Ini yang pertama aku bikin remake drama korea 'nice guy / Innocent Man'.
Kalian yang cinta drama korea pasti tau film ini. menurut author drama korea ini adalah salah satu drama korea yang paling keren yang pernah author tonton.

So, let's read.


Seorang pemuda berlari menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Tubuhnya dibalut dengan jubah putih panjang, serta kacamata yang menghiasi mata elangnya. Dia berhenti seketika saat mendengar suara televisi. Matanya menatap fokus sosok seorang gadis cantik yang ditampilkan layar tv itu. Seorang reporter muda yang berbakat.

Pemuda itu mengetukan-ngetukan kakinya kelantai, kemudian tersenyum menatap reporter cantik tersebut. Kim Jong In. Sebuah nama yang tertera dijas putihnya.

Gadis di Tv itu mengakhiri laporannya.

"Xi Luhan." katanya menutup laporan kemudian selesai.

"Kim Jongin." teriak seseorang memanggil nama Jongin. Jongin berlari menghampiri temannya itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya. Jongin hanya tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. Saat ini mereka sedang berada disalah satu rumah sakit terkenal di Seoul, untuk belajar menjadi seorang dokter yang hebat.

.

.

.

Jongin mencatat dengan teliti apa yang dikatakan oleh dokter senior yang sekarang sedang membimbingnya. Namun pemuda itu tidak puas dengan pelajaran yang didapatkannya dari dokter Choi Siwon, dokter senior itu hanya membiarkan dia dan teman-temannya yang lain mencatat, tidak memberikan sebuah pertanyaan pada mereka. Bahkan Jongin merasa dokter Choi tidak menganggap dirinya dan teman-temannya ada dibelakangnya.

"Choi songsaengnim apa kau tidak menyadari kehadiran kami? Hari ini adalah hari terkhir kami menjadi dokter koas disini, namun kau sama sekali tidak memberikan kami sebuah pertanyaan, dan penjelasan. Aku hanya khawatir kami tidak mendapat apa-apa dengan hanya melihatmu memeriksa pasien atau hanya memeriksa data mereka." Kata Jongin. Siwon menatap Jongin tajam.

"Apakah kau adalah seorang dokter?" Tanya Siwon. Jongin diam sejenak.

"Belum." Jawab Jongin. Siwon tersenyum meremehkan.

"Hanya karena kau memakai jas putih dan membawa buku kedokteran kemana-mana kau sudah merasa menjadi seorang dokter? Karena orang lain memanggil mu dokter dan kau merasa bangga? Lalu kau ingin aku bertanya apa pada kalian? Aku bahkan tidak yakin kalian bisa menjawab pertanyaan yang aku ajukan, jadi untuk apa aku bertanya." Kata Siwon.

"Apa kau tidak ingin memberikan kami kesempatan?" Tanya Jongin lagi.

"Memberikan kesempatan pada dokter koas? Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu ku." Jongin akan protes, namun suara teriakan anak kecil menahan suara ditenggorokannya. Siwon dan yang lain segera menghampiri ruang rawat anak itu. sementara Jongin hanya diam mematung ditempatnya. Begitu banyak hal yang ingin dia katakan pada Siwon, sebuah protes yang memang seharusnya dia ajukan. Bagaimanpun perkataan dokter Choi barusan adalah sebuah kesalahan. Bagaimana mungkin dokter senior mengatakan hal seperti itu pada calon dokter dimasa depan. Bukankah lebih baik salah sekarang dari pada kesalahan terjadi saat dia dan teman-temannya menjadi seorang dokter sesungguhnya?. Setelah sadar Jongin menyusul teman-temannya.

Anak kecil yang berteriak tadi meronta ingin melepaskan selang infusnya. Dia berteriak ingin pulang.

Siwon melihat data medisnya.

"Namanya Kim Taewo. Semalam dia pingsan dan langsung dibawa kesini. Menurut dokter yang memeriksanya tidak ada sesuatu yang serius. Dan hasil CT scan pun menunjukan hal yang sama. Anak ini hanya kelelahan." Jelas suster yang merawat anak kecil itu.

"Mana dokter koas yang tadi protes kerena aku tidak memberikan pertanyan?" tanya Siwon. Semua menoleh pada Jongin yang baru saja datang.

"Wae?" Tanyanya tak mengerti.

"Aku memberikan mu waktu 2 jam untuk mendiagnos penyakit apa yang diderita anak ini." Kata Siwon kemudian pergi meninggalkan Jongin.

.

.

.

"Tidak memiliki trauma, tidak mempunyai penyakit epilepsi tapi kejang-kejang…" Jongin meremas rambutnya bingung. Dan tanpa disadarinya anak itu mencoba melepaskan infusnya. Jongin melihatnya kemudian menahannya.

"Aku tidak sakit!" teriak anak itu kesal. Jongin menatapnya tajam.

"Jika kau tidak sakit bagaimana mungkin kau pingsan tiba-tiba." Kata Jongin kesal juga.

"Aku hanya tinggal berdua dengan kakak ku, dan kami tidak memiliki uang. Siapa yang akan membayar biaya rumah sakit jika aku tetap berada disini." Kata anak itu lagi. Namun Jongin tak mempedulikannya, dia hanya diam sambil menatap Taewoo.

"Kalau aku tidak pulang memangnya dokter mau membayar biaya rumah sakit ini?" tanya Taewo menantang. Jongin tersenyum.

"Baiklah aku yang akan membayar." Jawab Jongin yakin. Taewo menatapnya tak percaya. Jongin terkekeh.

"Apa kau tidak percaya pada ku, hem? Kau sering dibohongi sehingga tidak percaya perkataan ku?" tanya Jongin bercanda, kemudian memukul kepala Taewo pelan. Namun anak itu langsung terbatuk dan memegangi kepalanya terlihat seperti kesakitan.

"Hey anak kecil jangan membohongi ku. Hentikan sandiwara mu." Kata Jongin yang mengira Taewo hanya menakut-nakutinya. Namun batuk Taewo tak kunjung berhenti. Jongin memukul kepala Taewo lagi, tiba-tiba anak itu muntah. Refleks Jongin menadahkan tangannya mewadahi muntahan Taewo sambil berteriak memanggil dokter.

"Kenapa dokter memukul kepala ku!" kata Taewo marah. Sementara Jongin hanya diam memikirkan sesuatu yang tiba-tiba terlintas dikepalanya.

.

.

.

Jongin menemui dokter Choi dan menjelaskan hasil diagnosanya.

"Kim Taewo mengalami Aneurisma (kelainan pembuluh darah diotak) aku sudah menanyakan semua gejalanya namun anak itu menutupinya karena dia takut membuat kakaknya khawatir." Kata Jongin penuh percaya diri. Dia yakin dia benar. Dokter Choi memperhatikan bekas muntahan dijas Jongin.

"Adik ku juga menderita menyakit itu. Dan dia selalu menutupinya dariku karena takut membuat ku khawatir." Tambah Jongin sambal tersenyum.

"Lalu kenapa hasil CT scan tidak menunjukan adanya Aneurisma?" tanya Dokter Choi.

"Mungkin karena kelainan pembuluh darah yang terjadi sangat kecil sehingga tidak terdeteksi. Dan lagi Taewo menjadi sangat temperamental padahal kakaknya mengatakan jika anak itu sangat pendiam. Jawab Jongin. Senyuman manis dibibirnya tidak hilang sedikit pun.

"Apa kau tidak berpikir jika anak itu overdosis?" Jongin terdiam, Taewo tidak terlihat seperti tu. Pikirnya.

"Sejak awal Choi songsaengnim memang tidak pernah memperdulikan pendapat ku. Itu mungkin alasan dokter tidak setuju dengan diagnosa ku." Kata Jongin kesal. Dokter Chou mengambil ponselnya dari sku kemeja, dia menerima telpon dan mendapat data bahwa Taewo tidak menderita Aneurisma. Jongin terdiam bagaikn patung. Wajahnya dipenuhi kekecewaan. Dokter Choi meninggalkan Jongin kemudia menyuruh sistennya untuk mengatakan bahwa Taewo bisa pulang sekarang juga.

.

.

.

Jongin berjalan pulang dengan hati yang amat bahagia karena beberapa saat lalu dia menerima telpon dari dokter Choi bahwa diagnosanya benar. Dokter Choi meminta maaf dan mengatakan bahwa Jongin adalah calon dokter yang hebat. Pemuda itu tersenyum kembali menatap coklat yang dia bawa untuk adik perempuannya.

"Choko!" teriak Jongin memanggil nama panggilan adiknya. Jongin mencuci wajahnya di keran air yang ada dihalaman rumahnya.

"Kim Baekhyun!" panggil Jongin lagi, namun tak ada jawaban. Jongin masuk ke kamar Baekhyun dan menemukan adiknya pingsan dilantai. Jongin memeriksa denyut nadinya dan suhu butuh Baekhyun. Jongin langsung memakaikan kaos kaki, sambil terus bergumam memarahi adiknya itu.

"gwenchana oppa." Kata Baekhyun lirih. Tapi jongin tidak mempedulikannya. Jongin sudah siap membawa Baekhyun ke rumah sakit, namun tiba-tiba ponselnya berbunyi. Telpon dari Luhan, gadis yang tadi siang ditontonnya di Tv.

"Baekhyun sakit dan aku akan membawanya ke rumah sakit, ada apa?" tanya Jongin. Wajahnya langsung pucat saat mendengar kata demi kata yang diucapkan Luhan. Jongin sudah berdiri hendak menyusul Luhan tapi tangan lemah Baekhyun menahannya. Jongin menatap Baekhyun bimbang. Ada dua gadis yang sangat dia sayangi dan kedua gadis itu membutuhkannya saat ini.

"Oppa hanya pergi sebentar, kau bisa menunggu oppa kan?" kata Jongin membujuk Baekhyun."Jangan pergi." Kata Baekhyun lirih.

"Hitung sampai lima ratus dan saat hitungan selesai oppa akan berada disini. Oppa janji." Kata Jongin sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Baekhyun menepisnya kesal. Ini sudah entah yang keberapa kalinya Jongin lebih mementingkan Luhan dari pada Baekhyun,-adiknya sendiri.

.

.

.

Jongin sampai di hotel tempat Luhan menelponnya tadi. Di membuka pintu kamar Luhan kemudian melihat seorang laki-laki terbaring dilantai dengan berlumuran darah. Jongin memeriksa tubuh laki-laki itu berharap dia masih hidup. Tapi ternyata harapan memang tak pernah sesuai dengan kenyataan, laki-laki itu sudah meninggal.

"Aku tidak membunuhnya." Kata Luhan. Jongin tersenyum.

"Dia pasti akan melakukan hal yang buruk sehingga nuna melukan hal itu." kata Jongin. Luhan menganggukan kepalanya sambil menatap Jongin dengan mata berkaca-kaca.

"Nuna, semuanya akan baik-baik saja. Telpon polisi sekarang kemudian jelaskan kejadian yang sesungguhnya. Aku yakin polisi akan mempertimbangkan semuanya. Dan nuna akan menerima keringanan hukuman." Kata Jongin. Luhan menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau melakukan hal itu. Itu semua akan menghancurkan semuanya. Citra dia sebagai reporter wanita yang hebat kan tamat.

"Nuna bisa memulai karir yang lain jika nanti keluar dari penjara." Kata Jongin lagi.

"Aku tidak mau Jongin. Aku sudah melangkah sangat jauh, dan aku tidak mau kembali menjadi miskin." Balas Luhan kesal. Jongin seolah-olah menyuruhnya kembali kelubang buaya.

"Lebih baik aku mati dari pada aku harus kembali menjadi miskin. Aku sudah tidak punya alasan untuk hidup lagi." Kata Luhan sambil mengambil pecahan botol minuman yang digunakannya untuk memukul laki-laki itu.

"Tidak bisakah aku menjadi alasannya? Tidak lama lagi aku akan menjadi dokter, aku akan menunggu nuna kemudian menikah dengan mu." Kata Jongin. Luhan menatap Jongin.

"Apa menurut mu Tuhan itu ada? Kenapa dia melakukan semua ini pada ku? Apa salah ku?" kata Luhan. Jongin memeluknya.

"Mungkin nuna bukan tipe idel-Nya." Kata Jongin mencoba mencairkan suasana. Luhan tersenyum.

"Aku lapar. Mungkin dikantor polisi nanti aku bisa mendapatkan makanan." Kata Luhan sambil memencet keypad handphonenya untuk menghubungi polisi. Jongin merebut handphone itu. Luhan menatapnya bingung. Jongin kemudian mencium Luhan dengan penuh perasaan.

"Apa yang kau lakukan Jongin?" tanya Luhan. Jongin mentapnya sambil tersenyum.

"Aku yang membunuh laki-laki itu. Nuna tidak tau apa-apa. Lupakan semuanya." Kata Jongin sambil membereskan barang-barang yang berantakan. Luhan menghentikan kegiatan Jongin.

"Aku tidak mau! Kenapa harus kau?"

"Aku tidak apa-apa jika tidak menjadi seorang dokter. Tapi nuna? Nuna tidak bisa jika tidak menjadi reporter yang hebat. Nuna akan menderita." Luhan menatap Jongin dengan wajah penuh luka.

"Aku juga belum makan. Mungkin pak polisi akan memberikan makanan. Nuna pergilah." Kata Jongin tergar.


Seorang pria keluar dari gedung perusahaan dan bersiap memasuki mobilnya. Tapi tiba-tiba mobil putih berhenti tepat dihadapannya dan sang pengemudi terus membunyikan klaksonnya menyuruh pria itu masuk. Pria itu membungkuk hormat saat melihat siapa yang mengemudikan mobil itu. Do Kyungsoo.

Kyungsoo tersenyum.

"Apakah ahjussi akan bertemu dengan ayah ku? Mari kita berangkat bersama karena aku juga akan pulang ke rumah. Dan aku ingin membicarakan sesuatu dengan mu ahjussi." Kata Kyungsoo ramah. Laki-laki itu terlihat sangat senang, kemudian masuk ke mobil Kyungsoo.

Kyungsoo melajukan mobilnya perlahan. Dia menjelaskan perihal kenapa dia mengajak 'ahjussi' itu untuk ikut bersamanya.

"Untuk apa membuang-buang uang membeli bensin jika tujuan kita sama, benar kan?" Kata Kyungsoo. Ahjussi itu tersenyum.

"Kenapa sajangnim tidak menggunakan jasa supir?" tanyanya. Kyungsoo tersenyum sinis.

"Akhir-akhir ini emosi ku sering meluap-luap. Aku bahkan sudah mengganti supir ku tiga kali dalam sebulan ini." Jawab Kyungsoo.

"Oh ya. Ngomong-ngomong kenapa ahjussi selalu memanggil ku sajangnim? Apakah karena aku jauh lebih rendah? Jika tidak, pakah ahjussi sengaja ingin merendahkan ku?" Ahjussi itu terkejut dengan penuturan kalimat Kyungsoo.

"Apakah menjadi bos ahjussi itu sangat mengganggu? Sebagai 'putri kecil' ayah ku, apakah aku tidak pantas menjadi direktur?" kata Kyungsoo lebih tajam. Ahjussi tampak ketakutan dan tak berani lagi memanggil Kyungsoo sajangnim.

"Aku memang gadis berusia dua puluh tahun walaupun aku tidak melanjutkan kuliah ku tapi aku tetap gadis yang pintar. Dan aku tau dibelakang ku direktur Oh membicarakan aku kan?" kata Kyungsoo.

"Itu tidak benar, itu hanya gosip." Elaknya.

"Aku tidak dendam walaupun itu adalah kenyataan. Tapi sebaiknya ahjussi meminum obat jantung ahjussi sekarang juga." Kyungsoo menancap gas mobilnya kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

"Aku tau ahjussi membeli beberapa perusahaan dari keuntungan perusahaan ayah ku. Ahjussi pikir aku tidak tau?" kata Kyungsoo tajam. Direktur Oh menarik nafasnya. Sial. Dia tertangkap basah.

"Ada dua pilihan untuk ahjussi, ditangkap dan dipenjara atau mengembalikan uang yang sudah ada ditangan mu." Kata Kyungsoo setelah menghentikan mobil disamping rumahnya. Direktur Oh diam bagaikan patung. Tiba-tiba matanya menangkap sosok seorang gadis yang ada didepan pintu pagar rumah Kyungsoo. Xi Luhan.

Ayah Kyungsoo menghampiri Luhan. Wajah gadis itu terlihat sangat kacau. Rok yang dipakainya sobek dan air mata masih mengalir dikedua pipinya. Kemudian gadis itu menyerahkan berkas pada ayah Kyungsoo.

"Apakah kau tau apa yang aku lakukan untuk mu? Apakah kau tau apa yang aku lakukan kepada laki-laki yang sangat aku cintai?" tanya Luhan sambil terus menangis. Ayah Kyungsoo memeluknya. Kyungsoo didalam mobil menarik nafasnya perlahat. Dia masih terlihat tenang. Namun tak ada yang tau apa yang dia rasakan saat ini.


Jongin duduk diam dikamar hotel tempat Luhan tadi. Dia menunggu kedatangan polisi yang akan menjemputnya.

"Aku tidak akan melupakan hutang budi ku padamu. Dengan cara apapun aku akan membalasnya." Perkataan Luhan kembali terdengar ditelinganya. Jongin menarik nafasnya perlahan dia teringat pada Baekhyun.

"Baekhyun-ah apa kau baik-baik saja? Oppa akan menelpon Chanyeol dan meminta dia membawa mu ke rumah sakit. Mianhae karena oppa tidak menepati janji."


6 Tahun kemudian.

Aomori, Jepang.

Jongin memandang keluar jendela hotel tempatnya menginap tadi malam. Dia mengenakan baju mandi. Kemudian seorang wanita memeluknya dari belakang.

"Ayo kita makan nanti malam." Ajak wanita itu. Jongin membalikkan badannya lalu menatap wanita itu. wanita itu tersenyum. Di benar-benar menyukai Jongin.

"Sudah cukup. Kita hentikan sekarang." Kata Jongin dingin. Wanit itu tampak terkejut tapi Jongin tidak memperdulikannya. Jongin mengeluarkan cek 10 juta dari dompetnya kemudian memekai bajunya.

"Kau pikir aku wanita seperti itu?" kata wanita itu marh. Jongin tersenyum kecut.

"Tidak. Aku pikir kau seorang penipu. Aku tau kau sangat terkenal dalam bidang itu. tapi kali ini kau memilih laki-laki yang salah. aku bukan mangsa yang mempunyai banyak daging." Kata Jongin. Wanita itu semakin terkejut. Selesai memakai bajunya Jongin berjlan keluar meninggalkan wanita itu. namun wanita itu tak menyerah, dia mengejar Jongin sebelum laki-laki itu keluar dari kamar.

"Sejak kapan ku mengetahui semua itu? dan kenapa kau tidak memberitahu ku dari awal?" tanya wanita itu.

"Karena itu bukan masalah untuk ku. Entah kau wanita penipu atau wanita seperti apapun aku tidak perduli." Jongin menatap wanit itu.

"Awalnya memang seperti itu. aku berusaha menipu mu, tapi sekarang tidak. Aku serius! Aku benar-benar mencintaimu Kai." Jongin melepaskan tangan wanita itu dari bajunya. Tapi wanita itu tidak akan membiarkan Jongin pergi. Dia tidak tau kenapa perasaannya berubah begitu saja saat bersama Jongin. Dan dia benar-benar merasakan jatuh cinta pada pemuda dihadapannya ini.

"Aku percaya…" kata Jongin.

"Sayang… Aku percaya padamu." Ulangnya. Wanita itu tersenyum bahagia, dia menghapus air matanya kemudian memeluk Jongin erat. Namun tanpa disadarinya Jongin bukanlah laki-laki seperti itu. Dan Jongin sudah mempersiapkan sesuatu yang lebih menyakitkan lagi.


Sementara disisi lain hotel itu Kyungsoo tertidur dengan gelisah. Dia mengigau tidak jelas. Dan seorang pemuda memperhatikannya dengan khawtir. Perlahan dia mengulurkan tangannya untuk mengelap keringat Kyungsoo, tapi tiba-tiba Kyungsoo terbangun. Pemuda itu menarik tangannya. Kyungsoo kaget saat melihat jendela sudah terang benderang. Dia ada janji bertemu dengan seseorang.

"Presedir Park sudah berangkat ke bandara." Kata pemuda itu. Kyungsoo menatapnya tajam.

"Kenapa sekertaris ku tidak membangunkan aku?" tanya Kyungsoo marah. Permuda itu menarik nafasnya.

"Aku yang menyuruhnya untuk tidak membangunkan mu. Seminggu ini kau sibuk sekali dan ku rasa kau membutuhkan istirahat. Aku tidak mau penyakit mu kambuh lagi." Jelasnya

"Itu bukan urusan mu Oh Sehun." Kata Kyungsoo tajam.

"Dokter sudah mewanti-wanti masalah kesehatan mu." Kata Sehun,-pemuda itu.

"Urus urusan mu sendiri, jangan mengurusi urusan orang lain. Jika kerjasama dengan presedir Park gagal akan ku pastikan kau kehilangan pekerjaan mu." Kyungsoo berjalan ke kamar mandi. Sehun sama sekali tidak mersa takut dengan ancaman Kyungsoo. Dia sudah biasa menghadapi sifat tempramental gadis itu. dan juga Sehun yakin sebentar lagi Kyungsoo akan melupakan masalah itu dan beralih pada masalah lain. sesaat kemudian Kyungsoo keluar dari kamar mandi dengan tubuhnya yang hanya dilapisi dengan handuk, membuat Sehun salah tingkah melihatnya.

"Oh ya bagaimana dengan komplin pelanggan pada produk kosmetik?" tanya Kyungsoo.

"Kemungkinn besar produk itu harus ditarik dari jepang. Dan hanya akan kita produksi di Korea saja." Jelas Sehun dengan segala kekuatnnya menahan nafsunya sebagai laki-laki. Kyungsoo membentur-benturkan kepalanya kedinding sambil berteriak tidak jelas membuat Sehun khawtir pada gadis itu. namun sedetik kemudian gadis itu kembali ke kamar mandi. Membuat Sehun menarik nafasnya lega. Namun Kyungsoo kembali membuka pintu kamar mandi dan menanyakan hasil test produk kosmetiknya.

"Bukankah didalam bahan kosmetik itu tidak mengandung unsur membahayakan?" tanya Kyungsoo. Sehun menganggukan kepalanya.

"Kalau begitu hubungi pelanggan itu. kemudian cek data keuangannya. Aku akan menemuinya dan meminta maaf." Kata Kyungsoo sambil tersenyum penuh arti. Sesaat Kyungsoo menyadari bahwa Sehun tidak berani menatapnya sama sekali dan Kyungsoo sadar dia hanya memakai handuk yang hanya menutupi bagian terpenting dari tubuhnya. Kyungsoo berjalan kembali ke kamar mandi.

"Kau suka pada laki-laki kan?" tanya Kyungsoo sebelum menutup pintu kamar mandi. Sehun meneguk air liurnya. Dia bingung akan menjawab apa dari pertanyaan Kyungsoo itu.

"Hmm." Akhirnya hanya gumaman itu yang dapat Sehun keluarkan. Kyungsoo tersenyum.

"Rahasia mu aman ditangan ku. Jangan khawatir op-pa." kata Kyungsoo sengaja menekankan kata oppa. Setelah itu dia benar-benar masuk ke kamar mandi.

.

.

.

Kyungsoo memberi hormat pada wanita yang katanya asli dari jepang itu. wanita itu adalah wanita yang memiliki masalah dengn produk kosmetik perusahaan Kyungsoo.

"Kyungsoo menyapanya dengan Bahasa jepang. Wanita itu menatap Kyungsoo sinis. Kyungsoo meminta maaf, kemudian Sehun datang menyerahkan amplop berwarna coklat yang dapat dipastikan bahwa isinya adalah uang. Namun wanita itu malah semakin sinis menatap Kyungsoo.

"Apakah kau berusaha menyogok ku dengan uang. Lalu kosmetik itu dapat dijual kembali? Jangan mimpi." Kata wanita itu marah. Kyungsoo membungkukan badannya lagi meminta maaf. Hal yang sebenarnya tak pernah dilakukannya.

"Apakah kau menginginkan hal yang lain?" tanya Kyungsoo. Kini wanita itu tersenyum dan mengajak Kyungsoo untuk makan.

Setelah selesai makan Kyungsoo memberikan wanita itu kimchi.

"Aku sengaja membawa kimchi ini dari Korea. Jika kau tidak suka kau bisa membuangnya." Kata Kyungsoo santai. Wanita itu tersenyum dan berkata bahwa dia sangat menyukai kimchi Korea.

"Mmm. Mashita." Kata wanita itu tidak menyadarinya. Kyungsoo langsung tersenyum mendengarnya.

"Aku juga membawakan makanan penutup." Kata Kyungsoo. Lalu wanita itu memakannya. Setelahnya wanita itu pamit untuk pergi karena sudah memiliki janji lain. Namun Kyungsoo menahannya.

Sambil tersenyum Kyungsoo menyimpan sekotak kosmetik yang dikomplain oleh wanita itu dihadapannya.

"Bahan kosmetik itu adalah yoghurt yang baru saja kau makan." Kata Kyungsoo. Wanita itu memegang lehernya. Dia panik, bagaimana jika dia keracunan.

"Tidak perlu khawatir." Kata Kyungsoo dalam Bahasa Korea.

"Bahan kosmetik kami sangat aman karena terbuat dari bahan organik dan tidak mengandung unsur yang membahayakan. Jika memang mengandung seperti apa yang kau katakan besok pagi kita dapat ke lab untuk memeriksa bahan kosmetik ini." Jelas Kyungsoo masih dalam Bahasa Korea. Wanita itu panik.

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Cobalah berbicara dalam Bahasa jepang." Kata wanita itu masih bersandiwara. Kyungsoo tersenyum sinis.

"Bukankah kau adalah orang Korea? Untuk apa menggunakan Bahasa Negara lain kalau kita memiliki Bahasa sendiri." Kata Kyungsoo.

"Aku bukan orang Korea."

"Bahkan kau mengerti apa yang aku katakan. Untuk apa terus berpura-pura?" Sehun masuk dengan membawa map lalu berbisik pada Kyungsoo. Kyungsoo tersenyum sambil menatap wanita itu tajam.

"Ada pemasukan uang senilai 20 juta dan itu dari perusahaan saingan kami. Apakah anda masih tidak mau mengaku? Aku bisa menuntut perushaan itu dan menyeret mu kedalam penjara karena berusaha menjatuhkan perusaan ku." Kata Kyungsoo tajam. Wanita itu diam bagaikan patung. Kyungsoo meninggalkannya dan menyuruh Sehun menelpon polisi agar wanita itu bisa masuk penjara sekarang juga.

.

.

.

Kyungsoo kembali ke hotel. Kepalanya terasa pusing dan dadanya terasa sakit. Dia membungkuk menahan sakit. Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya karena khawatir.

"Kyungsoo gwenchana?" tanyanya. Tapi Kyungsoo tak memperdulikannya. Kyungsoo langsung berdiri seolah dia tidak apa-apa.

"Apakah kau menikmati pemandian air panas disini?" tanya Kyungsoo.

"Kau terlihat tidak sehat Soo." Kata wanita itu lagi.

"Aku tidak apa-apa Luhan." Kata Kyungsoo pada Luhan. Wanita itu terlihat berbeda dari enam tahun yang lalu. Sekarang dia terlihat tampak anggun dan semakin cantik. Juga terlihat sangat kaya.

"Bagaimana dengan Ayah? Apakah dia masih berada dikamar?" tanya Kyungsoo pada Luhan.

"Ayah mu sudah kembali ke Korea bersama sekertasinya untuk menghadiri makan malam penting." Jawab Luhan. Kyungsoo terdiam. Luhan melihat keringat mengalir dari dahi Kyungsoo dan refleks Luhan mengelapnya.

"Berhenti berpura-pura baik Xi Luhan." Kata Kyungsoo sinis.

"Soo…"

"Hari ini aku berakting lebih baik dari mu, jadi aku menang. Dan kau bisa menunjukan siapa dirimu yang sebenarnya." Kata Kyungsoo memotong ucapan Luhan.

"Eomma!" teriak anak kecil yang sedang berjalan menghampiri Kyungsoo dan Luhan. Anak itu memeluk Kyungsoo namun Kyungsoo tampak tidak suka dengan perlakuan itu.

"Kau terlihat seperti ibu mu Do Min Ju. Menempel pada orang asing." Kata Kyungsoo sambil melepaskan pelukan anak kecil itu.

"Kau bukan orang asing. Tidak ada salahnya jika Minju menempel pada nunanya sendiri." Kata Luhan.

"Aku bukan nunanya. Aku sudah mengatakan padanya ratusan kali bahwa aku tidak pernah menganggap dia sebagai adik ku. Apa Minju bodoh?" kata Kyungsoo sambil menyentil dahi Minju. Anak itu menangis kemudian memeluk ibunya.

"Minju baru berusia empat tahun bagaimana mungkin kau bisa mengatakan hal sekasar itu padanya."

"Sebelum Minju berumur empat tahun dia adalah wanita berumur 25 tahun. Kau menjadi istri seorang laki-laki yang umurnya sama dengan ayah mu. Kau bahkan menyingkirkan istrinya yang setia. Kau benar-benar menjadi legenda, Xi Luhan." Dan itulah alasan Kyungsoo takut pada Minju. Dia tidak membenci anak itu, sungguh. Dia hanya khawatir Minju akan menyingkirkannya seperti Luhan menyingkirkn ibunya.

Kyungsoo berjalan meninggalkan Luhan dan Minju yang masih menangis.

Tak jauh dari tempat Kyungsoo dan Luhan. Jongin sedang berjalan menghampiri Chanyeol yang sedang menunggunya dijembatan berwarna merah. Jongin tidak mendengar tangisan Minju karena suara tangisan Chanyeol jauh lebih keras.

"Bagaimana mungkin seorang Park Chanyeol menangisi seorang gadis yang telah menipunya." Kata Jongin tajam. Chanyeol beralasan bahwa dia tidak menangisi wanita itu. Jongin tersenyum sinis.

"Apa aku bodoh menangisi wanita penipu itu?" kata Chanyeol.

"Yah mungkin." Kata Jongin singkat. Jongin menyerahkan buku tabungan pada Chanyeol, buku tabungan wanita yang tadi pagi menangis dipelukan Jongin.

"Ambil uang mu dan sisanya masukan ke dalam tabungan Baekhyun." Kata Jongin lagi. Chanyeol melihat jumlah tabungan wanita itu. dia tak percaya Jongin berhasil mengambil uang wanita itu hanya dalam hitungan jam.

"Ayo kita pulang urusan disini sudah selesai." Kata Jongin. Pemuda itu berjalan pergi meninggalkan Chanyeol.

"Kau menciumnya?" teriak Chanyeol. Jongin menoleh.

"Apakah itu perlu untuk kau tanyakan?"

"Kau tidur dengannya?" kata Chanyeol mengganti pertanyaannya. Jongin tak menjawab dia melanjutkan lagi langkahnya.

"Berapa kali? Satu kali? Dua kali? Empat kali?" teriak Chanyeol lagi.

"Kalikan empat tambahkan sepuluh!" teriak Jongin sambil tersenyum. Chanyeol mengacak rambutnya frustasi. Dia hanya menyuruh Jongin untuk mengambil uangnya tidak menyuruh Jongin untuk meniduri wanita itu.


Jongin dan Chanyeol berada dalam pesawat yang membawa mereka kembali ke Korea. Jongin tidur dengan menggunakan aerphonenya, sementara Chanyeol bosan. Pandangan terus berkeliaran kesana-kemari. Kemudian pandangan Chanyeol tertuju pada seorang gadis yang sedang memandangi Jongin.

"Dia hidung belang dan playboy." Tulis Chanyeol di koran lalu menunjukannya pada gadis itu.

Jongin terbangun dari tidurnya dan berjalan ke toilet. Chanyeol keluar dari kursinya dan menghampiri wanita itu. Chanyeol meminta nomor ponselnya namun sayang ternyata wanita itu sudah memiliki kekasih, dan ponsel Chanyeol direbut.

"Dia pacar ku!" tulis wanita itu dikoran seperti apa yang dilakukan Chanyeol.

.

.

.

Jongin berdiri menunggu orang didalam toilet keluar. Akhirnya pintu toilet terbuka, seorang wanita jatuh kepelukan Jongin, dan Jongin tidak menunjukan ekspresi apapun.

"Aku mengerti, tapi pesawat bukan tempat yang tepat nona." Kata Jongin santai, dia tidak menyadari jika wanita itu sedang menahan sakitnya. Sampai wanita itu pingsang.

Jongin membaringkan tubuh wanita itu dilantai pesawat dan memeriksa denyut nadinya. Para pramugari datang menghampiri wanita itu, dan Jongin langsung kembali ke tempat duduknya melupakan niat awalnya untuk pergi ke toilet. Tak lama setelah Jongin duduk, dia mendengar pengumuman mengenai penumpang yang sakit parah dan mencari seorang dokter, namun didalam pesawat tidak ada penumpang yang berstatus sebagai dokter. Jongin tetap tidak peduli, dia memakai kembali aerphonenya.

Chanyeol menyikut lengan Jongin, tapi Jongin tidak memperduliknnya. kemudian Chanyeol mencubit lengannya dan hal itu berhasil membuat Jongin meringis.

"Bukankah kau seorang dokter?" ujar Chanyeol. Jongin tidak menjawabnya.

"Kau dokter!"

"Aku dikeluarkan dari sekolah kedokteran ku." Kata Jongin sinis.

"Tidak ada dokter dipesawat ini. Kenapa kau tidak mencoba untuk membantu orang itu." kata Chanyeol. Jongin tetap tak memperdulikannya. Dia benar-benar tidak suka jika membicarakan status itu. dokter… terdengar begitu miris.

.

.

.

Keadaan wanita itu semakin memburuk. Chanyeol melihat pramugari yang terus kesana-kemari mencari seorang dokter. Chanyeol tidak tahan dia melepaskan earphone Jongin dan Jongin langsung menatapnya kesal.

"Jika Baekhyun yang ada diposisi itu apa yang akan kau lakukan?" tanya Chanyeol. Jongin tak tahan lagi. Dia bangkit dari duduknya kemudian pergi ke tempat dimana wanita itu pingsan. Chanyeol tersenyum senang. Jongin memang tak pernah berkutik jika menyangkut Baekhyun, adik sematawayangnya.

.

.

.

Jongin menghampiri wanita itu dan langsung memeriksanya. Wanita itu terbaring lemas mengenakan masker oksigen. Jongin mengeluarkan stetoskop. Dia berpikir jika kondisi wanita ini sangat buruk, dan Jongin langsung menanyakan walinya.

Luhan menghampiri Jongin. Jongin mengangkat kepalanya. Keduanya terkejut saat melihat satu sama lain.

Jongin…. Dan Luhan…..

"Ini adalah walinya." Kata Pramugari pada Jongin.

"Dia adalah dokter." Kata pramugari pada Luhan.

"Aku bukan dokter." Kata Jongin pahit. "Aku hanya pernah kuliah dijurusan kedokteran tapi aku dikeluarkan." Lanjutnya. Jongin bangkit berdiri hendak kembali ketempat duduknya, namun pramugari itu menahannya.

"Apa hubungan mu dengan wanita ini?" tanya Jongin pada Luhan. Namun Luhan tidak menjawabnya.

"Kau tidak bisa mempercayai ku karena aku bukan dokter?" tanya Jongin dengan perasaan terluka. "Jadi haruskah aku membiarkannya mati saja?" lanjut Jongin. Luhan menatapnya.

"Anak ku, Kyungsoo adalah anak ku." Jawab Luhan takut. Jongin menatap Luhan shock.

"Eomma.." terdengar suara Minju memanggil Luhan. Luhan segera menenangkan anaknya. Jongin bertambah shock.

Jongin tersadar akan tugasnya. Saat ini yang terpenting adalah kondisi Kyungsoo bukan perasaannya yang hancur karena tau wanita yang dicintainya sudan menikah dan meninggalkannya.

Jongin berlutut disebelah Kyungsoo.

"Berapa lama pesawat ini akan mendarat?" tanya Jongin.

"Tiga puluh menit lagi." Jawab pramugari. Mendengar itu Jongin membersihkan tangannya dengaan alkohol berkadar rendah.

"Terdapat banyak darah diparu-parunya. Jika aku tidak melakukan CRP(*) sekarang wanita ini akan mati." Kata Jongin. Jongin mulai menusukan alat suntik di dada Kyungsoo lalu mengeluarkan udara dari paru-parunya. Luhan sangat khawatir. Disuntikan kedua yang keluar adalah darah.

"Kenapa seperti itu?" tanya Luhan panik.

"Apa dia pernah mengalami kecelakaan?" Tanya Jongin. Luhan tidak menjawabnya. Dia benar-benar ketakutan dengan apa yang dilakukan Jongin.

"Aku bertanya apakah dia pernha mengalami kecelakaan?" ulang Jongin.

"Aku bertanya kenapa seperti itu?!" seru Luhan

"Pernahkan rusuknya terluka karena kecelakaan?" tanya Jongin lagi, terlihat jelas diwajahnya bahwa dia marah.

"Kau bilang kau ibunya, tapi kenapa kau tidak tau apa-apa." Lanjut Jongin. Dia kembali menyuntikan lagi alat suntik itu tepat didada Kyungsoo. Luhan menghentikannya.

"Jika terjadi sesuatu pada Kyungsoo, jika dia mati…." Jongin menepis tangan Luhan.

"Hentikan Kim Jongin! Kau bukan seorang dokter! Hentikan!" teriak Luhan marah. Jongin menatap Luhan tajam. Seandainya pandangan dapat membunuh, detik ini juga dia ingin membunuh Luhan dengan tatapannya.

Continue

(*) CRP = Gatau haha istilah kedokteran sih. aku bukan kuliah dijurusan kedokteran jadi ga tau haha.


Mau tau kelanjutan kisahnya silahkan visit our blog. (kaisoostorys. blogspot. com) terimakasih.