tidur memutuskan untuk mengunjungi kamar orang tua mereka. Biasanya kalau keduanya tak bisa tidur, Amuro selalu mengijinkan dua bocah itu untuk tidur bersama Papa dan Mama.

Sayangnya, sebelum dua bocah itu memasuki kamar orang tuanya. Conan dan Kid saling berpandangan heran saat mendengar suara 'aneh' dari balik pintu kamar. Keduanya yang tak mengerti mengapa sang Mama sedang berteriak 'aneh', memutuskan untuk membuka pintu kamar.

Conan dan Kid langsung membeku di tempat—di dalam kamar nampak sang Mama sedang ditindih oleh sang Papa yang tengah menciumnya. Kid yang lebih dulu sadar langsung menutup kembali pintu mereka dengan wajah datar.

"Sepertinya bukan waktu yang tepat." Komentar Kid malas.

Conan mengangguk, kepalanya menunduk memikirkan sesuatu. "Apa kau tahu alasan mengapa Mama senang sekali untuk berteriak atau dicium Papa malam-malam?" ia memandang saudaranya heran.

Bocah pemilik manik indigo itu nampak berpikir sejenak lalu menyeringai kecil. "Bagaimana kalau kita tiru saja? Mungkin kita bisa tahu jawabannya."

Dengan itu, Kid pun berjalan mendekati Conan dan segera menempelkan bibirnya untuk merasakan tekstur lembut bibir saudaranya. Setelah beberapa detik berlalu ciuman itu terlepas menyisakan raut heran yang tercetak di wajah mereka.

"Rasanya tidak buruk." Conan berkomentar seraya menyentuh bibirnya. "Tapi aku masih tidak mengerti mengapa Mama senang berteriak."

Kid yang tak mengerti pun hanya bisa menggendikkan bahunya. "Mungkin kita akan tahu jawabannya kalau sudah besar nanti."

Conan mengangguk setuju dengan jawaban Kid.

"Kau mau mencobanya nanti kalau kita sudah besar?" Kid memandang Conan dengan cengiran khas-nya.

"Yeah, tidak masalah."

"Janji?" manik indigo Kid berkilat bahagia.

Conan terkekeh kecil melihat sikap saudaranya yang nampak lucu. "Janji."


Dan beberapa tahun kemudian, di saat Conan dan Kid memasuki SMA. Akhirnya mereka mengetahui alasan mengapa sang Mama senang sekali untuk berteriak dan dicium malam-malam.

Karena Kid tahu kalau Conan juga sama seperti Mama-nya.

Conan senang sekali dicium di bawah tindihannya dengan wajah merona dan selalu menjerit nikmat meminta Kid untuk lebih cepat dan kasar saat melakukan seks.

Well, peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya ada benarnya bukan?

Tidak orang tua, tidak anak. Mereka sangat menikmati adegan ranjang dengan pasangannya masing-masing—sampai melupakan hal-hal di sekitar mereka.

-END-

Halo fans KaiShin di seluruh Indonesia~

Kyuu cuma mau mengundang kalian ke grup KaiShin di line untuk ber-fansgirling-an; saling lebih mengenal dan berbagi asupan KaiShin~ #smirk

Bila kalian berminat, kalian bisa menghubungi Kyuu~ ;)

See you later~

Salam KaiShin!