xselumate 2015
.
.
.
Chapter 1 : The Mansion
"Luhan, tolong bersihkan meja nomor 5 ya!"
Lelaki bersurai coklat yang tadinya sedang mengantarkan kopi ke pelanggannya itu sontak menoleh sambil mengacungkan ibu jarinya ke udara dengan senyuman manis yang terhias di wajahnya.
Luhan melepas seragamnya dan menggantungnya di gantungan dinding, "Jonghyun-ssi, aku pulang dulu ya!"
"Hati-hati di jalan Lu!" Luhan membalas lambaian tangan Jonghyun sampai keluar dari kafe dengan senyuman yang terukir di wajahnya.
Seperti itulah pekerjaan Luhan setiap harinya. Ia bekerja di sebuah kafe kecil yang berada di pinggiran jalan sibuk kota Seoul. Auranya yang cerah seperti sinar matahari di pagi hari membuat banyak pelanggan kafe tersebut mencintai sesosok Luhan. Namun siapa tahu jika pada malam hari, ia akan bekerja sebagai penari malam di sebuah klub terkenal di Seoul.
Luhan memiliki dua pekerjaan, yang pertama sebagai pelayan yang ceria dan hangat di sebuah kafe pinggiran, dan yang kedua sebagai penari malam di klub 'Ox2' yang terkenal diantara para pria maupun wanita.
Luhan berjalan menyusuri gang kecil agar bisa lebih cepat sampai ke klub. Setelah berada didekat daerah klub, dengan lincah ia melepas sweaternya yang bermotif bintang dan menggantinya dengan jaket kulitnya yang berwarna hitam dengan kancing berbentuk runcing di daerah bahunya. Ia juga menata rambutnya ke atas dengan gel agar terlihat lebih maskulin.
Setelah siap, Luhan segera memasuki klub malam yang sudah ramai walaupun jam masih menunjukkan angka 10. Banyak para wanita yang berpakain terbuka menyapanya dengan genit. Bahkan belum sampai 10 menit ia berada di tempat itu, seorang wanita mendatanginya dengan pakaian yang minim, bahkan Luhan bisa melihat belahan dadanya dengan jelas.
Wanita itu dengan seenaknya menyandarkan tubuhnya ke tubuh Luhan dengan manja, "Hai tampan, mau bermain denganku malam ini?"
Luhan hanya tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya pelan. Kemudian Luhan menjauhkan tubuhnya dari wanita itu karena jujur, ia merasa tidak nyaman ketika payudara wanita itu menempel ke lengannya.
"Aw, sangat disayangkan. Jarang sekali ada orang yang menolakku. Well, mungkin di lain waktu ya sayang."
Tidak. Dan tidak akan mungkin ia akan mau bermain dengan wanita itu walaupun sampai presiden Obama menjadi presiden India. Hell, Luhan bahkan tidak straight sama sekali.
"Hey Lu!"
Mata Luhan membulat sempurna ketika melihat seorang lelaki yang bertubuh lebih kecil darinya berjalan menghampirinya dengan pakaian kasual, bahkan pakaian bukan pakaian untuk pergi ke klub sama sekali.
"Baekhyun!" Luhan memeluk lelaki itu sambil mengacak-acak rambutnya yang berwarna merah muda. "Kau mau apa kemari? Bukannya kau sudah tidak bekerja disini?"
Baekhyun, atau biasa dipanggil Becky—nama panggungnya—di klub. Jika Luhan menjadi penari, maka Baekhyun justru seorang penyanyi yang paling banyak digemari di klub. Mereka kenal dekat karena mereka sering bepergian bersama di hari libur mereka dulu. Semenjak Baekhyun keluar dari klub 1 bulan yang lalu, Baekhyun jadi jarang menghubungi Luhan.
"Aku ingin berbicara tentang hal penting denganmu,"
"Tentang apa?"
Baekhyun bungkam sebentar sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Tentang Yeri."
Dentuman musik keras membuat orang-orang yang berada di klub semakin menggila. Bahkan ada yang sampai bercumbu di atas kursi sofa, seolah-olah semua orang berada di dunia mereka sendiri. Dan sinilah Luhan dan Baekhyun, berada di salah satu meja dengan 2 gelas cocktail Pina Colada diatasnya.
"Lu, aku tahu kau sangat membutuhkan banyak uang untuk biaya pengobatan Yeri," Luhan menganggukkan kepalanya lemah sambil menenggak Pina Coladanya. "Ditambah biaya sekolah privatnya karena ia tidak bisa meninggalkan rumah sakit."
"Lalu kenapa?"
Baekhyun menghela napas pelan, "Tentu saja kau butuh uang yang sangat sangat banyak. Apalagi Yeri adalah anggota keluargamu satu-satunya yang tersisa. Walaupun dia saudara tirimu, tapi kau masih sangat menyayanginya kan?"
Luhan menganggukkan kepalanya sekali lagi.
"Kau pikir dengan pekerjaanmu sekarang akan melunasi hutang-hutangmu untuk mengobati adikmu? Tidak Lu. Gaji dari pekerjaanmu sebagai pelayan hanya cukup untuk biaya hidupmu sendiri. Sedangkan gaji dari klub ini juga tidak menjamin bisa cukup untuk adik dan pelunasan hutangmu." Baekhyun mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan, "Dan aku kemari untuk menawarimu sebuah pekerjaan."
Luhan menautkan kedua alisnya. "Pekerjaan? Memangnya ada pekerjaan yang memiliki gaji besar untuk orang yang hanya memiliki ijazah sekolah menengah keatas?" Luhan terkekeh sambil menenggak minumannya sekali lagi.
"Oi, dengarkan aku dulu! Kau kira aku keluar dari sini karena apa? Tentu saja karena gajinya jauh lebih besar dari sini! Sekitar... 5 kali lipat dari bekerja disini."
Luhan hampir saja menyemburkan minumannya dari mulutnya begitu mendengar pernyataan Baekhyun.
"Kau serius?"
Baekhyun meringis pelan, "Tentu saja! Memangnya aku bercanda? Untuk apa aku rela keluar dari tempat ini jika pekerjaanku kali ini gajinya lebih banyak? Apalagi namaku terkenal disini,"
Luhan mendesah pelan, "Memangnya apa pekerjaanmu sekarang?"
"Pelayan."
Luhan hampir saja menuangkan isi gelasnya ke rambut Baekhyun jika saja ia bukan orang yang penyabar. Maksudnya, pelayan mana yang bisa mendapatkan gaji sebanyak itu? Jika saja itu adalah pelayan pribadi yang melayani nafsu—tunggu, apa maksud Baekhyun adalah pelayan 'seperti itu'?
Dengan cepat Luhan langsung menoleh ke arah Baekhyun dengan tatapan tajam.
"Y-ya! Bukan pelayan seperti yang otak kotormu pikirkan Luhaaaan! Ini adalah pelayan sungguhan! Jadi kau harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga bodoh!"
"O-oh..."
"Kau mau atau tidak? Masalahnya yang ingin bekerja disana bukan kau saja,"
Luhan berpikir sejenak, jika ia bekerja disana, tentu saja gaji dari tempat itu bisa melunasi hutang-hutangnya dengan jangka waktu yang pendek. Ia bisa bekerja disana selama setahun dan semua hutangnya akan terbayar. Ia juga bisa membayar tagihan rumah sakit adiknya. Apalagi jika hanya menjadi pelayan yang mengerjakan pekerjaan rumah, itu adalah hal yang sangat mudah bagi Luhan karena ia tinggal sendiri sejak ia berumur 18 tahun.
"Baiklah, aku mau."
Disinilah Luhan, berdiri di depan sebuah gerbang raksasa dengan tinggi 8 meter yang menutupi bangunan dibaliknya. Luhan tidak tahu harus apa sekarang. Pasalnya gerbang mansion itu sangat tinggi, bagaimana caranya orang di dalam sana tahu jika ada orang di luar?
Luhan mendesah panjang sebelum akhirnya ia memilih untuk menghubungi Baekhyun sekarang. Harusnya ia meminta Baekhyun untuk mengantarkannya kesini, bukan hanya meminta alamat saja. Jika sudah seperti ini, dia harus bertanya kepada siapa? Ditambah mansion besar ini berada di sebuah kawasan elit yang sepi dan tidak berpenghuni.
"Baekhyun, bagaimana caranya aku bisa masuk ke mansion ini?"
"Ya ampun, memangnya kau ini datang dari pedalaman? Kau lihat kan tombol berwarna abu-abu di ujung gerbang? Tekan lalu katakan apa tujuanmu kemari," Luhan menganggukkan kepalanya sambil berjalan mendekati tombol yang dimaksud oleh Baekhyun. "Oh ya, jangan lupa katakan 'Wings' jika mereka bertanya—"
Tuuut.
Luhan mengerutkan dahinya bingung. Kenapa tiba-tiba Baekhyun memutuskan panggilan? Lalu sekarang dia harus bagaimana?
Akhirnya Luhan memutuskan untuk menekan tombol abu-abu yang Baekhyun maksud. Kemudian ada suara pria paruh baya mulai terdengar dari alat tersebut, "Apa tujuan anda kemari?"
"Um... U-untuk melamar pekerjaan,"
Hening untuk beberapa saat. Apa suaraku tidak terdengar? Apa aku harus bicara lebih keras lagi?
"Baik. Tetapi sebelum itu, sebutkan kodenya terlebih dahulu."
Kode? Kode apa? Memangnya bagaimana caranya ia tahu apa kod- tunggu, apa kodenya yang Baekhyun sebutkan tadi?
"Uhm... Wings?"
Tidak ada jawaban selama 5 menit. Hal itu membuat Luhan menyerah dan hampir membuatnya menelpon taksi untuk menjemputnya. Namun tiba-tiba sebuah suara terdengar dari arah gerbang raksasa tersebut.
Dagu Luhan hampir menyentuh tanah ketika melihat pemandangan di depan matanya. Ia bisa melihat jelas sebuah jalan yang sangat panjang untuk menuju ke mansion. Di pinggiran jalan tersebut terdapat banyak jenis pohon, seperti pohon oak, pohon cherry, pohon pinus, pohon apel, dan masih banyak lagi.
Luhan menginjakkan kakinya ke dalam pintu gerbang ragu-ragu. Saat ia sudah berdiri di dalamnya, tiba-tiba saja pintu gerbang raksasa di belakangnya itu tertutup secara otomatis. Tentu saja Luhan terkejut ketika melihat pintu gerbang tersebut tertutup. Lelaki itu sempat berpikir, bagaimana jika ia terperangkap di balik gerbang ini selamanya? Apalagi kesempatannya untuk melompat dari balik gerbang itu adalah 0,1%.
Kemudian Luhan mendengar suara mobil dari kejauhan menuju ke arahnya. Sebuah mobil mewah yang biasanya digunakan oleh para politikus dan konglomerat di televisi, kini sedang berjalan ke arahnya. Tentu saja hal itu membuatnya kebingungan. Berbagai macam pertanyaan mulai muncul di dalam benaknya, kenapa mobil itu berjalan ke arahnya?
Mobil tersebut berhenti tepat didepannya, seorang pria berpakaian rapi keluar dari mobil itu dan membukakan pintu mobil untuk Luhan, mempersilahkan dia masuk.
Di dalam mobil, Luhan hanya terdiam tanpa kata. Suasana terasa mencekam bagi Luhan. Mungkin karena pria disebelahnya ini terlihat sangat dingin dan mengerikan, ditambah dengan kesunyian dan keheningan yang sangat intens. Hanya suara mesin mobil yang bisa terdengar oleh keduanya.
Luhan memutuskan untuk melihat keluar jendela, melihat daun-daun yang menguning dari pepohonan mulai berjatuhan di musim gugur yang cerah ini. Ia sempat berpikir jika majikannya pasti sangat kaya sampai-sampai orang harus memakai mobil jika ingin sampai ke mansionnya.
"Jalan menuju mansion ini dikelilingi oleh perkebunan apel dan jeruk milik tuan Oh. Maka dari itu kau harus menggunakan mobil untuk sampai ke mansion." Ujar pria berkulit tan tersebut tiba-tiba tanpa menoleh ke arah Luhan.
Sontak Luhan menoleh ke arah pria yang berada disebelahnya tersebut. "A-ah... Jadi b-begitu..." Luhan berusaha mengontrol suaranya agar tidak terlihat canggung.
"Hey, jangan terlalu gugup! Aku Kim Jongin, supir mansion tuan Oh yang pertama." Pria berkulit tan, atau Kim Jongin itu menoleh ke arah Luhan sambil mengukir sebuah senyuman di wajahnya.
"Yang pertama?"
"Iya, mansion ini memiliki 3 supir. Aku, Jongdae, dan Taehyung. Aku akan mengenalkanmu dengan mereka ketika kita sudah sampai disana!" Ujarnya lagi dengan senyuman di wajahnya.
Well, pria disebelahnya ini tidak seburuk yang Luhan pikirkan. Ia kira semua orang di mansion itu memiliki wajah yang kaku dan tegang. Ia tidak mengira jika ada orang seramah Jongin di mansion mengerikan ini.
"Oh ya, aku Luhan-"
Tiba-tiba saja Jongin memotong perkataan Luhan, "Apa kau dari China?"
Luhan tertawa renyah dan membalas, "Bagaimana kau tahu?"
"Tentu saja, di mansion ini juga ada yang berasal dari China!" Tuturnya sambil terus memandang ke depan.
Baru saja Luhan akan membuka bibirnya untuk berbicara, tiba-tiba Jongin menghentikan mobilnya. Sontak ia menoleh ke arah luar jendela dan mendapati sebuah bangunan mansion yang luar biasa megah dan indah berdiri dengan kokoh didepan matanya.
Karena terlalu fokus dengan apa yang ia lihat sekarang, ia sampai tidak sadar jika Jongin sekarang sudah berada didepan pintu mobil, bersiap-siap untuk membukanya. Luhan baru sadar dari dunianya sendiri ketika Jongin membuka pintu mobilnya dan tersenyum ke arah Luhan.
"Ayo! Kau tidak akan terus-terusan berada disini kan? Ini baru luarnya, jika kau sudah didalam, kau pasti akan lebih terkesima oleh arsitektur mansion ini!"
Dengan semangat Luhan melompat keluar dari mobil dan menutupnya kembali. Ketika ia berdiri didepan mansion itu, tiba-tiba sebuah angin kencang menerpa tubuhnya, membuat Luhan semakin mengeratkan syal berwarna krem yang menggantung dengan sempurna di lehernya. Angin di musim gugur memang sangat kencang akhir-akhir ini, pikirnya.
Jongin berjalan melangkah menuju pintu utama mansion itu, yang otomatis diikuti oleh Luhan yang mengekor di belakangnya.
Seperti sulap, tiba-tiba pintu tersebut terbuka secara otomatis. Hal ini lagi-lagi membuat Luhan berpikir tentang bagaimana kayanya majikannya ini. Pasalnya semua di mansion ini serba otomatis, mulai dari gerbang mansion, sampai pintu mansion.
Luhan semakin terpukau dengan apa yang ia lihat; sebuah hall yang sangat luas dengan ukiran indah di setiap pilarnya, lampu kristal chandelier yang menggantung sempurna di tengah ruangan, lantai marmer yang tampak mengkilat seperti tanpa noda sedikitpun, hiasan dinding yang seperti terbuat dari emas dengan taburan kristal dipinggirannya, serta lukisan-lukisan terkenal yang Luhan yakini harganya bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta menempel di dinding berwarna coklat keemasan tersebut.
Semua hal didalam mansion itu membuat Luhan bertanya-tanya bagaimana bisa orang mempunyai banyak uang untuk membeli semua itu. Karena sejak orang tua Luhan meninggalkannya dan Yeri, ia hanya tinggal di sebuah apartemen kecil dan sempit yang hanya memiliki 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Belum lagi dapur dan ruang tamunya yang bergabung menjadi satu. Luhan bahkan lupa bagaimana rasanya memiliki rumah yang luas dan lebar seperti yang dulu ia tinggali bersama orang tuanya.
Sekarang Jongin dan Luhan sedang berada dilantai dua, berjalan di sebuah lorong yang beralaskan karpet beludru merah dan dinding yang dilapisi oleh wallpaper berwarna merah marun dan coklat tua. Entah kenapa Luhan merasa ada sesuatu yang janggal, sedari tadi ia hanya melihat beberapa lukisan dan hiasan di dinding. Namun tidak ada satupun foto dari pemilik mansion mewah ini. Ditambah ia juga tidak melihat satu pun pelayan dimansion ini.
Luhan berjalan mendekati Jongin dan berbisik, "Jongin, kenapa mansion ini sangat sepi?" Jongin hanya melirik Luhan sebentar sambil tetap melangkahkan kakinya. "Katamu mansion ini mempunyai banyak pelayan?"
"Sekarang masih jam setengah 7 pagi, dan kebanyakan para pelayan pasti masih berada di dapur atau masih bersiap-siap."
Luhan memiringkan kepalanya, "Bersiap-siap? Bukannya seharusnya mereka bangun pagi-pagi dan mulai berkerja?"
"Well, hal seperti itu tidak terjadi disini." Jongin tersenyum kecil, "Tuan Oh tidak akan senang jika para pelayan sudah menampakkan diri mereka di mansion utama sebelum jam 7 pagi." Jelasnya sambil terus berjalan menyusuri koridor yang tampak sepi dan sunyi itu. Luhan menganggukkan kepalanya, menandakan jika ia paham dengan apa yang dikatakan oleh pria berkulit tan itu.
Jongin menghentikan langkahnya ketika sampai didepan sebuah ruangan yang memiliki dua pintu yang pinggirnya terdapat sebuah ukiran yang terbuat dari emas. Pria tan itu meraih gagang pintu tersebut dan membukanya perlahan, menampakkan sebuah meja dengan seorang pria duduk di kursinya.
Jongin dan Luhan melangkah maju menghampiri pria tampan bersurai coklat yang seolah-olah sedang duduk diatas tahtanya dengan angkuh. Siapa orang ini? Perasaan pemilik mansion ini bermarga 'Oh', bukan 'Park'.
"Tuan Park, ini adalah Luhan yang akan melamar pekerjaan disini." Jongin menarik pergelangan Luhan untuk menghadap lelaki yang Jongin panggil 'Tuan Park' barusan.
"Saya permisi dulu." Jongin membungkukkan badannya 90 derajat sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Sebelum ia benar-benar meninggalkan Luhan, ia membisikkan kata 'goodluck' ke telinga Luhan.
"Silahkan duduk," pria berambut coklat tua itu mempersilahkan Luhan untuk duduk dikursi yang berada didepannya.
Hening. Pria didepannya itu hanya menatapnya lekat-lekat, seolah-olah ia akan menelan Luhan hidup-hidup. Mengerikan. Sangat mengerikan. Kenapa orang-orang disini memiliki wajah yang mengerikan?
"Jadi kau akan melamar pekerjaan disini?" Tanyanya. Luhan hanya menganggukkan kepalanya. "Kau bisa melakukan pekerjaan rumah tangga kan?" Luhan kembali menganggukkan kepalanya. Entah kenapa tenggorokannya seperti tercekat, seolah-olah ia sedang melakukan interview untuk bekerja di sebuah perusahaan terkenal.
"Baiklah, aku akan memberikanmu kontraknya besok, setelah itu kau bisa meminta Jongin atau Jongdae untuk mengantarkanmu mengambil pakaian di tempat tinggalmu. Selama bekerja disini, kau juga harus tinggal disini. Kau tidak boleh meninggalkan lingkungan mansion ini, kecuali jika ada perintah dariku atau tuan Oh dan ada urusan mendadak dari keluargamu. Mengerti?" Jelas pria itu panjang lebar.
"M-mengerti!"
"Tidak usah gugup Luhan-ssi, santai saja. Namaku Park Chanyeol, aku adalah asisten pribadi tuan Oh. Sekarang tuan Oh berada di luar kota, jadi aku harus mengirimkan email tentangmu kepadanya dulu nanti malam. Maka dari itu kau baru bisa resmi bekerja besok. Maaf ya." Suara pria yang ternyata bernama Chanyeol ini ternyata sangat berat. Benar-benar tidak cocok dengan wajahnya yang imut seperti anak sekolah menengah.
"Terima kasih tuan Park atas kerja sama anda. Kalau begitu aku, eh, s-saya permisi dulu." Luhan dengan cepat bangkit dari kursi dan membungkukkan badannya 90 derajat lalu dengan perlahan berjalan meninggalkan ruangan itu.
Sesampainya di luar ruangan, Luhan tidak mendapati satu orang pun disana. Hal itu membuatnya mendesah pelan sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Oh well, lihat siapa yang akan tersesat hari ini,"
Luhan menatap pohon oak itu kagum, seolah-olah ia sedang menemukan sebuah harta karun yang berisi uang ratusan juta won dan ratusan batangan emas. Um... Mungkin tidak berlebihan seperti itu, hanya 'hampir' mendekati.
Pohon oak itu terletak di taman belakang mansion utama tuan Oh, tepatnya didekat sebuah gazebo dan danau buatan yang juga tidak kalah indah dari pohon oak tersebut. Namun entah apa yang membuat pohon tersebut sangat indah dimata seorang Luhan. Pohon itu sangat unik menurut Luhan, bentuknya sedikit membengkok ke kanan sehingga daun-daunnya hanya bisa menutupi apa yang ada disebelah kanan. Luhan hampir saja menyentuh batang pohon itu jika saja tidak ada seseorang yang memanggilnya dari kejauhan.
"LUUUHAAAAN!"
Seorang lelaki berambut merah muda berlari ke arahnya dengan baju seragam seperti pekerja hotel bintang 5. Ah, jadi seperti itu nanti baju seragamnya?
"Aku tidak menyangka kau akhirnya bisa masuk kesini!" Serunya sambil memeluk Luhan erat. Luhan hanya bisa tertawa renyah ketika melihat sahabatnya yang bertingkah menggemaskan itu.
"Oh ya, kau pasti sudah bertemu dengan tuan Park kan? Bagaimana? Bukankah dia sangat tampan?"
"Kenapa? Jangan bilang kau akan berusaha menggodanya!"
"Aww, sayangnya aku akan berusaha untuk menggodanya." Baekhyun tertawa sambil menyandarkan punggungnya ke pohon yang berada di belakangnya.
Luhan hanya tersenyum kecil saat melihat sahabatnya tertawa lebar seperti ini. Akhirnya dia bisa bekerja bersama lagi dengan Baekhyun. Di tempat kerja tanpa seorang Byun Baekhyun sangat membosankan bagi Luhan. Baginya, Baekhyun seperti pewarna pada kehidupan Luhan yang datar dan membosankan.
"Oh ya, bagaimana caranya kau bisa berada disini dan tidak tersesat?" Tanya Baekhyun sambil memasang wajah bertanya-tanya.
"Aku tidak tahu, aku hanya berjalan, lalu kemudian sampai disini." Luhan mengendikkan bahunya. "Bukankah pemandangannya sangat indah disini?" Tanyanya, matanya menerawang ke pemandangan yang ada didepan matanya.
Baekhyun mengikuti arah pandangan mata Luhan. Danau buatan yang sangat cantik dengan sebuah gazebo berwarna putih dipinggiran danaunya. Ditambah dedaunan pohon cherry yang berjatuhan tepat diatas permukaan air, seekor burung merpati yang sedang bertengger diatas batang pohon oak, dan ikan-ikan koi yang sedang berenang di dalam danau. Semuanya begitu indah dan terlihat magis. Baekhyun yang sudah berbulan-bulan bekerja disitu baru menyadarinya sekarang.
Tiba-tiba saja angin kencang menerpa keduanya. Membuat Luhan mengeratkan jaketnya sekali lagi. Sedangkan Baekhyun hanya melompat-lompat kecil sambil memeluk tubuhnya sendiri dan bergidik. Angin musim gugur memang bukan main!, pikir mereka.
"Ayo Lu, kita masuk! Disini terlalu dingin!"
Baekhyun menarik pergelangan tangan Luhan dan menyeretnya untuk berjalan ke arah mansion. Luhan sempat menoleh ke arah danau dan ia bersumpah, ia baru saja melihat burung merpati yang tadinya sedang bertengger di atas pohon oak tiba-tiba terjatuh ke permukaan tanah, seperti tertembak oleh sesuatu.
Sontak Luhan menoleh ke arah Baekhyun dan mulai menggoyangkan lengan Baekhyun. "B-baek! Lihat, burung tadi itu tiba-tiba jatuh!"
Baekhyun otomatis menoleh ke arah pohon oak dimana burung merpati tadi bertengger.
"Mana? Itu buktinya masih ada!"
Luhan mengerutkan dahinya bingung. Dengan cepat ia menoleh ke arah pohon oak itu lagi. Dan benar saja, merpati itu masih bertengger dengan sempurna di atas batangan pohon kokoh tersebut.
Mulut Luhan membuka sempurna, ia benar-benar bersumpah jika burung itu tadi barusan saja jatuh! Tidak mungkin kan ia salah lihat?
"Tap—"
"Sudahlah Lu, ayo masuk. Mungkin kau sedang lelah," Baekhyun menarik tangan Luhan sekali lagi dan menyeretnya dengan paksa agar mengikutinya.
Tanpa keduanya ketahui, sepasang mata sedang menatap mereka berdua, lebih tepatnya ke arah Luhan.
"Jadi benar, dia adalah orang yang tuan Oh cari..."
"Kenalkan, ini Minseok, asisten kepala chef, dan ini adalah Kyungsoo, kepala chef di mansion ini. Sedangkan ini adalah Jungkook dan Tao, mereka juga pelayan rumah ini seperti aku dan kau nantinya." Jelas Baekhyun sambil menepuk-nepuk bahu milik Tao dan Jungkook. "Dan yang diluar itu adalah Yixing, dia kepala pengurus taman dan perkebunan disini." Lanjutnya sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah luar jendela yang menampakkan seorang lelaki tampan berwajah bak malaikat yang sedang memotongi dedaunan layu di tanaman.
"Hai! Namaku Luhan dan umurku 25 tahun. Aku juga berasal dari China, mohon bantuannya!" Luhan membungkukkan badannya 90 derajat dengan menampakkan seulas senyum di wajahnya.
Dari arah dapur, Kyungsoo dan Minseok menyerukan, "Senang bertemu denganmu Luhan-ssi!"
"Tao dan Yixing juga berasal dari China! Kalian akhirnya bisa membentuk geng 'The Chinese Holy Trinity' disini!" Celetuk Baekhyun yang disambut gelak tawa oleh orang-orang disitu, termasuk Kyungsoo dan Minseok yang berada didapur yang jaraknya tidak seberapa jauh dari tempat dimana mereka sedang berkumpul.
"Ah hyung, apa kau masih melajang?" Tanya Jungkook yang disambut satu jitakan dari Baekhyun, yang otomatis membuat Jungkook merintih kesakitan.
"Hyung! Aku kan cuma bertanya!"
Luhan terkekeh ketika melihat Jungkook dan Baekhyun beradu mulut seperti anak kecil, sedangkan Tao yang berada ditengah-tengah mereka sekarang sedang berusaha menenangkan keduanya. Entah kenapa ia merasa seperti benar-benar berada di 'rumah'. Padahal ia baru beberapa jam berada disini, mungkin karena rekan kerja barunya sangat ramah dan baik sekali kepadanya.
"Aku masih lajang, memangnya kenapa?"
"Tidaaak, aku cuma bertanya kok. Tapi aneh, Luhan hyung kan sangat imut, kenapa tidak mencari pasangan saja?"
Luhan baru saja akan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Jungkook, namun Baekhyun dengan cepat memotong sambil memukul kepala Jungkook yang malang dengan koran.
"Sudah anak kecil! Berhenti bicara atau aku akan meminta Yixing untuk memotong kepalamu dengan gunting rumput!" Ancam Baekhyun sambil menunjuk-nunjuk wajah Jungkook dengan koran.
"Dasar orang tua!"
Dengan secepat kilat Jungkook berlari menjauhi Baekhyun karena ia masih ingin melihat dunia ini untuk 40 tahun ke depan. Ia juga tidak ingin nyawanya melayang sia-sia di tangan Baekhyun.
"Jungkook umur berapa memang?"
"Umm... Sekitar 19?"
Mata Luhan membulat sempurna ketika mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Baekhyun. Di umur yang begitu muda, Jungkook sudah bekerja menjadi pelayan? Luhan bahkan mulai bekerja disaat umurnya genap 20 tahun. Itu saja ia tidak seberapa serius, justru ia sering menghabiskan waktunya dengan bermain bersama Baekhyun dan Taemin. Sayangnya Taemin pergi ke Jepang untuk entah-hanya-Tuhan-dan-Taemin-yang-tahu. Sejak saat itu ia dan Baekhyun memutuskan untuk lebih serius melakukan pekerjaan mereka.
"Oi! Jangan melamun terus! Kyungsoo sudah memanggil kita untuk makan brunch* bersama di ruang makan!"
Di meja sekarang sudah tersedia sejumlah bacon yang baru saja diangkat dari penggorengan, setumpuk pancake dan sirup maple disebelahnya, setumpuk roti bakar lengkap dengan macam-macam selai berbagai rasa, beberapa telur mata sapi, dan segelas jus jeruk untuk setiap orang.
Dengan mulut yang hampir berair—mengingat jika Luhan bangun pagi-pagi untuk kemari sampai lupa untuk sarapan—, Luhan dengan semangat mengambil 5 bacon, 2 pancake, dan 1 telur mata sapi lalu melahapnya seperti orang yang tidak makan selama bertahun-tahun. Bahkan Minseok tertawa kecil saat melihat Luhan melahap makanannya seperti anak kecil.
"Pelan-pelan hyung makannya, nanti kau tersedak." Tegur Tao sambil terus melahap daging baconnya bak ratu Inggris.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas dikepala Luhan, "Oh ya, apa kalian boleh menggunakan bahan makanan dan ruang makan ini untuk kalian sendiri?"
"Eh, tentu saja! Semua fasilitas di lantai dasar memang diperuntukkan untuk para pekerja di mansion ini. Mulai dari dapur, ruang makan, ruang bersantai, sampai ruang bermain. Tapi untuk tempat tinggal, kami semua berada di mansion kedua. Karena kamar disini biasanya hanya diperuntukkan untuk tamu yang ingin menginap." Jelas Kyungsoo panjang lebar sambil tak lupa mengiris pancakenya pelan-pelan.
"Lantai sekarang ini berada di lantai satu atau lantai dasar. Di lantai satu ada perpustakaan, ballroom, ruang makan utama, dapur utama, dan ruangan khusus pelayan. Sedangkan di lantai dua ada kamar dan kantor milik tuan Park, ruangan untuk minum teh, ruang bersantai, dan 5 kamar tidur untuk tamu." Kali ini giliran Minseok yang menjelaskan tentang isi mansion utama.
"Di lantai tiga ada bar, ruang bermain, ruang rapat, dan 7 kamar tidur untuk tamu. Dan yang terakhir adalah lantai empat, yang hanya terdapat kantor utama dan kamar tidur utama milik tuan Oh. Hanya kepala pelayan saja yang memiliki akses kesana." Sambung Baekhyun dengan raut wajah serius.
Luhan mengerutkan dahinya bingung, mengapa hanya kepala pelayan yang bisa kesana? Memangnya ada apa di lantai paling atas? Apa yang disembunyikan oleh tuan Oh?
"Kepala pelayan? Siapa?"
"Kim Junmyeon. Dia adalah orang yang telah hidup dan tinggal bersama tuan Oh sejak tuan Oh masih kecil. Maka dari itu Junmyeon sunbae sangat dipercayai oleh tuan Oh."
Luhan menganggukkan kepalanya perlahan. Muncul berbagai pertanyaan di benak Luhan saat itu, seperti misalnya, kenapa tuan Oh hanya memperbolehkan kepala pelayan ke lantai empat? Bukannya itu sangat mencurigakan?
"Lalu bagaimana dengan Park Chanyeol? Apa dia boleh ke lantai empat?"
Tao menghela napas pelan, "Tentu saja! Dia kan asisten pribadi tuan Oh. Pribadi. Tentu saja dia memiliki akses ke lantai empat, bahkan akses ke seluruh penjuru mansion ini."
Tiba-tiba Baekhyun menepuk tangannya keras yang spontan membuat seluruh mata teralih ke arahnya.
"Aku baru ingat! Kemarin kudengar dari Seokjin kalau ternyata Park Chanyeol itu adalah anak dari pelayan di mansion ini dulu. Dan katanya lagi, tuan Oh dulu sering melukai si Park Chanyeol itu semasa tuan Oh masih remaja. Maka dari sampai sekarang Park Chanyeol sangat setia pada tuan Oh karena ia sangat takut jika tuan Oh menyakitinya lagi!"
Semuanya terkejut saat mendengar pernyataan Baekhyun. "Astaga tuan Oh kejam sekali..."
Luhan melahap daging bacon terakhirnya sebelum bertanya, "Memang tuan Oh itu orangnya seperti apa sih?"
Hening. Semua orang yang berada disitu mulai saling bertukar pandang satu sama lain. Seolah-olah berusaha mencari jawaban dari setiap orang yang berada disitu. Lalu dengan serempak mereka mulai menggelengkan kepalanya pelan-pelan.
"Kalian tidak pernah melihat tuan Oh secara langsung?"
Mereka kembali menggelengkan kepala mereka.
"Bahkan di foto?"
Lagi-lagi Luhan hanya menerima gelengan dari mereka.
Luhan baru menyadari bahwa dia menjadi pelayan di mansion yang menyimpan banyak rahasia. Semua ini membuat Luhan penasaran dengan siapa sebenarnya tuan Oh dan apa alasan tuan Oh menyembunyikan wajah dan identitasnya.
Dan tanpa Luhan sadari, ia sudah selangkah lebih dekat untuk menuju permasalahan di mansion Oh.
*brunch : singkatan dari breakfast (sarapan) dan lunch (makan siang).
Hai hai~
Maaf ya Sehun belom menunjukkan wujudnya di chapter ini! Sehun bakal muncul di chapter selanjutnya kok! Ini masih chapter perkenalan, jadi masih agak aneh gitu ._.
Oke, kalo ff ini udah nyampe ke 60 komen, chapter 2 bakal aku upload langsung!
See ya~!
