I have been searching for the very first scent, the stimulation which ties up and look like you. Closed my eyes, the moment when i left you in the darkness. Inhaling deeply, inhaling you and you again. Locking you up in my body so that you won't be gone. The scent blooming than flower. It seeped again, It's drawn in front of my eyes. You seeped so that only I can see.
.
.
.
Aku mengarahkan sinar senter ke buku itu sambil membuka satu persatu lembarannya. Itu hanyalah buku dongeng bergambar, tapi entah mengapa aku percaya.
Buku ini menceritakan tentang kehidupan di balik gunung Ivor yang menurut buku ini dipenuhi oleh naga. Tidak ada yang berani datang kesana, kecuali kau bersedia menjual jiwamu pada mereka, para naga.
Kota tempatku tinggal, Magnolia, anehnya -atau mungkin kebetulan, dibatasi oleh gunung bernama sama dengan nama gunung di buku itu, Ivor. Dan kau tau? Aku kaya, rumahku luas dan letaknya tepat di perbatasan dengan gunung Ivor. Para penjagaku tidak memperbolehkanku mendekati gunung itu.
Aku mengerti, tapi mereka tidak pernah memberi tahu alasannya. Aku penasaran.
Tap... Tap...
Aku langsung buru-buru menutup bukuku, berbaring dan merapatkan selimutku. Ini waktunya Mama datang untuk mengucapkan selamat malam.
"Kau belum tidur, Lucy?" Kata Mama begitu ia masuk kedalam kamarku.
Aku menggeleng.
"Ini sudah malam, Lucy. Waktunya tidur." Mama mengusap keningku lalu mengecupnya. "Selamat malam."
"Ma" Kataku begitu Mama hendak membuka pintu kamarku untuk keluar.
"Hm?"
"Dibalik gunung itu ada apa sih?" Aku menunjuk ke jendela. Gunung itu pada malam hari terlihat sangat indah, seakan-akan banyak bintang yang menyinari sisi lain dari gunung. Tidak seperti disini, langit yang tertutup polusi bahkan pada malam hari.
"Tidak ada apa-apa, sayang." Mama berbalik untuk menutup tirai di jendela tersebut.
"Lalu kenapa aku tidak boleh mendekatinya?"
Namun, Mama tidak menjawab. Lagi.
"Tidak apa-apa kalau aku tidak boleh kesana, aku akan mengikuti yang Mama katakan. Tapi, aku ingin tahu alasannya." Kataku sambil tersenyum.
Mama menghampiriku, duduk di tepi ranjang. "Ini hanya sebuah dongeng, tapi karena kita tinggal sangat dekat dengan mereka, Mama tidak mau membuatmu takut."
"Dongeng? Tentang naga?"
"Ya. Dan orang-orang yang hidup dengannya." Mama tidak terlalu kaget. Aku memang gemar membaca, jadi Mama mungkin tau kalau aku sudah membaca berbagai buku, termasuk dongeng.
"Jadi benar ada yang hidup disana?"
Mama mengangguk.
"Apakah mereka manusia?"
"Tentu saja. Ada yang mengatakan kalau naga akan membantu manusia yang berani datang padanya. Mereka berbeda, karena dibandingkan dengan penduduk kota ini saja, tidak banyak yang berani datang kesana."
"Tapi kita juga kan manusia, sama seperti mereka. Kenapa dikatakan berbeda?"
"Mama akan menceritakannya, tapi kau harus janji, jangan mendekati gunung itu. Oke?"
"Kan tadi aku sudah bilang..."
Mama tersenyum. "Mereka berbeda karena dengan hidup disana, mereka berarti sudah menjual jiwanya pada naga. Sebagai imbalannya, para naga mengajari mereka sihir, sesuatu yang tidak bisa manusia biasa dapatkan. Begitupula mereka, mereka tidak mempunyai semua teknologi seperti yang kita miliki."
"Jadi, mereka seperti orang-orang pedalaman?"
"Mama tidak tahu. Itu hanya yang baru Mama dengar, Lucy. Seperti apa kebenarannya, Mama belum tahu pasti. Ini hanya pemikiran Mama, tapi Mama rasa, pihak yang beruntung adalah mereka. Mereka manusia yang sudah mampu melewati batas, sedangkan kita, manusia yang biasa-biasa saja, untuk pergi kesanapun kita merasakan takut. Berbeda dengan mereka yang sudah berani keluar dan memberikan segalanya untuk naga, bukan tidak mungkin mereka berani untuk datang kembali kesini kan? Jadi Mama rasa, mungkin mereka mempunyai teknologi juga-"
"Dengan datang kesini, 'mencurinya', lalu menerapkannya disana?" Potongku.
"Mungkin." Mama menatapku. "Kau sudah tidak penasaran lagi?"
Aku menggeleng.
"Jangan takut setelah mendengar cerita ini. Tapi, karena kita juga tidak tahu kebenarannya, untuk berjaga-jaga, jangan datang kesana. Mengerti?"
"Mengerti."
.
.
.
Tiga tahun kemudian, ketika hendak makan malam untuk merayakan ulang tahun pernikahan, Mama dan Papaku mengalami kecelakaan. Mama meninggal di tempat. Papa sempat sadar saat dibawa ke rumah sakit, sebelum koma dan menyusul Mama beberapa hari kemudian.
Aku sangat sedih, tapi, Virgo, salah satu orang yang bekerja di rumah bilang kalau anak seusiaku harusnya hanya mengenal bahagia, jadi aku tidak boleh bersedih. Lagipula masih ada para penjaga dan akupun sebentar lagi sekolah, aku akan bertemu banyak teman.
Saat itu, Loke, anak angkat Ayahku datang ke rumah ini. Ia lebih tua dari aku, dan dia baik sekali. Ia bilang, orang tuanya meninggalkannya dia di panti asuhan sampai Ayahku datang mengadopsinya. Ia tidak mau pindah dari panti, namun, ia berjanji pada Ayah kalau ia akan datang kalau keluarga kami tertimpa musibah, dan Ayah memintanya untuk menggantikan posisinya di perusahaan milik Ayah kalau aku tidak mau bergelut di bidang bisnis. Dan dia datang seperti janjinya.
Aku memang tidak tertarik, makanya ia bilang ia datang kesini setelah mengetahui Ayah meninggal dan ingin belajar bisnis. Dan untuk sementara waktu, sampai Loke benar-benar siap, perusahaan di serahkan pada teman Ayah.
Dan sialnya lagi, setahun kemudian, keluarga teman Ayahku tersebut bernasib buruk, Ia dan istrinya di bunuh. Anak tertuanya dijadikan tersangka karena saat polisi datang, hanya terdapat ia dan mayat kedua orang tuanya beserta pisau yang berlumuran darah di rumah mereka. Sedangkan anak bungsu mereka menghilang. Aku tidak mengerti, tapi aku memiliki perasaan kalau si kakak tidak-
"Kenapa kau menulis hal itu, Lucy?" Loke bertanya ketika ia melihat apa yang ditulisku di buku tugas sekolahku.
"Memangnya kenapa? Tidak boleh?" Kataku kesal.
"Bukannya tidak boleh, tapi anak delapan tahun yang normal tidak menulis tentang orang tua yang meninggal dan orang yang dibunuh pada tugas menulis pengalamannya!"
"Jadi kata Loke aku tidak normal?!" Loke selalu begini, marah terhadap hal-hal kecil seperti ini.
"Bukannya begitu! Tapi bukannya lebih bagus kalau menuliskan hal-hal yang menyenangkan seperti saat kita berkunjung ke Crocus dan semacamnya?"
"Sudah ah, aku tidak mau mengerjakan tugas dengan Loke lagi! Cerewet! Aku akan mengerjakannya dengan Scorpio saja!" Aku mengambil buku tugas sekolahku, dan turun dari gazebo. Kakiku pun bergerak ke arah kebun di dekat gunung, di situ ada satu rumah, milik Aquarius dan Scorpio, tukang kebunku.
Begitu sampai di perkebunan, aku bisa merasakan angin gunung yang berdesir kearah daerah-daerah dibawahnya. Aku mengangkat kepalaku, melihat keatas gunung, apakah benar di balik sana ada naga?
Eh, sebentar-
" HEI! MAMA BILANG JANGAN KE GUNUNG!" Aku tiba-tiba berteriak ketika melihat seorang anak yang berada di kaki gunung. Aku dapat merasakan kalau anak itu menoleh kearahku sebelum ia berlari ke arah sisi lain dari gunung itu. Aku pun berniat mengikuti anak itu untuk membawanya kembali kesini.
"LUCY!" Ku dengar Aquarius dan Scorpio tiba-tiba keluar dari rumahnya dan mengejarku. Dengan mudahnya mereka menghentikanku. Aku menoleh ke belakang Loke dan hampir semua pelayan berdatangan. Aries dan Taurus yang bertugas menjaga perternakan bahkan Carpicorn yang menjaga pintu masuk pun ikut datang.
"Apa yang kau lakukan, mendiang Nyonya Layla kan sudah bilang untuk tidak kesana!" Kata Virgo, pengasuhku.
"T-tapi... Tadi disana ada anak yang pergi ke sisi lain gunung.." Aku menunjuk tempat dimana tadi aku melihat anak itu.
"KALAU DIBILANG TIDAK BOLEH, YA TIDAK BOLEH! KAN SUDAH DI BERITAHU SEJAK KAU KECIL KALAU DISANA BERBAHAYA!"
Sejak saat itu, aku bahkan tidak diperbolehkan pergi ke kebun. Aku juga tidak pernah melihat anak itu lagi sampai akhirnya kenangan tentang anak di gunung itu hilang dimakan waktu.
.
.
.
TBC /maybe?
HIII, Nice to meet you, gimana ceritanya? lanjutkah atau udahan?
By the way, you can call me by 'Pis'. ini panggilan aku di real life, emang aneh tapi udah terbiasa, jadi panggil aku pis aja ya, kan usernameku tak bisa dibaca/?
It's my first fantasy fic, aku masih belajar :((( jadi mohon bantuannya.
Akupun mau ngasih warning, sebenernya aku mendesign fanfic ini untuk rated M karena suatu alasan. Udah keliatan dari judul dan summary sepertinya, tapi entah kenapa aku sedang melawan diri sendiri untuk tidak menulis hal yang iya-iya/? jadi aku taruh di T dulu sampai nanti, begitu mature contentnya keluar HAHAHAHA
Aku juga gak tau apa mature content itu benar-benar bakal ada atau itu hanya sebatas wacana forever. Ide cerita ini masih banyak yang tidak jelas/?/ karena emang baru muncul ketika tadi aku memakai parfum. Jadi, ya kalau nanti cerita ini tidak ada lagi di rated T, mungkin sudah pindah ke M seiring berkembangnya cerita dan ide ATAU sudah di hapus kalau aku gak minat lanjutinnya.
Semoga yang terakhir tidak terjadi yaaa...
Dan satu lagi, kata-kata di summary bukan punya saya, saya ambil dari translate lirik lagu yang judulnya 'Scentist'. Begitupula judulnya hanya mengambil dari salah satu lagu yang berjudul sama.
Akhir kata, mind to review?
