Kim Jongsoo a.k.a KJ-27 is back!
Hai! Now I'm here with my new story that took too much days to make it perfect for me.
Take your time to read this one! Hope you like my new story with Kaisoo (as always) inside the story.
Welcome to my fanfict world and enjoy!
- KJ-
Ada banyak hal yang selalu hilang saat dicari dan muncul tiba-tiba saat kehadirannya tak terlalu dibutuhkan. Sebut saja kacamata, kunci kendaraan, pena, dan cinta. Tak bisa dipungkiri, cinta memang kadang hadir tiba-tiba saat kita sedang mati-matian menghindari tapi tak pernah datang ketika kita setengah mati mencari. Sekilas terlihat tidak adil, ya? Tapi kehadiran cinta yang selalu tiba-tiba memberi tanda tak bisa sembarangan manusia jatuh cinta. Pertanda bahwa jatuh cinta tidak untuk sembarang orang dan sembarang suasana.
Jatuh cinta tidak untuk sembarang orang. Tidak semua orang bisa merasakan arti sebenarnya dari jatuh cinta, terkadang mereka hanya salah menafsirkan perasaan dan mengkamuflasekannya dengan kata cinta. Salah penafsiran yang membuat banyak orang mengharapkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Salah penafsiran yang membuat tak sedikit orang berakhir dengan perasaan kecewa. Dan salah penafsiran yang membuat arti cinta begitu murah dan tak lagi terlihat istimewa.
Jatuh cinta tidak terjadi di sembarang suasana. Tak ada yang bisa memprediksikan suasana seperti apa yang bisa menjadi cikal bakal perasaan cinta pada diri tiap manusia. Ruang terbuka yang bersifat privat dengan tata lampu cantik yang jika dinyalakan akan membuat malam menjadi terasa sedikit menyentuh dengan dekorasi apik yang menimbulkan kesan romantis. Beberapa orang mungkin setuju suasana romantis akan mudah membuat cinta muncul pada diri manusia. Tapi bagaimana jika suasananya adalah ruang terbuka yang ramai, penuh teriakan disana-sini, tak ada hal yang rapi dan juga jauh dari kesan romantis. Bisakah suasana semacam itu membuat cinta tumbuh diantara mereka yang sangat bersahabat dengan suasana ramai seperti itu?
Cinta dengan keistimewaan yang melekat padanya, membuat banyak hal yang terlihat tidak mungkin berakhir menjadi mungkin. Tentu itu berkat campur tangan ajaib dari Tuhan. Tuhan yang membuat perasaan cinta bisa tumbuh dan muncul dimana pun, pada siapa pun dan kapan pun. Dan Tuhan juga yang membuat cinta terasa begitu istimewa dan tidak biasa.
Haruskah perasaan penuh keistimewaan itu disalahgunakan dan disalahartikan? Cinta harus dan selalu diekori oleh bahagia dan derita. Karena itulah ia semakin istimewa. Karena itulah ia tak bisa dijual murah. Dan karena itulah muncul sifat setia.
Jika dihitung-hitung, tak terlalu banyak manusia di dunia yang memperdulikan sifat yang susah ditekuni itu. Satu level dengan ikhlas, setia tak begitu mudah dilakukan. Tapi ketika seorang manusia benar-benar jatuh dalam cinta yang istimewa, maka setia akan selalu jadi kebiasaannya.
Karena cinta menggenapi yang ganjil, dan setia menenangkan yang ragu. Karena cinta mengistimewakan yang terlihat biasa, dan setia menjadikannya lebih indah untuk dirasa.
Jatuh cinta itu sederhana dan istimewa.
Sesederhana melihatnya tersenyum tulus karena ia memilikimu dan kau memilikinya.
Sudah memasuki hari kesekian-sekian, dan seorang pemuda bernama Kim Jongin itu mengulas senyum bahagianya pagi ini seolah ia baru saja memenangkan sebuah pertandingan berkelas.
"Masih kurang sedikit lagi." Gumamnya sambil menatap deretan angka dan tulisan dalam kalender di hadapannya. "Sedikit lagi, dan aku akan melaksanakan janjiku." Lanjutnya senang.
Jongin membuka harinya dengan senyum terindah miliknya yang ia bagi pada alam ketika ia membuka jendela balkon kamarnya dan berteriak tanpa dosa.
"Kau membangunkan semut yang tertidur, Jongin!" teriak seorang lelaki paruh baya yang baru saja menghentikan kegiatannya berkebun hanya karena teriakan berisik dari Jongin.
"Maaf appa! Sampaikan permintaan maafku pada tuan semut! Dan tunggu aku, aku akan membantu appa!" balas Jongin semangat.
Pemuda tujuh belas tahun itu dengan cekatan memakai kembali kaosnya yang ia lepas sejak semalam lalu berlari secepat yang ia bisa menuju kebun belakang rumahnya menemui ayahnya.
"Aku akan memotong rumput. Appa sirami saja bunganya." Ucap Jongin setelah ia melihat sosok ayahnya hendak mengambil gunting tanaman.
"Tumben sekali kau sudah bangun sepagi ini?" tanya sang ayah pada Jongin tanpa melihat wajah putranya yang sedang tersenyum senang sekarang.
"Mungkin dia baru bermimpi bertemu dengan putri tidur impiannya yang tak pernah ia temukan di dunia nyata?" sela seorang pemuda dengan kemeja birunya dan topi kecil yang bertengger pas di kepalanya.
Dan seketika wajah Jongin berubah masam. "Kau cerewet sekali, Hyung."
Tawa kecil menguar sejenak lalu disambut sapaan merdu dari wanita paruh baya yang mendatangi tiga pemuda itu dengan membawa satu nampan berisi kue kering dan teh.
"Senang melihat tiga jagoanku sudah berkumpul sepagi ini." Serunya lembut. "Kau tidak kuliah, Yi?"
Pemuda berkemeja biru itu menoleh dan tersenyum lebar hingga giginya yang rapi terlihat jelas. "Baru saja akan berangkat, eomma. Aku sengaja ke kebun, niatnya pamit pada appa. Tapi ternyata si kecil hitam itu juga disini,"
Dan Jongin kembali menekuk wajahnya mendengar ucapan pemuda bertubuh tinggi yang berdiri di samping ibunya itu. "Ya tiang listrik! Aku tidak hitam!"
"Lihat eomma? Dia masih saja menyangkal."
Suara bass dari sang ayah jadi penengah pertengkaran kecil antara dua putranya. "Berhentilah mengejek Jongin, Yifan. Dan berhentilah berteriak pada kakakmu, Jongin. Kalian ini sudah sama-sama besar tapi masih saja seperti anak kecil." Lerainya. "Yeobo, kau membuatkanku kopi, kan?"
Wanita paruh baya dengan senyum menenangkan itu mengangguk pelan dan menyodorkan satu cangkir kopi hitam yang langsung disambut bahagia oleh pria berkaus kuning itu. "Itu kopi terakhirmu minggu ini, Sayang. Tunggu sampai minggu depan dan aku akan membuatkannya lagi." Ucapnya.
"Kim Sungmin, berhentilah bersikap pelit pada suamimu sendiri." Mohon pria paruh baya itu. "Harusnya kau kan tidak melarangku mendapatkan minuman favoritku, Minnie."
"Kim Kyuhyun, berhentilah bersikap manja dan sok lupa pada nasehat Dokter Choi tentang kopi yang kurang baik untuk kesehatanmu. Harusnya kau tidak perlu merengek seperti anak kecil apalagi di hadapan kedua putramu yang baru saja kau marahi, Hyunnie."
Dan tak ada alasan bagi Jongin serta Yifan untuk tidak tertawa melihat kelakuan kedua orangtua mereka.
"Aku heran kenapa bisa appaku itu manja. Padahal anaknya saja mandiri begini," sahut Yifan tenang sebelum satu pukulan dari sarung tangan berkebun menyapa belakang kepalanya.
"Anak macam apa kau?"
"Aku lebih heran kenapa bisa punya ayah dan hyung yang tidak bisa saling mengaca dan melihat dirinya sendiri bagaimana." Sela Jongin santai. "Eomma, kenapa dulu menikahi appa, sih? Coba dulu eomma menikahi artis kaya dan tampan seperti David Beckham, pasti aku akan jadi seorang anak pemain bola yang mewarisi ketampanan ayahnya dan keahlian ayahnya bermain bola. Bukan berkebun,"
Dan satu paket serangan sarung tangan serta cubitan beruntun pun langsung menyapa tubuh Jongin.
"Aku bisa terlambat jika harus meladeni ini lebih lama. Eomma, appa aku berangkat! Jongin, hati-hati jika kau bawa motorku! Jika sore nanti aku menemukan goresan, kiriman game rutin dari Jonghyun hyung akan langsung kuhentikan." Pamit Yifan seraya mengecup pucuk kepala Sungmin dan melambaikan tangannya seadanya pada Kyuhyun dan Jongin.
"Jadi anak kuliah sepertinya tidak enak, ya?" sela Jongin lagi.
"Kau belum merasakannya saja. Justru kuliah itu bisa jadi sangat dan lebih menyenangkan dari sekolah, Jong." Jawab Kyuhyun.
"Tapi hyung selalu pulang malam dengan tugas menumpuk dan tidak punya banyak libur sepertiku sekarang ini. Aku jadi malas kuliah,"
Dan sebuah sapaan panas mendarat di telinga kiri Jongin.
"Berani kau tidak kuliah? Eomma kirim kau ke Afrika sampai tua."
Ngeri mendengar ancaman sang ibu, Jongin hanya mampu meringis sambil mengangkat kedua tangannya kesamping. "Bercanda, eomma."
"Jadi kau mau ambil jurusan apa? Sama seperti Yiyi?" tanya Kyuhyun sambil menyantap roti bakar buatan Sungmin dengan lahap.
"Tidak. Mengurusi uang dan segala runtutan angka bukan keahlianku, appa." Tolaknya. "Mungkin aku mempertimbangkan fakultas kedokteran atau seni?"
Sungmin tersenyum kecil mendengar jawaban Jongin. "Bagaimana kalau kedokteran gigi? Eomma rasa keberadaan dokter gigi sekarang cukup dibutuhkan." Sarannya.
Kyuhyun mengangguk setuju. "Eommamu benar. Toh jadi dokter dan dokter gigi tidak akan jauh beda, kan?"
Jongin mengendikkan bahunya. "Akan kupertimbangkan. Aku mandi dulu ya eomma, appa. Jika ada burung hantu mencariku suruh saja tunggu di ruang tamu. Jangan suruh dia masuk ke kamarku!" seru Jongin pada Sungmin dan Kyuhyun sembari berlari menuju kamarnya.
"Burung hantu?" tanya Sungmin yang malah mendapat tawa dari Kyuhyun.
.
"Burung hantu kepalamu!" gerutu seorang gadis cantik dengan surai sebahu warna coklat gelapnya. "Memangnya mukaku semenyeramkan itu?"
Jongin menahan tawanya dengan susah payah saat telinganya mendengar gerutuan dari gadis cantik di sampingnya.
"Kau tidak sadar kedua mata bulatmu itu sama seperti mata burung hantu?" balas Jongin yang diakhiri dengan beberapa cubitan menyakitkan menyapa lengan dan perutnya.
"Duh duh, masih pagi begini sudah mesra saja kalian." Sela seorang pemuda dengan jaket warna hitam yang tersampir di pundak kanannya.
"Park Chanyeol! Aku baru saja mau mencarimu di kelas. Dan, hei, apanya yang mesra? Badanku baru saja diserang cubitan menyakitkan!" gerutu Jongin.
"Salah sendiri menyamakanku dengan burung hantu!"
"Tapi kau memang mirip burung hantu, Kyuuuuung~"
Chanyeol menggelengkan kepalanya heran. "Jika Baekhyun disini dan melihat kalian, maka telingamu tidak akan selamat dari jewerannya, Jong. Kau tahu seberapa dekat hubungan Kyungsoo dan Baekhyun. Aku yang punya status sebagai pacarnya saja kalah."
"Kalah apanya, hm? Dan siapa yang memanggil Kyungieku burung hantu?" potong seorang gadis dengan surai kuncir kuda yang baru saja datang dari belakang Jongin.
"Lihat?"
Dan Jongin hanya bisa menahan teriakannya saat telinganya benar-benar jadi bahan jeweran Baekhyun dan Kyungsoo.
"Sorry bro, aku tak bisa menyelamatkanmu. Aku tak mau jadi bahan cubitan juga." Maaf Chanyeol pada Jongin.
"Salah siapa membuat Kyungieku sebal," sela Baekhyun santai. "Kupingmu tidak akan memerah selamanya, kok, Jongin. Tenang saja," lanjutnya.
"Kalian itu tidak mengerti candaan, ya? Ish," protes Jongin sambil memegang kedua daun telinganya yang masih terasa panas.
"Aku akan memesan makanan biasa. Kau ikut, Jong?" tawar Chanyeol.
Jongin menggeleng pelan. "Tidak, terima kasih. Aku tidak mau jadi bahan tertawaan Lee ahjumma."
Baekhyun terkekeh pelan dan dengan segera menarik lengan Jongin dan Kyungsoo bersamaan menuju meja kantin favorit mereka. "Jadi, sampai mana hubungan kalian?"
Jongin dan Kyungsoo yang duduk bersebelahan hanya bisa saling bertukar pandang dan tertawa. "Apa yang kau bicarakan gadis bawel? Kami kan teman baik,"
Kyungsoo mengangguk pelan. "Jangan berpikir terlalu aneh-aneh, Baek."
"Kalian lupa?" tanya Baekhyun dengan nada malasnya.
"Lupa apa?" sahut Jongin dan Kyungsoo bersamaan.
"Dulu aku dan Chanyeol kan juga berteman baik." Lanjutnya santai sambil meneguk minuman kaleng yang ia Chanyeol sodorkan padanya baru saja.
Dan muncullah dua ekspresi tersirat yang berbeda dari dua insan berbeda gender itu. Chanyeol hanya tersenyum kecil melihatnya. "Sudahlah, Baekki. Mungkin mereka memang tidak saling mencintai seperti kita,"
Baekhyun menoleh pada Chanyeol dan menatap pemuda bertubuh tinggi itu dengan tatapan tajam. "Memangnya aku mencintaimu?"
Chanyeol tertawa lagi. "Tidak tahu. Yang jelas, aku sangat amat mencintaimu. Jadi aku akan membuatmu mencintaiku jika kau belum mencintaiku,"
"Berhentilah bermesraan di depanku. Aku bosan melihat kalian bermesraan," potong Jongin cepat. "Tidak bosan ya kalian bermesraan setiap hari?"
Dan Chanyeol hanya memandang Jongin malas lalu memberi skakmat pada kedua insan yang mengaku bersahabat baik itu.
"Tidak bosan ya kalian memendam perasaan masing-masing selama bertahun-tahun?"
.
.
Sore ini Jongin pulang terlambat. Selain karena peraturan aneh sekolahnya yang diterapkan khusus pada siswa kelas tiga yakni masuk pukul delapan pagi dan pulang pukul empat sore, Jongin juga harus mengantar Kyungsoo pulang dulu dan itu membutuhkan waktu sekitar setengah jam karena Kyungsoo baru saja pindah rumah yang berjarak lima belas menit dari sekolahnya dan lima belas menit dari rumah Jongin.
Merasa cukup lelah dengan kegiatan membosankan hari ini, Jongin berniat langsung tidur tanpa makan malam. Tapi ketika ia selesai memarkirkan motor Yifan di garasi dan mulai melangkah masuk ke rumahnya, niat tidur cepat Jongin pun hanya jadi wacana.
"Kau sudah pulang, Sayang?" sapa Sungmin lembut dari ruang makan.
Seluruh tatapan yang kini mengarah pada Jongin membuat pemuda ini sedikit risih. "Kenapa sih menatapku begitu?"
"Kami tidak menatapmu, Jong. Kami menunggu reaksimu," balas Yifan santai.
"Reaksi? Reaksi apa?"
"Hai Kai,"
Dan jantung Jongin hampir saja lepas karena terkejut. Suara lembut yang tiba-tiba muncul di belakangnya membuat jantungnya harus berdegup cepat untuk beberapa saat.
"Rusa!" teriak Jongin girang sambil langsung memeluk sosok di depannya erat. "Aku merindukanmu, Bodoh. Kemana saja, kau?" tanya Jongin tanpa melepas pelukannya.
"Jong, aku sulit nafas!"
"Maaf," seru Jongin seraya melepas pelukannya. "Habis kau tiba-tiba datang, sih!"
"Kejutan?"
Jongin tersenyum lebar dan kembali memeluk sosok mungil di depannya. "Aku merindukanmu, Lu. Kau kemana saja?" tanyanya lirih.
"Aku harus mengurus banyak hal yang tak akan membuatmu tertarik, Jong." Jawabnya singkat. "Yang penting aku sudah pulang, kan?"
Jongin kembali melepas pelukannya dan mengusak surai sosok mungil itu pelan. "Tunggu aku di ruang makan. Aku butuh mandi,"
Sosok mungil itu pun mengangguk patuh dan berjalan meninggalkan Jongin yang berlari menuju kamarnya dengan riang.
"Dia begitu merindukanmu, Lu. Tidak pernah berhenti bertanya kapan kau akan pulang." Ucap Yifan.
"Ya, ini juga kemauan appa, Ge. Jika tidak, mungkin aku baru bertemu dengannya tahun depan," jawab sosok mungil itu lembut. "Dia bertumbuh dengan sempurna, ya?"
Sungmin tersenyum menanggapi pertanyaan sosok mungil yang dirindukan putra bungsunya itu. "Jadi pemuda yang sangat tampan, begitu?" godanya.
Dan sosok mungil itu pun hanya bisa tertawa sampai Kyuhyun muncul dan ikut menggodanya. "Rupanya ada yang terpesona oleh ketampanan dari salah satu putraku, ya?"
"Hai!"
"Panjang umur kau, Hitam. Jika kau lebih lama aku berniat menyusulmu dan membawamu kemari tanpa baju," ucap Yifan.
"Hyung, please. Ada Luhan disini,"
"Memangnya kenapa? Dia juga tidak keberatan pasti,"
"Enak saja!"
Yifan kembali tertawa karena merasa berhasil kembali menggoda Luhan kali ini. Tatapan tajamnya kini tertuju pada Jongin yang duduk di sampingnya. "Kau tidak menggores motorku, kan?"
Jongin menggeleng cepat. "Aku tidak keluyuran. Hanya menjemput Kyungsoo, berangkat sekolah, pulang sekolah, mengantar Kyungsoo pulang lalu pulang ke rumah." jelas Jongin.
"Baguslah, besok kau boleh membawanya lagi. Mobil appa menganggur kan? Aku akan memakainya lagi besok,"
Jongin menggeleng sambil menutup kedua matanya. "Kau pasti menggunakan mobil appa untuk modus menggaet gadis kuliahan, ya hyung? Dasar tidak modal!"
Yifan tersedak minumannya ketika ia mendengar adiknya berceloteh. Dan saat ia mengangkat wajahnya, yang ia dapati adalah tatapan penuh tanya dan interogasi terselubung dari Sungmin, Luhan dan Kyuhyun.
"Ya Tuhan, kenapa aku punya keluarga menyeramkan begini?" keluh Yifan. "Baiklah. Jongin memang benar. Tapi aku tidak salah, kan? Aku kan hanya meminjam fasilitas yang appa miliki."
Kyuhyun mengangguk. "Kau tahu bukan itu yang kami ingin tahu, kan, Yiyi?"
Yifan menghela nafasnya berat dan akhirnya memutuskan mulai bercerita ketika Jongin memilih memandangi Luhan dan tersenyum kecil dalam tiap kesempatannya bisa mencuri pandang dari gadis yang membuatnya paham arti rindu berkepanjangan itu.
.
Pembicaraan menyenangkan Kim's Family sudah berakhir, dan kini saatnya Jongin dan Luhan menikmati waktu emas mereka di kebun belakang sambil menatap kumpulan bintang di langit sana.
"Aku dengar dari ahjumma, kau mau masuk kedokteran gigi?"
Jongin berdehem tanpa membuka kedua matanya. "Entahlah, Lu. Kau lebih tahu aku menunggu apa, kan?"
Luhan bangun dari posisi tidurnya lalu duduk dan menoleh pada Jongin. "Mau sampai kapan?"
"Sampai uangku terkumpul cukup banyak. Saat ini baru setengah dari targetku, Lu. Jaeseop hyung sedikit perhitungan masalah gaji, jadi aku harus benar-benar kerja keras supaya bisa naik pangkat." Keluh Jongin.
"Bersemangatlah. Jika dia tahu bahwa kau begitu memperjuangkannya, dia pasti tidak akan menolakmu."
"Tapi aku tidak tahu bagaimana cara meyakinkan diriku sendiri."
Lalu tiba-tiba Luhan menepuk dahi Jongin dan menampilkan senyum paling penuh arti yang ia miliki.
"Aku punya ide cemerlang!"
Menurut kalender pribadi Kim Jongin, hari ini adalah hari ke seribu sekian dari hari dimana ia mulai melaksanakan langkah-langkah kecil pewujud janjinya. Dan saat ini, ia sudah tak lagi disebut siswa sekolah. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, itu adalah predikatnya sekarang. Dan sebagai mahasiswa baru yang awam dengan dunia medis, Jongin terbilang cukup cerdas mengikuti perkuliahan dan cukup cerdas untuk menjadi dikenal beberapa dosen killer.
Bagaimana Jongin bisa berakhir di Fakultas ini? Luhan jawabannya. Gadis kelahiran China itu menguatkan keputusan Jongin untuk kuliah disini, dan gadis itu juga alasan Jongin untuk tidak berhenti berjuang hingga janjinya terlaksana.
Tapi dibalik beberapa usaha keras Jongin untuk mewujudkan janjinya, ada beberapa hal yang baru-baru ini masuk ke dalam rencana jangka pendeknya. Salah satunya adalah berduaan dengan Luhan sesering mungkin yang kini sudah jadi mudah karena gadis itu adalah teman satu kampus dan satu fakultasnya. Dan yang jadi korban rencana dadakan Jongin, tentu saja sahabat lamanya, Do Kyungsoo.
"Kau terlambat lagi, Tuan Kim."
Jongin terengah-engah setelah baru saja ia berlari dari ujung Fakultasnya menuju tempat parkir motor Fakultasnya yang berjarak 2 kilometer dan masih harus menggeber motornya untuk menuju kemari, Kantin Pusat.
"Kelas terakhir hari ini berakhir lebih lama. Dosenku memberi ujian mendadak," jawab Jongin sambil mengatur nafasnya. "Mianhae, Kyungsoo."
Kyungsoo tersenyum kecil dan mengangguk paham. "Kau ini seperti menghadapi gadis yang akan marah besar jika kau terlambat datang. Memangnya aku pernah marah padamu?"
Jongin menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. "Tidak juga sih. Kau itu manusia yang paling sabar menghadapiku." Balas Jongin. "Jadi, kau bawa makan siang?"
Kyungsoo mengangguk lucu dan menyodorkan sebuah tempat makan dari dalam tasnya. "Ini milikmu, aku membuatkannya tadi pagi sebelum berangkat."
Jongin menerimanya dengan wajah sumringah. "Kau memang malaikat, Kyung! Eh, mana Baek? Tumben kalian tidak bersama-sama?"
Kyungsoo terlihat sedikit kaget mendengar pertanyaan Jongin. "Eh, Baek? D-dia..."
"Dia ada ekstrakulikuler menyanyi. Benar?"
Jongin menoleh tepat saat ia hampir melahap suapan pertama dari masakan Kyungsoo. "Ah, Lu! Duduklah,"
"Kau tidak menawariku makananmu?" tanya Luhan.
Jongin menggeleng. "Apapun akan kubagi denganmu, kecuali makanan buatan Kyungsoo."
Luhan terkekeh pelan lalu mengalihkan pandangannya menuju Kyungsoo, gadis menggemaskan yang jadi sahabat Jongin sejak kecil. Gadis cantik yang membuat Jongin sering sekali digosipkan berpacaran dengannya karena mereka terlihat begitu serasi.
"Kau pasti Kyungsoo, sahabat Jongin itu, ya?"
Kyungsoo mendongak dari acara mari-melihat-isi-tas dan menemukan tatapan ramah dari Luhan untuknya. "Ah, ne. Aku Do Kyungsoo, salam kenal."
"Koreksi, Lu. Dia sahabat terbaikku," sela Jongin.
"Aku Xi Luhan, kau bisa panggil aku Luhan. Aku... sebagai apa aku memperkenalkan diriku, Kai?" Balasnya. "Dan, oh, apakah Kai eh maksudku Jongin sejak dulu memang sudah menyebalkan begini, Kyung?"
"Kai?"
"Itu panggilan darinya untukku. Entahlah, dia memang aneh, Kyung. Biarkan saja," jawab Jongin asal.
"Tapi kau menyukaiku, Bodoh." Gerutu Luhan. "Maaf, aku terbiasa memanggil Jongin dengan Kai. Itu nama kecilnya dariku,"
Kyungsoo kembali harus menenangkan dadanya kali ini. Setelah harus berjuang keras menetralkan detak jantungnya saat Jongin mendatanginya, kali ini ia harus menetralkan degupan jantungnya karena perkataan Luhan barusan tentang Jongin yang menyukai Luhan. Benarkah?
"Habis! Mashita, Kyung! Kau memang yang terbaik kalau masalah masak-memasak. Perutku tidak pernah kecewa!" sela Jongin lagi. "Dan, hei, aku tidak menyukaimu karena kau aneh, Lu. Aku menyukaimu karena kau temanku,"
Luhan memutar bola matanya malas. "Teman?"
"Teman hidup untuk saat ini?" gurau Jongin. "Sebut saja dia kekasih baruku, Kyung. Ingat hal yang mau aku beritahukan padamu? Ya ini, tentang dia."
Dan bagaikan mendapat hujaman sejuta pedang beracun di jantungnya, dada Kyungsoo tiba-tiba nyeri sampai-sampai gadis itu kelepasan mengaduh.
"Ah!"
Dan Jongin jadi panik karena gadis itu mengaduh kesakitan. "Kyung? Kau kenapa? Apa yang sakit?"
Luhan tersenyum kecil melihat perhatian Jongin pada Kyungsoo. "Aku pulang, ya, Kai." Pamitnya.
Jongin menoleh dan mendapati Luhan melambaikan tangannya dari kejauhan. "Ayo ke Ruang Klinik,"
Kyungsoo menggeleng. "Aku baik-baik saja,"
"Ke klinik, sekarang." Paksa Jongin sambil pelan-pelan memapah dan merangkul Kyungsoo menuju Klinik Pusat yang tak jauh dari Kantin Pusat. Sesampainya disana, Jongin langsung masuk dan menempatkan Kyungsoo di tempat tidur klinik lalu menemui kepala klinik.
"Yoona-ssi! Ada pasien!" teriak Jongin sambil celingukan mencari sosok yang dicarinya. "Ah, kau disitu. Ayo, Kyungsooku butuh pemeriksaan." Paksa Jongin sambil menarik paksa Yoona menuju ruang tempat Kyungsoo berbaring dengan santai.
"Dia berlebihan eon. Aku baik-baik saja," kilah Kyungsoo.
"Kau mengaduh sambil memegangi dada kirimu. Mana bisa aku tenang saja?" protes Jongin. "Bagaimana noona?"
Dan bukan jawaban yang diterima Jongin, tapi pukulan stetoskop yang mendarat di dahinya.
"Dasar doctor syndrome. Kyungsoo baik-baik saja, hanya memang kondisinya sedikit menurun. Mungkin karena kegiatannya belakangan terlalu banyak jadi istirahatnya kurang," jelas Yoona. "Kau ini jika kemari bawalah kasus yang penting untuk ditangani, Jongin." lanjutnya.
Jongin meringis. "Kyungsoo kan sahabatku, noona. Jadi sedikit saja dia mengaduh, aku pasti panik, lah! Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya jika aku tidak membawanya kemari?"
"Jongin, kau berlebihan."
"Tapi, Kyung—"
"Ini obat untukmu, Kyungie. Cuma vitamin, supaya kondisi tubuhmu semakin membaik dan kau bisa beraktifitas seperti biasa lagi." Sela Yoona. "Dan kalian pulanglah, bukankah medika sudah selesai kelas?"
Jongin mengangguk. "Medika memang sudah selesai. Tapi kan Kyungsoo bukan medika, anak seni masih ada kelas sampai jam dua, noona." Terangnya. "Ah, tolong buatkan surat ijin untuk kelas Kyungsoo berikutnya. Aku akan membawanya pulang dan menyuruhnya istirahat saja di rumah setelah ini," lanjut Jongin.
"Dasar otoriter kau. Ya sudah, cepat bawa Kyungsoo pulang. Istirahatlah yang cukup, Kyung. Jangan lupa vitamin itu diminum agar kau semakin sehat besok." Ucap Yoona.
Jongin mengangguk dan menarik pelan Kyungsoo keluar klinik. "Ayo kuantar pulang. Urusan surat biar noona yang mengatasinya."
"Kenapa kau membiarkan Luhan pulang sendiri?" tanya Kyungsoo tiba-tiba.
Jongin menghentikan langkahnya dan menatap Kyungsoo dengan tatapan lembut. "Karena di atas kekasih, masih ada sahabat yang harus aku utamakan." Jawabnya kalem. "Lagipula, dia sudah terbiasa pulang naik bus."
Kyungsoo memalingkan wajahnya dari Jongin dan menunduk. Ia merutuki dadanya yang tiba-tiba menghangat mendengar pengakuan Jongin. ia mengutuk semua perasaan yang hadir di hatinya untuk Jongin. Perasaan yang sejak sekolah menengah ia ketahui bernama cinta, berkat curhatannya bersama Baekhyun yang menghasilkan kesimpulan bahwa ia, Do Kyungsoo, jatuh cinta pada sahabatnya sendiri.
Sebut saja hari ini tepat seratus hari sejak Jongin berkata bahwa dia punya kekasih baru bernama Luhan. Dan sebut saja ini juga hari ke sekian sejak dada Kyungsoo lebih sering berdetak berantakan ketika Jongin terkadang masih memilih untuk meluangkan waktunya untuk menemani Kyungsoo ketimbang menemani Luhan, kekasihnya. Dan terberkatilah Luhan, menurut Kyungsoo, karena gadis cantik kelahiran China itu jarang sekali marah pada Kyungsoo karena mengurangi quality time-nya bersama Jongin.
"Aku mungkin kekasihnya, tapi aku tak punya hak melarangnya untuk menghabiskan waktunya bersama sahabat terbaiknya. Lagipula, jika aku marah, Kai akan memarahiku balik karena ia tidak suka dikekang, kan?"
Alasan cukup masuk akal dari Luhan masih terngiang di kepala Kyungsoo sampai hari ini. Gadis ramah itu mengungkapkan alasannya mengapa ia jarang melarang Jongin menghabiskan waktu bersama Kyungsoo seminggu lalu ketika saat Jongin hendak pulang bersama Luhan, Baekhyun datang dengan menggandeng Kyungsoo dan meneriaki Jongin sebagai sahabat yang tidak baik karena tidak perhatian ketika Kyungsoo sedang demam dan Jongin malah pulang bersama kekasihnya.
"Aku juga punya kekasih. Tapi aku tidak pernah melupakan bahwa aku masih punya sahabat!"
Teriakan ala Baekhyun yang berhasil membuat Jongin menatap Luhan dengan senyum bersalahnya lalu segera memapah Kyungsoo masuk menuju mobil milik Yifan yang sengaja ia bawa karena hari itu ia harus membawa cukup banyak buku Sobotta pesanan teman-temannya.
Dan yang lebih mengherankan Kyungsoo, malamnya Luhan datang ke rumah Kyungsoo hanya untuk menjenguk gadis itu. Saat Kyungsoo bilang bahwa Jongin baru saja pulang, Luhan berkata bahwa tujuannya datang adalah menjenguk Kyungsoo dan bukan menemui Jongin.
Kyungsoo merasa sedikit lega walau dadanya masih sering nyeri ketika mengingat kenyataan pahit bahwa Jongin sudah memiliki Luhan. Kyungsoo lega bahwa sahabatnya sejak kecil yang masih sering manja dan bersifat kekanakan itu sudah menemukan seseorang yang mau mengerti dan paham dengan sifat menyebalkan Jongin. Ia juga lega bahwa akhirnya ketakutannya tentang Jongin akan jadi pria playboy karena pemuda itu dan kakaknya adalah tipikal pemuda ramah yang mudah disukai banyak gadis, tidak terbukti.
Kyungsoo memang merasa lega, tapi dadanya selalu nyeri ketika ia menyadari gadis yang memahami Jongin bukan hanya dia saja. Kyungsoo merasa lega sekaligus sesak setiap kali Jongin bercerita tentang bagaimana masalah-masalah kecil antara pemuda itu dan Luhan muncul lalu selesai hanya dengan permintaan maaf tulus dari kedua belah pihak beberapa saat kemudian. Kyungsoo lega tapi juga merasa sesak ketika ia sadar bahwa cinta Jongin bukan miliknya.
Seperti hari ini dimana perkataan Jongin dengan telak memukul kesadaran Kyungsoo hingga gadis itu merasa butuh meringkuk seminggu penuh di bawah selimut kasur kesayangannya.
"Temani aku, ya?"
Kyungsoo yang baru saja selesai kelas, terlihat masih sibuk membereskan bukunya ketika Jongin tiba-tiba masuk ke kelasnya dan mengajaknya keluar.
"Kemana? Kenapa kau tidak ajak Luhan saja?" tanya Kyungsoo kalem tanpa melihat Jongin.
"Luhan tidak perlu tahu aku pergi bersamamu kali ini. Aku perlu menyusun sesuatu,"
Kyungsoo mendongakkan kepalanya cepat dan menatap Jongin dengan tatapan penuh tanya. "Menyusun apa? Memangnya Luhan ulang tahun?"
Jongin meringis cepat mendengar pertanyaan Kyungsoo. "Kau jangan bilang siapa-siapa, ya?" tanya Jongin memastikan. "Aku ingin membuat kejutan. Aku ingin melamar gadis yang kucintai besok lusa,"
Dan bukan Kyungsoo jika ia tidak mudah terkejut atas berita yang menyangkut Jongin. "Kau... apa?"
Jongin memutar bola matanya malas lalu duduk di samping Kyungsoo. "Aku ingin melamar gadis yang kucintai, Kyungsoo. Apa pendengaranmu itu mulai terganggu, ya?"
Kyungsoo tidak pernah menunjukkan kesakitannya sejak ia tahu Jongin berpacaran dengan Luhan. Bahkan mereka tidak jarang jalan bertiga dengan Jongin yang berusaha adil membagi waktu dan topik bicara, berusaha membuat dua gadis cantik itu merasa tidak sia-sia ada disana bersamanya. Jongin juga tidak jarang mengajak Kyungsoo mencari pernak-pernik untuk Luhan dan juga mengajak Luhan mencari kado-kado kecil untuk Kyungsoo.
Tapi untuk berita yang satu ini, Kyungsoo merasa perjuangannya mencintai Jongin sudah selesai.
"Kenapa kau mengajakku?" tanyanya lirih.
Jongin menoleh dan menatapnya lembut. "Karena kau sahabat terbaikku. Dan aku tidak tahu bagaimana dan apa saja yang kira-kira disukai dan diharapkan oleh seorang gadis ketika ia akan dilamar,"
Jantung Kyungsoo benar-benar nyeri bukan main. Jongin seperti santai saja berucap sejak tadi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gadis cantik nan ramah itu.
"Tapi jika kau keberatan, aku akan cari sendiri." Final Jongin.
"Kau..."
Jongin menggenggam tangan Kyungsoo lembut. "Aku tahu ini mengejutkanmu. Aku tahu aku menyebalkan karena tidak memberitahumu sejak awal tentang Luhan dan sekarang aku memberimu heart attack lagi. Tapi, aku hanya tidak ingin membebanimu dengan permasalahan perasaanku yang mungkin saja tidak begitu penting." Terangnya lembut. "Aku akan mencarinya sendiri. Tapi sebelum itu kau akan kuantar pulang seperti biasa."
Kyungsoo tersenyum kecil mendengar kata-kata Jongin. "Tidak penting, katamu? Aku ini sahabatmu, kan?"
"Sahabat terbaik. Baiklah, aku minta maaf, okay? Kau boleh memarahiku setelah ini, tapi biarkan aku mengantarmu pulang, dan kau istirahatlah. Aku tahu kondisimu masih belum benar-benar baik." Balas Jongin.
Dan bukannya menurut, Kyungsoo dengan tiba-tiba memukul kepala Jongin dengan ponselnya dan berdiri. "Aku sudah sehat, Bodoh. Kajja, aku akan menemanimu mencari barang untuk melamar Luhan."
Jongin mengaduh keras dan ikut berdiri lalu menepuk kepala Kyungsoo balik dengan penanya. "Sakit, Kyung!" erangnya. "Lagipula siapa yang mau melamar Luhan?"
Dan Kyungsoo lagi-lagi dibuat bingung dengan pernyataan Jongin. "Ha? Jadi kau mau melamar siapa, Bodoh?!" teriaknya pada Jongin yang sudah melarikan diri dari Kyungsoo.
.
"Tolong yang itu ya,"
"Silahkan Tuan,"
"Nah, cobalah, Kyung. Jika itu pas dan kau suka, maka aku akan langsung membelinya."
Kyungsoo mengangguk patuh dan memakai cincin yang baru saja Jongin pilih. Dengan satu gerakan, cincin sederhana dengan batu permata warna biru di atasnya itu masuk dan terasa pas di jari manis Kyungsoo.
"Bagus sih, tapi aku tidak terlalu suka." Ujar Kyungsoo.
"Okay, change it. Kau pilih, aku yang akan bayar." Putus Jongin. "Aku sudah menyerah memilih sejak tadi dan kau hanya berkata, aku tidak terlalu suka." Protes Jongin sambil meniru mimik Kyungsoo saat menyampaikan ketidaksukaannya pada cincin pilihan Jongin.
"Dasar menyebalkan. Kan kau sendiri yang bilang jika aku menyukainya kau akan langsung beli. Nah aku belum menemukan cincin yang membuatku tertarik, Jongin." balas Kyungsoo sambil menahan tawanya.
Jongin menyerah dan memilih untuk bersantai di sofa yang tersedia di toko cincin ini dan membiarkan Kyungsoo yang memilih. Merasa tidak enak karena sudah membuat Jongin lelah, Kyungsoo pun akhirnya mencoba mencari cincin yang menurutnya bagus dan ketika sudut matanya menoleh ke etalase di sisi kanannya, ia menemukannya.
Sebuah cincin sederhana tanpa batu permata, hanya berhias sebuah rongga di bagian dalam cincin yang menurut sang penjaga toko itu diisi dengan ukiran nama dari kedua pasangan dan juga gabungan darah keduanya.
"Cincin ini tidak banyak dilirik oleh pengunjung yang datang karena penampilan luarnya yang cenderung biasa saja. Tapi cincin ini sebenarnya limited edition karena hanya ada lima di dunia. Inspirasi dari pembuatan cincin ini adalah tokoh Romeo dan Juliet, Nona." Terang sang penjaga toko.
"Benarkah? Padahal cincin ini begitu apik,"
"Ya, karena sang pembuat cincin ini sudah berpesan pada kami untuk tidak menawarkan cincin ini sampai sang pengunjung yang meminta kami memperlihatkannya. Karena menurut sang pembuat cincin, cincin ini hanya akan menarik perhatian dari mereka yang menyukai kesederhanaan." Jelasnya lagi. "Filosofinya, bahagia itu sederhana. Sesederhana senyum dari mereka yang sadar bahwa mereka sudah memiliki pasangan hidup yang mencintai mereka atas dasar kesederhanaan cinta." tutupnya.
Kyungsoo tersenyum. Dalam hatinya, ia memang jatuh cinta pada cincin itu dan berharap bisa memilikinya sebagai cincin pernikahan dengan laki-laki yang ia cintai sejak dulu hingga saat ini. Namun dengan kenyataan yang kini terlihat bertolak belakang dengan harapannya, senyum manis Kyungsoo kini berbalut sendu yang mendalam.
"Sudah menemukannya?"
Suara berat Jongin membuyarkan lamunan singkat Kyungsoo. "Ya, ini dia. Penjelasan panjang lebar dari penjaganya membuatku tertarik dengan cincin ini."
Jongin mengambil cincin yang dipilih Kyungsoo dan melihatnya lebih dekat. "Aku lupa kau lebih suka hal-hal simple. Okay, aku ambil ini. Tolong masukkan ke tagihanku,"
Sang penjaga toko mengangguk patuh dan segera menyiapkan pesanan Jongin sementara pemuda itu menarik Kyungsoo keluar toko perhiasan. "Sekarang kita pulang saja, aku sudah sangat lelah." Keluh Jongin.
Kyungsoo tersenyum lembut melihat Jongin. "Baiklah, dasar anak manja. Harusnya kau tidak boleh manja begini, Jongin. Bagaimana jika Luhan sudah menjadi istrimu nanti? Dia pasti sebal melihatmu masih kekanakan."
Dan Jongin dengan sukses tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Kyungsoo. "Luhan? Jangan bercanda. Mana mungkin dia jadi istriku."
Kyungsoo menoleh dan menatap Jongin dengan tajam. "Tapi kan dia kekasihmu, Bodoh."
Jongin merangkul Kyungsoo dan mengusak surai gadis itu dengan gemas. "Status kekasih tidak selamanya akan naik tingkat jadi pasangan hidup selamanya, bukan? Lagipula aku memang tidak berniat menjadikan Luhan sebagai istriku, sekalipun aku punya peluang berhasil 1000% untuk itu."
Kyungsoo lagi-lagi dibuat heran dengan perkataan Jongin. "Jangan jadi playboy, Jongin. Kau tahu kan aku sudah cukup senang melihatmu baik-baik saja dengan Luhan."
Jongin mengangguk. "Aku tidak jadi playboy, Kyungsoo. Dan aku juga senang melihatmu berteman baik dengan Luhan." Timpalnya. "Dia sering bilang kalau kalian belakangan ini sering keluar bersama,"
Kyungsoo menunduk dan tertawa kecil. Akhirnya ketahuan juga rahasia kecilnya dengan Luhan itu. Sudah ia duga bahwa mereka tak akan bisa menyembunyikan rahasia dari Jongin.
"Tapi aku tidak mencintai Luhan. Aku hanya menyukainya," tambah Jongin. "Datanglah besok lusa ke rumahku. Pakai dress kesayanganmu itu dan dandanlah sesederhana mungkin. Tetap jadi Kyungsooku yang cantik dengan kesederhanaannya. Kau akan tahu siapa yang aku lamar ketika kau datang. Baekhyun dan Chanyeol juga kuundang." Lanjutnya.
Kyungsoo hampir menolak, karena tidak ingin jauh lebih sakit melihat Jongin melamar gadis yang dicintainya di depan mata Kyungsoo sendiri. Tapi ketika tahu bahwa Baekhyun dan Chanyeol juga datang, pendirian Kyungsoo mulai goyah.
"Jika kau tidak datang, aku akan mencarimu sampai ke rumahmu, ke rumah Joonmyeon hyung, ke rumah Xingie noona dan ke rumah siapa pun yang mungkin kau datangi." Putus Jongin sambil mulai menyalakan mesin mobil ayahnya dan memulai perjalanannya untuk mengantar sahabat terbaiknya pulang.
"Jangan tegang begitu,"
Suara lembut khas gadis muda membuyarkan lamunan Jongin. Dengan tawa hambarnya, Jongin mempersilahkan gadis cantik itu untuk duduk di sampingnya.
"Aku gugup. Kau tahu, kan, aku tidak pernah sejujur ini pada siapapun. Apalagi tentang perasaanku," aku Jongin.
Gadis cantik itu tersenyum lalu menyentuh pipi kanan Jongin lembut dan mengecupnya. "Aku akan selalu ada untukmu bahkan jika kau sudah bersamanya kelak."
Jongin merangkul gadis itu dan membawanya dalam pelukan erat menenangkan ala Jongin. "Aku berdoa supaya kepalaku tetap menyatu dengan tubuhku walau si albino itu melihat kita berpelukan begini."
Gadis mungil itu tertawa lepas tapi tidak beranjak dari pelukan nyaman milik Jongin. Ia masih belum yakin adik angkatnya ini bisa benar-benar menghandle permasalahan cintanya sendiri. Pasalnya, selama dua puluh satu tahun hidupnya, ia belum pernah menemukan kemandirian Jongin kecuali ketika pemuda tampan ini berada didekatnya.
Jongin memang manja, sifat umum yang dimiliki anak bungsu pada banyak keluarga di dunia. Tapi ia juga mandiri dan dewasa di saat bersamaan, dan semua itu hanya terlihat ketika gadis mungil ini berada di dekat Jongin. Seolah ingin terlihat sudah cukup pantas menyandang gelar bukan remaja, Jongin kadang bersikap gentleman saat ia bersama gadis ini.
Karena kekhawatirannya akan masa depan Jongin yang tidak jelas mandirinya, gadis ini memutuskan untuk meminta ayahnya untuk mengijinkannya pulang ke Seoul dan menemani Jongin, memantau masa remaja Jongin hingga ia siap menempuh kehidupan dewasanya bersama calon masa depannya.
Dan yang ia dapatkan ketika ia pulang adalah metamorphosa Jongin dari pemuda kecil yang pemalu menjadi pemuda dengan tubuh tegap, suara berat yang menggemaskan, dan wajah yang tampan luar biasa. Karenanya ia sedikit terkejut ketika tahu bahwa Jongin belum punya kekasih. Tapi seperti kebanyakan kakak perempuan, gadis ini pun tidak begitu kesulitan mengorek informasi tentang siapa gadis pujaan Jongin yang ternyata tidak berubah sejak terakhir kali mereka bertemu saat Jongin masih berumur tujuh tahun.
"Ya, Hitam, jauhkan tanganmu dari istriku!"
Dan hantaman handuk pun menyapa kepala Jongin.
"Ya! Albino sialan!"
"Kan sudah ku bilang. Jangan dekat-dekat dengan istriku saat dia masih hamil begini. Aku tidak mau anakku nanti lahir dalam keadaan mirip dengan Pamannya yang hitam!"
Dan gadis cantik itu pun akhirnya menengahi pertengkaran kecil dua pemuda tampan ini.
"Kalian ini, kapan bisa akur? Mau bayimu nanti jadi takut padamu karena kau hobi sekali berteriak pada Kai, Hun?" tanyanya lembut.
"Lihat? Luhan memang tidak seharusnya menikah dengan pemuda bawel sepertimu, Hun. Aku menyesal menjodohkan kalian," ujar Jongin asal. "Sudahlah, aku mau mandi."
"Ya! Aku tidak bawel, dasar kkamjong." Keluh sang pemuda yang melempar Jongin dengan handuk mandinya itu. "Maaf, baby Lu. Aku hanya tidak suka melihatmu dekat-dekat dengan Kai. Dia membahayakan," lanjutnya.
Dan Luhan pun menatap pemuda itu dengan malas. "Jika dia membahayakan, kita tidak akan pernah bertemu dan berakhir dengan sebuah janin menggemaskan di dalam sini, tuan Oh." Balasnya. "Mama sudah selesai masak?"
Pemuda itu hanya meringis tanpa dosa dan lalu mengangguk kaku. "Sudah, makanya aku naik. Mama mencarimu, katanya makanan untuk calon cucunya sudah siap. Ayo turun, aku akan menyuapimu."
"Kau tidak pernah benar saat menyuapiku, Oh Sehun. Aku akan makan sendiri," ujar Luhan sambil berdiri lalu meninggalkan Sehun di belakangnya.
Sehun tidak lantas pergi mengikuti Luhan. Sejenak ia mengamati kamar Jongin, sahabat sejak janin yang punya andil besar dalam mempertemukannya dengan Luhan. Ingatan dalam kepalanya mulai bermunculan satu persatu hingga ia tidak menyadari bahwa sang pemilik kamar sudah selesai mandi dan memergokinya sedang dalam keadaan sedikit aneh.
"Kau kerasukan setan mana sampai harus senyum-senyum sendiri di kamarku?" tanya Jongin tanpa melihat Sehun yang sekarang sedang salah tingkah karena ditegur mendadak.
"A-ah sialan kau. Mengagetkan saja." Jawab Sehun singkat. "Aku hanya teringat masa-masa dimana kau akhirnya mempertemukanku dengan Luhan,"
Jongin tersenyum saat ia mendengar jawaban Sehun. Dan tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan kemeja di depannya, Jongin membalas Sehun.
"Ya, saat dimana aku tahu bahwa aku punya malaikat lain yang lebih cantik dari noonaku."
"Padahal kita berjanji bersama-sama, kan? Nampaknya aku memang jauh lebih gentle." Sahut Sehun.
"Harusnya kau berterimakasih padaku karena kau dan Luhan tidak menjadi sahabat baik, jadi tidak akan ada masalah saat kau mengakui perasaanmu pada Luhan." Timpal Jongin ketus. "Kau kira mudah apa mengakui perasaan pada sahabatmu sendiri? Setengah mati, kau tahu."
Sehun tertawa dengan puasnya lalu memutuskan untuk mengistirahatkan punggungnya yang masih pegal karena sejak tadi malam ia dan Jongin tidak istirahat demi kejutan Jongin hari ini.
"Semoga dia menerimamu,"
"Itu juga doaku. Terima kasih, Hun."
Sehun menutup matanya dan membalas Jongin. "Itu balas budiku karena kau membantuku bertemu dengan tulang rusukku yang hilang."
.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh, dan itu artinya ini adalah giliran Jongin memperjuangkan janjinya bersama Sehun, dua belas tahun lalu. Tinggal menunggu, dan semuanya akan menampakkan hasilnya.
"Dia datang!"
Jongin bangkit dari duduknya dan merapikan kemejanya. Dengan langkah pasti, ia mendekati pintu rumahnya.
"Akhirnya kau datang,"
Dan nampaklah replika Aphrodite di depannya. Dengan dress minimalis warna peach yang jadi favoritnya, gadis itu sangat berhasil dalam upaya membuat Jongin sesak nafas.
"Daripada aku harus bersusah payah menghindarimu sampai ke ujung dunia yang pasti akan kau temukan, lebih baik aku datang, kan?" ujarnya. "Baekhyun dan Chanyeol sudah datang, Jong?"
Jongin menutup pintu rumahnya dan kembali berdiri di samping gadis mungil itu. "Sebentar lagi, mereka bilang masih ada urusan, jadi mereka akan sedikit terlambat." Ujarnya. "Kau duduk saja dulu disana," lanjut Jongin sambil menunjuk sebuah sofa panjang yang sengaja dihadapkan menuju tembok batas rumah Jongin.
"Sungmin ahjumma dan Kyuhyun ahjussi kemana? Yifan oppa?" tanyanya lagi.
"Mereka sedang sibuk di dapur mempersiapkan makanan. Kau duduk saja dulu, aku akan mengambilkan minuman. Acaraku akan mulai sebentar lagi," ucap Jongin yang diangguki Kyungsoo.
Sepeninggal Jongin, Kyungsoo tanpa menaruh curiga apapun, langsung duduk di sofa sesuai permintaan Jongin. Dan sesuai cerita Jongin yang akan melamar gadis yang dicintainya hari ini disaksikan oleh para sahabat-sahabatnya, Kyungsoo memang melihat beberapa dekorasi romantis di sudut taman belakang rumah Jongin ini.
"Darimana dia belajar tentang dekorasi menakjubkan? Ah, pasti ini Kyuhyun ahjussi yang mengerjakan,"
Dan tak lama setelah Kyungsoo duduk, sebuah musik mengalun lembut dari sudut taman ini bersamaan dengan sebuah video yang muncul di tembok di depan Kyungsoo.
"Hai, burung hantu. Terkejut dengan beberapa dekorasi romantis yang ada disini? Aku bisa menebak isi kepalamu yang akan berpikir bahwa ini adalah hasil karya appaku. Tapi sayangnya, kau salah. Ini hasil karyaku dan Sehun, sahabatku."
"Hai Kyungsoo. Perkenalkan, aku Oh Sehun. Maafkan ketidak-sopanan Kai karena memanggilmu burung hantu. Ya, walau aku belum pernah melihatmu secara langsung, sih. Tapi, hei, aku dan Jongin memang arsitek dibalik dekorasi romantis ini. Kau tahu kan untuk apa kami merancang ini semua?"
Kemunculan Jongin dan Sehun dalam video yang tiba-tiba terputar begitu saja, membuat Kyungsoo sempat celingukan mencari dua sosok itu. Namun ketika ia mendengar sayup suara Baekhyun dari video, Kyungsoo kembali fokus.
"... Dia memang pemuda paling sialan yang pernah jadi sahabatku. Tapi dia juga pria paling romantis yang pernah aku tahu setelah Chanyeol tentunya! Aku sudah tahu kau menyukai Jongin dan aku pun sudah menduga bahwa Jongin sebenarnya mencintaimu sejak lama! Dasar pecinta diam-diam, hobi sekali, sih memendam perasaan?"
Kyungsoo terlihat menahan tawanya saat ocehan Baekhyun mulai mengudara.
"Tapi serius deh, Kyung. Jongin itu tulus mencintaimu, jadi saat nanti dia melamarmu, terima, ya! Lalu cepatlah menikah dan berikan aku juga Chanyeol keponakan yang lucu-lucu!"
Kyungsoo merasakan dadanya menghangat dan wajahnya menjadi panas ketika ocehan Baekhyun mulai aneh-aneh. Namun ketika sosok dalam video sudah berganti menjadi sosok yang sempat membuat dadanya nyeri, Kyungsoo berusaha kembali serius.
"Halo Kyungsoo, sudah dengar ocehan Baekhyun? Sekarang giliranku, ya? Kau tentu sudah mengenalku, kan? Well, karena dulu kau mengenalku sebagai seorang Xi Luhan, maka ijinkan aku memperkenalkan diriku lagi. Hai Kyungie, mulai sekarang kau boleh memanggilku Nyonya Oh Luhan. Merasa familiar dengan marga Oh? Tentu saja..."
"Tentu saja kau familiar. Luhan adalah istri sah Oh Sehun, sahabatku yang membantuku mendekorasi taman ini untuk menyambutmu."
Dan tiba-tiba sebuah suara berat membuyarkan konsentrasi Kyungsoo. Dan seperti diperintah, gadis itu langsung menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya dia mendapati orang-orang yang ia kenal sudah berdiri di belakang Jongin.
"A-apa maksudmu?"
Jongin tersenyum kecil dan mendekati Kyungsoo. Ia menggenggam tangan Kyungsoo lembut dan menariknya pelan menuju tempat keluarganya berdiri sekarang.
"Akan kuperkenalkan kau pada keluarga baruku. Ini Oh Luhan, dan ini Oh Sehun. Mereka sekarang adalah saudaraku yang sebentar lagi akan jadi ayah dan ibu, dan aku akan jadi Paman yang tampan."
Kyungsoo masih terlihat bingung dengan kenyataan yang baru saja Jongin jelaskan. Namun Luhan dengan sigap mengambil alih suasana.
"Aku dan Jongin adalah saudara angkat. Aku pernah diangkat anak oleh Kyuhyun appa dan sekarang aku hidup sebagai anak dari Xi Jongdae dan Xi Minseok yang merupakan sahabat karib Kyuhyun appa. Cerita Jongin tentang hubungan kami yang menjadi sepasang kekasih itu tidak benar, Kyungie. Karena sejak aku pulang, aku sudah berstatus istri seorang Oh Sehun." Jelas Luhan panjang lebar.
"Dan itu aku." Sela Sehun. "Halo Kyungsoo. Senang bisa melihatmu secara langsung. Jongin sudah sering bercerita tentangmu sejak dua belas tahun lalu." Lanjutnya.
"Cukup perkenalannya. Bagianku kapan?" potong Jongin kesal.
Kyungsoo menoleh pada Jongin dan mendapati pemuda itu berlutut dihadapannya.
"Hari ini, tepat dua belas tahun janjiku dan Sehun dibuat. Dan hari ini juga, tepat lima tahun sejak aku mulai melaksanakan langkah-langkah nyata pembuktian janjiku." Ujar Jongin.
Kyungsoo menatap pemuda itu dengan senyuman haru.
"Dua belas tahun lalu ketika aku bertemu denganmu, aku membuat janji bersama dengan Sehun yang bertemu Luhan. Kami berjanji jika kami akan menikahi gadis yang namanya kami tulis di kertas. Dan seperti bisa ditebak, Sehun menulis nama Luhan, dan aku menuliskan... namamu." Lanjut Jongin.
"Lima tahun lalu, aku memulai langkah nyata demi mewujudkan janji masa kecilku dan Sehun. Aku mencari pekerjaan sampingan yang bisa dikerjakan anak sekolah dan aku menemukannya, dan pekerjaan itulah yang jadi sumber pendapatan pribadi pertamaku." Jelasnya lagi.
"Aku ingin melamar gadis yang aku cintai dengan berbekal kemandirianku. Dan aku berhasil melakukan setengahnya hingga hari ini. Setidaknya, cincin yang ku pesan dan semua dekorasi ini, adalah murni hasil jerih payahku." Papar Jongin polos.
"Kai aku mengantuk mendengar ceritamu,"
Dan Jongin langsung menoleh lalu menatap Sehun tajam. "Kubunuh kau jika sampai ini gagal," ancamnya.
Sehun pun langsung mengangkat tangannya tanda menyerah dan mempersilahkan Jongin melanjutkan prosesinya.
"Baiklah, aku tidak akan panjang lebar lagi. I don't want another minutes go to waste. I want you and your beautiful soul. I'm going to marry you, Do Kyungsoo."
Dan Kyungsoo dengan sukses menutup mulutnya dengan kedua tangan mungilnya mengaburkan keterkejutannya yang bercampur dengan bahagia.
"Not such a bad thing to fall in love with me, Do Kyungsoo. So, marry me, please?"
Sodoran cincin perak yang Jongin pesan beberapa hari lalu kini ada di hadapan Kyungsoo. Dengan ukiran nama Jong-Soo dan darah yang sudah terisi separuh disana, cincin itu terlihat semakin indah.
"Jongin..."
Jongin berdiri lalu menarik dagu Kyungsoo dan mendekatkan wajah mereka lalu tanpa permisi, ia mencium bibir Kyungsoo dengan lembut tanpa dorongan nafsu.
"Aku lelah berlutut, tahu. Lama sekali kau menjawabnya. Kau mau jadi istriku tidak?"
Tapi bukan jawaban yang Jongin terima, melainkan tarikan di kerah kemejanya yang membuat bibirnya kembali bertemu dengan bibir Kyungsoo dan kali ini dalam tempo yang lebih lembut.
"I do, Kim Jongin. I do," lirih Kyungsoo di sela-sela prosesi ciuman ketiga mereka yang secara otomatis membuat Jongin mengangkat tubuh gadis mungil itu ke udara dalam posisi masih berciuman.
"Aku tak tahu si Hitam bisa seromantis itu. Aku kalah romantis ya, peach." Gumam Yifan.
"Kalau kau romantis, mungkin aku tidak akan menerimamu. Kau lupa aku tidak terlalu suka pria penuh gombal?" timpal gadis cantik dengan dress warna biru gelap yang begitu cantik berpadu dengan kemeja abu-abu lembut milik Yifan.
"Baik, karena prosesi sudah berhasil dilaksanakan. Sebaiknya kita masuk untuk makan malam, perutku sudah protes sejak tadi. Ayo yeobo," ajak Kyuhyun sambil merangkul Sungmin mesra.
"Kau lama sekali." Protes Sehun. "Tapi sempurna. Aku menyukainya. Kau lihat? Luhan sampai tidak berhenti menangis karena tidak percaya adiknya sudah bisa dewasa tanpa ada dia,"
Jongin tertawa kecil. "Aku banyak belajar dari Kyungsoo tentang kehidupan. Jadi noona tenang saja, adikmu ini pasti akan melewati sisa masa remajanya dengan baik. Apalagi sebentar lagi aku akan menikah, kan?"
Kyungsoo menatap Luhan lalu mengusap punggung gadis cantik itu lembut. Dan Luhan, seolah sadar bahwa Kyungsoo memanggilnya pun langsung membalikkan badannya dan memeluk Kyungsoo erat.
"Jika Jongin masih kelewat manja denganmu, ketok saja kepalanya dan ingatkan dia tentang janjinya untuk jadi dewasa setelah dia menikah denganmu, Kyungie." Isak Luhan. "Ya Tuhan, aku masih tidak percaya adikku yang menyebalkan ini sekarang sudah akan menikah,"
"Kau saja tidak percaya, Lu. Apalagi aku?" sela Yifan.
"Hyung," panggil Jongin yang lalu dengan erat memeluk Yifan.
"Jaga Kyungsoo baik-baik. Jangan pernah sekalipun mematahkan tulang rusukmu yang sudah kau temukan itu. Karena sebaik-baiknya tulang rusuk yang hilang adalah yang kita temukan sendiri pertama kali, bukan yang sudah dimiliki orang lain atau bahkan yang sebenarnya milik orang lain." Saran Yifan. "Bulan depan kalian harus jadi panitia pernikahanku dan Zitao. Aku tidak mau terlalu banyak keluar biaya hanya untuk mempekerjakan orang-orang yang aku tidak kenal." Tambahnya.
"Aku masih tidak paham kau ini sebenarnya hemat, perhitungan, atau pelit, sih, Ge?"
Dan pertanyaan polos Sehun berbuah jitakan menyakitkan di pucuk kepalanya.
"Kyungie selamat!" teriakan Baekhyun yang menguar dari ujung pintu menuju taman belakang pun mencuri perhatian semua orang.
"Dan si tukang teriak akhirnya datang juga," gumam Yifan.
Jongin tersenyum simpul melihat semua keceriaan yang muncul dihadapannya hari ini. Dari raut wajah haru bahagia milik Kyungsoo, hingga tawa lepas yang kini tersaji tanpa aling-aling di depannya. Jongin begitu bersyukur ia bisa merasakan bahagia sempurna walau dengan hal sesederhana melihat senyum Kyungsoo saat gadis itu menerima permintaan Jongin tadi untuk menikahinya.
Dalam hidup, Jongin tak pernah memaksakan perasaannya untuk mencintai sesuatu yang rumit. Seperti cinta yang sejak awal ia ragukan bisa jadi hal sederhana untuk dirasakan.
Namun ketika ia memutuskan untuk mengenal cinta lebih dalam, ia menemukan fakta bahwa cinta itu sederhana. Sesederhana melihat tulang rusukmu yang hilang akhirnya kembali pulang padamu, sesederhana melihat yang kau cintai tersenyum tulus dan bahagia, sesederhana mengetahui bahwa kau dan pasanganmu ternyata sudah sama-sama jatuh dalam bahagia sederhana bernama cinta.
.
.
.
end
Hai hai.
Salam Gabuters. Maafkan ya jika ceirtanya amburadul, ini disusun, dibuat, diselesaikan dan diupload di perjalanan dan memungkinkan banyak typos.
Buat yang minta dibuatkan fluffy ff kaisoo, nyoh~
Wehehe, semoga suka dengan ceritanya dan jangan lupa tinggalkan reviewmu!
Salam salam salam!
KJ-27
