Heavenly Lies

.

Aldnoah Zero (c) Project A/Z, Olympus Knights, A-1 Pictures, Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama

.

.

(1)

.


.

Iris delima menatap langit-langit, hanya atap berwarna abu-abu yang bisa dilihatnya.

Ia rindu dengan langit luas berwarna biru cerah yang indah.

Sudah berapa lama ia disekap di tempat ini? Seminggu? Sebulan? Atau... setahun?

Entahlah. Dikurung di tempat tertutup membuatnya buta waktu. Tidak ada jam atau kalendar di sekitar. Di sini—ruang yang seperti penjara—hanya ada tembok, dan rantai yang mengikat kedua tangannya ke atas—memaksa tubuhnya agar tetap berdiri meski kakinya tidak memiliki kekuatan untuk menopang berat tubuhnya yang terbilang ringan. Bukan karena ia, Inaho Kaizuka, adalah anak yang lemah. Ia mengikuti sekolah khusus pelatihan militer. Tentu, di sekolahnya itu ketahanan fisik seperti menjadi sebuah keharusan untuk calon prajurit sepertinya. Setiap pagi, ia dan teman-temannya diwajibkan untuk lari keliling lapangan sebanyak seratus putaran guna memperkuat fisik mereka.

Tapi karena perutnya sudah lama tak diisi makanan atau minuman. Dan sekali lagi, Inaho tidak tahu sudah berapa lama itu.

Tempat ini begitu sesak dan pengap, membuatnya muak. Ia ingin menghirup udara bebas yang segar seperti di bumi.

Omong-omong...

Bagaimana keadaan Bumi? Bagaimana keadaan kakaknya? Bagaimana... perangnya?

CETAR!

"AH!"

Cambuk kembali dihujankan ke tubuh polos bagian depannya. Garis merah baru terbentuk, menindih garis keunguan samar yang telah lebih dulu eksis. Inaho menggigit bibirnya kuat. Menahan jeritan juga air mata yang memaksa keluar akibat rasa sakit yang tak tertahankan.

Ia lupa kalau dirinya sedang disiksa oleh Count Cruhteo.

"Bagaimana, Inaho Kaizuka, apa kau sudah berubah pikiran?"

Ia berusaha melirik sang pelaku pencambukan. Sepasang manik kemerahan itu menatap ganas, tak kenal takut, seakan mengatakan, "Aku lebih baik mati daripada harus bekerja sama denganmu." Kemudian ia meludah dan mengenai tepat di wajah pria di hadapannya.

Seketika sang pria—yang diketahui bernama Cruhteo—salah satu panglima perang di pihak Mars membeku. Tangannya perlahan menyentuh pipinya yang basah.

"BERANI-BERANINYA KAU!"

CETAR CETAR CETAR CETAR—

Cambuk diayunkan secara sembarang. Cepat dan kuat. Inaho membelalakan matanya. Tubuhnya mengejang karena rasa sakit—ia tanpa sadar membuka mulutnya, ingin berteriak tapi tak ada suara yang keluar. Dan digantikan oleh air mata yang mulai mengalir membasahi wajahnya yang berantakan.

Inaho tidak sudi. Sampai mati ia takkan mau menghianati bumi atau membantu Mars menang menggunakan dirinya yang katanya jenius ini. Bunuh saja Inaho. Ia tidak takut.

Ia juga sudah lelah disiksa terus-terusan.

"Kau mulai sombong, makhluk Bumi. Jangan kira aku akan membiarkanmu hidup setelah ini. Tidak ada gunanya juga aku menyekapmu selama ini. Kau tidak berguna." Cruhteo menghentikan ayunan cambuknya, memberi kesempatan Inaho untuk bernapas dan menikmati perihnya luka akibat cambukan itu.

Ya... cepat bunuh saja dia. Agar dia bisa bertemu orangtuanya di surga sana.

"Slaine Troyard, kemari."

"B-baik, Tuan."

Inaho melirik, sembari menyeimbangkan napasnya yang tak beraturan sekaligus menahan sakit. Count Cruhteo melemparkan tongkat besi yang langsung sigap ditangkap sang pemuda bernama Slaine Troyard.

Slaine Troyard...

...Ya. Inaho tidak tahu banyak mengenai pemuda ini. Yang ia tahu, Slaine selalu mengikuti kemanapun Cruhteo pergi, berada si sampingnya selayaknya pelayan pribadi sang panglima. Yang dilakukannya hanya diam, diam menatapnya yang disiksa tanpa henti. Tak jarang Inaho menangkap wajah khawatir dan bersalah miliki pemuda itu. Bukan berarti Inaho mengharapkan bantuan darinya. Sama sekali tidak. Hanya, Inaho merasa Slaine ini adalah orang baik.

Mungkin. Dia memang kelihatan baik, kok.

"Selesaikan pekerjaanku. Aku tidak ingin mengotori tanganku dengan darah makhluk hina ini. Bunuh dia, Slaine. Tusuk tepat di jantungnya."

"...A-apa? T-tapi tuan—"

"Lakukan sekarang, Slaine Troyard," tegas Cruhteo dengan penuh penekanan. "Bukankah akan lebih baik untuknya jika dia mati di tangan makhluk yang masih sebangsa dengannya?"

"B-baik, Tuan. Akan saya laksanakan."

"Bagus."

Cruhteo mundur beberapa langkah, memberi Slaine ruang untuk melaksanakan tugasnya. Slaine berdiri tepat di hadapannya. Inaho tidak bisa melihat jelas wajah Slaine yang menunduk. Ekspresi apa yang tengah dikenakannya? Inaho penasaran.

...Ah. Ya, begini lebih baik.

"Tolong, lakukan dengan cepat," bisiknya parau, entah pemuda pirang ini mendengarnya atau tidak.

Inaho menutup mata. Bibir itu masih sempat-sempatnya membentuk segaris senyum, senyum miris.

Dari awal Inaho memang tidak akan menyerahkan diri, dan itu berarti ia sudah tahu konsekuensi atas tindakannya ini.

Akhirnya, penderitaannya akan segera berakhir.

Yuki-nee, semuanya... maafkan aku—

STAB!

"KUHH...UHH...!"

Sesuatu menusuk dada kirinya. Cepat. Tapi tetap saja ia bisa merasakan sakitnya yang luar biasa.

Ia memuntahkan sesuatu. Apa ini... matanya terbuka sedikit, tapi pandangannya buram oleh air mata. Dunia Inaho mengabur. Kakinya melemas dan akhirnya menyerah, tangannya yang terikat rantai itu lah yang membuat ia tetap menggantung.

Kesadarannya perlahan menghilang bersamaan dengan rasa sakit yang mulai mengambil alih, menumpulkan indra perasanya.

Sebelum gelap menyergap, Inaho merasakan tubuhnya didekap oleh sesuatu yang hangat. Bodoh. Terlambat jika ingin menyelimuti Inaho yang beberapa detik lagi akan mati ini.

"Maafkan aku, Inaho-san..."

.


.

Gelap. Ia merasa tubuhnya dibaringkan di atas sesuatu yang empuk. Hangat... begitu tenang dan damai.

Nyamannya...

Inaho lelah. Baik tubuh juga jiwanya. Ini adalah tempat peristirahatan yang sempurna untuknya. Terbuai oleh kenyamanan ini, rasa-rasanya Inaho tidak ingin membuka matanya.

Tapi kemudian, bunyi aneh mulai memasuki pendengarannya. Bip bip bip bip bip—Begitu seterusnya.

Berisik.

Lalu, suara lainnya mulai menginvasi. Seperti suara seseorang—Dua orang?— yang sedang mengobrol. Apa yang tengah mereka bicarakan?

...Siapa?

.

"Papa, nanti kalau Inaho sudah bangun, kita ajak dia pergi ke Capyper Land, ya. Dulu dia selalu merengek untuk pergi ke sana, bertiga. Tapi papa selalu sibuk."

.

"Nah. Kalau itu mau Inaho, papa akan turuti. Tapi kita harus tunggu Inaho bangun dan pulih dulu, Slaine."

.

Slaine...?

.

"Asik! Hei, Inaho, dengar tidak? Papa bilang kita akan ke sana! Makanya jangan tidur terus, dasar pemalas!"

.

"Kecilkan suaramu, Slaine—"

.

"Biarin, Pa. Biar Inaho cepat bangun. Memang seindah apa sih mimpimu sampai kau enggan membuka mata, Dik? J-jangan bilang kau bertemu Mama!? Mama tolong jangan tahan Inaho di sana—"

.

"Slaine, ssshhh! Kau mengganggunya. Kenapa kelakuanmu kekanakkan sekali? Padahal kau sudah lima belas tahun. Papa terkadang bingung, Inaho terlihat lebih dewasa dibandingkan denganmu, padahal usia kalian terpaut jauh. Siapa sih sebenarnya yang jadi kakak?"

.

Tunggu... percakapan macam apa ini?!

.

"Lho? Kok pakai tanya sih, Pa? "

.

"Semua orang akan berkata demikian jika melihat kelakuan kalian."

.

"Tidak! Om Mazureek mengakui kejantananku sebagai kakak. Lalu—"

.

"Dan kau percaya dengannya?"

.

"Ya! Dia bahkan membuat Aliansi Pelindung Inaho denganku. Kami bersumpah untuk melindunginya! Tapi... pada akhirnya Inaho tetap celaka. Kurasa aku gagal... Mama pasti kecewa sekali padaku..."

.

Inaho tidak bisa membiarkan percakapan ini terus berlanjut. Kenapa mereka membawa-bawa namanya? Slaine? Siapa Slaine—

Dan matanya langsung terbuka lebar. Dadanya menegang, membuat dua orang yang sedang duduk saling berpangku melompat kaget.

Inaho menyesuaikan penglihatannya yang buram. Sekaligus mengumpulkan kesadarannya yang masih mengambang.

"...Inaho?" Namanya dipanggil. Ia menoleh, mendapati wajah remaja yang sedang memandangnya kaget, berikut pria dewasa yang tengah memasang ekspresi tak kalah terkejutnya.

Awalnya, Inaho tidak menyadari siapa dua lelaki di hadapannya, yang tengah memasang ekspresi seperti syok itu. Tapi kemudian, ingatan mulai membanjiri kepalanya. Saling berebut untuk masuk ke kepala—

Itu adalah pria yang mencambuknya setiap hari. Menghajarnya, menendangnya, menghancurkannya.

"Inaho sudah sadar, Pa!"

...dan itu adalah remaja yang telah menusukkan besi ke jantungnya. Membunuhnya.

Ketakutan kembali menyelimutinya. Tubuhnya otomatis terbangun. Mengambil sikap defensif, Inaho mundur sampai dirinya menabrak headboard. Walau sudah terpojok, kaki kecilnya tetap mendorong agar bisa menjauh sejauh mungkin.

Kenapa ia begitu ketakutan...?

Oh. Karena mereka orang jahat—

"Inaho—"

"JANGAN MENDEKAAAAAAAAT!" Teriaknya sekuat tenaga. Tangannya memeluk tubuhnya. Air matanya yang tak terbendung, kini mengalir bebas. Isakan keras lolos dari bibir pucatnya.

Inaho takut sekali. Siapapun, tolong selamatkan dia.

"Papa akan panggilkan dokter. Tunggu sebentar, Slaine."

Pria berambut pirang meninggalkan ruangan. Tersisa Slaine dan Inaho yang ketakutan di ruangan.

Inaho terus menangis. "Jangan sakiti aku..." pintanya. Berharap belas kasih dari lelaki di hadapannya.

Sang remaja mendekat. Inaho kembali histeris dan berteriak, "JANGAN MENDEKAT!" Tapi tak Slaine indahkan. Dengan sekali terjangan, ia tangkap tubuh kecilnya itu tanpa memberikan kesempatan Inaho untuk kabur.

Inaho menggila. Tangannya memukul-mukul dada si pemuda. Kakinya berhasil menendang perutnya, keras.

"Ukh...!"

Strike.

...berhasilkah? Tanyanya dalam hati.

Seharusnya pelukan lelaki ini melemas. Inaho mengambil kesempatan untuk kabur dengan memberontak sekali lagi. Tapi, yang ada pelukannya malah semakin mengerat. Slaine menarik paksa kepala Inaho tenggelam dalam ceruk lehernya. Kemudian berbisik tepat di telinganya.

"Tenang, Inaho. Mereka tidak akan melukaimu. Tidak akan kubiarkan mereka menyentuhmu—apalagi mencoba memperkosamu lagi. Akan kubunuh mereka dengan tanganku sendiri kalau perlu."

...Apa?

.


.

Cruhteo (45th) adalah CEO di Vers Corporation, perusahaan yang bergerak di bidang teknologi selama lebih dari lima puluh tahun. Bisnis ini sudah diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Ia dikaruniai istri yang sangat cantik dan dua putra yang tampan. Sayangnya, istrinya, Saazbaum, telah meninggal saat melahirkan putra keduanya di Jepang.

Putra pertamanya, Slaine Troyard, lima belas tahun, baru memasuki SMA tahun ini. Kedua, Inaho Kaizuka, umurnya baru delapan tahun. Memiliki tubuh yang mungil dan sedikit lemah (inilah yang membuatnya menjadi sasaran empuk tindak kejahatan), berbanding terbalik dengan Slaine yang memiliki fisik kuat bahkan di atas rata-rata. Inaho memang terlahir prematur.

Inaho sering jadi korban kejahatan penculikan karena reputasi ayahnya. Selain kaya, Cruhteo juga memiliki banyak musuh di balik selimut. Musuh yang diam-diam menyamar menjadi orang kepercayaannya. Bersembunyi di balik bayang-bayangnya.

Terhitung sampai saat ini, di usianya yang baru menginjak delapan tahun, Inaho sudah enam kali diculik, tapi selalu berhasil diselamatkan. Hanya yang terakhir mereka terlambat. Mereka memang berhasil menyelamatkannya, tapi...

Mereka menemukan Inaho dalam keadaan sekarat dan mengenaskan, babak belur serta telanjang. Diyakini, para pelaku sempat memperkosanya, dilihat dari bercak darah di bagian bawah tubuh mungilnya itu.

Cruhteo murka. Slaine menangis histeris. Keduanya merasa telah gagal menjadi seorang ayah dan kakak.

Tak lama, Cruhteo datang dengan dokter beserta antek-anteknya. Melihat dua putranya yang saling berpelukan membuatnya tertegun di pintu masuk. Sang dokter dan suster langsung mendekat dan menyuntikkan sesuatu ke tangan kurus Inaho dengan cepat. Inaho terlambat menyadarinya, baru ingin kembali memberontak, tubuhnya langsung melemas dan mengantuk. Slaine dengan sigap menangkap tubuh adiknya yang jatuh pingsan. Sang suster menggendong Inaho agar berbaring di kasurnya. Mata Slaine tak lepas dari sosok sang adik yang tak sadarkan diri. Tangannya terus menggenggam milik Inaho. Netra kehijauan terlihat berkaca-kaca ketika melihat betapa terguncangnya mental sang adik barusan, juga ekspresi ketakutan di wajah penuh luka itu. Itu mau tak mau membuat rasa bersalah di diri Slaine kian membesar.

"Tuan Cruhteo, kita perlu bicara."

.


.

Pojok Kiri Penulis:

Berawal dari fetish family!AU, yang digabungkan dengan jiwa maso sang penulis... lahirlah ini. Haha.

Kok aku ngerasa ini agak mirip sama ff-ku yg punya genre sama juga ya / YGMANA :'( :'(

AKHIRNYA, AKU BISA NYUMBANG DI FANDOM INI. Udah lama pengen nyumbang tapi mikir keras karena belum terlalu mendalami karakternya. ALHASIL JADINYA OOC. Yaudahlah ya, sedikit-sedikit sambil belajar, yang penting hasratku udah terpenuhi :'))

Aku tidak punya pilihan selain menjadikan saazbaum 'mama' di sini x'D kan kalo diliat-liat slaine mirip papanya, inaho mirip mamanya, nyambung kan? X'D /G

Oh ya, sazbaaum di sini itu cewe, ya!

Sign,

Nameless Pierrot