Bromance, Yaoi, Fluff, Angst Romance

Lenght : Chapter 1 of 4

Main Cast : -Kray/FanXing

Rated : M

Cuma mau bilang, ini adalah ff pertama yang KraYeol (nama beken gue) post di FFN. Karena sebelum-sebelumnya, KraYeol udah sering post ff2 (khusus KRAY) di fp. Yaudah, tidk banyak kata, langsung baca aja okeyy..

Happy Reading For..

Dividing Distance

Chapter 1..

Present...

.

.

.

Canada 2015

Yifan menduduki salah satu bangku tunggu di sebuah gedung bimbel. Dia sedang menunggu adiknya yang kini tengah menjalani less matematika dan mungkin sekitar lima menit lagi dia selesai.

Beberapa menit kemudian..

"Fan? Sudah lama menunggu?"

Yifan menoleh. Ia tersenyum sekilas kemudian berdiri disebelah adiknya yang kini tengah menatap kearahnya, dengan kedua tangan kecil yang memeluk beberapa buah buku.

"Tidak juga. Apa bimbingan belajarnya sudah selesai?"

"Hum." Adik Yifan itu mengangguk sembari membenahi letak kaca matanya yang agak melorot dari tempat semula.

Mengacak-acak surai hitam adiknya sebentar, setelahnya Yifan segera memberi isyarat kepada adiknya untuk mengikuti dirinya berjalan menuju kearah mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari taman diluar gedung.

Didalam perjalanan adiknya bertanya. "Kau tidak ada kuliah lagi?"

"Tidak. Memangnya ada apa?" Yifan masih fokus dengan kemudinya saat itu.

"Temani aku kemakam ibu.."

Yifan akhirnya menoleh sekilas kepada adiknya. Setelahnya ia kembali fokus menyetir. Raut wajahnya berubah datar.

"Maaf. Aku tidak bisa." Jawabnya dengan tegas yang berhasil membuat adiknya terdiam. Seketika menghentikan pertanyaannya.

Yifan tahu. Kalau lelaki disebelahnya kini tengah menatapnya dengan kecewa, namun Yifan mencoba untuk tidak mempedulikannya. Meski sebenarnya, ia sangat peduli dan sayang kepada adiknya.

.

.

.

Keadaan rumah masih kosong.

Beberapa hari lalu ayah Yifan dan Yixing-itu nama adiknya- menelfon kalau beliau belum bisa pulang dalam minggu ini, karena perusahaan mereka di China sedang mengalami gangguan.

Yixing waktu itu mendesah kecewa karena ia bilang ia begitu rindu akan ayah mereka. Sedangkan Yifan, dia sudah dewasa jadi hal-hal semacam itu tidak pernah lagi ia ambil pusing.

Toh, dulu dia juga pernah ditinggalkan selama beberapa tahun bersama ibunya, hanya berdua. Saat itu, ayahnya menikah diam-diam dengan wanita asal China. Selingkuh dibelakang ibunya dan sekarang, ayahnya kembali dengan sejuta kata maaf.

Tepat ketika ibunya kritis dirumah sakit ayahnya datang. Yifan tidak bisa marah lagi. Dia hanya bisa diam dengan bulir-bulir air mata yang terus turun dipipinya ketika menatap seorang wanita China dan seorang anak laki-laki yang ayahnya bawa waktu itu. Mereka juga ikut menangis. Namun Yifan benci melihat air matanya.

Itu Yixing dan ibu kandungnya. Keluarga ayahnya yang lain..

Dan satu-satunya hal yang Yifan tahu saat itu adalah, dia benci wanita perusak hubungan rumah tangga orang lain. Wanita yang telah menyebabkan ibunya sakit-sakitan dan meninggal dunia.

Dia, Ibu kandung Yixing.

.

.

.

"Mau kemana?" Yifan baru saja keluar dari kamar ketika ia mendapati adiknya tengah bersiap-siap didepan pintu, entah mau pergi kemana.

"Fan, aku akan pergi kemakam ibu sebentar. Aku sudah memasak.. Sekarang kau bisa makan.."

Sejak Yifan dan Yixing dipertemukan sebagai sepasang saudara, Yifan tak pernah memperbolehkan Yixing yang saat ini masih berumur 17 tahun untuk memanggilnya kakak. Entahlah, mungkin karena mereka sekarang hidup dilingkungan barat dan panggilan basa-basi semacam itu tidaklah terlalu penting bagi Yifan.

Hingga akhirnya, Yixing mulai terbiasa memanggil Yifan hanya dengan menyebut namanya. Meski saudaranya itu sudah berumur 24 tahun-yang itu artinya umur mereka berjarak 7 tahun- dan sedang menjalani masa kuliah. Berbeda dengan Yixing yang masih duduk dibangku SMA.

"Sebentar lagi mau hujan."

Yixing menoleh kearah langit. Saat itu keduanya tengah berdiri diambang pintu. "Sepertinya iya. Ah_Aku harus membawa payung kalau begini." Ujar yang lebih kecil.

Yixing hendak masuk kedalam guna mengambil payung, namun tiba-tiba Yifan menahannya. "Jangan kemana-mana. Tetaplah dirumah. Temani aku makan." Pinta Yifan. Sekali lagi ia terpaksa menggunakan nada tegasnya.

Yixing menatap wajah kakaknya dalam beberapa detik. Setelahnya ia menghela nafas berat, lalu menyerah. "Baiklah~" Ujarnya kemudian mengikuti langkah Yifan kembali kedalam rumah mereka. Membiarkan Yifan menggenggam tangannya dengan erat.

.

.

.

Yixing mencengkeram pundak Yifan yang berkeringat. Dirinya sudah terdesak kesudut sofa sementara kakaknya masih menciumi seluruh bagian leher-tempat tersensitif- dan pundaknya-tanpa terkecuali- dengan penuh nafsu.

"Seharusnya kau tak mengatakannya dengan jujur jika kau ingin aku memperbolehkanmu pergi.."

"Tapi_Ngh~ Fan. Aku sudah lama tidak mengunjungi makam ibu_ah!" Yixing tersentak kecil ketika bibir Yifan beralih menciumi dan menghisap bagian dadanya dengan sedikit keras.

Yifan mengangkat wajahnya yang agak memerah. "Tapi aku tidak suka kau kesana." Jujur nya.

Kedua mata itu saling berpandangan. Yang lebih muda menggerakkan jemarinya, mengusap-usap pipi kakaknya sayang. Namun ada raut kecewa diwajah damai itu.

Karena tak tega melihat air muka adiknya yang perlahan mulai berubah, Yifan mencium sekilas bibir Yixing dan segera memeluk pinggangnya. Mengecup tulang selangka adiknya dengan lembut beberapa kali lalu bersandar didadanya.

Yixing yang sudah setengah telanjang, sama seperti Yifan, membalas pelukan kakaknya itu sembari mengelus-elus kepalanya sayang. Ia menumpukan kepalanya dipuncak kepala Yifan, lalu bergumam dengan nada kecewa. "Kenapa kau sangat membenci ibuku?"

"Karena dia telah mengambil ayah dariku. Dia pelacur Xing, aku membencinya."

Yixing merasa dirinya tertusuk dengan begitu menyakitkan ketika sepenggal kalimat itu meluncur dengan mulus dari bibir kakaknya.

"Tidak pernah kah kau memikirkan perasaanku ketika berbicara? Bagaimanapun, wanita yang kau benci itu adalah ibu kandungku.." Lirih Yixing. Matanya mulai berkaca-kaca namun Yifan tak melihatnya.

"Aku tahu. Tapi aku yakin kau mengerti dengan perasaanku.." Yifan ikut melirih.

Seakan tidak pernah diberikan pilihan. Yixing akhirnya mengangguk sembari bergumam 'Aku mengerti' kepada Yifan. Kemudian mencium dalam-dalam puncak kepala kakaknya. Memberikan 'obat penenang' untuk lelaki dipelukannya.

Selalu seperti itu. Yixing hanya mampu menghela nafas ketika atau sesudah kakaknya mulai menghina ibunya, lagi dan lagi. Hanya itu yang bisa Yixing lakukan karena dia tahu, tak sedikit juga rasa kecewa yang sudah Yifan peroleh sebelum ini.

Sebenarnya Yixing juga sama. Dia baru saja kehilangan seseorang yang yang paling ia cintai didalam hidupnya. Ibu Yixing, meninggal tepat sekitar tiga bulan yang lalu ketika beliau di diagnosa menderita penyakit kelamin yang mematikan. Yixing shock dan yang paling membuatnya merasa begitu sedih adalah ketika kakaknya berkata_

"Aku sudah tahu kalau wanita itu memang pelacur. Lihat saja penyakit yang dideritanya.."

Dan tamparan dari ayah mereka tak bisa menggetarkan hati Yifan sedikitpun. Hanya yang Yixing tahu, saat itu Yifan menatap kearahnya dengan tatapan tajam namun tersirat raut penyesalan disana.

Yixing menitikkan air matanya lalu pergi dari sana detik itu juga. Namun diam-diam Yifan mengikuti langkahnya dan ketika jarak keduanya sudah dekat, Yifan meraih tangan Yixing kemudian memeluknya dari belakang. Semuanya terjadi begitu saja. Yixing terkejut namun ia hanya bisa terus menangis dalam diam dipelukan kakaknya sembari mendengarkan kata-kata yang terus terucap dari bibir Yifan_

"Maaf telah melukai perasaanmu. Aku hanya membenci ibumu. Jadi jangan pernah berfikir aku akan membencimu juga, aku menyayangimu, adik~"

Yixing tidak mengerti dengan perasaannya. Sejujurnya, ia begitu benci sosok Yifan begitu kasar mulutnya, dan awalnya Yixing fikir Yifan pun membencinya sama seperti kakaknya itu menaruh dendam kepada ibunya. Tapi ternyata tidak. Dan hal itu jugalah yang membuat Yixing tak bisa menolak pelukan penuh makna dari kakaknya saat itu. Yang Yixing tahu hanyalah, Yifan serius dengan ucapannya.

"Maafkan aku. Jangan menangis. Kau harus tahu kalau aku benar-benar menyayangimu~"

Dan ungkapan sederhana tersebut terus berlanjut dan berkembang menjadi sesuatu yang lain.

Awalnya, mereka sama-sama belum mengerti kenapa perasaan 'nyaman' itu ada ketika keduanya bahkan hanya saling menatap satu sama lain. Tidak ada salah satu dari mereka pun yang tidak merasakannya.

Kala itu, Yifan dan Yixing mungkin hanya belum tahu, kalau sebenarnya mereka telah saling menaruh hati sejak pertama kali dipertemukan.

Dipertemukan sebagai sepasang kakak dan adik.

.

.

.

"Fan.."

"Hm?"

Yixing berjalan pelan menghampiri kakaknya. Sebelah tangannya memegang ponsel dan sebelahnya lagi memegang sebuah tas plastik berukuran sedang.

"Aku ingin meminta izin."

Yifan menoleh. Memilih mengabaikan kalimat tugas dilaptopnya yang masih menggantung. "Kemana?"

"Hanya kepesta ulang tahun_" Yixing duduk disebelah Yifan kemudian menyodorkan ponselnya kedepan lelaki tinggi itu. "_Ini, kau bisa berbicara langsung dengan Sehun kalau tidak percaya.."

Ponsel kini berpindah tangan. Yixing memeluk barang ditangannya sembari menunggui kakaknya berbicara dengan salah satu teman sekolahnya. Sehun.

"Hallo.."

"Kak Yifan?"

"Iya."

"Ini Sehun kak. Boleh aku membawa Yixing kepesta ulang tahun Baekhyun nanti malam?"

Yixing mendengar dengan seksama. Tiba-tiba merasa resah ketika kakaknya hanya diam belum menjawab pertanyaan Sehun.

"Kak..?"

Yifan tampak berfikir sejenak sebelum_

"Tidak usah Sehun_"

Yixing mendesah kecewa. Kantong berisi kotak baju yang hendak dipakainya nanti malam melorot dipangkuannya.

"Eng~.. Baiklah kak. Kalau begitu_"

"_Aku yang akan mengantar Yixing. Jadi kau tidak perlu menjemputnya."

Yixing terkesiap. Kedua matanya lantas berbinar bahagia tanpa bisa ditahan. Detik selanjutnya, Yixing menghambur kepelukan kakaknya. Mengucapkan hal-hal semacam 'Terima kasih, Fan' atau 'Aku menyayangimu!' berulang-ulang.

Yifan segera memutuskan sambungan telfon. Tidak ingin Sehun mendengar percakapan mereka, kemudian tersenyum membalas pelukan erat adiknya.

Yang lebih kecil terkekeh senang. Dalam keadaan yang masih memeluk Yifan, Yixing mengangkat kepalanya dari pundak Yifan lalu menatap wajah kakaknya dengan kedua mata berkilat bahagia.

"Terimakasih! Kau yang terbaik!" Ujarnya kemudian mencium pipi Yifan berkali-kali.

Yifan tertawa kecil kemudian mendaratkan kecupan ringan dileher lelaki yang masih setia mencium pipi nya.

"Fan, geli!~" Yixing berjengit kaget. Itu titik sensitifnya.

Keduanya terdiam beberapa detik. Setelahnya terkekeh bersama-sama. Yifan memajukan tubuhnya dan Yixing dengan setia menunggu bibir kakaknya mendarat dipermukaan bibirnya.

Yifan mengecup bibir Yixing beberapa kali sebelum benar-benar melumatnya. Memberikan ciuman penuh gairah seakan mengklaim bibir penuh adiknya hanya miliknya seorang. Dan Yixing dengan senang hati membalas ciuman manis itu.

"Love You.." Yifan berucap disela-sela ciuman mereka.

"Too.."

Yixing bisa merasakan kedua sudut bibir kakaknya tertarik keatas setelah ia menjawab. Dan keduanya kembali larut dalam sebuah ciuman panas yang tak terbantahkan.

.

.

.

Malam harinya..

"Apa penampilanku bagus?"

"Kau cantik."

"Fan, berikan aku pujian untuk seorang pria!" Yixing merengut.

"Oke. Kau manis!"

Yixing menaikkan satu alisnya mendengar itu. "Aku mau yang lebih dari itu!"

"Kau cantik, manis, dan menggairahkan!" Yifan menatap adiknya dengan tatapan menggoda. Ia memeluk pinggang Yixing posesif kemudian mengecup pipinya sekali. Tidak peduli kalau lelaki disebelahnya tengah berdecak kesal.

"Apa aku harus merubah penampilanku agar kau mau menyebut diriku tampan?" Yixing berujar kesal tanpa sekalipun mencegah perbuatan Yifan. Dia hanya sibuk mengamati pantulan dirinya di depan cermin.

"Tidak. Jangan. Ini sudah sempurna.."

Yixing tersenyum. Menampilkan lesung pipi miliknya yang begitu manis. Dia selalu senang ketika kakaknya berkata sesuatu yang mampu membuat dirinya menghangat. Yixing tahu kalau Yifan selalu jujur dengan perkataannya. Terlebih jika itu tentang dirinya.

Yixing percaya karena setiap komunikasi yang mereka lakukan selalu melibatkan rasa.

Yixing berbalik menghadap Yifan. Meraih kedua sisi pipi kakaknya kemudian membawa wajah tampan itu kedepan wajahnya. Yifan meletakkan kedua tangannya di sisi-sisi pinggang Yixing. Menunggu adiknya berbicara.

"Kau tampan." Puji Yixing. Tak lupa kedua matanya menatap Yifan dengan tatapan memuja.

"Ya. Dan lelaki tampan selalu cocok jika disandingkan dengan lelaki cantik sepertimu."

"Filosofi macam apa itu?"

"Aku tidak tahu, tapi menurutku begitu!" Yifan menarik tubuh adiknya lebih merapat kemudian menggoyang-goyang tubuh mereka kekanan dan kekiri. Masih dalam keadaan saling memeluk dan menatap. Menikmati setiap moment sederhana yang mereka lalui.

"Love you~" Kali ini Yixing yang memulai. Lelaki berlesung pipi itu tersenyum manis sembari mempermainkan ibu jarinya disekitar rahang Yifan.

"Too~"

Yixing tak pernah memerintahkan jemarinya untuk mencengkeram kerah kemeja Yifan kemudian menariknya kebawah, namun semuanya terjadi begitu saja ketika Yifan membungkuk dan Yixing sedikit menjijitkan kedua kaki pendeknya. Dan untuk kesekian kalinya kedua kakak beradik itu saling berbagi kecupan layaknya sepasang kekasih.

.

.

.

Pesta dirumah Baekhyun masih berlangsung hingga pukul 10:43 malam. Yifan duduk disalah satu sofa disana sembari meminum anggur. Menunggui adiknya yang masih asyik berdansa bersama teman-teman sebayanya.

Seseorang duduk disebelah Yifan. Yifan menoleh dan melihat lelaki itu menuangkan anggur dimeja didepan mereka kedalam gelas kemudian meminumnya.

Lelaki itu balas menatap Yifan. Mengelap bibirnya yang basah sedikit kemudian mulai berbicara. "Menunggui kekasihmu?"

Yifan ingin mengangguk, tapi tidak jadi. "Aku menunggui adikku." Jawabnya kemudian.

"Benarkah? Woww!" Decak lelaki disebelah Yifan seolah kagum.

"Kau?" Yifan bertanya balik.

"Sama!" Jawabnya tanpa minat.

"Maksudku menunggui adik_" Yifan fikir mungkin lelaki disebelahnya hanya asal mengiyakan.

Namun lelaki asing disebelahnya mengangguk. Ia kemudian mengulurkan tangannya kearah Yifan. "Luhan." Ujar lelaki itu setelah Yifan menjabat tangannya.

"Yifan."

"Apa ini tempat perkumpulan para kakak-kakak yang 'Over' terhadap adiknya?"

Luhan dan Yifan serentak menoleh kearah sumber suara.

"Hey, Minseok!" Luhan menjerit senang kemudian mempersilahkan teman satu kampusnya duduk. Mungkin hanya Yifan yang tidak mengenal siapa-siapa disini selain adiknya dan teman satu sekolah adiknya yang bernama Sehun.

"Jadi sekarang kau mulai memperhatikan Chanyeol?" Luhan bertanya kearah Minseok.

"Tidak juga. Anak itu merengek kepada ayah dan ibu agar aku mau mengantarkannya kesini.. Sial sekali padahal aku ada rencana kencan dengan pacarku!" Sungut Minseok.

"Woaa.." Luhan meraih tubuh Minseok kemudian memeluk tubuh sahabatnya sembari menepuk-nepuk bahunya turut prihatin. "_Kalau begitu kita berdua sama! Sehun dan Chanyeol benar-benar merepotkan!_" Luhan melepaskan pelukannya. "_Dia bilang tidak mau berangkat sendiri sebab temannya juga di antarkan oleh kakaknya. Anak itu bahkan merengek-rengek dan mulai membanding-bandingkan aku dengan kakak Yi_Yi_"

"Ekhem!_Mungkin maksud kalian adikku. Yixing!" Yifan mulai angkat bicara karena merasa terabaikan sedari tadi.

"Apa itu nama adikmu?" Kali ini Minseok bertanya.

"Ya." Yifan menjawab sambil meminum cairan berwarna ungu yang masih berada ditangannya.

"Apa dia nakal? Dan merengek memintaimu mengantarnya kesini?" Minseok ikut menuangkan anggur kegelas yang masih kosong. Berlanjut meminumnya.

"Tidak."

"Jadi apa dia mengadu kepada ayah dan ibumu?" Tanya Minseok lagi.

"Tidak juga."

"Lalu?" Kali ini Luhan yang bertanya.

Keduanya-Minseok dan Luhan- dibuat penasaran dengan jawaban Yifan. Zaman sekarang, apalagi untuk mereka yang tinggal dilingkungan barat seperti saat ini, tidak ada hal yang tidak mungkin untuk dilakukan oleh anak berumur 17 tahun seperti Yixing, Sehun, dan Chanyeol. Ketiganya sudah beranjak dewasa dan sudah mulai legal dimata hukum.

Jadi, heran saja mengapa masih ada kakak macam Yifan yang masih 'Over asli' kepada adiknya.

"Tidak ada. Aku hanya ingin." Jawab Yifan acuh tak acuh.

"Apa adikmu tidak pernah mengganggu acara kencanmu atau semacamnya?" Minseok benar-benar tampak tertarik dengan orang semacam Yifan.

"Aku sedang tidak berkencan." Sebenarnya apa kepentingan kedua orang ini 'mewawancarainya' Yifan juga tak tahu.

"Wow!" Dan Luhan adalah orang yang selalu bersikap dramatis sejak awal mereka bertiga berkumpul. "Aku salut zaman sekarang masih ada orang yang belum berkencan sepertimu."

Ketiganya terkekeh mendengar ucapan Luhan.

"Jadi, berapa usiamu sekarang?" Tanya Minseok-lagi-.

"24." Namun tak sekalipun pertanyaan Minseok maupun Luhan yang tidak Yifan jawab.

"Aku 25." Luhan menimpali.

"Aku juga 25." Minseok ikut berujar. "Jadi, diumurmu yang sudah berkepala dua, apa kau belum pernah melakukan sex?"

Yifan berhenti sejenak dari kegiatan minumnya. Dia menoleh kearah sipenanya, Minseok, dan si lelaki dengan wajah kelewat penasaran, Luhan.

Dua kali anggukan Minseok dan Luhan peroleh dari Yifan.

"Dengan siapa?"

"Apa jika aku menyebutkan orangnya lantas kalian akan mengenalnya?" Yifan menertawai segala keingin tahuan 'teman barunya' ini.

"Opps!" Minseok tertawa. Menertawai perbuatannya sendiri yang secara tidak sadar terus bertanya tanpa bisa dihentikan. Wajar, karena memang itu sifat alaminya sejak lahir.

Luhan dan Yifan ikut tertawa kecil. Merasakan suasana yang sedikit agak mencair sejak kedatangan Minseok.

Yifan membawa gelas anggurnya untuk kembali kedepan bibir kemudian menyesap rasa pekat dari cairan didalamnya. Matanya melirik kearah sekumpulan anak-anak yang sibuk tertawa sembari menari dilantai dansa.

Disana ada Yixing.

Seandainya Minseok masih bertanya, dan Yifan menjawab tentang dengan siapa ia mendapat sex pertamanya, maka kedua teman barunya ini akan mengenal orang itu. Pasti.

Karena Yifan pertama kali mendapatkan 'keindahan dunia' itu dari adiknya sendiri, Yixing.

.

.

.

Yixing meracau tak jelas disamping Yifan yang tengah mengemudikan mobil mereka.

"Kalau kau tak kuat minum, kenapa melakukannya?" Tanya Yifan tanpa mengalihkan tatapannya dari jalan raya.

"Pusing~"

"Tidurlah, nanti kubangunkan."

Yixing menoleh kearah kakaknya yang masih sibuk menyetir. Ia menyandarkan pipinya ke sandaran kursi kemudian menjulurkan sebelah tangannya dan meletakkannya kepaha Yifan.

"Aku ingin tidur denganmu.." Lirihnya sembari menatap Yifan dengan mata setengah sayu. Efek mabuk.

Yifan melirik sebentar jemari-jemari adiknya yang kini bergerak-gerak kecil disekitar pahanya, kemudian menoleh kearah Yixing sekilas.

"Xing, aku sedang menyetir.." Yifan meraih jemari Yixing dengan lembut kemudian menggenggamnya sayang. Lalu menghela nafas singkat lewat bibirnya.

"Kenapa? Aku merindukanmu sekarang~ Tidak ingin tidur sendirian..." Yixing menarik tangannya dari genggaman Yifan, kemudian menyentuh paha Yifan lagi, hampir meremas bagian pribadinya jika saja Yifan tak mengambil tangan 'nakal' itu kembali.

"Fan~!" Yixing hendak protes namun Yifan segera membawa jemari-jemari mungil itu kedepan bibirnya dan mengecupnya lembut.

"Jangan memancing !"

Adiknya sedang mabuk. Jadi Yifan tidak akan membiarkannya melakukan apapun disini. Atau keduanya tidak akan pulang lalu 'bermalam' dimobil?!

Tidak mungkin karena itu tidak nyaman!

Yixing terkekeh parau kemudian memperbaiki duduknya yang menyamping lalu memejamkan matanya yang memberat. Tidak mengantuk, hanya terasa berat.

"Baiklah. Aku akan menunggu hingga kita sampai.." Oceh Yixing antara sadar dan tidak sadar disebelah Yifan.

Yifan hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman lembut. Merasa tidak sabar juga untuk cepat sampai dirumah.

Setelah itu, keduanya kembali larut dalam keheningan.

Yifan yang masih fokus menyetir dan Yixing yang sesekali membuka matanya untuk memastikan apa rumah mereka masih jauh atau sudah dekat, dengan kedua tangan yang masih saling menggenggam satu sama lain.

.

.

.

Yifan tidak bisa berfikir lagi. Dia hanya merasa letak kamar terlalu jauh jadi pemuda tinggi itu lebih memilih untuk menelanjangi Yixing disofa ruang tamu.

Bibir Yixing yang terbuka terus terengah-engah ketika merasakan mulut Yifan yang sibuk mencium perutnya. Menggelitik pusarnya dengan lidah panjang lelaki itu. Sementara Yixing hanya bisa mengerang tertahan diantara gairahnya yang kian memuncak.

Yifan menciumi setiap inci tubuh Yixing dengan penuh kelembutan. Menyesap aroma tubuh adiknya yang entah kenapa begitu terasa memabukkan di indera penciuman Yifan. Keduanya bahkan sudah telanjang bulat, entah sejak kapan.

"Fan Stop!"

Yang dipanggil mendongak. Mulutnya hampir mencapai penis Yixing jika saja lelaki yang lebih muda tidak mencegahnya. "Ya?"

Dada Yixing masih naik turun dengan tidak teratur. Ia meraih pipi Yifan kemudian menghempaskan kepalanya sendiri kepegangan sofa. "Kesini.." Pintanya.

Yifan merangkak diatas tubuh adiknya yang penuh peluh. "Kenapa sayang?"

Yixing masih terengah. Ia balas menatap Yifan sejenak kemudian mengangkat kepalanya dan meraup bibir Yifan kedalam sebuah ciuman mesra.

Yifan membalasnya. Membiarkan hidung keduanya saling beradu dan saling membengkok akibat bergesekan terlalu dalam. Bibir keduanya masih melumat satu sama lain tanpa ada yang berniat melepaskan sedetikpun.

Jemari panjang Yifan yang semula berada dipunggung Yixing perlahan mulai bergerak turun. Berjalan menyusuri sekitar lekukan pinggang Yixing yang menciptakan sensasi geli dan menggairahkan bagi yang disentuh. Jemari panjang itu terus dan terus berjalan dengan pelan kemudian berhenti disekitar pantat Yixing yang telanjang.

Ciuman panas itu belum putus sedikit pun ketika Yifan mulai menarik pantat Yixing kearahnya berikut dengan ia yang menekan pinggulnya kebawah. Menekan penisnya ke penis Yixing kemudian menggeseknya dengan lembut disana.

Kedua kaki Yixing menggeliat resah. Tak kuasa menahan berjuta-juta sensasi memabukkan yang tengah Yifan berikan untuknya. Jemari-jemari kakinya menggulung tak tertahankan. Kaki jenjang itu menekuk, mengapit Yifan yang masih bergerak pelan diantara kedua kakinya.

"Ah~"

Yifan merespon desahan Yixing dengan deru nafasnya yang kian memberat. Lelaki tinggi itu masih menggesekkan selangkangan mereka dengan gerakan yang tidak terburu-buru. Terkesan lembut namun dalam.

Keduanya tampak benar-benar menikmati setiap sensasi panas dingin yang menerpa sekujur tubuh mereka. Darah seakan mendidih dan terus memompa tepat kebagian bawah pusar. Membuat kedua organ intim itu semakin mengeras dan siap meledak kapan saja.

Beberapa menit kemudian, terdengar lenguhan tertahan dari mulut Yixing. Ia sudah mencapai klimaks pertamanya ketika Yifan masih setia menekan-nekan miliknya kepenis Yixing. Yixing menunggu, membiarkan Yifan bergerak sekaligus mencium bibirnya dengan penuh nafsu sebelum_

"Mmhh~"

_Yifan menghisap bibir bawah Yixing agak keras. Mendiamkannya beberapa detik dengan meta terpejam erat. Menghayati kenikmatan dunia yang baru saja menerpa tubuh bagian bawahnya. Yifan akhirnya juga mendapati pucak kenikmatannya sendiri.

Yang lebih tua menarik diri terlebih dahulu dari ciuman panjang mereka sekaligus menghentikan gerakan tubuhnya dibawah sana. Kepala Yixing mendongak keatas dengan mata terpejam. Peluh bercucuran disekitar pelipisnya dan keadaan bibirnya yang kian membengkak membuat pemuda manis itu semakin menggairahkan dimata Yifan.

Kedua belah bibir sepasang insan yang tengah bercinta itu sama-sama terbuka. Meraup oksigen dengan gerakan cepat namun teratur.

Yixing perlahan membuka matanya. Ia menatap lelaki diatasnya-yang sudah lebih dulu membuka matanya- dalam-dalam. Dada Yixing dan Yifan terlihat naik turun dan suara deru nafas mereka beradu dengan hangat.

Yixing mengangkat kedua tangannya yang semula berada dipinggang Yifan keatas, kemudian membawanya kearah pipi Yifan.

Kakaknya.

Setelahnya Yifan diam. Yixing juga diam.

Keduanya hanya diam untuk beberapa saat sebelum salah satu dari mereka mulai berbicara. "Apa hanya akan terus seperti ini?" Yixing membuka pertanyaan seraya jemari-jemari mungilnya mulai mengelus sayang pipi kakaknya.

"Katakan saja. Kau ingin aku melakukan apa?"

'Jika bisa, aku ingin mengatakan kepada semua orang termasuk ayah, kalau kau, adalah milikku dan aku milikmu' Yixing hanya diam dengan kemelut yang mulai bersarang dihati kecilnya.

"Tidak. Biarkan hanya seperti ini dulu.." Yixing meraih tengkuk Yifan kemudian menarik kepala kakaknya mendekat. Menyandarkan kedadanya yang sudah setengah basah akibat keringat.

Yifan tahu kebiasaan Yixing yang selalu ingin mendekap dirinya didada lelaki itu. Jadi dia hanya menurut. Meletakkan pipinya didada hangat adiknya kemudian memeluk pinggang Yixing posesif. Mulai mendengarkan detak jantung Yixing yang selalu berdetak sama cepatnya dengan dirinya.

"Love you~" Lirih Yifan.

Hening beberapa saat. Yixing mengusap-usap sayang kepala kakaknya kemudian mengecupnya lembut. Entah kenapa Yixing selalu suka aroma maskulin yang menguar dari sana. Entah karena dirinya yang terasa sudah sangat 'terikat' dengan kakaknya sendiri, atau entah itu karena hal lain, yang pasti Yixing selalu merasa nyaman memeluk dan berada dipelukan orang terkasihnya, Yifan.

"Too~" Jawab Yixing kemudian mencium kepala Yifan sekali lagi.

Yifan menghela nafas kemudian tersenyum. Sempat resah karena Yixing memberikan jeda sebelum menjawab. Lelaki itu lantas mengecup dada Yixing sekali, lalu bergumam 'Terimakasih' Untuk Yixing sebelum meletakkan kembali pipinya didada Yixing.

Memejamkan mata dan mengeratkan pelukannya dipinggang ramping Yixing. Adiknya.

Yifan tak pernah tahu, sudut mata adiknya selalu mengeluarkan liquid bening secara diam-diam ketika mengecup kepalanya. Setiap air matanya keluar, Yixing akan meredamnya dengan membenamkan bibir dan hidungnya diantara rambut-rambut Yifan yang wangi.

Tidak pernah ingin sang kakak melihat air matanya.

.

.

.

Siang itu, Yifan baru pulang dari kegiatan perkuliahannya ketika sang ayah menelfon. Yixing masih ditempat bimbel nya yang berarti sekitar satu setengah jam lagi Yifan akan menjemput anak itu.

Yifan sempat mengabaikan panggilan pertama ayahnya. Namun tepat didering kedua, Yifan merasa tidak tega lagi.

"Hallo."

"Fan?"

"Ya, ayah.."

"Mana Yixing?"

"Yixing sedang bimbingan. Sebentar lagi aku menjemputnya.."

"Bilang kepada adikmu kalau ayah akan pulang besok. Tanyakan dia ingin oleh-oleh apa.."

Yifan menautkan kedua alisnya. Bukankah ayahnya bilang akan pulang sekitar seminggu lagi? Tapi kenapa..

"Apa pekerjaan ayah sudah selesai?" Tanya Yifan heran.

"Sebenarnya belum. Ayah rindu kalian. Dan ayah membawa kabar baik untukmu. Anggap saja itu sebagai oleh-oleh bagianmu dari ayah.."

"Apa itu?"

"Kau akan mengetahuinya setelah ayah pulang.. baiklah, ayah akan tutup telfonnya dan jangan lupa katakan kepada Yixing ayah akan segera pulang. Ayah merindukan kalian.."

Telfon tertutup.

Yifan terdiam. kedua alisnya masih bertaut satu sama lain. Entah kenapa ia merasa tidak nyaman setelah percakapannya bersama sang ayah berakhir.

.

.

.

Usai menjemput Yixing di tempat bimbingan belajarnya, Yifan tak langsung membawa anak itu pulang. Dia membawa Yixing untuk makan terlebih dahulu.

Yixing melepas kacamatanya kemudian memasukkan benda itu kedalam saku tas. Meraih minuman berjenis teh madu yang sudah terhidang didepannya kemudian menyeruput cairan itu pelan-pelan.

"Aw, panass!"

"Lain kali hati-hati." Yifan menyodorkan minuman dinginnya ke hadapan Yixing. Yixing meraihnya kemudian meminum minuman yang baru saja diberikan Yifan untuknya.

"Benar kau tidak lapar?"

Yixing menggeleng sembari tetap meminum minuman dingin Yifan seolah-olah itu adalah miliknya sekarang. "Aku sudah makan disekolah bersama Sehun.." Jawabnya.

Yifan mengangguk kemudian melanjutkan kegiatan makannya yang sempat tertunda.

Yixing meraih ponselnya yang belum ia cek sejak beberapa jam terakhir. Dan beberapa panggilan dari ayahnya membuat Yixing tekesiap. "Ayah menelfon?!" Gumamnya. Hendak menelfon balik namun Yifan mencegahnya.

"Tidak usah. Ayah sudah menelfonku.." Yifan meraih segelas air putih kemudian meminumnya.

"Ayah bilang apa?" Tanya Yixing penasaran.

Yifan diam sesaat. Sementara adiknya masih terlihat menunggu dengan tidak sabar.

"Ayah bilang akan pulang besok!"

"Yeayy_!" Yixing segera menghentikan sorakannya ketika melihat beberapa pengunjung restoran melirik kearahnya. Membungkukkan kepalanya sedikit kearah orang-orang yang Yixing rasa telah terganggu dengan kelakuannya, setelahnya Yixing menoleh kearah Yifan. "Lau, lalu?!" Tanyanya antusias.

Mendapati kakaknya yang hanya menatap kearahnya dengan pandangan datar. Yixing lantas memperbaiki sikapnya. Ia meraih minumannya kembali kemudian menyesapnya dengan gerakan pelan. "Lalu ayah bilang apa lagi, Fan?" Ia melirik-lirik Yifan melalui sudut matanya.

Yifan mendengus sembari tersenyum kecil. Ia meraih sebelah tangan Yixing lalu menggenggamnya lembut. Yixing merona.

"Ayah menyuruhku menanyakan kepadamu, kau ingin oleh-oleh apa dari ayah?"

Mungkin Yifan memang terlalu berlebihan menunjukkan sikapnya yang memang kurang menyukai ayahnya dihadapan Yixing. Sementara Yixing secara terang-terangan begitu manja dengan ayah mereka. Jadi setiap kali percakapan kedua kakak beradik itu sudah membahas tentang 'ayah', maka Yixing akan menahan mati-matian binar bahagia dari kedua matanya.

Karena Yixing tahu kalau Yifan, kakaknya, belum sepenuhnya bisa menerima kasih sayang ayah mereka. Sejak kejadian beberapa tahun silam.

"Bilang kepada ayah, dia pulang saja sudah cukup." Yixing tersenyum manis. Ia membalas genggaman Yifan.

Yifan ikut tersenyum. Pemuda tinggi itu mengusak kepala Yixing sekali kemudian meraih teh panas yang mengaggur ulah adiknya, lalu menyesapnya.

"Ngomong-ngomong.. Oleh-oleh dari ayah untukmu apa?"

Gerakan Yifan berhenti. Dia tidak tahu jawabannya. Seketika otaknya memikirkan perkataan ayahnya ditelfon beberapa saat yang lalu.

"Aku tidak tahu, ayah hanya bilang kalau oleh-oleh untukku sudah ada."

"Kau meminta apa?"

"Aku tidak pernah meminta apa-apa.."

"Oh.." Yixing memilih untuk tak bertanya lagi. Mungkin ayahnya memang membawa sesuatu yang special untuk kakaknya, agar hubungan keduanya semakin baik. Iya, semoga saja seperti itu.

Setelahnya, sepasang kakak beradik itu kembali larut dalam beberapa percakapan sederhana. Misalnya Yixing yang menceritakan tentang sekolahnya kepada sang kakak, atau pun Yifan yang dipaksa untuk menceritakan kegiatan kuliahnya sendiri oleh Yixing, dan banyak lagi hal-hal lainnya yang mereka bahas. Mulai dari topik yang penting, kurang penting, hingga yang tidak penting sama sekali.

Begitu seterusnya hingga sore menjelang.

Tidak ada yang tahu, kalau kepulangan ayah mereka besok. Akan membawa dampak yang besar bagi hubungan keduanya.

.

.

.

Bersambung..

Tunggu next Chapnya ya~

Untuk bagian nc, maaf mungkin scenenya kurang memuaskan sebab KraYeol emang sengaja ga bikin adegan hingga ke inti. Ntar nc yg bner2 nc itu ada d chap slanjutnya-selanjutnya bukan brarti harus chapter depan ya?-. Jadi mohon pengertiannya. Btw, Thank's buat yang udah sempetin baca. Silahkan dikritik..

Satu lagi. Ini alur ff pasaran BEGETE tapi tetep~, 'Sebuah cerita dengan alur yang sama maka akan terasa berbeda jika penulisnya juga berbeda (motto KraYeol) ;)'

Ok Bye!

Salam manis by..

^KraYeol^