Hikari : Ciaossu, minna-san! Kembali bersama saya dengan my lovely uke, diangeeeeel!
diangel : Ini adalah fic collab pertama saya dengan my lovely seme XD
Hikari : Nha~ Ini adalah fic yang kami persembahkan untuk pernikahan kami!
Diangel : Akhirnya tiba juga di hari pernikahan ini *ngerangkul Hikari*
Hikari : Yak, terimakasih telah mengunjungi fic ini!
diangel : Semoga anda semua suka XD
Hikari + diangel : Selamat membaca~
.
.
An EyeShield 21 FanFiction
Title : Dialogue
Chapter 1 : The White Day
Disclamer : Eyeshield 21 Riichiro Inagaki and Yuusuke Murata
Written by : AngelFlash689
Idea by : AngelFlash689
Pairing : YamaKarin, slight TaKarin
Genre : Romance, Tragedy
Rated : T
Warning : OOC, gaje, abal, chara death, ancur, nista, TYPO dan lain sebagainya.
Pesan : Banting hape, komputer, laptop dan barang lainnya yang digunakan untuk membaca fic nista ini. Tombol 'back' masih setia menunggu untuk di-klik.
Don't Like Don't Read!
. . .
.
.
.
Musik terdengar mengalun lembut dari sebuah organ putih di dalam sebuah bangunan gereja. Tiap tekanan tutsnya mendentingan nada-nada lembut nan sakral namun terdengar damai. Begitu pula dengan suasana gereja tersebut. Warna putih banyak menghiasi tempat itu. Jendela-jendela gereja dihiasi dengan kain gorden putih. Begitu pula dengan altarnya yang kini sudah dilapisi oleh karpet putih. Terlihat kelopak-kelopak bunga berwarna putih jatuh berguguran di atasnya. Sungguh suasana yang amat sangat membahagiakan.
Seluruh undangan terlihat sudah menempati tempat duduk mereka masing-masing. Terlihat pula sesosok pastur tengah berjalan menuju mimbarnya. Sang pastur berdiri di mimbar dan para undangan mulai diam. Bagaimanapun juga ini adalah upacara sakral.
Sang pastur mengucapkan salam pembuka. Setelah menyampaikan salamnya, ia lalu memanggil dua orang yang sudah ditunggu di altar itu.
"Mempelai pria memasuki ruangan," kata pastur itu. Sedetik setelah sang pastur mengucapkan hal itu, seorang pria berambut putih keperakan memasuki ruangan. Setelan tuxedo putih membalut tubuh atletisnya. Wajahnya yang—tampan—terlihat datar, seolah upacara ini adalah sebuah hal biasa. Ia melangkah menuju altar di depan sang pastur berdiri.
"Mempelai wanita memasuki ruangan," pastur itu berkata lagi. Kini, giliran seorang wanita dengan mengenakan gaun putih memasuki ruangan. Sebuah kain penutup kepala tampak menghiasi wajahnya, meski wajah cantiknya masih cukup dapat terlihat dari luar. Rambutnya yang berwarna krem kecoklatan digelung ke atas dan menyisakan beberapa helai di bagian belakang lehernya. Sebuket bunga berwarna putih kecoklatan ia genggam di tangan kanannya, sementara tangan kirinya tengah digenggam oleh seorang pria tua paruh baya yang juga ikut berjalan di sampingnya.
Sang wanita lalu berhenti di samping kiri pria berambut putih panjang tadi. Sang pria yang ikut berjalan bersama sang wanita pun duduk ke tempatnya yang seharusnya. Sang wanita memandang ke arah sang pria, begitu pula dengan sang pria. Mereka lalu menoleh ke arah pastur.
"Baiklah. Kita mulai upacaranya," kata sang pastur kemudian. Ia lalu membuka sebuah buku—alkitab—dan membaca isinya.
"Taka Honjo, apakah kau bersedia mendampingi Karin Koizumi sebagai istrimu dalam keadaan sehat maupun sakit, senang maupun sedih, kaya maupun miskin?" tanya sang pastur.
"Saya bersedia." jawab lelaki yang bernama Taka Honjo itu.
"Dan kau, Karin Koizumi, apakah kau bersedia mendampingi Taka Honjo sebagai suamimu dalam keadaan sehat maupun sakit, senang maupun sedih, kaya maupun miskin?" tanya sang pastur lagi.
"Ya. Saya bersedia." jawab wanita bernama Karin Koizumi itu.
"Baiklah, dengan begini kalian sudah resmi menjadi pasangan suami-istri," kata pastur itu sambil menutup buku—alkitab—tadi dan tersenyum. Sang pria bernama Taka tadi lalu membuka wedding veil yang menutupi wajah sang wanita bernama Karin itu. Wajah cantik gadis itu terlihat dengan seutas senyum tipis menghiasi wajahnya. Mereka lalu melakukan wedding kiss, ciuman pengikatan janji suci yang telah mereka ucapkan tadi.
Para undangan lalu bertepuk tangan dan berdiri. Bahagia atas pengikatan janji suci kedua mempelai itu. Kedua mempelai itupun lalu berjalan beriringan menuju pintu keluar gereja yang sudah terbuka untuk mereka. Sesampainya mereka di depan gereja, Karin membalikkan tubuhnya ke arah undangan dan melempar buket bunga tadi ke atas, membuat para undangan wanita histeris untuk mendapatkan bunga itu. Dan entah atas dasar apa, bunga itu justru meluncur jatuh tepat di tangan seorang undangan wanita berambut auburn panjang yang berdiri di samping seorang pria spike kuning yang menyeringai lebar ketika melihat kejadian itu.
Sang Pengantin wanita menoleh ke arah para undangan. Mata cantiknya yang pada hari itu terlihat sempurna tampak seperti tengah mencari sesuatu—atau seseorang. Mata itu pula yang membuktikan pernyataan tersebut karena saat kedua bola mata itu tertumbuk pada sesosok lelaki berambut acak-acakan di antara para undangan lainnya, mata itu tersenyum.
Kedua pengantin itu menuju keluar. Sebuah mobil berwarna hitam tengah menunggu mereka. Kursi penumpang terlihat terbuka, seakan mempersilahkan kedua orang itu untuk masuk.
Dengan diikuti tatapan mata para undangan yang hadir, mereka pun masuk ke dalam mobil dan setelah pintu tertutup, mobil itupun melaju menjauhi bangunan dimana mereka mengikat janji suci tadi.
.
.
.
.
Takeru Yamato's POV
Mereka sahabatku. Aku selalu mengukuhkan hati bahwa melihat dua orang yang kau sayangi saling mencintai itu lebih baik daripada mencintai orang yang sama dengan sahabatmu. Prinsip itu sama dengan prinsip yang dipegang oleh sahabatku, Taka Honjo. Sayangnya, ia tak tau bahwa aku juga mencintai orang yang ia cintai.
Mari sebut gadis itu Karin Koizumi.
Gadis itu cantik, setidaknya dimataku. Dalam tim amefuto Teikoku Alexanders, Karin-lah Sang Quarter Back, sedangkan aku adalah Runner Back dan Taka adalah seorang Receiver. Walaupun dalam permainan itu hubungan Taka dan Karin sangat diperlukan untuk lempar tangkap bola, tapi pada kenyataannya, di kehidupan sehari-hari aku-lah yang selalu melindungi gadis berkepang itu.
Bila kupikir, aku lebih pantas bersanding dengannya di pelaminan itu, mengucap janji suci itu dan memakaikan cincin di jari manisnya, begitupun sebaliknya. Jadi, bila kau bertanya kenapa yang berdiri di sana bukan aku maka jawabannya hanya satu.
Takdir.
Jawaban itu tidak salah, dengan kata lain adalah benar. Takdir yang memberikan tempat yang seharusnya jadi milikku itu pada sahabatku.
Sudahlah, sejak awal memang sudah digariskan seperti itu.
End of Tekeru Yamato's POV
Taka Honjo's POV
Akhirnya gadis ini ada di sisiku, bukan sebagai sahabat lagi. Hari ini dia telah resmi menjadi istriku, Karin Honjo.
Awalnya aku ragu saat melamarnya. Untuk hal ini aku harus sangat berterimakasih kepada Yamato. Setelah aku mengatakan bahwa aku menyukai Karin, mencintainya, dia terus saja mendorongku untuk lebih dekat pada Karin. Dia memberikan tempat agar aku bisa berdua bersama gadis ini. Hingga peristiwa aku melamar Karin terjadi, Yamato selalu membantuku. Aku ingat bahwa lelaki berambut liar sahabatku itu memesan tempat di sebuah kafe elite atas namaku.
Gadis itu cantik, setidaknya menurutku. Dalam tim amefuto Teikoku Alexanders, Karin-lah Sang Quarter Back, sedangkan Yamato adalah Runner Back dan aku adalah seorang Receiver. Dalam permainan itu hubunganku dan Karin sangat diperlukan untuk lempar tangkap bola, walaupun pada kenyataannya, di kehidupan sehari-hari Yamato-lah yang selalu melindungi gadis berkepang ini.
Tapi sekarang, jabatan Yamato itu sudah menjadi milikku. Aku yang akan melindungi Karin, apapun yang terjadi
End of Taka Honjo's POV
Karin Koizumi's / Karin Honjo's POV
Hari ini adalah hari yang menjadi hari yang paling membahagiakan bagi diriku. Aku telah menikah dengan orang yang kucintai—Taka Honjo, seorang atlet amefuto sekaligus sahabatku saat aku SMA. Yah, meski dulu aku mencintai Yamato Takeru—sahabatku juga—tapi, kini aku mencintai Taka.
Aku, Taka dan Yamato adalah sahabat sejak SMA. Dalam tim amefuto Teikoku Alexanders, aku adalah Quarter Back, Yamato adalah Runner Back dan Taka adalah Receiver. Dalam pertandingan, interaksi antara aku dan Taka sangat diperlukan bagi tim. Yah, kami sangat kompak dalam permainan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang Yamatolah yang justru melindungiku dari orang-orang yang menyuruh-nyuruhku—seperti Kak Ibarada—. Tak ayal, akupun jatuh cinta kepada lelaki berambut liar tersebut. Dia begitu baik.
Aku selalu melakukan sesuatu agar aku bisa dekat dengannya, tapi sepertinya ia tak menyukaiku. Aku sempat kecewa, hingga akhirnya Taka datang di kehidupanku.
Kami sering bersama-sama, melewati waktu berdua. Saat dia pulang kuliah, dia selalu datang ke kantor editorku hanya untuk menjemputku. Aku senang dan lambat laun, aku mulai menyukainya lebih dari seorang sahabat, yaitu kekasih. Bayangan Yamato pun memudar dari ingatanku.
Aku masih mengingat betul saat ia melamarku dulu. Saat ia memberikanku cincin di sebuah cafe elite sambil berlutut dan menatapku tajam. Awalnya aku sedikit ragu, namun aku menerima lamarannya, meski masih ada setitik afeksi yang mengendap dalam hatiku pada Yamato, meski aku tahu ia kelihatannya tak menyukaiku.
Tapi, sekarang aku harus bisa melupakannya. Aku sudah mempunyai Taka sebagai pendamping hidupku. Aku tak ingin ia kecewa jika mengetahui bahwa istrinya justru menyukai sahabatnya sekaligus sahabat suaminya. Aku harus membuka lembar kehidupan baruku bersama Taka. Yah, Taka.
End of Karin's POV
Normal POV
Dua orang yang baru mengikat janji suci itu kini terdiam dalam mobil hitam yang kini tengah melaju ke apartemen mereka, dimana mereka akan menghabiskan malam pertama mereka sebagai sepasang suami istri.
Mata hitam Taka memandang ke depan dengan penuh konsentrasi, sedangkan mata krem Karin masih mencuri-curi pandang dengan Taka. Tiba-tiba, kedua bola mata menatap kedua bola mata krem yang sedari tadi mencuri pandang ke arahnya. Sejenak, Karin mengalihkan pandangannya ke depan dengan sedikit semburat merah di pipinya. Taka hanya tersenyum melihat gadis yang telah menjadi istrinya itu.
"Hari ini aku sangat bahagia, Karin," ucap Taka dengan memandang ke arah depan, berkonsentrasi pada acara menyetirnya.
"A—Aku juga, Taka. Ini adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku dan bagimu," kata Karin sedikit terbata dan sambil tersenyum manis. Taka meliriknya sebentar dan tersenyum simpul.
"Jangan malu-malu begitu. Kita 'kan sudah menjadi sepasang suami-istri," ujar Taka dengan masih tersenyum dan sedikit—tertawa kecil. Karin melihat ke arahnya. Melihat lelaki berambut putih itu tertawa kecil, ia kemudian menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. Ia jarang melihat lelaki yang dalam kehidupan sehari-harinya bertampang datar itu tertawa kecil seperti itu.
"Iya, iya. Aku takkan malu lagi," balas Karin dengan sedikit tertawa juga. Mereka pun tertawa kecil di dalam mobil hitam itu. Mobil itu melewati beberapa tikungan, meski tidak cukup tajam. Yah, apartemen mereka harus melalui beberapa tikungan.
Saat mereka melewati sebuah tikungan yang cukup tajam, secara tiba-tiba, sebuah truk pick up yang mengangkut beberapa besi yang terlihat berat berjalan cepat ke arah mereka. Kedua orang itu segera menghentikan tawa mereka dan malah mengernyit heran pada truk itu.
TIN! TIN! TIN!
Suara klakson truk itu menggema dengan cepat, seolah sedang tergesa-gesa. Lampu truk itu berkedip, ingin segera lewat.
"Taka, kita harus minggir dulu," ujar Karin kemudian. Taka hanya mengangguk dan segera memutar stirnya untuk meminggirkan mobilnya, namun truk itu malah mempercepat lajunya seolah tak mau menunggu Taka untuk meminggirkan mobilnya.
TIIIN!
Suara klakson masih berbunyi keras. "Apa maunya paman yang mengemudikan truk itu sih?" tanya Karin sedikit kesal. Mata kremnya melihat truk yang berada di depannya dengan pandangan kesal.
"Entah, aku tak tahu. Tapi... firasatku buruk..." jawab Taka pelan, namun terdengar—cemas. Karin segera menoleh ke arah lelaki itu dengan pandangan bingung.
"Apa maksud—"
TIIIIIIIIIIIN!
Suara klakson kembali memotong ucapan Karin. Entah kenapa, truk itu semakin mendekat ke arah mobil Taka. Wajah Taka dan Karin langsung pucat seketika melihat truk yang mengangkut besi itu mulai mendekati mobil mereka dengan kecepatan ekstrem.
Taka segera membanting stirnya, untuk menghindari kejadian-kejadian yang tak diinginkan. Karin tertunduk sambil berdoa kepada Tuhan. Ia tak ingin kejadian buruk menimpanya di hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Kini afeksi bernama cemas dan takut mulai menguasai hatinya. Ia terus berdoa, berdoa hingga—
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN!
—truk itu kini berada tepat di depan mobil mereka. Taka yang sudah putus asa, segera memeluk Karin yang kini terkejut dengan pemandangan yang berada di depannya—berusaha melindungi gadis itu.
'Aku harus melindunginya! Bagaimanapun caranya, aku harus melindunginya! Aku harus bisa melindunginya! Meski nyawa taruhannya, karena posisi itu telah kusandang!' pikir Taka sambil memeluk Karin yang kini menutup matanya sambil berteriak.
"KYAAAAAAAAAAAAAAA!"
Truk pick up itu semakin mendekati mobil itu dan—
CKIIIIIIIIIIIIIIIT!
.
.
—To Be Continued—
.
.
Krik. Krik. Krik
Hikari : Errr, gimana ceritanya, minna-san? Baguskah? Atau justru jelek? ._.
diangel : Gomen, minna-san, kalau pendek, namanya juga chapter pertama. (_ _)
Hikari : Ya—Yang penting, kami sudah memberikan yang terbaik untuk pernikahan kami ^^
diangel : Iya! Oya, minna, saya juga mau minta maaf kalau update-an fic saya yang "Angel and Devil - In The Orange Sunset" telat. Modem saya abis dan kadang-kadang error ;_; #nangis
Hikari : Sabar, sayang. Cup cup cup *peluk diangel sambil nepuk-nepuk punggungnya*
diangel : *dorong Hikari* Hei, kesempatan dalam kesempitan! *tsundere muncul*
Hikari : Kufufufu~ #devil smirk. Nah, minna-san, sudikah anda memberikan kami hadiah atas souvenir pernikahan kami ini?
diangel : Review please!
Hikari: See ya, in the next chapter! #gendong-diangel #kabur
diangel : VOOOOI! #loh?
—. . .—
R
E
V
I
E
W
PLEASE
