Apa yang terjadi bila ada perempuan yang tergabung dalam tim basket inti laki-laki?
Terdengar mustahil, bukan? Namun, pada kenyataannya hal tersebut benar-benar terjadi pada dunia basket sekolah menengah di negara Jepang.
Sekilas, mereka terlihat seperti remaja putri biasa. Mereka menjalankan hidup normal sebagai pelajar, berdandan untuk menunjukkan penampilan terbaik mereka, serta menyukai hal-hal yang manis dan imut. Namun, bila dilihat dari bakat mereka, sebetulnya mereka lebih dari sekedar remaja putri biasa. Seperti yin dan yang, maka:
Kuroko Tetsuna,
Kasamatsu Yukiko,
Takao Kazuna,
Momoi Satsuki,
Himuro Tatsuki,
serta Mayuzumi Chiharu, mereka berenam adalah para bayangan dari pemain Generasi Keajaiban yang ditakdirkan untuk satu tim di sekolah masing-masing.
.
-oOo-
[ Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi ]
[ Chapter 1: Kagami x Fem!Kuroko ]
[ setting: after Winter Cup ]
Happy reading!
-oOo-
.
Light x Shadow: Seirin High
"Kuroko," Kagami memanggil. Saat itu mereka sedang istirahat dari latihan rutin yang diadakan di lapangan gym sekolah. Para senior mereka asyik berdiskusi sesuatu bersama anak-anak kelas satu, menyisakan Kagami dan Kuroko yang sepertinya sengaja disisihkan oleh anggota klub untuk berduaan saja.
"Ya, Kagami-kun?" Kuroko membalas setelah memenuhi asupan air untuk kerongkongan yang kering. Tangan kecilnnya menyerahkan sebotol air minum yang masih tersisa tiga perempat pada Kagami, mengira kalau partner basketnya memanggil untuk meminta air minum. Kagami langsung menyambut botol tersebut, meskipun sebenarnya tujuan dia untuk memanggil bukan untuk itu.
"… sebenarnya, Kuroko, aku baru terpikir hal ini setelah setengah tahun kita bermain basket bersama." Kagami menghabiskan isi botol air minum terlebih dahulu sebelum melanjutkan kalimatnya. "… kenapa kau bersikeras untuk masuk tim basket laki-laki meskipun kau seorang perempuan?"
Gadis berambut biru langit itu menatap Kagami dengan wajah datar. "Karena Seirin tidak punya tim basket perempuan, Kagami-kun."
"… kau tahu bukan itu maksudku." Kagami mengacak-acak rambutnya sendiri. "Geez, maksudku, kau juga bergabung ke tim basket laki-laki saat masih di Teiko dulu, padahal Kise pernah bilang kalau Teiko juga memiliki tim basket perempuan. Lalu, kenapa?"
Kuroko menatap ke tengah lapangan basket indoor yang kosong karena semua anggota klubnya merapat ke pinggir lapangan. Dia tidak langsung menjawab, melainkan memberi pertanyaan lain yang berhubungan dengan apa yang ditanyakan Kagami sebelumnya. "Apa kau ingat dengan seseorang yang berteriak menyemangatiku saat final Winter Cup lalu?"
Kagami langsung teringat dengan seseorang—yang sampai sekarang dia asumsikan sebagai pacar jarak jauh dari Kuroko Tetsuna. "Uh, oh."
"Dia adalah Ogiwara Shigehiro-kun, teman masa kecilku."
Oke, berarti anggapan Kagami tadi terbukti salah. Abaikan perasaan sesuatu yang muncul seketika dari dalam diri pemuda kekar tersebut. "Err, lalu?"
"Dialah yang menginspirasiku untuk bermain basket." Samar-samar bibir Kuroko membentuk senyuman tipis saat mengingat masa kecilnya bersama Ogiwara, "kami sering bermain bersama saat masih menginjak sekolah dasar. Namun, semuanya berhenti semenjak Ogiwara-kun harus pindah rumah ke luar kota mengikuti orangtuanya. Kami sempat membuat janji sebelum berpisah."
Mendengar apa yang dikatakan Kuroko barusan, Kagami mencoba untuk menimpali. "Lalu? Kalian berjanji untuk bermain bersama sebagai satu tim, namun belum dapat diwujudkan sampai sekarang?"
"Tidak," Kuroko menggeleng. "Kami berjanji untuk menjadi lawan satu sama lain dengan masuk tim yang berbeda."
"… Jika kau bergabung dalam tim basket putri, kau tidak akan bertemu dengannya sebagai lawan di lapangan, begitu?"
"Benar," kini senyum tipis Kuroko ditujukan pada Kagami yang memberikan kesimpulan barusan. "Aku bersyukur karena Teiko dan Seirin tidak menolak keberadaanku, meskipun harapan ini belum terwujud sampai sekarang."
"Justru aku merasa aneh mengapa mereka tidak mendepakmu dari tim." Kagami mendengus. "Terlebih kau menjadi pemain inti sekarang. Mendeklarasikan diri sebagai bayanganku," tangannya bergerak untuk menggaruk tenguk sendiri.
"... jadi Kagami-kun menganggap deklarasi itu secara sepihak?"
"Bu-bukan itu maksudku!" Sungguh, meskipun Kuroko masih memasang wajah sedatar tembok, tapi Kagami pernah bersumpah kalau melihat wajah Kuroko yang sedih adalah salah satu hal yang paling tidak diinginkan sejak pertama dan terakhir kali ia melihatnya. "Jujur saja, meskipun Alex seorang wanita, tapi aku tidak pernah membayangkannya untuk bermain satu tim secara resmi denganku. Tapi kau, seorang perempuan, malah membuat kenyataan yang tidak pernah terpikirkan sekalipun dalam benakku sebelumnya."
Kagami kembali berbicara karena tidak mendapatkan respon secara lisan. "Perasaanku agak aneh karena melihatmu bermain bersamaku di lapangan. Tapi, lebih anehnya lagi aku tidak menolak keberadaanmu untuk itu." Kedua bola matanya melirik ke arah lain, entah kenapa wajahnya terasa agak memanas. "… aku menikmatinya, sungguh. Meskipun kau sering membuatku nyaris jantungan karena hawa keberadaanmu yang tipis, tapi aku merasa senang dengan semua ini."
Keduanya terhanyut dalam diam. Dalam hati, Kagami merasa gelagapan sendiri. Apa dia salah bicara? Semoga saja Kuroko mengerti apa maksudnya.
"… aku merasa Kagami-kun sedang menyatakan cinta padaku." Kuroko memiringkan kepalanya tanpa melepas pandangan sedikitpun dari wajah Kagami yang bersemu merah. "Wajah Kagami-kun memerah."
"Bodoh, jangan mengganti topik sembarangan!" Ditatap Kuroko secara intens membuatnya merasa malu juga. "Pokoknya aku akan membantumu melawan Ogiwara saat kita bertemu di lapangan suatu saat nanti."
Kedua manik biru muda itu mengerjap, "Kagami-kun kenapa? Itu perjanjian antara aku dan Ogiwara-kun saja." Karena melihat Kagami yang mencampuri urusan orang lain terlihat bukan Kagami sekali.
"Kau bayanganku, bukan? Sebagai cahaya, aku juga harus terlibat untuk bermain bersamamu." Kagami memutuskan untuk bertindak lebih berani dengan menepuk kepala bersurai biru muda. "Bila sosok cahaya semakin bersinar, maka sosok bayangan akan semakin kuat dengan kegelapannya. Kau sudah membantuku menjadi yang nomor satu di Jepang, sekarang giliranku untuk membantu mencapai harapanmu. Kita bisa berjuang bersama-sama, oke?"
Tiga kalimat tersebut membuat wajah Kuroko menjadi lebih berekspresi dari sebelumnya, terbukti dengan kepalanya yang menunduk untuk menyamarkan rona merah tipis pada kedua pipinya. "Arigatou, Kagami-kun."
Kagami terenyum lebar, Kuroko Tetsuna memang terlalu imut dan membuatnya gemas. Tangannya bergerak dengan spontan untuk mengacak-acak rambut pendek dari sang gadis. Sejenak, keduanya kembali terhanyut dalam diam seperti sekarang. Hal tersebut akan berlanjut bila tidak ada suara kapten yang berteriak untuk menginterupsi mereka.
"Oi! Sampai kapan kalian berpacaran di situ, hah?"
Keduanya sama-sama tersentak untuk menyadari situasi. Kagami langsung membalas dengan teriakan yang sama. "Kami tidak berpacaran!—desu."
Kuroko bergabung dengan anggota lain di lapangan yang diikuti Kagami di belakangnya—masih saja berdebat dengan sang kapten. Aida menghampirinya dengan raut wajah antusias seakan dia telah menemukan sesuatu yang menarik. "Kuroko-chan, tadi kau habis mengobrol apa saja dengan Kagami-kun? Semua di sini mengira kalian tengah bermesraan di pinggir lapangan karena terlalu asyik mengobrol sendiri."
"Pelatih! Jangan ikut-ikutan—"
"Itu tidak benar, pelatih." Kagami baru saja ingin menghela napas lega karena Kuroko terlihat menyangkal apa yang dikatakan sang gadis pelatih. Namun, dirinya kembali dibuat terkejut dengan Kuroko yang memeluk lengannya secara tiba-tiba. "Kami tidak berpacaran karena Kagami-kun langsung melamarku di pinggir lapangan."
Sebagian besar anggota klub langsung histeris. Wajah Kagami jadi semerah warna rambutnya karena gurauan aneh yang dilontarkan oleh satu-satunya pemain perempuan di antara mereka. Sekujur tubuhnya menjadi kaku sampai tidak dapat melepaskan pelukan Kuroko. Koganei sampai bersiul-siul menggoda dan menanyakan kapan mereka akan menikah. (Sungguh, Kagami sendiri merasa gagal paham mengapa situasinya menjadi begini).
"Kami tunggu undangannya, Kagami! Kuroko!"
"Ah! Kagami dan Kuroko akan menikah. Aku harus membuat rangkaian kata yang bagus sebagai ucapan selamat, kitakore!"
"Diamlah, Izuki!"
"Argh! Kenapa kalian tidak mau mendengarkanku?!"
"Kagami-kun tidak ingin menjadi suamiku?"
"Kuroko teme! Ini semua salahmu!"
"Tidak baik berkata kasar kepada calon istrimu, hei, Kagami!"
Gadis biru muda itu sedikit melonggarkan pelukannya pada lengan Kagami tanpa berniat melepaskannya. Setidaknya, Kuroko Tetsuna bahagia dengan Seirin yang menerima keberadaannya, juga sosok Kagami Taiga yang menjadi cahaya bagi sang gadis bayangan, bukan? Dari pertandingan Winter Cup lalu, Kuroko berhasil membuat Kagami menjadi pemain nomor satu di Jepang, membuat mereka menjadi pasangan pemain basket sekolah menengah tersolid yang pernah ada.
.
"Kuroko."
"Ya, Kagami-kun?"
"Bagaimana kalau aku menjadi lebih sekedar dari cahayamu di lapangan? Maksudku, aku bisa menjadi cahaya untuk hidupmu juga."
"Boleh, Kagami-kun. Sebenarnya, Kagami-kun juga melakukannya sejak dulu."
[ Chapter 1: END ]
Author's note:
hAHAHAHAHA APAAN INI :"DDD /menangys dengan penuh kegaringan/?/ Fanfic pertama yang kubuat setelah berhasil lepas dari wb. Bikinnya langsung pakai setting genderbend buat Kurokonya (tapi aku suka banget sama Fem!Kuroko, dia manis banget). Maapin kalau terlalu OOC (terutama buat Kurokonya yang kubuat lebih berani, habis karena ngeliat fan art Kagami x Fem!Kuroko di mana Kurokonya meluk Kagami duluan dari belakang d'awwww /NAT).
Oke, aku tahu ini aneh karena bisa-bisanya ada perempuan yang main bareng dengan tim basket laki-laki, tapi seriusan dari dulu aku pernah mikir begitu dan baru bisa kutuangkan imajinasiku sekarang :"DDD /yha/ Bisa dibilang ini semacam kumpulan oneshoot dengan cahaya-bayangan dari Seirin yang mendapatkan giliran pertama! ovob Semoga saja aku bisa menulis bagian selanjutnya secepat mungkin hahahahaha :"DDD /NAT
Btw maaf banget karena ada sedikit bagian cerita yang kuubah di sini, biar alurnya kerasa lebih nyambung aja :"DDD /woeh
.
Tanggal: 10 Agustus 2017.
With warm regards, Natalie Howard.
