Ansatsu Kyoushitsu © Matsui Yūsei
Hint BL. Banyak kekurangan dalam fanfiksi ini, kritik dan saran diterima. Selamat membaca~
.
Isogai tak kunjung menemukan bahasan yang tepat. Maehara di sampingnya, berjalan lambat-lambat dengan tangan yang bersilang di belakang kepala. Beberapa saat yang lalu mereka masih membicarakan tentang hari minggu—Maehara ingin mengajaknya membeli beberapa barang di toko mainan agar terlihat kekinian, tapi topiknya habis saat Isogai mengiyakan, dan kini waktu mereka telah dilanda keheningan.
Beberapa tikungan dilewati. Selama beberapa detik mata Isogai terpaku pada papan reklame yang iklannya baru saja diganti. Objeknya sepeda gunung berwarna merah cerah. Isogai tersenyum. Ide tercetus di otaknya.
"Maehara, kalau aku tak salah ingat, dulu kau pernah berkata ingin sepeda baru, 'kan? Tak jadi bilang ke orang tuamu?"
Maehara menarik atensinya dari trotoar jalan. "Hah? Apa yang tadi kau bilang?"
Isogai tak menghela napas, ia mengulang, "Sepeda—bukankah dulu kau pernah berkata kalau ingin sepeda untuk dinaiki ke sekolah?"
Mata Maehara ikut melirik papan reklame, singkat, dan berganti menatap Isogai. "Tidak jadi. Bisa patah kakiku kalau disuruh mengayuh dari rumah hingga sekolah. Jalannya saja menyeramkan. Bukannya sampai sekolah, aku yakin kalau nanti akan bergulung duluan, jatuh merosot." Maehara membenarkan letak tasnya, bergidik ngeri membayangkan tanjakan ke atas gedung kelas tiga E. "Dasar kepala sekolah tak tahu ilmu bangunan."
Baru saja Isogai akan menanggapi, tapi Maehara melanjutkan, "Aku tak yakin dia lulus gelar sarjana."
"Hush! Kenapa jadi menyumpah-nyumpah?"
Maehara meliriknya, kelopaknya menyipit. "Jadi ini salah siapa?"
Isogai diam. Tak perlu otak yang cemerlang untuk menebak perasaan Maehara hari ini. Berkabut. Koro-sensei baru saja memintanya mengerjakan ulang tugas rumah karena ternyata objek yang diambil memiliki kesamaan dengan hasil kerja Okano. Maehara membantah dan berdalih itu adalah hasil kepulan otaknya malam kemarin. Tapi sayang, Koro-sensei terlanjur menutup mata.
Kemudian mereka telah sampai di depan rumah Maehara. Remaja itu berhenti di depan pagar, tak kunjung masuk. Isogai ingin berlalu tapi rasanya sungguh-sungguh tak etis, mengingat temannya masih belum menyentuh pintu.
"Ada apa?"
"Mengenai sepeda itu, sebenarnya bukan karena jalannya yang menanjak ke atas."
Isogai mengibaskan tangannya, menampilkan raut penuh pemahaman. "Tak usah dibahas lagi. Tenangkan dulu perasaanmu. Jika butuh bantuan, panggil saja aku. Malam ini luang kok," tawar Isogai. Dalam-dalam ia menimbun fakta bahwa keluangan itu adalah kebohongan. Isogai menikmati waktu santai hanya saat waktu istirahat di sekolah.
"Benarkah?" Maehara mendadak berbinar. Isogai mengangguk yakin. "Kalau begitu, datanglah ke rumahku jam tujuh."
Isogai mengiyakan. Maehara kembali gembira dan sisa kabut sekolah telah pergi. Tapi kemudian remaja itu mengambil dua langkah ke depan, menempatkan kepalanya di sebelah kiri telinga Isogai.
"Kalau begitu akan kuberi tahu sesuatu sebagai gantinya."
Isogai tak menggerakkan kepala, melihat lurus-lurus ke arah bagian pagar yang berkarat. "Beritahu apa?"
"Kalau sebenarnya aku ingin terus berangkat ke sekolah denganmu."
Maehara menarik diri. Perasaan Isogai seperti keju yang leleh.
END
.
A/N : Isogai ngga ada sepeda, jadi Mae ngga ingin goes sendiri ke sekolah. Lagi wb, nggak bisa ngetik yang berat-berat, maapkan kalau ngga realistis. Semoga bisa dinikmati sajian singkatnya :)). Terima kasih sudah nyempetin baca /o/
VEE
31-05-16
