Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambutnya yang tertata rapi. Hyukjae tak mau repot-repot membenarkan rambutnya. Ia terus terfokus dengan pemandangan di hadapannya. Jalanan Seoul yang mulai memadat, seiring bertambahnya volume kendaraan yang berlalu-lalang. Entah mengapa pemandangan yang biasa ia temui tiap pagi, terlihat begitu menarik dibanding biasanya.
Merasa ada orang lain yang berdiri di sampingnya, Hyukjae mengalihkan pandangannya menuju orang itu. Tanpa ia sadari, matanya membulat. Nafasnya pun tercekat. Waktu bagaikan terhenti sejenak, manakala mereka saling menatap, satu sama lain. Ribuan kupu-kupu seolah bergejolak dalam perutnya. Perasaan apa ini?
Butterfly
A fan fiction by top to the toe
Super Junior © S.M Entertainment
Pairing(s): EunHae, Slight!KyuMin, Slight!YeWook, Slight!Sibum
Warning: AU (Alternate Universe), OOC (Out of Character), BL/Slash/Shounen-Ai
2012
Hyukjae menelungkupkan wajahnya dikedua lengannya yang ada di atas meja. Hanya ia seorang yang sedang berdiam diri di kelas. Sungmin, Kyuhyun, serta Ryeowook sempat mengajaknya untuk ke kantin. Namun, ia menolak. Bagaimana mungkin ia bisa ke kantin dengan keadaan seperti itu? Wajahnya saat ini memerah tak karuan. Otaknya terus-menerus memutar memori tadi pagi. Ketika ia tak sengaja bertemu—atau lebih tepatnya menatap—seorang lelaki tampan di halte bis tadi. Oh…membayangkan wajah orang itu saja membuat pipi Hyukjae semakin memanas. Menjalar hingga ke kedua telinganya yang kini juga memerah. Seorang pria yang berambut hitam kecoklatan yang dibuat agak cepak, dengan tatapan mata yang mampu menembus jiwa seorang Lee Hyukjae. Ini pertama kalinya ia merasa seperti ini. Hanya dengan melihat sekali, ia seolah dibawa terbang melayang menuju langit yang paling tinggi.
Perutnya pun terasa diaduk-aduk ketika dirinya dan pria itu tak sengaja saling memandang—padahal hanya sepersekian detik. Love at the first sight, eh—Hyukjae? Sungguh, ia tak pernah mengira ia akan mengalami kejadian yang biasanya hanya terjadi di opera sabun. Dulu ia sering mengejek Sora, kakak perempuannya, yang senang menonton opera sabun semacam itu, lalu membayangkan dirinya sebagai pemeran wanita utama dalam cerita itu. Tapi kini? Justru ialah pemeran wanita itu. Dalam hati ia bersumpah tidak akan mengejek Sora lagi.
Kini ia mengangkat wajahnya. Ia merasa sesak. Selain karena pasokan udara yang menipis karena menelungkupkan wajahnya dalam jangka panjang, tetapi juga karena terus membayangkan kejadian pagi tadi. Ia menarik nafas perlahan, lalu menghembuskannya. Berulang-ulang ia lakukan. Hyukjae mulai merasa tenang. Wajahnya sudah tak semerah tadi, hanya tersisa sedikit rona merah yang tak terlalu kentara. Ia mulai berpikir, mengapa ia bisa memerah tiap kali mengingat pemuda tadi? Padahal, pemuda tadi tak melakukan hal yang istimewa. Ia hanya berdiri di halte bis itu sembari mendengarkan musik dengan earphone yang menempel dikedua telinganya sambil sesekali ia menggoyangkan kepalanya sesuai dengan irama musik. Mereka juga hanya sekali berpandangan. Setelah itu Hyukjae segera naik ke dalam bus menuju sekolahnya dan pemuda itu tidak ikut naik, ia tetap berada di halte itu. Umur orang itu kelihatannya tidak jauh berbeda dengan Hyukjae. Tapi Hyukjae yakin ia seorang mahasiswa karena ia tak menggunakan seragam sekolah manapun.
"Aku benar-benar gila…" bisik Hyukjae.
"Memang kamu gila kenapa, Hyuk-ah?"
Seketika Hyukjae menoleh ke kanan, dilihatnya Sungmin berdiri bersebelahan dengan Kyuhyun yang merangkul bahu kanan Sungmin. Sungmin lalu berjalan mendekati Hyukjae dengan membawa sekotak susu stroberi. Lalu menyodorkannya pada Hyukjae. Hyukjae mengambilnya sambil mengucapkan 'Terima kasih' dengan lirih.
"Kau ada masalah, Hyuk?" tanya Kyuhyun yang kini duduk di hadapan Hyukjae.
Hyukjae mendelik menatap Kyuhyun sambil terus meminum susunya, "'Hyung'—panggil aku dengan 'Hyung', Kyuhyun-ah. Sudah kubilang berapa kali, hah?" Kyuhyun hanya mengangkat kedua bahunya, "—dan tidak. Aku tidak punya masalah…"
Sungmin mengelus rambut Hyukjae perlahan. "Kamu tahu, Hyuk-ah? Kamu tidak pandai berbohong. Kenapa berusaha membohongi kami, hm?"
Alih-alih menjawab, Hyukjae malah mengangkat kedua bahunya. Seolah menirukan Kyuhyun tadi. Kemudian ia mengedarkan pandangannya beberapa kali sebelum berkata, "Ryeowook mana, Hyung?"
"Ryeowook sedang ada di Ruang OSIS. Tadi dia bilang Siwon sedang ada perlu dengannya. Dan kalau kamu memang tidak mau bercerita tentang masalahmu, itu tak apa. Tak perlu mengganti topik seperti itu. Kami akan selalu ada siap membantu kalau kamu mau. Iya kan, Kyu?," ujar Sungmin sambil menoleh ke arah Kyuhyun. Kyuhyun mengangguk kecil sebagai jawabannya.
Namun Hyukjae malah mengerucutkan bibirnya, "Tapi aku benar-benar mencari Wookie, Hyung. Aku juga tidak punya masalah…"
'Karena orang itu bukan sebuah masalah bagiku,' batinnya dalam hati.
Kyuhyun mengibas-ngibaskan tangannya asal. "Ya,ya..terserah kau saja, Hyuk."
Hyukjae mendengus kesal. Ia kesal dengan kedua sahabatnya yang tak percaya pada dirinya. Ia benar-benar tidak dalam masalah for God's sake! Tapi mana mungkin mereka mau mendengarkannya. Terutama si Evil Cho itu. Selalu saja memuntahkan kembali omongannya mentah-mentah. Biar mereka sekelas, tapi tetap saja Hyukjae lebih tua dari Kyuhyun, sudah sepantasnya Kyuhyun memanggilnya dengan 'Hyung'. Eh? Bagaimana bisa Hyukjae lebih tua dari Kyuhyun? Sebenarnya, Hyukjae setahun lebih tua dari Kyuhyun. Tapi karena sewaktu kecil ia tinggal di luar negeri, oleh pihak sekolah dasarnya dulu ia diminta untuk mengulang kelas selama satu tahun walaupun ia seharusnya sudah kelas 2 saat itu. Seandainya ia tidak mengulang kelas, Hyukjae pasti sudah kelas XI dan tidak terancam oleh oleh kehadiran si Evil.
Tak lama, bel pun berbunyi. Menandakan bahwa jam istirahat telah berakhir.
"Ah, aku harus kembali ke kelas," ujar Sungmin.
Kyuhyun bangkit dari kursinya, "Akan kuantar, Hyung."
"Nggak usah. Temani saja Hyukjae, Ne?"
"Ya, ya, ya! Selalu seperti itu! Memanggil Min-hyung dengan sebutan 'Hyung', sedangkan aku tidak!" timpal Hyukjae.
Kyuhyun memandang Hyukjae dengan tatapan meremehkan. "Karena Minnie-hyung pantas di panggil 'Hyung'. Kau? Umur saja lebih tua, tapi kelakuanmu seperti anak 5 tahun…"
"YA!" teriak Hyukjae hingga berdiri dari tempat duduknya.
"Hei, sudahlah. Kenapa kalian selalu seperti ini? Aku kembali ke kelas dulu. Annyeong."
Sungmin melangkah pergi setelah mengacak-acak rambut Hyukjae serta mendaratkan kecupan kecil di pipi Kyuhyun—namjachingu-nya. Seketika, semburat merah menjalar di pipi sang Evil Magnae. Melihat itu, Hyukjae tertawa terpingkal-pingkal. Siapa sangka? Cho Kyuhyun yang terkenal jenius sekaligus jahil di sekolah—bersama dengan Partner in Crime-nya, Shim Changmin—ternyata bisa tersipu hanya dengan kecupan ringan dari namjachingu-nya, Lee Sungmin, senior yang terkenal karena wajahnya yang imut. Kyuhyun segera menjitak kepala Hyukjae dan Hyukjae hanya bisa melemparkan tatapan membunuhnya kepada Kyuhyun yang kini duduk di bangkunya, tepat di sebelah bangku Hyukjae. Hyukjae mengusap-usap kepalanya yang masih terasa sakit akibat dipukul oleh Kyuhyun tadi. Ia menghela nafas—entah yang ke berapa kalinya seharian ini. Mungkinkah ia bertemu lelaki itu lagi?
Ini sudah hari ketiga dan dongsaeng kesayangannya masih terlihat murung. Sungmin sebenarnya bukanlah orang yang memiliki kesabaran tingkat tinggi. Jujur saja, sejak hari pertama ia melihat gelagat aneh Hyukjae, ia sudah ingin mengorek informasi perihal masalah yang dihadapinya. Berhubung ia tahu Hyukjae termasuk tipe orang yang tidak bisa dipaksa, akhirnya ialah yang harus mengalah. Walaupun dalam hati ia benar-benar penasaran. Kyuhyun-lah yang menjadi objek pelampiasannya. Hampir setiap saat ia mengirim SMS, menanyakan keadaan Hyukjae. Nyaris saja Kyuhyun dikeluarkan dari kelas karena ponselnya yang terus berbunyi. Kini, Sungmin terus memelototi Hyukjae yang sedang makan di kantin. Bersama dengan Kyuhyun, Ryeowook, serta Siwon. Mereka bertiga—Siwon, Kyuhyun, dan Ryeowook—tak bisa melakukan apapun. Lebih tepatnya, tak mau melakukan apapun. Bisa habis mereka dibantai dengan jurus martial arts-nya kalau mengganggu Sungmin yang sedang seperti ini. Merasa jengah karena terus dipelototi oleh Sungmin, Hyukjae akhirnya angkat bicara. "Apa ada sesuatu dengan wajahku, Min-hyung?"
"Eh?" Sungmin sedikit gelagapan.
"Semenjak kita duduk hingga sekarang, hyung terus menatapku. Memang ada apa dengan wajahku?"
"Wajahmu tidak ada apa-apanya sih. Tapi, raut wajahmu itu yang membuatku khawatir…"
"Ha? Raut wajah?"
Sungmin menggangguk. "Iya. Tiga hari ini kau terus murung. Kami khawatir kau ada masalah." Ryeowook dan Siwon juga ikut mengangguk. Kyuhyun? Ia terlalu terfokus dengan gamenya. Hyukjae termenung. Benarkah ia murung akhir-akhir ini? Padahal, ia merasa baik-baik saja. Lalu bagaimana mungkin Sungmin-hyung dan yang lain bisa berprasangka begitu?
"Kenapa malah melamun?" kata Ryeowook sambil menjentikkan jarinya di depan Hyukjae.
"Oh, tidak. Tapi, benar aku tidak ada masalah. Aku malah bingung kenapa kalian menganggapku murung…" ujar Hyukjae, dengan nada yang begitu lirih.
"Kalau begitu, apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu akhir-akhir ini?" Kali ini Siwon angkat bicara.
Hyukjae berpikir sejenak. "Hmm….akhir-akhir ini merasakan hal yang aneh."
"Apa, apa?" ujar Sungmin cepat. Matanya berbinar-binar cerah. Hyukjae akhirnya menceritakan tentang laki-laki yang dilihatnya di halte bis itu. Sepanjang cerita hanya Ryeowook dan Sungmin terlihat antusias—terlewat antusias malahan. Beberapa kali mereka berdua memotong perkataan Hyukjae. Siwon sebagai seorang gentleman sejati, mendengarkan cerita Hyukjae dengan tenang. Dan Kyuhyun—bocah yang satu itu masih menatap serius gamenya. Walaupun begitu, semenjak tadi ia mendengarkan cerita Hyukjae. Setelah 15 menit bercerita—sebenarnya bisa lebih cepat, kalau saja Sungmin dan Ryeowook tidak menyelanya—Hyukjae menatap keempat sahabatnya itu secara bergantian. Siwon terdiam. Sungmin dan Ryeowook menatapnya dengan pandangan yang tak bisa ia artikan. Dan—
"Hah? Cuma itu? Kau murung cuma gara-gara hal seperti itu?" Kyuhyun menatapnya dengan pandangan mengejek.
Hyukjae merengut. "Aku tidak murung, Kyu!"
"Kamu itu—bodoh atau naïf, sih?" sergah Ryeowook. Ia mengacak-acak rambutnya sedikit frustasi.
Sungmin tersenyum tak percaya. "Dan mereka bilang kamu ini rajanya yadong. Benar-benar…"
Hyukjae melayangkan pandangan tak terima kepada Sungmin. Ia bukan raja yadong. Ia cuma remaja pria normal dan 'sehat' yang tertarik dengan hal yang berbau seperti 'itu'.
"Kamu itu jatuh cinta, Hyukkie-ah." Siwon memandang Hyukjae dengan senyuman menawan miliknya yang bisa membuat penggemarnya di luar sana meleleh. Yang lain terlihat mengamini ucapan Siwon.
Awalnya Hyukjae ingin membalas perkataan Siwon, tetapi entah mengapa ia terhenti di tengah-tengah. Otaknya seolah tak bisa memberikan perintah kepada bibirnya untuk memberikan respon yang tepat. Jatuh cinta. Kata itu terdengar begitu asing, namun begitu dekat. Ia biasa melihat Kyuhyun dan Sungmin yang memang tak pernah kenal tempat untuk mengumbar kemesraan ataupun Ryeowook dengan Jongwoon—namjachingunya yang seorang mahasiswa—yang lebih terlihat seperti kakak-adik dibanding pasangan kekasih. Begitu juga dengan Siwon dan Kibum, meski mereka harus berhubungan jarak jauh karena Kibum sedang bersekolah di luar negeri. Namun, tiap kali ia melihat mereka bisa ia rasakan tatapan, ucapan, maupun sentuhan penuh cinta untuk pasangan masing-masing. Hanya saja, ia tak pernah merasakannya sendiri. Hyukjae merasa aneh. Ia ragu kalau ia benar-benar jatuh cinta. Bisa saja Siwon membual. Ya, Siwon pasti membual saja.
"Aku tahu kamu pasti berpikir kalau Siwon membual—" Hyukjae menatap kaget Sungmin, "—sayangnya, kurasa dia benar." Hyukjae kali ini benar-benar yakin, Sungmin adalah seorang cenayang. Buktinya ia baru saja membaca pikirannya. Ini juga bukan pertama kalinya Sungmin menebak pikirannya dengan tepat.
"Dan aku juga bukan cenayang, Hyukkie. Kamu saja yang terlalu mudah dibaca," sambung Sungmin.
Baginya, jam pelajaran terakhir ini terasa begitu lambat. Ah, tidak. Lebih tepatnya waktu berjalan begitu lambat bagi Hyukjae semenjak percakapannya dengan sahabat-sahabatnya di kantin tadi. Ia terus memikirkan ucapan mereka. Penjelasan guru di depan kelas pun tidak ia hiraukan sedari tadi. Hyukjae terhanyut dalam pikirannya.
'Jatuh cinta…' Hyukjae terus-menerus merapalkannya seolah kata-kata itu adalah sebuah mantra ajaib. Ia menopangkan dagunya di tangan kanannya, menatap ke luar kelas dari jendela yang berada di sebelah kirinya. Pemandangan di luar juga tak bisa mengenyahkan kata itu dari pikirannya. Entah kini harus merasa senang atau sedih. Yang jelas, ia masih belum bisa menerima kalau dirinya jatuh cinta. Ia butuh pembuktian. Bukan karena ia tidak tahu ataupun percaya terhadap cinta pada pandangan pertama. Melainkan lebih untuk menyakinkan dirinya karena ini adalah kali pertama Hyukjae merasakan perasaan semacam ini. Kalaupun memang ia jatuh cinta pada orang itu, tidak ada salahnya, kan? Mencintai seseorang bukanlah sebuah kejahatan. Sekarang, permasalahannya adalah bagaimana cara untuk membuktikannya? Sejak pagi itu, Hyukjae tidak pernah bertemu dengan pria itu lagi. Padahal ia sudah sengaja menunggu di halte bis tiap ia berangkat dan pulang sekolah. Namun orang yang ia tunggu-tunggu tak kunjung muncul. Justru menghilang begitu saja.
'Bukan waktunya untuk menyerah, Lee Hyukjae! Kau harus terus mencoba.' Hyukjae mencoba menyemangati dirinya. Ya, sepulang sekolah nanti ia akan menunggu orang itu lagi. Beruntungnya bagi Hyukjae, Dewi Fortuna nampaknya kali ini berpihak padanya. Entah pertemuan macam apa yang akan ia hadapi nanti…
"Tuhan pasti sedang membenciku sekarang…" gumam Hyukjae. Saat ini ia tengah berteduh di sebuh toko buku langganannya. Hujan deras tiba-tiba mengguyur, tanpa memberi kesempatan gerimis untuk turun. Seragam yang ia gunakan mau tak mau basah akibat hujan. Untungnya, ketika hujan turun, ia berjalan tak jauh dari tempatnya berteduh sekarang. Hyukjae mengerucutkan bibirnya. Seharusnya tadi ia menerima ajakan Sungmin untuk pulang bersamanya dengan mobil Kyuhyun. Ia pasti takkan perlu basah-basahan. Hanya saja, ia masih ingin bertemu dengan pria itu di halte—walaupun akhirnya pria itu tetap tak ada—dan juga ia tak ingin menjadi obat nyamuk bagi dua sejoli itu. Entah kemesraan macam apa(lagi) yang akan mereka pertontonkan padanya jika ia menumpang mobil Kyuhyun. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Sekarang ia sedang berusaha mencari saputangan yang biasa ia bawa. Tujuannya tentu untuk mengelap tubuhnya yang basah. Ia merogoh-rogoh saku celana dan tasnya. Namun nihil. Ia tak menemukan benda itu. Kelihatannya ia lupa membawanya hari ini.
Hyukjae mendesah putus asa. Ia semakin yakin kalau Tuhan membencinya hari ini. "Lho? Hyukjae-ah?" Sebuah suara dari memanggilnya dari belakang, membuyarkan lamunan Hyukjae. "Oh? Jongwoon-hyung!" seru Hyukjae ceria ketika ia mengetahui pemilik suara yang menyapanya tadi.
Jongwoon tersenyum tipis. Setiap ia bertemu dengan remaja di hadapannya ini, aura positif selalu terpancar darinya. Tak terkecuali hari ini. Walaupun ia tengah basah, sama sekali tak memudarkan pesona yang dimilikinya. "Kenapa berdiri di luar seperti itu? Di luar sedang hujan, ayo masuk!" perintah Jongwoon.
Hyukjae meringis, sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam. "Aku baru mau masuk, Hyung. Hyung sendiri sedang apa di sini?"
"Aku mau mencari komik favoritku. Katanya barusan terbit. Kau sendiri? Habis pulang sekolah, eh?"
"Ya. Hujan mendadak turun waktu aku berjalan di dekat sini. Apa boleh buat, aku berteduh dulu…" keluh Hyukjae. Jongwoon mengulurkan saputangannya kepada Hyukjae. Dengan senang hati, Hyukjae menerimanya. Segera ia mengelapkannya ke bagian tubuhnya yang basah.
"Mau menghangatkan badan dulu?" Hyukjae mengangguk semangat. Ia benar-benar butuh minuman hangat saat ini. Kemudian mereka berdua beranjak pergi dari tempat mereka berdiri menuju kafe yang menjadi satu dengan toko buku itu. Suasana kafe saat mereka tiba terlihat sepi, namun diselimuti suasana yang menentramkan. Hyukjae dan Jongwoon memilih duduk di bagian pojok kafe. Tak lama, seorang pelayan mendatangi mereka. "Lama nggak ketemu, Jongwoon-ah. Sedang kencan, eh? Lho, Hyukkie?" tanya pelayan itu. Di dadanya terdapat nametag bertuliskan 'Heechul'.
"Kau kenal Hyukjae, Hyung?"
Heechul mendengus. "Tentu saja, dia 'kan sepupuku. Jadi, kalian berkencan? Bagaimana dengan Wookie-ah?" goda Heechul yang diakhiri dengan seringai di bibirnya. "Candaanmu nggak lucu, Hee-hyung…" keluh Hyukjae. Heechul hanya terkekeh menanggapi keluhan Hyukjae. Sepupunya ini memang menyenangkan untuk digoda. Jongwoon tersenyum saja melihat interaksi mereka berdua.
"Hyung, apa kami nggak boleh memesan? Kasihan Hyukjae, dia butuh minuman hangat."
Seketika Heechul melayangkan pandangannya menuju Hyukjae. Dilihatnya seragam Hyukjae yang separuh basah dan rambut basahnya yang masih meneteskan air. "Omo! Ya! Hyukkie-ah, berapa kali ku bilang untuk membawa saputangan?" Dengan segera Heechul mengeluarkan saputangan miliknya, lalu mengelapkannya ke rambut, wajah, serta leher Hyukjae.
Tapi, Hyukjae berusaha mengelak. "Hyung! Aku bukan anak umur 5 tahun, aku bisa melakukannya sendiri!"
"Berhentilah bersikap seperti anak-anak kalau begitu!" bentak Heechul. Hyukjae terdiam. Mana berani ia melawan Heechul. Setelah ibunya, Heechul menduduki posisi nomor dua, bersama dengan Sora, orang yang paling ditakuti oleh Hyukjae, ketika marah. Nyalinya langsung ciut melihat tatapan tajam Heechul maupun bentakannya. Ia lebih memilih diam daripada harus diceramahi tanpa jeda oleh Heechul.
"Akan kuambilkan handuk dan minuman hangat untukmu! Diam di situ!"
"Aku?" tanya Jongwoon sembari menunjuk dirinya sendiri. "Iya, iya. Ice Americano, kan?" ujar Heechul cepat, lalu beranjak pergi disertai dengan langkah yang sedikit dihentak-hentakkan. Terlihat sekali kalau ia kesal.
Melihat kelakuan sepupunya, Hyukjae menopangkan dagunya ditangannya dengan raut kesal. "Huh, Heechul-hyung selalu berlebihan."
"Tapi kau hebat lho, Hyukjae-ah," puji Jongwoon. Bukannya ucapan 'Terima kasih', Jongwoon malah diberi tatapan aneh oleh Hyukjae. "Hyung sebelum ke sini sempat kebentur ya?" tanya Hyukjae lamat-lamat. Namjachingu Ryeowook ini memang terkenal dengan jalan pikiran serta kelakuannya yang agak di luar 'normal'. Tiba-tiba berkata kalau Hyukjae hebat. 'Benar-benar aneh,' batin Hyukjae.
"Hahaha…aku baik-baik saja. Maksudku, kau hebat bisa membuat Heechul-hyung kelabakan. Heechul-hyung 'kan cuek," jelas Jongwoon. Hyukjae membulatkan mulutnya, membentuk huruf 'O'. Tak lama, Heechul kembali dengan nampan di tangannya serta handuk yang ia sampirkan di lengan kirinya. Diletakkannya nampan yang berisikan segelas Ice Americano, Strawberry Cheesecake, Opera Cake, dan segelas mug putih yang isinya masih mengepul. Dengan cekatan ia letakkan satu persatu di atas meja, lalu mengambil handuk dan kembali mengelap badan serta rambut Hyukjae yang sudah mulai mengering.
"Hyung! Biar aku sendiri!" protes Hyukjae. Walau sedikit, tapi pengunjung di kafe menatapnya geli, beberapa malah mengabadikannya dengan ponsel mereka, melihat perlakuan Heechul padanya. Ayolah, mana mungkin ia tidak malu ditatap seperti itu? Namun Heechul menulikan telinganya. Diteruskannya pekerjaanya walaupun Hyukjae terus-terusan berusaha menghindar.
"Nah, sudah. Cepat minum itu!" seru Heechul.
Hyukjae bersungut-sungut, lalu mengambil mug putih itu. Ia mengernyitkan dahinya dan bertanya, "Ini apa, Hyung?"
"Itu Ginger Tea! Cepat minum! Nggak usah cerewet!" Heechul menatap Hyukjae dengan tatapannya yang mematikan. Hyukjae meminumnya perlahan karena masih terlalu panas baginya. Sensasi hangat langsung terasa begitu minuman itu mengalir dari bibirnya, menuju kerongkongannya, dan akhirnya menuju perutnya. Menghangatkan sekujur tubuhnya. Ia merasa lebih baik. "Terima kasih, Hyung." Ia menatap Heechul dengan gummy smile-nya yang khas. Kekesalan Heechul seolah menguap entah kemana, melihat senyuman Hyukjae. Ia acak-acak pelan rambut Hyukjae. Biarpun sepupunya ini sering membuat mood-nya naik turun, tetap ia saja ia terlalu sayang padanya. Ia sudah menganggap Hyukjae seperti adiknya sendiri. Jongwoon sendiri sedari tadi sudah acuh dengan pemandangan di hadapannya. Ia bahkan sudah menghabiskan setengah dari Opera Cake yang tersaji di meja.
"Wah, ramai sekali di sini." Seorang pria menginterupsi kegiatan mereka bertiga. Ketiganya mengalihkan pandangan, menuju sumber suara. Di sana, berdiri tegap seorang pria yang langsung Hyukjae kenali sebagai orang yang ia cari selama ini. 'Oh, Tuhan! Aku tarik ucapanku tadi! Hari ini Kau mencintaiku!' pekik Hyukjae dalam kepalanya. Dengan gagahnya pria itu berdiri, mengenakan kemeja putih dengan dasi hitam yang sedikit ia longgarkan di bagian leher. Kaki jenjangnya dibungkus oleh celana kain hitam dan sepatu hitam mengkilat. Ia juga terlihat menyampirkan jas hitam di bahunya. Rambutnya ditata tak terlalu rapi dan sedikit basah akibat hujan di luar yang masih mengguyur. Walau begitu, penampilannya yang sedikit berantakan malah membuatnya semakin terlihat menawan.
"Oh, Donghae-ah. Kenapa begitu formal? Memang ada acara apa?" tanya Yesung setelah meletakkan garpunya. 'Ah, jadi namanya Donghae?'
"Aku barusan menghadiri pernikahan temanku, Hyung. Kalian asik sekali tadi, sampai tak sadar aku masuk kemari," ujar Donghae sembari tersenyum. Bisa Hyukjae rasakan kalau pipinya memanas sekarang. "Hyukjae-ah, baik-baik saja? Pipimu memerah, apa kau demam?" tanya Jongwoon sedikit khawatir. Mendengar kata 'Demam', Heechul langsung menolehkan kepalanya ke arah Hyukjae dan berujar cepat, "Demam?!" Heechul berusaha meletakkan satu telapak tangannya di dahi Hyukjae dan yang satu lagi di dahinya sendiri, membandingkan suhu tubuh mereka berdua. Hanya saja Hyukjae bergerak lebih cepat, ia berhasil menahan tangan Heechul.
"Aku tidak apa-apa, Hyung. Ginger Tea-nya panas, maka dari itu mukaku memerah," kilah Hyukjae. Heechul menyipitkan matanya, tanda kalau ia tak percaya dengan ucapan Hyukjae. Kali ini ia membiarkan Hyukjae, walaupun ia masih curiga. "Dia siapa, Hyung?" tanya Donghae, baru menyadari keberadaan Hyukjae.
Jongwoon angkat bicara. "Dia ini Lee Hyukjae, sepupu Heechul-hyung. Teman sekelas Wookie juga." Hyukjae melempar senyum kaku kepada Donghae. Ia masih merasa canggung dengan kehadiran Donghae di tengah-tengah mereka semua. Saat ini ia berusaha menetralkan degup jangtungnya yang tak karuan semenjak kemunculan Donghae yang mendadak.
"Halo, namaku Lee Donghae. Aku mengajar di kampus Jongwoon-hyung dan Heechul-hyung. Senang berekenalan denganmu." Donghae mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Hyukjae. Dengan kikuk, Hyukjae mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Donghae. "Halo, aku Lee Hyukjae. Aku masih SMA. Senang ber—" tiba-tiba Hyukjae menyadari sesuatu, "—mengajar?! Tadi Donghae-ssi bilang mengajar?!" teriaknya.
"Eh, iya? Apa ada yang salah?" Hyukjae menatap Donghae tak percaya.
"Donghae-ssi mengajar di kampus Jongwoon-hyung dan Hee-hyung, berarti Donghae-ssi seorang dosen, kan?" Donghae menganggukkan kepalanya.
"Tapi Donghae-ssi memanggil Jongwoon-hyung dan Hee-hyung dengan 'Hyung'?" Donghae kembali menganggukkan kepalanya.
Hyukjae meletakkan tangannya di dahinya dan berkata, "Kepalaku sakit. Aku rasa aku mau demam…" keluh Hyukjae.
Heechul, Jongwoon, dan Donghae tertawa melihat ulah Hyukjae. "Donghae itu dulu akselerasi, Hyuk. Selain itu dia lulus kuliah lebih cepat. Itu sebabnya Donghae bisa menjadi dosen," jelas Heechul, masih tertawa. "Nilai-nilainya baik dan dia kompeten, makanya dia direkomendasikan untuk mengajar di kampus kami," sambung Jongwoon yang kembali melanjutkan makannya yang tertunda. Salah tingkah, Donghae pun menggaruk lehernya yang tak gatal.
"Berarti Donghae-ssi masih muda? Hebat…" Hyukjae menatap Donghae kagum. Ia bahkan lupa akan kegugupannya tadi.
"Yah…kalau 22 tahun masih dianggap muda…"
"Tentu saja masih muda! Hee-hyung saja sudah 24 tahun!" seru Hyukjae dengan antusias. Heechul menatap Hyukjae tak terima. "Ya, ya! Menurutmu, aku sudah tua, hah? Dasar!" Dipeluknya Hyukjae erat hingga Hyukjae kesulitan bernapas. "Hyung! Lepas, sesak!" Hyukjae meronta-ronta dalam dekapan Heechul. Heechul tak mau begitu saja melepaskan Hyukjae. "Iya, iya! Aku minta maaf. Aku cuma bercanda, Hyung!" seru Hyukjae.
Donghae tertawa melihat interaksi kedua saudara sepupu itu, sedangkan Jongwoon lebih asyik dengan ponselnya. Dilihat dari beberapa kali ia tersenyum kecil, bisa dipastikan kalau ia sedang berkomunikasi dengan Ryeowook. Hyukjae mendengus kesal, dilemparkannya pandangannya menuju luar kafe. Gerimis kecil telah menggantikan hujan deras tadi. "Hyung, kurasa aku pulang saja. Sora-noona akan memarahiku kalau aku pulang telat." Heechul mengangguk mengerti. Heechul tahu betul kalau sikap kakak Hyukjae itu sama persis dengannya. Mereka begitu menyayangi Hyukjae, hingga cenderung protektif terhadapnya. "Hati-hati di jalan. Kalau sudah sampai, jangan lupa menelponku. Mengerti?"
"Iya, Hyung. Eh, aku belum membayar minumanku," ujar Hyukjae cepat.
Heechul menggeleng. "Nggak usah. Anggap saja ini traktiran dariku. Strawberry Cheesecake-mu belum kau makan, biar aku bungkuskan." Joongwoon tersenyum lebar. "Jatahmu kau bayar sendiri, Jongwoon-ah!" Senyumnya langsung hilang, tergantikan oleh bibirnya mengerucut. Hyukjae sama sekali tak punya kesempatan untuk menolak. Selain karena Heechul yang langsung membungkuskan cake-nya, juga karena perkataan seorang Kim Heechul itu adalah mutlak. Tak boleh dibantah. Tak lama ia kembali membawa cake milik Hyukjae yang telah dibungkus dengan rapi.
Hyukjae beranjak dari duduknya, merapikan ujung seragamnya yang kusut. "Aku pulang dulu, hyungdeul, Donghae-ssi. Sampai jumpa lagi." Ia membungkukkan badannya sebelum akhirnya melangkah pergi ke luar kafe. Belum jauh ia melangkah, ia membalikkan badannya. Dilihatnya Donghae yang sedang bersenda gurau dengan hyungdeul-nya. Tanpa ia sadari, bibirnya sedikit terangkat, membentuk sebuah senyum. Sedikit hujan dan basah, kelihatannya bukan hal yang buruk kali ini.
Cuaca siang ini sedikit mendung, walau belum ada tanda-tanda akan turunnya hujan. Suhu udara pun sedikit lebih rendah dibanding biasanya. Berkebalikan dengan cuaca hari ini yang suram, Sungmin justru terlihat sumringah. Senyum manisnya terus terpancar. Membuat siswa yang berpapasan dengannya, secara tak sadar menghentikan langkah mereka sejenak, terpesona oleh senyuman miliknya. Beberapa diantaranya langsung tersadar, mengingat bahwa Lee Sungmin adalah milik Cho Kyuhyun. Mereka cepat-cepat mengalihkan pandangan, sebelum Evil Cho membantai mereka satu-persatu. Sebuah pertanyaan timbul, apa yang membuat Lee Sungmin terlihat begitu bahagia?
.
"Min-hyung!" Sungmin yang sedang dalam perjalanan menuju perpustakaan, berhenti sejenak mendengar panggilan yang tak asing baginya. Siapa lagi kalau bukan salah satu dongsaeng kesayangannya, Hyukjae. Senyumnya terkembang secara otomatis begitu ia melihat Hyukjae menghampirinya. "Ne, Hyuk-ah?" jawabnya begitu Hyukjae berdiri tak jauh darinya. Gummy-smile milik Hyukjae, menghiasi wajah cerianya. Ini menjadi pemandangan yang cukup langka, mengingat tiga hari ini Hyukjae yang terus murung. "Aku sedang senang, Hyung!" ujar Hyukjae cepat. Tawa kecil terlepas dari bibir Sungmin, Hyukjae bisa bertingkah begitu kekanak-kanakan. "Aku bisa melihatnya. Apa yang membuatmu senang, eh?"
Senyum Hyukjae semakin melebar, "Aku bertemu dengannya, Hyung!"
"Eh?"
"Orang yang kuceritakan beberapa waktu yang lalu, Hyung! Bahkan aku juga berkenalan dengannya!" ujarnya penuh semangat. Pupil mata Sungmin melebar. Akhirnya saat-saat yang ia nantikan telah tiba. Ditariknya Hyukjae menuju bagian belakang gedung sekolah, yang juga terdapat taman sekolah dengan suasana yang cukup sepi karena jarang didatangi orang—kecuali oleh siswa yang ingin membolos, tentunya. Dari langkahnya, sudah dapat ditebak bahwa Sungmin sedang tergesa-gesa. Rasa penasaran begitu membuncah di dadanya. Bagaimana tidak? Ini adalah kesempatan langka, dimana Hyukjae bercerita tentang seseorang yang menarik hatinya. Hyukjae terkadang terlewat polos, terutama pada hal-hal semacam ini—terima kasih pada sifat overprotektif Heechul dan Sora. Hyukjae pasrah saja ditarik tanpa tahu kemana oleh Sungmin.
Tak lama, mereka telah menginjakkan kaki di taman belakang. Sungmin mendudukkan dirinya dan Hyukjae di sebuah bangku pualam putih, yang berada di bawah pohon yang cukup rindang. "Ceritakan padaku. Semuanya. Tanpa terkecuali," titah Sungmin. Dengan senang hati, Hyukjae menceritakan tiap detil pertemuannya dengan Donghae.
..
Sungmin tak bisa menahan tawa kecil yang meluncur dari bibirnya. Sinar mata Hyukjae yang berbinar-binar tiap kali menyebutkan Donghae, menjadi hiburan tersendiri baginya.
'Ah, Hyukkie akhirnya sudah dewasa…' batinnya dalam hati. Ia lega. Sebuah beban berat yang selama ini ia rasakan, menghilang tanpa bekas. "Mungkin seperti ini perasaan seorang ibu, sewaktu anak gadisnya memiliki pacar?" bisik Sungmin kepada dirinya sendiri. Senyumnya kembali terkembang. Merasa geli dengan pikirannya sendiri. 'Ibu apanya? Aku 'kan pria tulen.'
.to be continued.
