Kisah tentang seorang selebriti papan atas yang dikenal cantik,anggun,dermawan,berbakat,dan etikanya yang patut diacungi jempol. Tapi dibalik semua itu...
NATION'S GODDESS
(Disclaimer: Masashi Kishimoto)
"Wah, Nami-ku tercinta muncul di TV lagi! Juugo cepat ganti channel! Konoha TV! Cepat, cepat!" Sesosok pria berwajah abstrak muncul tiba-tiba mengagetkan beberapa temannya yang tengah asik ngemil sore sambil menonton DVD sewaan. Juugo, pria yang dipanggil itu, sesegera mugkin memindahkan channel.
"Wahhh kawaiiii..." Sekumpulan pria di ruangan itu merona meihat channel TV LCD 24 inch yang tengah menampilkan siaran iklan. Bukan iklannya yang dipermasalahkan, tapi model iklan tersebut yang menyedot perhatian mereka.
"Gila! Siapa tuh cewek? Cantik banget.." Salah satu pria berkacamata hitam model boboho yang baru datang dari arah dapur langsung mimisan. Baru pertamakali melihat gadis cantik sepertinya.
"Ya ampun Shino..makanya kalau punya TV tuh jangan dijadiin pajangan doang, dong!" Pria berperawakan tinggi dengan rambut klimis abu-abunya yang bernama Hidan hanya bisa menggelengkan kepala. Temannya yang satu ini memang paling parah diantara semua teman payahnya.
"Shin, lo beneran gak tau siapa ini cewek?"Masih fokus kearah TV, pria bernama Juugo menyahut Shino.
"Emangnya siapa sih?"Shino melangkah maju lalu duduk di sofa. Masih memandang takjub gadis yang menjadi pusat perhatian mereka berempat.
"Namikaze Nami,pacar gue!"Dengan gak tahu malunya, sosok berwajah abstrak bernama Suigetsu ngaku-ngaku dan alhasil harus menerima pukulan bertubi-tubi dari teman-temannya. "Woy gue bercanda kali!"
l
l
l
"Siang semua!" Gadis pirang bermata biru layaknya 'bule' itu tersenyum sumringah menyapa deretan karyawan di lobi kantor agensi tempatnya bernaung.
"Nami-chan!" Teriakan histeris berasal dari karyawan pun terdengar gaduh dan dipercaya dapat menulikan telinga.
"Ayo Naru, kita harus segera menemui direktur!" Ajak pria berpostur tegap disamping gadis itu.
"Baik, paman Iruka!"Gadis cantik itu segera melambai kearah para karyawan sekaligus penggemarnya itu. Melangkah bersama asisten sementaranya menuju lift ke lantai 25, tempat direktur Senju berada. Sesekali gadis dengan tinggi 165 cm itu menyapa salam para pegawai Maroon Entertainment dan sontak para pegawai itu berteriak girang baik pria, wanita, maupun yang gendernya tidak terdeteksi. Siapa juga yang tidak senang jika seorang bintang paling bersinar asal Jepang itu tersenyum cerah sambil sesekali berkedip manis?
Tak begitu lama, mereka tiba di ruangan Direktur Umum. Sekretaris pribadi benama Mei Terumi segera mempersilahkan mereka masuk. Ruangan minimalis itu hanya berisikan perabotan seadanya. Segera sang direktur yang dikenal kaku menyambut mereka.
"Lama tak berjumpa, Direktur Senju!" Iruka mengulurkan tangannya dan langsung dijabat erat oleh Direktur Senju. Seusai melepaskan jabatan, Iruka hanya bisa memandang Naruto ngeri. Bukannya menyapa ramah bos mereka yang masih berdiri diambang pintu malahan dengan seenaknya langsung duduk di pinggiran sofa empuk krem dekat meja kantor. Naruto, gadis pirang itu, merasa dirinya diperhatikan oleh dua pasang mata langsung cengengesan.
"Hai, paman Tobirama! Long time no see~" Begitulah sapaan yang selalu diterima Senju Tobirama dari salah-satu artis naungannya. Sang direktur hanya bisa mendengus kasar melihat tingkah unik Naruto yang sepertinya tidak akan pernah berubah itu. Harusnya sang tuan rumah yang mempersilahkan duduk tamunya, tapi sekarang tamu uniknya ini yang dengan enteng menepuk sofa single di dekatnya dengan maksud agar sang direktur segera duduk. Iruka murka, apalagi sang direktur. Namun mereka masih berusaha menahan kesabaran yang sudah mendidih itu.
"Kudengar kalian baru saja tiba dari Okinawa." Senju Tobirama segera memulai percakapan setelah duduk di sofa diikuti Iruka yang menenangkan diri karena kesal di sebelah Naruto.
"Benar, Direktur Senju. Namikaze baru saja menyelesaikan syuting iklan terbarunya pasca cuti sebulan." Iruka menjawab dengan tenang walau sebenarnya menahan kesal, lagi, karena Naruto malah memainkan Tabletnya, entah sedang apa.
"Hmm..kudengar produk yang Namikaze bintangi adalah produk terkenal asal Jerman?" Senju Tobirama bertanya lagi seolah ia tak tahu apa-apa. Hanya sekedar topik tambahan sebelum memasuki topik utama rasanya tak masalah. Dalam berbisnis itu sudah menjadi hal lumrah.
"Betul sekali, direktur!" Iruka sejenak memasang ekspresi semangat sekaligus bangga. "Produk softlense milik perusahaan Beste Germany memang sangat terkenal. Dan dari semua model Jepang mereka mempercayakan Namikaze untuk membintangi iklan produk terlaris mereka."
"Baguslah, aku sudah melihat iklannya dan respon publik sangatlah positif. Itu bagus untuk memulai karir kembali. Benar 'kan, Namikaze?" Senju Tobirama kembali mendidih. Bagaimana bisa anak buahnya, yang walaupun seorang artis terkenal itu, mengacuhkannya dan malah asik sendiri memainkan tablet sedaritadi. Naruto kembali merasa risih ketika dua pasang tatapan mata mengintimidasinya.
"Begitulah, paman. Sebenarnya agak risih juga sih harus berganti softlense sampai lima kali pula. Tapi paman Iruka malah terus memaksa tanpa mempedulikan kesehatan mata Naru. Akan lebih baik jika gaji paman Iruka dipotong saja untuk asuransi mata Naru~" Naruto kembali fokus pada tablet yang ada dalam genggamannya dan kembali membuat dua pria disana memerah kesal.
"Naru, tolong kalau ada yang sedang berbicara jangan main gadget dulu ya.." Iruka berusaha menasehati Naruto dan tak mengindahkan perkataan terakhir Naruto tentang dirinya. Naruto masih tetap fokus memainkan game di tabletnya membuat Iruka kesal. Terjadilah perang rebutan tablet. Tak ada kata mengalah bagi keduanya. Sang direktur hanya bisa memijit dahinya. Mei yang disuruh menyeduh kopi kesukaannya belum kembali juga.
BRAKK
Pintu yang terbuat dari kayu jati kualitas terbaik terlihat hampir roboh menerima hantaman dari sosok wanita yang baru memasuki ruangan direktur Senju. Ketiga orang yang masih di dalam terlonjak kaget, sejenak menghentikan aktivitas masing-masing. Berdirilah dengan gagahnya wanita perkasa yang sangat menawan. Naruto yang menyadari siapa wanita tersebut langsung berlari pelan dan memeluk erat pinggang wanita yang lebih tinggi darinya.
"Cucuku sayang~~" Begitulah kata wanita tersebut seraya mencium puncak kepala Naruto dan mengusapnya lembut.
"Nenek! Naru rindu sekali..!" Naruto yang pecicilan tersebut mulai bersikap manja pada sang nenek yang sama sekali masih terlihat layaknya wanita 30-an. Kedua pria yang benar-benar diacuhkan tersebut hanya memandang malas kedua wanita itu. Rasanya sudah sering mereka melihat pemandangan itu dan hanya membuat bosan saja.
"Cucuku, nenek rasa kita sudah lama tidak jalan-jalan..Bagaimana kalau sekarang kita pergi shopping lalu nonton bioskop?!" Sang nenek yang sama-sama pirang tampak sangat bahagia mengutarakan keinginannya. Naruto pun tampak senang dan langsung menari riang bersama nenek tercinta. Sudah sebulan tidak bertemu dan menghabiskan waktu bersama wanita yang sangat disayanginya ini.
"Bu, aku ada keperluan penting mengenai karir Namikaze, jadi tolong ibu tunggu beberapa jam dulu." Senju Tobirama yang masih diacuhkan oleh ibunya sendiri hanya bisa geleng kepala. Agak cemburu. Masa dia yang jelas-jelas anak sahnya tidak dianggap, tapi Naruto yang tidak ada keturunan darah Senju dielu-elukan?
"Cih!" Wanita itu menatap kesal anak bungsunya. "Biarkan Iruka saja yang mengurusnya, Tobirama! Mengganggu saja! Iruka, kuserahkan semuanya padamu!"
"Benar, nek! Lagipula perbincangannya tidak menarik~" Naruto mendukung dengan semangat saran neneknya tercinta, " daritadi yang Naru dengar itu-itu aja.." Naruto memasang ekspresi bete andalannya. Kedua pria disana hanya memasang ekspresi was-was ketika wanita itu memandang masam kearah mereka berdua.
"T-T-Tsunade-sama.." Iruka tergagap seketika.
"Cih! Kalian ini sama-sama membosankan!" Wanita itu menarik tangan Naruto lembut menuju luar ruangan. "Jangan berani sekali lagi kalian mengajak cucuku mendengar perbincangan kaku kalian! Ingat itu!" Begitulah wanita bernama Tsunade membentak kedua pria dewasa itu. Naruto yang melihatnya hanya tersenyum penuh kemenangan.
BRAKKK
Pintu kembali ditutup keras dan sudah jelas engselnya patah, ulah wanita gagah itu, membuat kedua pria yang masih diam terpaku langsung merinding. Untung pintu itu yang dibanting, bukan mereka.
"Ingatkan aku, Iruka, untuk memperbaiki pintu itu." Senju Tobirama kembali duduk di sofa asalnya. Walaupun ekspresinya tenang tapi di dalam hatinya ia murka bukan main.
"Baik, direktur Senju!" Iruka kembali ke tempat semula sambil sesekali berdehem melihat bosnya yang tambah serius dan kaku.
l
l
l
Sebuah apartemen minimalis yang berada dipinggiran Kota Konoha terlihat terawat walau perabotan yang ada sangat sedikit bahkan beberapa terlihat usang. Seorang pemuda melangkah memeluk nenek tercinta yang kini tengah memasak makan siang dengan menu sederhana. Sang nenek yang terlihat masih segar diusianya yang ke-70 itu menepuk lembut puncak kepala pemuda yang tentunya lebih tinggi darinya.
"Sasori, jangan lupa besok kau ada wawancara kerja!" Sang nenek kembali mengingatkan cucu satu-satunya itu.
"Iya, nek, aku ingat.. Nenek sudah berjam-jam mengulanginya mana mungkin aku lupa." Pemuda dengan wajah tampan dan rambut merah acak-acakan tersenyum tipis. Mengambil meja lipat ukuran 2m x 2m itu dan menaruhnya tidak jauh dari dapur kecil. Mau bagaimana lagi, apartemen murah itu hanya terdiri dari dapur kecil dan 2 kamar tidur yang kecil pula. Ruang tamupun berdempetan dengan dapur diujungnya dan sebuah toilet disebelahnya. Tak ada sofa ataupun perabotan lain yang biasanya ada di ruang tamu.
"Habis nenek senang sekali saat tau kau direkomendasikan di perusahaan besar, Sasori. Kau tahu kan jaman sekarang susah sekali mencari kerja. Yah..apalagi kau belum berpengalaman." Nenek Chiyo, ya itulah namanya, mengangkat nampan besar berisi makanan dan menaruhnya di meja lipat itu.
"Aku 'kan baru lulus nek, mana mungkin sudah punya pengalaman kerja." Pemuda yang hanya memakai kaos oblong putih dan boxer hitam mulai merapikan piring-piring berisi makanan agar terlihat lebih rapi.
"Fiuh~ syukurlah Profesor Orochimaru itu baik sekali padamu. Kudengar hanya kau yang ia rekomendasikan, Sasori. Kau tidak perlu capek melamar kerja lagi. Bawalah sedikit oleh-oleh padanya nanti sebagai tanda terimakasih!" Seketika Sasori tersedak dan batuk-batuk. Makanan yang masih berusaha ia cerna di dalam mulutnya hampir ia muntahkan mendengar nama dosen di kampusnya itu. Sang nenek segera menepuk halus pundak cucunya itu. "Ya ampun,Sas, kau sudah besar masih bisa tersedak?!"
"Erghh~ nek lain kali jangan bicarakan Profesor itu. Aku alergi padanya, nek!" Sasori yang sudah kembali normal nampak kesal sebab nama dosen yang paling ia ragukan gendernya itu kembali disebut-sebut.
"Sasori bagaimanapun juga dia dosenmu! Hormatlah padanya! Perlakuannya padamu selama ini tanda bahwa dia sangat sayang pada mahasiswanya!" Nenek Chiyo benar-benar kesal. Cucunya yang ia kenal bersikap sopan itu pasti mendadak kesal dan ogah-ogahan jika berhubungan dengan dosen itu. Nenek Chiyo memang tidak akan tahu dan tidak pernah mau tahu kenyataan sebenarnya. Beliau hanya menganggap perilaku baik Profesor berumur 45 tahun itu sebagai sikap baik dosen terhadap mahasiswa.
"Iya-iya nanti aku bawakan oleh-oleh padanya, nek," Sasori mengalah karena sudah bosan menjelaskan panjang-lebar perlakuan aneh dosennya itu pada sang nenek, "sekalian aku pergi mencari setelan kantor di mall nanti."
"Baguslah. Nenek titip salam padanya ya~" Sasori hanya dapat menerima nasibnya. Selama seminggu setelah wisuda dia sudah sangat senang karena tidak bertemu dosen anehnya itu tapi sekarang ia harus menemuinya karena sang nenek? Oh malang sekali hari ini...
l
l
l
"Naru sayang mau makanan western atau apa~?" Tsunade melirik sepintas beberapa restoran yang ada di mall itu.
"Naru belum lapar, nek. Kita kesana aja yuk, nek?" Naruto menunjuk salah-satu toko aksesoris dengan dekorasi pink meriah.
Drttt..drttt...drttt...
HP Tsunade bergetar panjang menandakan e-mail masuk. "Tunggu sebentar, Naru.." Naruto mengangguk pelan. Untung saja dia sudah memakai penyamaran jadi tidak terlalu khawatir berkeliling di mall ini.
Naruto menatap pantulan dirinya di salah satu dinding berkaca. Memakai seragam sailor moon hitam lengkap dengan ransel kecil berwarna merah dan kacamata persegi. Rambutnya ia kepang satu ke belakang. Dan jika bukan karena penyamaran, mana mau ia menjelma menjadi anak culun. Yah benar, dirinya benar-benar terlihat seperti gadis kutu buku saat ini. Apalagi tambahan tompel hitam sebesar tutup botol yang bersarang di dekat bibirnya sebelah kanan.
Ia benar-benar memuji Tsunade karena kegigihan wanita itu. Mendengar Naruto tiba di Konoha, wanita gagah itu langsung menyiapkan semua penyamaran ini. Wanita itu sudah tidak sabar melepas rindu pada cucunya ternyata. Ah sepertinya Naruto tidak masalah untuk menjadi kutu buku sekali ini.
"Cih! Dasar mesum!" Naruto kaget mendengar lengkingan dahsyat yang berasal dari Tsunade, bahkan pengunjung mall itu sudah bersiap untuk lari lewat tangga darurat saking takutnya. Aura Tsunade sudah menyeramkan. Naruto yang biasanya tidak takutpun sekarang menjadi takut. "Naruto..." Naruto bergidik ngeri ketika neneknya menarik tangannya dan berjalan cepat, "ayo kita hajar kakekmu yang mesum itu!" Naruto hanya bisa mengangguk singkat. Apalagi yang sudah diperbuat kakeknya itu?
l
l
l
Disinilah Sasori berada. Ogah-ogahan dia memasuki salah-satu gedung di kampusnya. Sapaan hangat ia berikan kepada karyawan yang berlalu-lalang di lantai satu gedung itu dan sapaan balikpun ia terima. Terkadang Sasori bertemu dosen-dosen yang pernah mengajar mata kuliah yang diambilnya yang hendak pulang kantor. Rasanya ia ingin segera memberikan bingkisan yang ada di tangan kanannya itu pada dosen anehnya lalu segera kabur dari sana. Jika bisa berharap, ia ingin dosen anehnya itu tidak ada di kampus sore ini. Semoga saja begitu.
"Loh, kau Akasuna Sasori, 'kan?" Sasori memalingkan wajahnya kearah sumber suara. Terlihat pria muda yang jika tidak salah pria itu biasa dipanggil Kabuto, dosen akuntansi sekaligus asisten tetap dosen anehnya itu.
"Sore, pak! Saya Akasuna Sasori, alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis." Sasori menunduk sopan walaupun kenyataannya ia malas berurusan dengan asisten dosen anehnya itu.
"Haha tidak perlu formal begitu. Kau mau mengambil ijazah ya?"
"Bukan, pak. Saya hendak memberikan bingkisan titipan nenek saya untuk Profesor Orochimaru." Sasori menunjukkan sekilas bingkisan makanan di dalam salah-satu kardus coklat belanjaannya. Sekilas Sasori melihat Kabuto tersenyum atau lebih tepatnya menyeringai.
"Oh, kalau begitu ikut aku. Kebetulan Profesor masih di ruang kerjanya." Kabuto berbalik arah dan berjalan pelan. Sasori mau tak mau mengikuti Kabuto dengan perasaan campur aduknya dan kesal karena harapannya tidak terkabul lagi. Yang tadi ia lihat seringai 'kan? Matilah dia, pasti dia akan segera masuk dalam situasi berbahaya apalagi gedung dosen itu sudah sangat sepi.
Mereka memakai tangga menuju ke lantai dua gedung itu karena jaraknya tidak terlalu jauh. Sasori sedang berpikir keras rupanya. Selama menaiki tangga gedung berlantai lima itu ia dilema, apakah ia harus tetap melanjutkan perintah neneknya saat ini atau berpura-pura sakit dan menitipkan bingkisan itu pada Kabuto? Sial, ia baru sadar sudah sampai tepat di pintu ruangan pribadi dosennya itu.
Tok...tok...
"Permisi, Profesor. Saya Kabuto." Kabuto mengetok pintu yang bertuliskan 'Profesor Orochimaru, ' itu. Tapi belum ada sahutan dari pemilik ruangan tersebut. Sasori sudah sangat senang, semoga saja dosen yang sering menatapnya genit itu tidak ada. "Profesor, ada alumni yang ingin bertemu dengan Anda." Dari dalam mulai terdengar dengusan kasar menandakan kalau pemilik ruangan tersebut ada dan membuat Sasori mau menjerit rasanya.
"Kabuto, jika tidak penting cari hari lain saja! Aku sibuk!" Begitulah jawaban malas dari dalam ruangan itu dan sontak Sasori senang bukan main. Ayolah..bertemu sedetikpun Sasori ogah. Tapi sebuah pernyataan yang berasal dari Kabuto membuat nasib naas Sasori kembali.
"Namanya Akasuna Sasori. Alumni FEB, Prof."
Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari ruangan seperti ketukan sepatu yang kian cepat dan pintu pun terbuka menampilkan sosok yang Sasori tidak ingin temui.
"Shit! Kenapa saat namaku disebut dia malah semangat dan berubah pikiran sih?!" Batin Sasori sambil tertunduk lesu melihat dosen anehnya itu tersenyum cerah menyambut kedatangannya.
l
l
l
Naruto baru kali ini merasa jengkel, jengah, dan ngeri ketika bersama neneknya. Sejam merasakan guncangan fisik dan psikis benar-benar membuat Naruto sakit kepala. Naruto pun menyalahkan Jiraiya, kakeknya itu, karena akar permasalahn ini adalah kakek mesumnya itu. Naruto harus rela dibawa kebut-kebutan oleh Tsunade yang membuat jantungnya mau copot karena saat lampu sudah oranye-pun Tsunade tetap tancap gas layaknya balapan liar. Belum lagi telinganya rasanya mati rasa dan mulai ngilu karena teriakan dan kecerewetan Tsunade sudah melebihi batas. Dan sekarang mereka yang sudah tiba di parkiran Universitas Konoha sedang berlari cepat tanpa istirahat mengitari kawasan kampus yang patut diingat bahwa kampus ini benar-benar luas. Tanpa minum terlebih dahulu atau istirahat sebentar, Naruto benar-benar mau pingsan.
Naruto membenarkan posisi pengangan ranselnya, kacamatanyapun hampir jatuh karena Tsunade terus membawanya berbelok-belok di area kampus. Untung ia tidak punya penyakit asma, Naruto bersyukur karena itu. Ia ingin menyadarkan Tsunade bahwa cucu kesayangannya ini sudah tidak sanggup berjalan lagi, tapi mengingat saat ini mereka bernafas melalui mulut membuat Naruto tidak bisa mengeluarkan suaranya. Ia benar-benar tak habis pikir ketika mengetahui alasan dibalik semua ini. Ya, e-mail yang berasal dari Shizune, sekretaris neneknya itu, ternyata berisi foto Jiraiya, kakeknya, yang tengah bermesraan ataupun merayu mahasiswi di kampus ini. Padahal sebelumnya Jiraiya beralasan ada meeting dengan klien tadi pagi. Kapan kakeknya itu tobat?!
"Tsunade-sama!" Wanita dengan setelan kantornya itu melambai kepada Tsunade. Naruto dan neneknya segera menghampiri Shizune yang tengah berdiri di sebuah gedung yang sepertinya aula kampus atau apapun namanya.
"Mana si mesum itu hahh?!" Tsunade rasanya tidak sabar mencekik pria yang sebenarnya dan tak mau ia akui bahwa ia sangat mencintainya.
"Jiraiya-sama masih di dalam, Tsunade-sama." Shizune menunjukkan jalan di depan mereka diikuti Tsunade yang sudah memerah kesal dan Naruto yang kewalahan menghirup oksigen.
Tsunade bertambah murka ketika melihat Jiraiya tengah bergombal ria dengan beberapa mahasiswi cantik yang tengah melingkarinya. Nampaknya baru diadakan acara di aula itu karena kursi-kursi yang dilapisi kain krem tidak tersusun rapi. Jiraiya masih tidak menyadari kehadiran istrinya. Sedangkan para mahasiswi cantik yang memenuhi bangku melingkari Jiraiya ketakutan melihat tatapan mematikan Tsunade. Segera mereka berdiri perlahan dan berlari kecil keluar ruangan.
"Lho, kalian mau kemana cantik?!" Jiraiya yang masih memakai setelan kantor memandang heran kepergian mahasiswi-mahasiswi itu.
"Mereka kabur karena melihatku!" Tsunade mendekati Jiraiya yang sontak membuat kedua mata Jiraiya terbelalak. Sejak kapan istrinya itu ada disana?
"H-Hai, sayang...hahaha tadi mereka sedang bertanya tentang mata kuliah jadi terpaksa deh karena aku sangat baik, aku jelaskan kepada mereka cuma-cuma.." Jiraiya masih tidak bisa tenang karena Tsunade tetap memandangnya sangar. Mana mempan alasan seperti itu.
"Oh ya? Lalu kenapa matamu itu jelalatan melihat mereka, hah?!" Tsunade berkacak pinggang tepat di depan Jiraiya.
"Ehehehe itu karena.." Jiraiya masih berusaha mencari-cari alasan dan seketika ia melihat Naruto di belakang Tsunade, "Naru kapan kau pulang?!" Jiraiya segera mengalihkan pembicaraan dan menghampiri cucunya itu yang berada tak jauh di belakang Tsunade.
"Pagi tadi, kek hehehe.."Sejenak Naruto melupakan dendamnya pada Jiraiya. "Eh tunggu..kakek kenapa selalu berbuat mesum sih? Dan Naru gak suka kalau kakek menanyai Naru untuk pengalihan!"
"Hahaha..." Jiraiya tertawa garing. "Kakek hanya kangen kok..P-p-pengalihan apanya?" Jiraiya masih beragumen ria.
"Cih, mesum, jangan coba-coba kau kabur ya!" Tsunade memperkecil jaraknya dengan Jiraiya. Jas kantornya ia lempar sembarang, segera melipat lengan kemeja hingga sikut serta melepaskan sepatu hitam dengan hak 5 cm itu.
"T-Tsunade ampun!" Teriakan Jiraiya bergema di aula dengan pemandangan sore yang indah itu. Sepasang suami-istri itu sibuk main kejar-kejaran tanpa henti.
"Ah ya ampun~" Shizune mendengus lelah akan kelakuan bosnya. Ia yang memang ada urusan dengan rektor kampus tidak sengaja melihat Jiraiya disitu. Entah harus bersyukur atau bagaimana melihat kelakuan mereka.
"Bibi Shizune.. Naru haus, Naru pergi beli minum dulu ya.." Naruto yang sedaritadi kehausan dan kelaparan karena tidak jadi makan siang dengan Tsunade sudah tidak kuat lagi. Apalagi setelah insiden sore ini ia sudah terlalu lelah.
"Wah jadi kau beneran Naruto?" Shizune menggeleng-gelengkan kepala melihat penampilan Naruto yang benar-benar 'berbeda' itu.
"Ihh bibi Shizune ini 'kan cuman penyamaran!" Naruto tidak terima.
"Hahaha~ iya-iya maaf. Apa perlu bibi antar? Sepertinya akan lama jika menunggu Tsunade-sama dan Jiraiya-sama." Shizune kembali melihat aksi kejar-kejaran kedua orang itu. Kaget seketika karena sepatu Tsunade tepat mengenai kepala Jiraiya.
"Naru pergi sendiri aja, bi. Lebih baik bibi mengawasi mereka," jelas Naruto, "takutnya aula ini hancur lebur~" jawab Naruto asal.
"Ah benar juga. Kalau begitu Naru hati-hati ya. Masih banyak mahasiswa di kampus apalagi penggemar Naru sepertinya banyak disini."
"Mana mungkin mereka tahu aku ini Nami, bi," Naruto menambahkan, sadar diri bahwa penampilannya sangat jauh berbeda,"telpon ya, bi, kalau mereka sudah selesai 'bermesraan'..."
"Oke..hati-hati Naru!"
Naruto segera berjalan keluar aula itu. Malas juga kalau harus menunggu mereka berdua selesai. Naruto sudah sangat kelaparan. Acara balas dendamnya pada Jiraiya ia tunda dulu. Namun setelah berjalan cukup jauh ia baru sadar akan kebodohannya. Bagaimana bisa ia lupa menanyakan letak kantin kampus ini yang katanya buka 24 jam? Hah~balik ke tempat tadi pun ia malas.
l
l
l
Sudah satu jam Sasori ditahan oleh Orochimaru di ruangan ini dengan berbagai alasan yang tidak jelas adanya. Mereka hanya berdua saja karena Kabuto mendadak ada urusan, yang Sasori ragukan kebenarannya. Sekarang sudah jam 5, mau sampai kapan lagi ia harus duduk di ruangan ini? Pingganngnya pun serasa terbakar karena duduk lama ditambah tatapan manusia didepannya itu. Masih Sasori ingat jelas bagaimana ia disambut dengan senyuman mengerikan Orochimaru, menurut Sasori, dan ketika ia sudah menyerahkan bingkisan itu, Orochimaru dengan wajah memelasnya minta ditemani minum teh sebentar sambil menanyakan kesibukan Sasori saat ini. Sebenarnya Sasori enggan menemani Orochimaru tapi karena kasihan ia berencana menemaninya sebentar. Tapi yang terjadi diluar dugaan. Ketika ia berusaha ingin pulang dengan alasan anehnya, Orochimaru mendadak terkulai lemah. Mau tak mau Sasori berusaha membantu Orochimaru duduk merilekskan diri di sofa panjang dekat meja dosennya. Tak lupa menyeduh teh hangat agar dosennya itu cepat sembuh.
Sekarang Sasori menyesali kebaikannya. Dosennya yang satu itu semakin tidak tahu malu. Kadang minta dipijati pundaknya, kepala, bahkan dadanya. Apa coba maksudnya? Sasori ingin memanggil Kabuto atau OB sekalian untuk merawat Orochimaru, tapi entah kenapa tidak terlihat seorang pegawai pun disana. Sasori mulai curiga. Tapi pergi pun ia tak bisa. Terpaksa tangannya ternoda untuk memijat kepala, tengkuk, juga pundak Orochimaru. Kini ia tengah menyuapi Orochimaru dari bingkisan yang ia bawa. Oh betapa Sasori ingin muntah melihat manusia di sampingnya itu. Cara duduk Orochimaru yang begitu ekstrim bagi kaum pria dan ekspresinya yang terlihat senang menerima suapan demi suapan dari mantan mahasiswanya membuat Sasori greget ingin kabur dari ruangan itu.
Orochimaru duduk manis bak waria di pinggiran sofa sambil menikmati suapan Sasori yang duduk disampingnya. Tatapan nakalnya sukses membuat Sasori sakit mata. Ingatan Sasori tentang masa-masa kuliahnya dulu kembali terngiang. Terutama tentang dosen anehnya itu. Pertama kali ia bertemu dengan Orochimaru ketika ia memasuki semester 4 dari 7 semester yang dijalaninya. Mulanya ia pikir kehidupan kuliahnya akan berjalan indah seperti biasanya. Namun ketika Orochimaru menjabat sebagai dosen mata kuliah Akuntansi yang diambilnya, ia tersadar bahwa kehidupan perkuliahannya akan hancur berantakan.
Kejadian mengesalkan itu bermula ketika tugas presentasi yang dibuat oleh Orochimaru. Sebenarnya agak aneh jika mata kuliah Akuntansi yang cukup sekali mahasiswa Manajemen itu ambil harus ditugasi presentasi. Tapi karena tahu dosennya adalah dosen tergalak seluruh kampus mereka tak bisa mengelak. Parahnya siapapun yang mendapat skor tertinggi akan mendapat traktiran makan siang oleh Orochimaru. Sebenarnya mereka sangat senang jika dapat traktiran, tapi pikiran mereka pudar seketika karena tahu makan siangnya bareng Orochimaru. Mereka akhirnya berusaha sekuat tenaga untuk mendapat skor terendah bahkan mengulang mata kuliah itu mereka rela agar tidak makan siang dengan dosen yang dikenal senang bersolek itu.
Sasori sang mahasiswa berprestasi dan jenius di semua mata kuliah itu pun rela merusak bahan presentasinya sendiri demi menghindari traktiran dari dosennya. Bahkan neraca yang ia buat sengaja ia salahkan semua. Tapi dewi fortuna tidak berpihak padanya. Ia yang seharusnya mendapat nilai terendah malah mendapat skor teringgi. Mahasiswa lain yang sekelas dengannya berusaha menguatkan dan memberi semangat Sasori. Bahkan dengan melihat sekilas neraca yang ia buat semua mahasiswa sudah tahu bahwa itu salah.
Memang Orochimaru mempunyai niat terselubung kala memberikan tugas itu. Ia sudah berniat untuk mentraktir Sasori, mahasiswa yang diam-diam ia taksir, untuk makan siang bersama. Sasori sudah risih duluan sebab ia sudah bilang bahwa Orochimaru tidak perlu mentraktirnya dengan alasan ia banyak tugas dan alasan lainnya. Tapi Orochimaru tidak mau kalah, ia menangis sejadinya dan membuat Sasori merinding seketika. Alhasil, Sasori menurut saja dan masuk ke dalam mobil sedan dosennya.
Selama perjalanan Orochimaru tidak mau diam. Ia terus bertanya ini-itu tentang Sasori. Bahkan dengan tidak tahu malunya menanyakan tipe gadis yang Sasori suka. Kesal, Sasori menjawab asal bahwa dia suka gadis dengan rambut panjang dan kulit putih. Sasori tambah ngeri melihat Orochimaru berteriak girang. Entahlah mungkin dosennya itu sedang stress berat. Saat sampai restoran pun Orochimaru tiba-tiba menggandeng tangan Sasori dan sontak Sasori merinding.
Begitu tiba di meja yang ternyata telah dibooking Orochimaru, Sasori segera memesan asal dan buru-buru melahap lobster pesanan asalnya tanpa mengindahkan kulit kerasnya yang tak sengaja tertelan. Orochimaru yang mengira kalau perilaku Sasori itu adalah tanda bahwa Sasori sedang gugup karena ada dia disampingnya hanya tersenyum bangga. Hanya dalam waktu 5 menit Sasori menyelesaikan makan siangnya dan langsung pamit pulang pada Orochimaru. Tak rela Orochimaru berniat mengantar ia pulang. Tapi Sasori beralasan bahwa Orochimaru belum makan siang dan Sasori ada tugas kelompok. Orochimaru yang mengira bahwa Sasori perhatian karena tahu Orochimaru bahkan belum melahap makanan di depannya merona seketika. Sasori kembali merinding. Kenapa dosen aneh ini selalu salah paham sih? Akhirnya Sasori diijinkan pulang sendiri dan Sasori sangat berterimakasih bisa lepas dari jerat dosen aneh itu.
Tadinya Sasori kira semua itu telah berakhir. Ternyata tidak. Selama satu semester itu ia harus berhadapan dengan makhluk bernama Orochimaru. Mulai dari tatapan genit Orochimaru terhadap dirinya saat berpapasan ataupun saat ia mengajar. Ketika selesai kuliah pun Sasori selalu mendapat tawaran untuk diantar pulang oleh Orochimaru, yang pasti Sasori tolak. Saat Sasori harus berlarian di gerbang utama kampus karena ia hampir terlambat masuk kelas, Orochimaru dengan raut khawatir segera menawarkan tumpangan. Tentunya karena jarak gerbang ke gedung fakultas cukup jauh. Namun kembali Sasori tolak, lebih baik ia terlambat dan diusir pulang daripada satu mobil lagi bersama dosen itu. Kadang Sasori beragumen bahwa dosen itu memata-matainya karena frekuensi kehadiran Orochimaru yang terlalu sering.
Sasori sangat senang ketika semester berakhir dan tidak ada mata kuliah yang diajarkan oleh Orochimaru di semester-semester berikutnya. Tapi ia kembali gagal paham, kenapa Orochimaru semakin gencar mendekatinya? Saat ia sedang berkumpul dengan teman-temannya, Orochimaru datang dan ikut nimbrung. Teman-temannya terdiam kaku, mengusir pun tidak berani, dan jika mereka pergi pasti Orochimaru akan menerkam mereka. Jadilah mereka harus menunggu jam kuliah berikutnya agar terlepas dari dosen aneh itu. Saat Sasori di perpustakaan, Orochimaru kembali datang mengganggu dengan duduk disebelahnya, Sasori yang sadar merinding ngeri karena jaraknya yang begitu dekat, ia terpaksa menunda tugasnya dan buru-buru pergi. Sasori bahkan tidak pernah memakai WC kampus lagi karena ia pernah diikuti Orochimaru ke toilet.
Mahasiswa bernama Sasori itu harus rela terusik selama sisa semester yang ia jalani. Gangguan yang ditimbulkan oleh dosen aneh itu membuatnya naik pitam. Saat skripsi dosen aneh itu bahkan menawarkan bantuan padanya yang sukses ditolak mentah-mentah. Itu 'kan melanggar peraturan dan mana mau pula ia harus menghabiskan waktunya ditemani Orochimaru. Paling aneh lagi ketika hari wisuda tiba. Orochimaru menghampirinya dan menangis tersedu-sedu. Nenek Chiyo keluarga satu-satunya yang ia punya sangat terharu melihat betapa perhatiannya Orochimaru terhadap cucunya. Dengan sukarela ia berniat mengambil foto mereka berdua menggunakan HP Orochimaru. Sasori benar-benar tak habis pikir dan segera beralasan bahwa ada barang yang tertinggal di WC untuk menghindari itu.
"Gila kenapa malah teringat dosen aneh ini sih!" Sasori merinding dalam hati. Tak habis pikir kenapa dari kenangan yang ia punya, ia malah teringat kejadian-kejadian mengesalkan itu. Segera ia mengambil kardus belanjaan yang cukup besar berisi setelan jas kantor lengkap dengan atribut lainnya yang baru ia beli tadi siang. Ia harus pulang, tidak tahan harus berada disini! Lagipula ia sudah cukup sabar dan makanan yang ia bawa sudah habis oleh dosen aneh itu. "Permisi, pak, saya harus pulang." Sasori segera pamit namun Orochimaru menahan tangannya dan Sasori kembali merinding.
"Tunggu, sayang jangan pergi dulu~!" Orochimaru yang keceplosan segera tersenyum malu-malu. Sasori melotot tak percaya. Apa maksudnya ini? "Maaf, tadi itu ehmm..gimana ya jelasinnya.." Orochimaru terbata-bata dan makin membuat Sasori takut.
"Maaf, pak, tapi saya harus segera pulang. Permisi." Sasori mencoba untuk kabur sekali lagi tapi ia kembali ditahan Orochimaru, bahkan ia terbanting di sofa itu dan tertindih oleh tubuh dosen aneh itu. Sasori makin gelisah menyadari posisi ekstrimnya.
"Sas..." Orochimaru menatap serius Sasori,"aku cinta kamu, Sas! Jadilah kekasihku!" Pernyataan dosen aneh itu membuat Sasori menelan ludah. Apa? Yang benar saja! Dosennya tidak waras kali ya. Sasori tak bergeming, berusaha memahami. "Ini mungkin gila, Sas," Orochimaru melanjutkan perkataannya, "tapi sejak awal bertemu, darahku serasa bergejolak, apapun yang aku lakukan pasti wajahmu selalu terbayang," Sasori mulai mengerti namun sekaligus khawatir, "aku sadar kamu adalah cinta pertamaku dan aku yakin kamu akan menjadi cinta terakhirku juga , Sas."
GLEK
Sasori menelan ludah sekali lagi. Keringat dingin membasahi wajahnya. Ternyata benar dugaannya selama ini. Dosennya ini memang psikopat. Sudah jelas mereka sesama pria! "Maaf, pak, tapi saya masih normal." Sasori memberanikan diri walau posisinya masih tidak berubah. "Saya tidak ada perasaan apapun terhadap bapak." Tegas Sasori yang membuat Orochimaru tak percaya.
"Tapi kamu bilang kamu suka sama yang berkulit putih dan berambut panjang! Kamu juga selalu perhatian sama bapak!" Orochimaru mulai berteriak tidak jelas.
"Hah?! Tapi yang saya maksud itu g-gadis, pak, bukan p-pria." Sasori nampak gugup. "Dan perhatian bagaimana yang bapak maksud? Maaf pak, sepertinya ada kesalahpahaman. Yang jelas saya tidak menyukai bapak." Begitulah akhirnya, Sasori berusaha meluruskannya. Namun Orochimaru tidak terima.
"Apa?! Kamu berani mempermainkan saya ya?!" Tidak sabar, Orochimaru yang kesal berniat melampiaskannya. Ia memegang kasar dagu pria yang sampai saat ini masih dicintainya, berusaha mendaratkan kecupan di bibir Sasori. Sasori menegang dan berusaha menendang pria diatasnya itu. Mau ditaruh dimana mukanya? Ini sih pelecehan! "Arghhh! SASORI!" Orochimaru berteriak nyaring tepat saat perutnya ditendang oleh Sasori. Tak menyiakan kesempatan Sasori berlari sekencangnya tak peduli melihat Orochimaru yang berusaha mengejar. Yang jelas mulai saat ini ia tidak mau lagi berurusan dengan pria psikopat itu!
l
l
l
"Naru bodoh!" Naruto merutuki dirinya sendiri akan kebodohannya. Sudah belasan menit ia berjalan di area kampus dan sampai saat ini belum menemukan kantin yang ia cari. Sampai kapan ia harus menahan perutnya yang tengah keroncongan? "Kalau begitu pakai cara terakhir!" Naruto melihat sekeliling. Ia tengah berada di taman kampus fakultas sastra rupanya. Masih banyak mahasiswa yang nongkrong disana. Lebih baik bertanya daripada sesat di jalan! Tapi ia bingung harus bertanya pada mahasiswa mana. Banyak tampang tidak meyakinkan untuk ditanya rupanya.
"Hei, non, ngapain anak SMA disini?" Suara seorang pria mengagetkan Naruto. Segera Naruto berbalik arah. "Astaga tompelnya gede bener!" Pria dengan gigi hiu itu kaget melihat gadis di depannya.
"Dasar tidak sopan! Memangnya kenapa kalau punya tompel, hah?!" Naruto tak tahan untuk marah. Berani sekali pria di depannya tidak sadar akan wajah sendiri! "Masih mending aku! Kakak gak ngaca apa wajah kakak berantakan gitu!"
"What?! Berani amat lo! Gini-gini gue banyak yang naksir tahu!" Pria bernama Suigetsu itu mulai ngelantur. Sebenarnya ingin mukul bocah yang berani ngatain dia, tapi karena sadar kalau dia wanita Suigetsu terpaksa menahan kesal.
"Hahaha~~" Naruto tertawa setengah berteriak. Baru kali ini melihat spesies unik yang narsisnya selangit. "Oh betapa malangnya cewek-cewek yang naksir sama kakak wkakakak~!" Tawa Naruto mulai tidak terkontrol. Pria di depannya sudah menarik-keluarkan nafasnya berusaha menetralkan emosi.
"Cih! Berhenti ketawa woy!" Suigetsu dan gadis di depannya kini menjadi pusat perhatian.
"Habis kakak aneh, gak nyadar wajah sendiri hahaha..."
"Cih! Biarin aja emangnya lo siapa hah?!" Suigetsu mulai kesal sekaligus malu karena para mahasiswa lain merhatiin mereka berdua. Tambah kesal lagi karena gadis di depannya masih ketawa gak jelas. "Woy, non, beneran deh berhenti ketawa!" Suigetsu yang tadinya kesal malah nyembah Naruto agar berhenti ketawa. Tapi Naruto masih asik sendiri.
"Hahaha beneran kakak lucu banget... Kepedean banget hahaha~~" Naruto memekik nyaring sambil memegang perutnya yang mulai sakit. Suigetsu merona seketika. Gak tahu kenapa jantungnya makin cepat berdetak ketika dekat gadis itu. Apalagi suara gadis itu mirip dengan gadis yang selama ini ia taksir. Karena tertawa kencang, tompel yang tadinya menempel erat itu terlepas. Suigetsu kaget, Naruto juga.
"T-Tunggu, N-Nami-chan?!" Suigetsu berteriak pelan menyadari siapa gadis di depannya itu.
"A-Apaan sih kak,"Naruto ngeles,"jangan samain aku sama artis dong! Beda jauh!"Naruto salah tingkah, gugup karena penyamarannya hampir terbongkar. Naruto tambah kesal karena pria di depannya itu mulai berani memutar-mutar tubuhnya bermaksud mengecek "Aduhhh iya-iya aku Nami! Berhenti mutar-mutarin tubuh orang!" Naruto pusing bukan main, dikira dia apa sampai harus diputar berkali-kali?
"Hiyaaa Nami-chan!" Suigetsu benar-benar kaget karena tebakannya benar. Artis yang ia idolakan tepat didepannya. Suigetsu sangat bahagia samapai akhirnya Naruto menutup mulut Suigetsu bermaksud menghentikan teriakan Suigetsu. Tapi Tuhan berkehendak lain. Sekumpulan mahasiswa yang ternyata penggemarnya langsung berlari menuju tempatnya. Salahkan Suigetsu yang meneriakkan nama panggungnya keras.
"Aihhh!" Naruto segera kabur tanpa tujuan. Fans-nya yang kebanyakan laki-laki itu masih semangat mengejarnya. Ia merutuki pria tak tahu malu tadi. Coba kalau suaranya bisa dikontrol, Naruto tidak usah olahraga sore lagi apalagi perutnya menjerit minta diisi.
Melihat gedung yang sangat sepi, Naruto memberanikan diri masuk dan segera berlari menuju lift yang berada agak ujung sebelah kiri. Sayang, lift-nya mati, tangga yang berada di sebelah kanan pun dekat dengan pintu masuk. Naruto yang bermaksud menuju tangga langsung terhenti lantaran fans-nya berada tepat di pintu masuk. Mencoba mencari tempat persembunyian, ia menemukan ruang OB di dekat lift. Hati-hati ia membuka pintu itu dan menguncinya pelan. Naruto yang memang takut gelap meraba-raba dinding ruangan yang sempit itu mencoba mencari saklar lampu. Ketika tangannya berhasil menemukan apa yang ia cari tiba-tiba tangannya tertahan oleh tangan lain. Naruto hampir berteriak takut namun sosok yang ada dibelakangnya menutup mulutnya dengan tangan yang lain.
"Jangan berisik!" Suara serak yang Naruto klaim bahwa itu suara pria sontak membuat Naruto kalang-kabut. Ia meronta minta dilepaskan tapi tenaganya kalah kuat. Keringat dingin mengalir deras. Apa pria ini salah-satu penggemarnya? Atau jangan-jangan anti fans-nya? Naruto tidak bisa apa-apa. Pria dibelakangnya memegang kedua tangannya didepan dengan posisi memeluk erat tubuhnya dan tangan satu lagi membekap mulutnya. Semoga ia tidak tertimpa kasus kejahatan!
To be continued...
