Malam

disclaimer: Masashi Kishimoto


Tak ada yang lebih mengerikan bagi seorang Uchiha Sasuke selain malam hari. Bukan ia membenci malam. Namun malam selalu mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun silam mengenai pembantaian klannya. Ia begitu ingin menangis bila mengingat hal itu. Namun sampai kapanpun, airmatanya tak akan pernah bisa lagi menetes. Ia telah mengubur dalam-dalam semua perasaan di hatinya. Dan kini hatinya mati.

Sasuke hidup dalam kebencian, dendam. Ia sudah melangkah terlalu jauh dan tak mungkin kembali. Ia telah membunuh banyak orang. Bahkan saudara sedarahnya pun tak luput dari tangannya. Semuanya telah mati. Mati bukan dalam arti yang sebenarnya. Tapi mati yang menyebabkan mereka semua membencinya. Rasa persahabatan, kasih sayang, dan cinta itu telah musnah.

Uchiha Sasuke sendirian, lagi.

Ini memang mengerikan. Bukan karena Sasuke tak terbiasa hidup sendiri. Namun perasaannya begitu kosong. Dan semua itu menyiksanya.

.

.

"Sedang apa kau disini? Melamunkan sesuatu, eh?" tanya seorang gadis berkacamata yang sekarang sedang menghampirinya. Nada bicaranya terdengar sinis. Uchiha muda itu meliriknya sekilas tak minat. Ia kembali fokus pada rembulan yang kini bersinar begitu terang di matanya.

Gadis itu berdiri di samping pemuda yang tengah menyandarkan punggungnya pada batu besar di tempat itu. Sesekali ia meliriknya penasaran. Dan kemudian ikut memandangi bulan itu.

"Bagaimana rasanya?"

"Eh?"

"Bagaimana rasanya tidak memiliki keluarga?"

Deg

Jantung gadis itu hampir lepas mendengar pertanyaan pemuda itu. Sebenarnya ini bukan hal yang asing. Terkadang Sasuke memang sedikit melankolis. Dan ia membenci hal itu. Namun pertanyaan Sasuke kali ini menyentuh titik sensitifnya. Gadis itu begitu benci bila diingatkan pada masa lalunya.

"Sudah kubilang padamu. Jangan mengungkit hal itu!" Jawab gadis itu sewot. Sasuke menatapnya diam. Sementara gadis itu menatap tajam dirinya. Sasuke tersenyum tipis sekali hingga gadis itu tak melihatnya. Entahlah. Gadis itu meskipun sangat menyebalkan tetapi hiburan tersendiri bagi dirinya.

Gadis itu mampu mengubah dirinya. Mampu membuatnya mengucapkan maaf, membuatnya berkorban, membuatnya tak pernah menyesali telah membawanya masuk ke dalam kehidupannya.

Gadis itu adalah anugerah tersendiri bagi dirinya. Disaat semua orang tunduk dan takut padanya, maka gadis itu akan bersikap sebaliknya. Disaat semua orang begitu segan pada sikap arogannya, maka gadis itu akan melawannya.

Gadis itu―Karin―selalu bisa mengendalikan dirinya.

Ah. Malam ini adalah malam yang indah, bukan? Ia ditemani oleh gadis itu sambil memandangi langit yang berhiaskan rembulan. Tak banyak kata yang terucap. Tapi setidaknya ia sadar. Ia tidak sendirian lagi. Karena Karin akan selalu ada disisinya.


the end


393 words