Knb © Fujimaki Tadatoshi
Hanya persembahan kecil untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Terdiri dari tiga drabble dengan setting di Seirin, Shuutoku, dan Yosen. Niatnya pengen langsung keenam sekolah ditampilin, tapi berhubung agak lack of idea dan saya ngebet buat publish tepat di hari pertama puasa, jadinya nyicil dulu okee?
Warning! Genre humor karena ingin menghibur, dan garing karena nggak ngerti cara bikin cerita yang lucu. OOC mutlak. Alay.
Ohoho, no flame ya~! ( 'w')v
Pada suatu hari yang damai di SMA Seirin.
Gadis berambut cokelat seleher itu berjalan menuju gym, dengan papan data serta peluit menggantung di leher yang siap ditiup kencang sewaktu memimpin latihan—walau nyatanya mulut sang pemilik sedang sekering gurun sahara lantaran tak minum apa-apa dari subuh tadi.
Saat melangkah memasuki tempat latihan, yang ia dapati hanyalah seorang pemuda berkacamata dengan bola basket di tangan—tampaknya ia sedang berlatih tembakan tiga poin.
Sambil celingak-celinguk, Aida bertanya heran, "Mana yang lainnya?"
"Kuroko lagi tugas piket. Kagami sedang diceramahi guru karena ketahuan bayam—buka diam-diam—di belakang sekolah. Fukuda, Kawahara, dan Furihata—berhubung mereka anggota seksi keagamaan—lagi ikut rapat persiapan pesantren kilat. Kiyoshi membantu guru menyabuti rumput, biar dapat pahala katanya. Izuki entah dimana. Mitobe menemani Koganei yang tepar di UKS karena kebanyakan makan sambel waktu sahur."
Aida sweatdrop mendengar alasan yang rada absurd itu, walau akhirnya mengangguk juga.
Kemudian dalam hati ia berpikir, duh, kenapa berduaan begini, aku kan jadi malu—eh maksudnya, kata pak ustadz kalo ada lelaki dan perempuan berduaan di ruangan tertutup yang ketiganya adalah setan, itulah yang didengar Aida dari kultum di teve saat sahur bareng papa Kagetora tadi pagi.
Hyuuga berdeham, menarik Aida dari alam pikiran. Gadis itu menaikkan sebelah alis kala melihat wajah sang kapten yang tiba-tiba jadi serius.
"Riko. Ada yang ingin kuberitahu padamu."
Lho, ini suara Hyuuga kok jadi berat-berat gitu?
"Aku ingin mengutarakan ini dengan jujur —"
Aida menaikkan kedua alisnya, bingung.
"Sebenarnya—"
Aida penasaran kuadrat. Hyuuga menatap sang pelatih lekat-lekat, lalu bicara dengan nada menghakimi—
"Rokmu itu kependekan. Tidak baik pamer aurat di bulan Ramadhan. Bisa menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya," ujarnya sambil melirik bagian dengkul ke atas sang gadis yang terekspos jelas, seifuku gitu lho.
Gubrak! Campuran sewot dan malu, gadis itu berkilah, "A-apa boleh buat—ini kan seragam dari sekolah kita!"
"Huh. Sekolah ini perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menyediakan seragam yang sesuai dengan asusila dan kesopanan, bla bla bla …"
Hyuuga misuh-misuh tidak jelas. Aida double sweatdrop melihat sang kapten yang mendadak alim.
.
"Kami datang, siap latihan—" Langkah para anggota klub basket Seirin terhenti kala mendapati pemandangan dalam gym. Cengo berjamaah, sebelum—
"Hmp—AHAHAHAHA!" —Gelak tawa menggema di seluruh penjuru gym akibat pemandangan ajaib; Aida Riko mengenakan sarung.
"Pe-pelatih, kenapa—"
"Ternyata pelatih itu lelaki, ya …"
"Pelatih habis sunat?!"
"SIALAN KAU HYUUGA-KUN, PINJAMKAN AKU CELANA TRAINING KEK, INI KENAPA MALAH SARUNG?! KAUPIKIR AKU MAMANG-MAMANG?!" teriak Riko super kemurkaan, diikuti bola basket yang dengan indahnya mencium wajah tampan(?) Hyuuga.
Hari pertama puasa berlangsung dengan (tidak) damai di Seirin.
Sementara itu, di SMA Shuutoku.
Di depan bench, dua pemuda dengan tinggi beda jauh itu saling berhadapan. Shigaraki—boneka musang yang terbuat dari keramik dengan ukuran dan berat yang cukup untuk membuat seseorang pingsan bila dihantamkan ke kepala—teronggok di antara mereka, menjadi saksi akan atmosfir yang lebih berat dari biasa.
Hawk eye milik sang pemuda raven seolah menusuk pemuda berambut hijau di depannya, membuat sang pemuda berkacamata menelan ludah.
Takao buka suara. "Shin-chan, sejak awal aku sudah tahu, kalau ini menyalahi kodrat. Hentikan semua ini."
"Takao—"
"Berhenti percaya pada ramalan Oha-Asa, lucky item, dan segala tetek bengeknya, Shin-chan! Itu namanya syirik, menduakan Tuhan!" seru Takao penuh nafsu—eh maksudnya determinasi.
Kening Midorima berkerut, tampak tak terima. "Tapi, tanpa itu, keberuntungan tidak akan datang padaku—"
Point guard berponi belah tengah itu meletakkan tangan di bahu sang shooter, memasang ekspresi mafhum. "Hilangkan pemikiran sesatmu itu, Shin-chan. Yang namanya nasib dan keberuntungan itu sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, jadi kau tidak boleh percaya hal semacam itu," tuturnya dengan nada super bijak.
Midorima terhenyak oleh ceramah no jutsu by Takao. Mungkin rekannya itu kebanyakan bergaul dengan ninja berambut kuning dari fandom sebelah.*
"… Ba-baiklah," ujarnya.
"Nah, kalau begitu, lucky item-mu kusita!"
Tanpa tedeng aling-aling, Takao menyambar boneka shigaraki milik Midorima, lalu membawanya entah kemana.
"Eh?" Midorima terbengong-bengong.
.
Seusai latihan, Takao mampir ke toko barang bekas di dekat rumahnya sambil bersiul-siul riang. Boneka shigaraki milik Midorima ada di pelukannya.
Takao meletakkan barang hasil sitaan itu ke konter toko, kemudian berseru, "Pakde~ Aku mau jual barang bagus nih. Lakunya berapa?"
Sang pemilik toko menekuri benda tersebut dengan terkagum-kagum. "Whoa—ini kan barang antik! Kuberi kau xxx yen!"
"Oke~ Makasih, Pak."
Menggunakan uang hasil bisnis tersebut, sang pemuda membeli kolak untuk disantap saat berbuka puasa.
Dan keesokan harinya, dia sakit perut dan tepar seharian. Wajar lah, uangnya didapat dari jalur terlarang (red: mengibuli teman sendiri).
Sudah mendapatkan pesan moralnya? Yup, jangan kebanyakan makan es kolak saat buka puasa!
(Bukan.)
Untuk menunggu waktu berbuka puasa, para anggota tim basket Yosen memutuskan untuk melakukan sebuah permainan. Kelima pemuda itu duduk membentuk lingkaran mengelilingi sebuah botol yang berfungsi untuk menentukan giliran—oh, minus seorang pemuda bersurai ungu yang sedari tadi berbaring dengan ekspresi nelangsa. Dia galau—separuh jiwanya pergi; sungguh, ia merindukan sensasi manis yang telah menjadi adiksi baginya itu (red: permen, maiubo, pocky, kue cubit(?)).
Botol diputar, dan berhenti dengan ujung menunjuk ke arah Murasakibara (yang masih menggelepar di lantai dalam kondisi memprihatinkan).
"Nah, sekarang—siapa korbannya?" ujar Ookamura.
Botol diputar lagi, lalu berhenti di Himuro.
"Truth or dare?" tanya Fukui.
"Dare," ujar Himuro, lalu ia menoleh ke kouhai-nya yang tergolek bagai tak bernyawa itu. "Apa perintahmu, Atsushi?"
Pemuda bersurai ungu itu berpikir sejenak, lalu menjawab, "Aku perintahkan Muro-chin untuk memasukkan air sirup secara paksa ke mulutku."
"… eh? Kau kan sedang puasa?"
"Kalau minumnya tidak disengaja tidak batal 'kan?"
Himuro tertawa kecil. "Secara logis, tidak mungkin bagiku untuk melakukan tindak pemaksaan secara kepadamu yang secara fisik jauh lebih kuat—kecuali kalau kau sengaja pasrah dan tidak melawan. Jadi itu termasuk sengaja," jelas Himuro.
"Ngg, begitu ya~ Oh iya, makan atau minum itu kegiatan memasukkan makanan ke mulut lalu ditelan untuk kemudian dicerna usus, iya 'kan? Berarti, kalau kumur-kumur sewaktu wudhu tidak masalah dong?"
"Benar, asal airnya jangan ditelan."
"Bagaimana kalau mengulum lolipop tanpa ditelan?"
"…"
"Atau mengunyah maiubou lalu dikeluarkan lagi dari mulut?
"..."
"Atau kumur-kumur pakai es dogan?"
"…"
Himuro facepalm, bingung mesti menananggapi apa. Ia pun berdiri— "Aku ke toilet dulu." —kemudian berlalu meninggalkan Murasakibara yang makin lama makin ngaco.
"Air kerannya jangan diminum ya, Muro-chin."
Ketiga anggota tim Yosen lainnya berteriak, "KAU ITU YANG TADI DIAM-DIAM HAMPIR MINUM AIR KERAN DI TAMAN!"
Oh, mampukah Murasakibara—dan juga rekan setimnya yang mesti menghadapi kengawurannya—bertahan selama sebulan ke depan?
*Naruto
Next?
