"Apakah tidak ada cara lain?"

Suara itu tampak terdengar lembut dan juga tenang meskipun apa yang ia dengar mungkin akan menyakitkan dirinya. Memaksakan senyuman itu, ia hanya ingin semuanya selamat—tidak ada yang perlu merasakan kesedihan lagi. Sosok yang bagaikan kegelapan itu tampak terdiam sejenak, tanpa ada suara sama sekali.

"Tidak—" mata hazelnya tampak kosong seakan tanpa tidak memiliki jiwa yang terdapat didalam tubuhnya itu.

"Satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka adalah dengan membunuhmu—Sawada Tsunayuki…"

Katekyo Hitman Reborn © Amano Akira

Title :Unforgetable Memory

Pairing :GFem!27, All (Primo Guardian)xFem!27, All (Decimo Guardian)xFem!27

Genre :Angst/Romance

Rated :T

Ketika dua pilihan dihadapkan kepada kita—

apakah kita harus memiliki kebahagiaan kita, atau kita akan memilih kebahagiaan mereka?

Perempuan berambut cokelat panjang dengan menggunakan jas hitam serta rok diatas lutut yang berwarna senada, tidak lupa dengan jubah berwarna hitam itu tampak menatap kearah langit pagi yang cerah saat itu. Senyuman tersungging diwajahnya, mengingat beberapa saat yang lalu ia mengikuti Inheritance, dan mulai sekarang ia sudah menyandang gelar Don Vongola Decimo.

Sawada Tsunayuki—berusia 17 tahun, menerima upacara peresmiannya sebagai Don Vongola Decimo. Sebenarnya upacara itu akan dilakukan saat ia berusia 14 tahun, tetapi karena terjadi beberapa peristiwa yang bahkan hampir membunuhnya, pada akhirnya Vongola Nono memutuskan untuk mengundurnya hingga ia lulus dari sekolah.

Dan beberapa hari setelah kelulusan, ia bersama dengan semua guardiannya—bahkan Hibari Kyouya dan juga Mukuro Rokudo, pergi ke Italia untuk mempersiapkan upacara itu, hingga sekarang ia sudah resmi menjadi boss Vongola kesepuluh.

"Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu Dame-Tsuna?" suara itu membuatnya menoleh, melihat kearah pria dengan topi fedora dan juga jas yang berwarna hitam. Tidak lupa dengan chameleon yang ada diatas topinya itu. Mantan tutornya—tentu saja ia tidak menjadi tutornya lagi mulai sekarang karena tujuannya sudah tercapai.

"Tidak—aku hanya geli mengingat bagaimana awalnya aku menolak keras untuk menjadi boss mafia," tersenyum lembut, berjalan dan duduk di kursi yang ada didalam kamarnya itu—menyesap kopi yang ada didepannya, "kau dengan latihan Spartamu dan juga sifat memaksamu, terus menerus membawaku semakin mendekat untuk menjadi seorang boss mafia…"

"Karena aku tahu kau adalah orang yang tepat—walaupun kau tetap menjadi dame sampai saat ini," tertawa gugup mendengar perkataan Reborn, Tsuna hanya menghela nafas dan menatap kearah langit yang menjadi semakin mendung saat itu, "saat ini—masih belum banyak orang yang mempercayaimu sebagai seorang don mafia karena—"

"Karena aku seorang perempuan bukan? Tetapi—Daniela Octavo bisa menghadapinya," Tsuna menyesap cairan hitam yang ada didalam cangkir itu, "lagipula bukankah ada kau dan juga yang lainnya? Aku yakin, walaupun aku tidak ada sekalipun—kalian bisa mengurus Vongola dengan baik…"

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku LAGI dame-Tsuna?"

"Tidak—" beranjak dari tempatnya duduk, begitu juga dengan Reborn yang mengikutinya. Membuka pintu dan beberapa anak buah dan pelayan tampak menyapa gadis itu dengan sopan dan dibalas dengan senyuman lembutnya, "—dimana yang lainnya?"

"Masih menunggu di aula, karena masih ada beberapa aliansi yang ada disana," Reborn masih menatap kearah punggung gadis itu, masih merasa ada yang aneh saat itu, "kau juga bersiap-siaplah, mereka menunggu sang Don Decimo, bukan guardiannya…"

"Perkataanmu sangat dingin Reborn," tertawa kecil, membuka pintu ruangan aula utama untuk melihat beberapa orang yang ada disana. Tampak Gokudera, Yamamoto, Ryouhei dan juga Lambo yang sedang 'berbincang' dengan Squallo dan juga lainnya tidak termasuk Xanxus yang sedang duduk dan meminum Whiskynya, sementara Hibari dan Mukuro tampak 'berbincang' juga dengan Dino dan juga anak buahnya.

"Tsuna—" seorang pemuda berambut merah itu tampak menghampirinya dan tersenyum lembut kearahnya, "—selamat akhirnya kau menjadi don Vongola!"

"Terima kasih Enma-kun, bagaimana dengan Shimon?"

"Baik-baik saja, Kaoru dan juga Aoba yang menjaga holy island, maaf mereka jadi tidak bisa ikut…"

"Tentu saja tidak apa-apa, asalkan kau datang juga tidak apa," tersenyum manis, membuat wajah sang Don Shimon berwajah merah karena itu—dan segera memalingkan wajahnya. Sementara Tsuna tampak menatap Enma dengan tatapan bingung, tidak tahu kenapa ia bersikap seperti itu.

"A—ano Tsuna—" ingin mengatakan sesuatu sebelum ia mendapatkan tatapan tajam yang menusuk, bukan hanya dari satu arah tetapi dari beberapa arah—dari Reborn, Hibari, Mukuro, dan juga semua guardian Tsuna bahkan Yamamoto. Membuatnya terdiam dan hanya bisa tersenyum gugup.

"Juudaime, selamat malam!" pemuda berambut perak itu langsung menghampiri sang boss dan tersenyum lebar untuk dibalas dengan senyuman tulus dari bossnya itu.

"Yo, Tsuna—kau sudah beristirahat cukup lama tadi…"

"Jangan berkata seperti itu bodoh! Juudaime membutuhkan istirahat agar tidak lelah karena ia akan menjadi boss mafia mulai sekarang!"

"Maa maa, aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya bukan—" Tsuna melihat kearah kedua guardiannya itu dan tertawa melihat sifat mereka yang tidak berubah meskipun 3 tahun sudah berlalu. Kali ini mata karamelnya menuju kearah Hibari dan juga Mukuro—karena masih dikelilingi oleh beberapa orang disana, mulutnya bergerak membentuk sebuah kalimat.

'Terima kasih…'

Dan ia bisa melihat Mukuro yang tersenyum dengan tawa khasnya dan Hibari yang memalingkan wajahnya dari Tsuna. Tsuna hanya menghela nafas, melihat satu per satu guardiannya itu.

"Baiklah—bagaimana kalau kita mulai saja pestanya?" Yamamoto tertawa seperti biasa, menatap kearah semuanya yang mengangguk setuju termasuk Tsuna. Ketika semuanya menikmati pesta yang ada diaula, Tsuna tampak duduk didekat jendela dan berada di ambang pintu—menatap kearah mereka.

Tanpa mereka ketahui, beberapa hari yang lalu Vendice menemuinya sebelum upacara inheritance itu. Memberitahu apa yang akan terjadi padanya setelah upacara itu selesai.

"Apa yang kau katakan?"

"Semua guardianmu akan mati—malam hari ketika upacara peresmianmu menjadi Don Vongola," tampak membelalakkan matanya, menatap vendice yang ia kenal sebagai Bermuda, muncul malam hari dan mengatakan hal yang tidak masuk akal.

"Apa maksudmu?"

"Banyak yang tidak menyetujui dirimu menjadi seorang don Vongola karena kau adalah seorang perempuan—" Bermuda tampak menatap kearah Tsuna yang masih terdiam dengan tatapan shock, "dan tanpa kau sadari banyak penghianat yang berniat untuk membunuh semua guardianmu agar kau mundur dari jabatanmu…"

"Tetapi—kenapa harus mereka?"

"Karena guardianmulah yang menjadi sumber kekuatanmu," perkataan Bermuda langsung membuat Tsuna terdiam dan menundukkan kepalanya.

"Kenapa kau mengatakan hal ini?"

"Karena kami bisa membantumu menyelamatkan semua guardianmu," tatapannya yang sempat kosong tampak langsung melebar ketika mendengar itu. Menatap kearah Bermuda, Tsuna tampak menunggu cara yang ditawarkan oleh Bermuda, "kami harus membunuhmu…"

"Apa—?"

'Mungkin dengan ini aku bisa dimarahi lagi oleh Reborn—' tersenyum tipis sambil tetap menatap kearah semua guardiannya yang sedang berbincang-bincang. Menghela nafas—tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah gelas yang disodorkan kearahnya. Mendongak, melihat sang Mist Guardian yang tersenyum kearahnya, menunggunya untuk menerima gelas itu.

"Terima kasih Mukuro," mengambil gelas itu, tersenyum kearah pemuda bermata monochrome itu. Meminum cairan hangat digelas itu sambil menatap kearah depan lagi, "aku sangat menyukai suasana damai seperti ini—sangat menyenangkan…"

"Kufufu, itu karena kau yang menciptakan semua ini Tsunayuki-chan," Mukuro tersenyum dan meminum wine digelas yang ada ditangannya. Tsuna hanya tertawa kecil, dan membuat sang Mist Guardian menatapnya lagi, "apakah ada yang membuatmu cemas?"

"Perkataanmu sama seperti Reborn—tenang saja aku tidak apa-apa Mukuro," tertawa kecil, menatap kearah Mukuro yang ada disampingnya. Tetapi ketika menoleh, wajah Mukuro sudah sangat dekat dengannya, dan berhenti didepan telinga Tsuna, membuat gadis itu menutup matanya dan wajahnya memerah.

"Kalau memang kau punya masalah, bukankah aku akan selalu ada Tsunayuki?" suaranya yang berbisik membuat wajah Tsuna semakin memerah, nafasnya yang berhembus ditelinga Tsuna, membuatnya menutup mata erat.

"Mu—Mukuro," Tsuna mencoba untuk memalingkan wajahnya, menatap seluruh guardian dan juga Enma serta Dino yang menatap Mukuro dengan tatapan tajam dan aura yang pekat—membuatnya bersweatdrop ria melihat reaksi mereka, "se—sepertinya kau harus menghentikannya Mukuro…"

"Oya?"

"Oi nanas mesum! Jangan coba-coba mendekati Juudaime," Gokudera tampak mendekat dengan beberapa dinamit ditangannya.

"Dia adalah incaranku, kau tidak bisa seenaknya mengambilnya dasar orang mesum, menjauh atau kamikorosu—" Hibari sudah siap dengan tonfanya.

"Maa maa, biarkan Tsuna memilih bukan?"

"SAWADA EXTREME!"

"Yare-yare—mulai lagi…"

"A—aku tidak akan membiarkanmu Mukuro!"

"Kepalamu ingin kulubangi Mukuro?"

"Jangan mengganggu adikku yang manis itu Rokudo Mukuro…" Dino sudah siap dengan cambuknya, begitu juga dengan Enma yang tampak siap dengan sarung tangannya. Mukuro tampak tenang walaupun sudah diberondon dengan beberapa senjata.

"Siapa cepat dia dapat bukan?"

Tsuna melihat kearah teman-teman dan juga keluarganya itu. Tersenyum lebar, tidak punya niat untuk bergabung ataupun menghentikan mereka. Tawa meluncur begitu saja di mulutnya, hingga air mata tampak turun dari matanya—tetapi tidak pernah ada yang tahu arti dari air mata itu sendiri, buka bahagia tetapi mengandung kesedihan.

Kami bukan benar-benar membunuhmu—dengan menggunakan peluru spesial yang kami miliki, kami akan mengirimmu ke masa lainnya—

Menutup wajahnya, membiarkan air mata itu turun dan senyuman serta tawa itu menghilang dari wajahnya. Ia menangis tanpa suara—mencoba agar semua teman-temannya tidak khawatir padanya.

Berbeda dengan peluru yang kau gunakan saat berpura-pura mati, ada efek lainnya—yang ditimbulkan oleh peluru itu…

'Ternyata aku memang belum siap…' menghapus air mata yang keluar, meskipun masih ada yang tampak membasahi pipinya. Menatap kearah semua guardiannya dengan senyuman sedih, akan beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri mereka. Tetapi—ia menyadari sesuatu, seseorang tampak membidiknya dari atas pohon yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.

'Tetapi tidak apa-apa—asalkan aku bisa melihat senyuman mereka bahkan hingga akhir—' tersenyum lembut, semua guardian tampak menatap kearah sang boss yang sedari tadi tidak terdengar menghentikan mereka seperti biasanya—dan mendapati Tsuna tersenyum kearah mereka.

"Terima kasih untuk semuanya teman-teman—"

BANG!

Suasana hening sesaat ketika suara tembakan terdengar menggema diruangan itu. Tubuh itu langsung terjatuh perlahan, dan semua guardian langsung berlari mencoba untuk menangkap tubuh sang Don Decimo.

"J—Juudaime, Bertahanlah!" Gokudera yang menangkap tubuh itu sebelum terjatuh langsung mencoba untuk melihat kondisi bossnya itu. Darah tampak keluar dari luka yang menganga di dadanya, mengotori jubah, kemeja putih dan juga rambut panjang Tsuna. Nafas Tsuna tampak terengah-engah, dan tatapannya tidak fokus melihat kearah seluruh guardian yang berada disekelilingnya. Mata cokelatnya tampak semakin kosong seiring nafasnya yang kian memelan.

"Tsuna!" Dino mencoba memanggil beberapa paramedic, sementara Ryouhei mencoba untuk menyembuhkannya. Semua tampak menatap kearah Tsuna berharap keadaannya membaik—tetapi, Tsuna memegang tangan Ryouhei, memintanya untuk menghentikan itu karena ia tahu semua itu percuma.

"Aku senang—karena bisa melihat kalian semua, terima kasih untuk semuanya…dan maafkan aku—" matanya semakin berat dan menutup. Pandangannya semakin kabur, sebelum pada akhirnya tertutup rapat dengan senyuman yang tersungging diwajahnya, 'aku hanya berharap kalian bisa mengingatku—'

Ketika tubuhmu menghilang—saat itu juga, ingatan tentang dirimu di masa mereka akan menghilang…

Kau akan dianggap tidak ada dimasamu…

'—meskipun aku tahu itu tidak akan mungkin terjadi…'

Lagi-lagi keheningan tampak menguasai ruangan itu, semuanya tampak shock dengan apa yang terjadi—tidak ada yang bisa berkata apapun saat itu.

"Tidak—" air mata tampak jatuh membasahi tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. Mata emerald itu masih tampak berair, dan menatap kearah tubuh Tsuna, "—ini bohong bukan? Juudaime—kau berpura-pura lagi bukan? Kau akan kembali, aku tahu itu!"

"T—Tsuna…" semuanya tampak menangis tanpa suara, Hibari hanya menundukkan kepalanya mencoba untuk tidak menunjukkan emosi yang ia rasakan saat itu. Ia sudah merasa gagal, seharusnya ia lebih waspada dengan semua kemungkinan yang ada saat itu. Mukuro juga hanya menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apapun—kalau saja ia tidak pergi dari hadapan Tsuna, ini tidak akan mungkin terjadi.

Ketika semua masih dikejutkan oleh tewasnya sang Don Decimo—tiba-tiba tubuh gadis itu menghilang sedikit demi sedikit.

"Tidak—kenapa, Juudaime kau tidak bisa menghilang begitu saja!" Gokudera mencoba untuk mengguncangkan tubuh Tsuna, membangunkannya meskipun ia tahu itu percuma—karena Tsuna sudah tidak mungkin lagi terbangun, "kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja!"

"Tsuna—!" Dino dan juga yang lainnya tampak mendekat mencoba untuk menghentikan semua itu, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan.

"Kenapa—apakah aku tidak akan bisa lagi bertemu denganmu Juudaime—?" Gokudera menundukkan kepalanya, mencoba untuk menghentikan tangisnya. Hingga pada akhirnya tubuh itu menghilang, suasana masih tetap sunyi.

"Apa—" suara Yamamoto tampak memecah kesunyian tempat itu. Menoleh kekiri dan kekanan mencari sesuatu, dan matanya masih tampak sembab karena menangis, "—apa yang tadi kita lakukan?"

"Entahlah," Enma tampak mengusap matanya yang masih berair, "bukankah tadi kita menghadiri upacara peresmian kalian sebagai guardian Vongola?"

"Ah benar juga!"

"Gokudera-kun, sampai kapan kau terduduk seperti itu?" Yamamoto menepuk bahu Gokudera, dan pemuda itu menoleh masih dengan air mata yang membasahi pipinya membuat pemuda Jepang itu terkejut, "G—Gokudera-kun?"

"Jangan melihat!" mengusap air mata yang terus keluar, tidak bisa ia hentikan, "aku tidak mengerti—kenapa aku tidak bisa menghentikannya…rasanya ada sesuatu yang terlupakan saat ini…"

"Vongola Primo—perkenalkan dia adalah anak perempuanku—bla bla bla…"

Disebuah tempat, manshion Vongola yang berada di masa 400 tahun yang lalu—tampak sebuah pesta megah digelar disana. Tampak beberapa orang yang berbincang satu sama lainnya, dan beberapa dari mereka tampak mengerumuni beberapa orang yang merupakan penyelenggara acara.

Pemuda berambut kuning dan mata biru langit itu tampak mencoba untuk tersenyum meskipun ia tampak risih dengan beberapa tawaran yang ditujukan untuk membuat mereka atau anak mereka menjadi pendamping dari sang don Vongola. Beruntung pesta itu segera berakhir dan pada akhirnya meninggalkan sang Don Vongola bersama dengan guardiannya.

"Selesai juga—" pemuda berambut kuning—don Vongola Primo, Taru Giotto tampak merebahkan dirinya di sofa yang ada diaula, "—semua wanita itu terlalu mengerikan, itulah sebabnya aku tidak suka..."

"Kalau kau menemukan pasangan hidup lebih cepat—kita tidak perlu bernasib seperti ini Giotto," memukul kepala pemuda itu, seorang pemuda lainnya berambut merah magenta dengan tatto yang mengiasi wajah sebelah kanannya menghela nafas lelah sementara Giotto tampak mengaduh sambil memegangi kepalanya.

"Usiaku bahkan masih 21 tahun—kenapa aku harus cepat-cepat mencari pasangan hidup," cemberut seperti anak kecil—Giotto menatap sahabatnya itu, "lagipula hanya Daemon disini yang memiliki kekasih, kau sendiri juga belum kan?"

Plak!

Dan satu gulungan kertas mendarat dikepala Giotto dengan mulus.

"Maa, maa—tetapi Daemon-dono memang sudah bersama Ellena-san sebelum ia bergabung Vongola, jadi tidak bisa disalahkan bukan," pemuda Jepang yang memakai pakaian berwarna putih dengan topi panjang itu tertawa dan mencoba menghentikan kedua sahabat itu.

"Tetapi—baik Giotto maupun G memang sama-sama kekanak-kanakan," pemuda yang berambut hijau itu tampak hanya menghela nafas dan menatap kearah kedua orang itu, "Lampo-sama tidak keberatan dengan mereka selama mereka baik pada Lampo-sama..."

"Itu pendapatmu—bodoh!" G memukul kepala Lampo dengan keras hingga membuat benjol dikepalanya.

"Aku tidak pernah suka dengan keramaian—" menggerutu, pemuda berambut krem dengan mata biru pucat itu tampak berbalik dan segera pergi dari aula itu. Giotto tidak bisa menyalahkan Cloud Guardiannya karena bagaimanapun ia sendiri juga membenci keramaian seperti tadi.

"Aku akan ada di gereja kalau kau membutuhkan Giotto," pemuda berpakaian pastur dan berambut hitam dengan plester di hidungnya itu tampak tersenyum dan melambaikan tangannya kearah yang tersisa disana.

"Nfufufu—kau tidak akan tahu aku dimana kalau kau mencariku Giotto," si kepala melon tampak menghilang tiba-tiba ditengah kabut membuat Giotto bersweatdrop ria mendengar reaksinya. Ketika akan melerai sang Storm dan Rain guardiannya yang bertengkar, ia merasakan kepalanya yang berdengung, hyper intuitionnya kuat menangkap sesuatu yang akan terjadi.

"Alaude—"

"Ada apa Giotto?" G menatap Giotto yang tiba-tiba berwajah serius sambil menatap keluar manshion.

"Ada sesuatu yang akan terjadi—"

Alaude berjalan diantara hutan yang tampak mengintari markas Vongola itu. Matanya tetap awas pada sekitarnya—ketika matanya tiba-tiba menangkap sebuah gerakan dari atas yang diikuti dengan ledakan yang ada didekatnya. Menutup mulutnya dan matanya yang menyipit karena asap yang dikeluarkan, mencoba untuk melihat sosok yang tengah terbaring diatas tanah.

Sosok perempuan berambut cokelat panjang yang memakai jas hitam, kemeja putih, dan jubah yang sama dengan milik Giotto. Membalikkan tubuh perempuan itu, mendapati bekas luka yang ada ditubuh perempuan itu. Tetapi, ketika ia mencoba melihat asal luka itu—tidak ada luka yang membuat darah itu.

"Mungkin aku harus—" ketika akan menggendong perempuan itu, beberapa orang tampak mengepungnya dan akan menyerangnya. Menggendong dan meletakkan perempuan itu dibawah pohon yang ada didekatnya, Alaude mengeluarkan borgolnya dan mendengus pelan, "—kalian punya nyali juga eh?"

...

"Berani membuatku jengkel—mengganggu ketenangan Vongola," mengeluarkan flame ungu miliknya dan menatap mereka satu per satu sebelum memulai untuk menyerang mereka semua. Beberapa anak buah Vongola juga tampak berdatangan.

"Jangan menggangguku—sebaiknya kalian laporkan semua ini pada Primo—"

"Ba—Baiklah!"

"Primo, terjadi penyerangan di bagian utara dari markas! Jaraknya adalah 100 meter dari manshion," mendengar hal itu membuat Giotto membelalakkan matanya dan menatap kearah anak buahnya itu.

"Siapa yang berada paling dekat dengan musuh?"

"Sebenarnya—Signor Alaude berada disana dan sedang bertarung," Giotto sedikit menghela nafas mendengar nama Alaude. Minimal ia bisa menahan musuh itu hingga ia datang bersama dengan guardian lainnya, "dan—kami menemukan sosok perempuan yang bersama dengan Signor Alaude..."

...

"Perempuan?" Giotto, G, Ugetsu, dan Lampo tampak bingung mendengar perkataan dari anak buah Vongola itu.

Tsuna tidak bisa merasakan apapun beberapa saat yang lalu selain sakit yang langsung menguasai tubuhnya. Setelah itu—semuanya dikuasai oleh kegelapan. Tetapi, cahaya terang sedikit demi sedikit tampak memasuki matanya—membuatnya menyipitkan mata dan mencoba melihat kearah sekitarnya.

"Dimana—" mencoba untuk bergerak, tetapi tubuhnya sakit dan tidak bisa digerakkan sembarangan. Pandangannya juga tidak terlalu jelas dan kesadarannya belum pulih benar.

'Apakah aku benar-benar terkirim ke masa lainnya?' Pada akhirnya hanya bisa memegangi kepalanya dan mencoba mengingat semua yang terjadi sebelum ini, 'tetapi kemasa mana?'

...

'Kuharap mereka baik-baik saja tanpa aku—' terdiam sejenak dengan senyuman tipis yang menghiasi wajahnya, yang kemudian langsung menghilang, '—apa yang aku fikirkan, mereka tidak akan memikirkanku. Mereka tidak mengingatku sama sekali...'

Hanya terdiam sebelum matanya menatap kearah depan—dimana Alaude sedang melawan musuh-musuh yang ada disekitarnya.

'Kyo—ya...?' Baru saja ia mengejapkan matanya, ketika melihat beberapa penembak yang siap untuk menembak Alaude yang berada disana. Sementara pemuda berambut krem itu tampak masih menghadapi musuh-musuh yang berada di jarak dekat.

'Semua guardianmu akan tewas—'

'Tidak...' Mencoba untuk berdiri dengan susah payah, berlari dan mengulurkan tangannya kearah Alaude yang ada dihadapannya sekarang, mencoba mendorongnya menjauhi jalur peluru, "Kyoya!" Alaude yang mendengar suara Tsuna menoleh untuk menemukan Tsuna yang sudah berada didekatnya dan mendorongnya.

BANG! BANG! BANG!

Tiga peluru; mengenai belakang lehernya, bahu, dan juga dadanya. Lagi-lagi hanya sakit yang ia rasakan ketika itu—sementara Alaude yang tampak masih mencerna apa yang terjadi hanya bisa membelalakkan matanya menatap perempuan itu.

"Alaude!" Suara itu langsung membuat pemuda berdarah Perancis itu menoleh dan menemukan Giotto serta yang lainnya, yang menatapnya dan juga perempuan itu. Tetapi beberapa detik kemudian Alaude sudah berada didepan perempuan itu dan membawanya menjauh dari tempat itu meninggalkan beberapa musuh yang masih ada disana, "kau mau kemana!"

"Untuk kali ini saja—bereskan herbivore itu," Alaude melirik kearah Giotto, G, Lampo, dan juga Ugetsu yang hanya bisa terdiam mendengar dan melihat apa yang dilakukan oleh Alaude. Mereka sudah cukup terkejut melihat bahwa Alaude lebih memilih untuk tidak melawan musuh didepannya dan membawa perempuan itu pergi dari tempat ini.

"Kita harus segera menghabisi mereka—" G, Ugetsu, dan Lampo tampak mengangguk mendengar perkataan Giotto.

Knuckle pada awalnya tampak tenang didalam gereja itu—berdoa seperti biasa hingga tiba-tiba pintu besar gereja tempatnya berada terbuka lebar dan menampakkan pemuda berambut krem sang Cloud Guardian yang membawa seorang perempuan dalam keadaan terluka parah. Tentu saja dengan segera ia membawanya ke salah satu kamar dan mencoba untuk menyembuhkannya sementara Alaude tampak menunggu diluar kamar.

"Alaude—" Giotto berjalan menghampiri sang cloud guardian yang meliriknya sebelum menyilangkan kedua tangannya didepan dada, "—bagaimana keadaannya, dan siapa—"

"Aku tidak tahu—yang pasti adalah, aku menemukannya pingsan di tengah hutan yang ada di manshion. Dan dia membuatku terlihat lemah dengan melindungiku—" Giotto bisa melihat kalau Alaude tampak kesal dan tidak senang dengan apa yang dilakukan perempuan itu, "—dia memanggilku Kyouya, entah siapa…"

"Alaude—" pintu didepan mereka terbuka dan memperlihatkan sang Sun Guardian yang keluar dengan beberapa noda darah yang tentu bukan miliknya. Dengan segera menghentikan pembicaraan, Alaude, Giotto, dan juga yang lainnya menghampiri Knuckle.

"Bagaimana keadaannya?" Giotto yang pertama kali bertanya, Knuckle hanya bisa menghela nafas berat.

"Luka di dada dan juga bahunya tidak mengenai bagian yang vital—tetapi, luka yang ada di leher belakangnya itu," memberikan jeda yang menggantung dibagian tengah, "aku takut luka itu mengenai syaraf belakangnya—ada kemungkinan ia tidak akan bisa berjalan—entah untuk seterusnya atau hanya sementara…"

—To be Continue—

Cio : i-iya gw tau dengan nistanya gw nambahin satu ffic multi chap pula… tapi karena ini permintaan dari seseorang ^^ *Plak* jadilah gw bikin beneran—tapi ini diam-diam, semoga saja mereka tidak tahu…

Kou : AKU TAHU CIO!

Cio : Huweee! Senpai, gomenne! /kabur/

Kozu : Selalu saja seperti ini… /sigh/

Kiri : Tolong Reviewnya minna-san ^^ /bows/