Hi, everyone!

Anne muncul lagi, nih. Seperti yang sudah sempat Anne kabarkan di Instagram, Anne mau buat fanfic pair Harry/Hermione. Fanfic ini Anne rencanakan sampai hari ibu nanti. Ya, namanya juga untuk hari ibu jadi ya sampai hari ibu *apa sih?*. Tapi bisa saja sampai lebih dari hari ibu. Aahh Anne belum bisa pastiin. Nah, khusus untuk chapter 1 ini, Anne banyak terinspirasi dari salah satu adegan di film Revolutionary Road. Ada yang sudah pernah nonton? Jadi jika ada kesamaan, ya memang Anne terinspirasi dari sana, ditambah bumbu imajinasi dari Anne sendiri.

Sebenarnya Anne mau upload kemarin, tapi gara-gara Anne keasikan nyanyi-nyanyi, genjrang-genjreng, Anne sampai kemalaman nulisnya dan belum selesai. Padahal sudah dapat banyak. Terus, tadi setelah selesai ke TPS buat nyoblos, Anne lanjut nulisnya. Eh.. jadinya kepanjangan. Semoga nggak bosen, ya, bacanya.

Oke.. Langsung saja, ya. Selamat membaca!

Happy reading!


"I love you, Hermione!"

"I know, Harry! Aku tahu itu, tapi—"

Harry mengerang. Memukuli sofa tempat Hermione duduk. Berteriak seolah sepanjang hidupnya selalu berhadapan langsung dengan kenyataan menakutkan. Tidak, tidak ada yang menakutkan kini. Mereka menikah hampir dua tahun, tinggal di sebuah rumah yang indah, dan karir yang cemerlang yang sedang mereka rintis masing-masing. Sungguh, kehidupan rumah tangga idaman bagi siapapun. Begitu juga bagi Harry dan Hermione.

Tapi pagi ini, Harry mendapati sesuatu yang sejatinya mampu merusak kesempurnaan rumah tangga yang baru ia bina. Sesuatu yang sangat diidam-idamkan bagi pasangan yang baru membangun sebuah keluarga.

"Tapi? Tapi? Kau masih punya alasan, hah?"

"Aku hamil, Harry!" Hermione berteriak.

"Kita sudah menikah! Dan.. demi Tuhan, Hermione, kau mau membunuhnya dengan alat ini?" tunjuk Harry pada benda berbentuk selang dengan ujung seperti pipet karet penyedot. "Menyedotnya perlahan dan mengeluarkannya dalam bentuk darah. Kau kejam, Hermione!" Harry tidak tahu nama alat itu apa, namun ia tahu alat itu tidak baik, untuk calon buah hatinya.

Harry mendekat dan menunjukkan alat yang ia temukan di laci lemari bajunya tepat di depan wajah Hermione. "Katakan, dari mana kau mendapatkan ini?"

"Ini aman, Harry. Ini cara paling aman. Aku sudah mensurvei ke segala tempat dan aku tahu hanya ini yang paling aman." Kata Hermione serak.

"Harry, dengar! Aku—"

Geram. Tangan Harry terangkat siap menampar Hermione. Suara wanita itu tertahan, takut. Tubuhnya meringkuk tak tahan melihat apa yang akan Harry lakukan padanya. Menampar? Mereka pernah berjanji untuk tidak saling menyakiti. Harry sadar dalam posisinya, emosi tidak terkendali akan memperburuk segalanya.

Nyata, Harry melihatnya secara nyata bahwa Hermione-sedang-mempersiapkan-aborsi-untuk-dirinya. "Aku melakukannya untuk kita. Untuk aku dan kau. Rumah tangga kita." Kata Hermione terisak.

"Itu artinya bahwa kehadirannya ditubuhmu adalah suatu kesalahan?"

"Dia hanya datang di waktu yang salah, Harry."

Setelah perang berakhir, Harry dan Hermione meniti karir mereka di Kementerian. Harry telah menjadi Auror beberapa tahun. Ia sendiri sedang dalam proses pencalonan Kepala Auror untuk masa jabatan menggantikan pemimpinnya sekarang. Sementara Hermione, ia lebih dulu menjajal peruntungan dengan bekerja di Departemen Pengaturan dan Pengendalian Makhluk Sihir. Ia bahkan menjadi terkenal dengan berbagai usaha dalam mempelopori peningkatan taraf hidup para peri rumah dan sukses besar. Berkat prestasinya itu, satu minggu sebelumnya Hermione menyadari dirinya hamil sempat mendapatkan surat promosi pengangkatan jabatan ke Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir.

"Pihak Kementerian mempromosikanku di bagian hukum yang menangani penyihir pro-darah murni. Dan itu kesempatan yang tidak main-main. Dan aku menerimanya, aku harus menjalani training paling tidak satu setengah tahun intensif hingga lolos. Aku menerimanya.. tanpa tahu jika.. aku hamil," Hermione menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Kedua tangannya melingkar ke area perutnya yang memang masih rata.

Usia kandungannya masih tujuh minggu, sangat muda. Tidak salah jika Hermione bahkan Harry tak menyadari jelas perubahan itu. "Aku takut tidak bisa mengurus anakku sendiri, Harry, ini kesempatanku bisa berkarir dan menambah keuangan keluarga—"

"Kita sudah lebih dari cukup, Hermione. Bahkan kau dan aku tak bekerja pun, kita masih bisa hidup." Potong Harry sarkastik. "Kenapa kau bisa berpikir pendek seperti itu, Mione? Membunuhnya? Kalau kau tak bisa, di luar sana banyak pengasuh bayi. Keluarga Weasley? Aku? Aku ayahnya, aku akan merawatnya—"

"Tidak semudah itu, Harry. Kita-kita masih muda, lihat.. kita bisa memiliki anak nanti setelah kita mapan di posisi pekerjaan kita masing-masing. Tidak sekarang."

Minggu pagi yang cerah ini, Harry harus seger ke Kementerian. Baru saja ia mendapatkan panggilan untuk menyelidiki salah satu pemukiman penyihir yang mendapat serangan beberapa penyihir hitam. Harry harus segera pergi.

Harry meraih seragam Aurornya bersiap untuk pergi. Setelah mengunci pintu kamarnya, Harry kembali mendekati Hermione yang terduduk di sofa ruang keluarga, ia menyerahkan karet alat untuk mengaborsi itu pada Hermione.

Mata Hermione terbelalak lebar Harry ternyata menyerahkan benda elastis itu padanya lagi. "Kalau kau tetap ingin membunuhnya, silakan. Tapi tunggu aku pergi. Aku tak ingin melihatmu kesakitan dengan darah anakku mengotori kakimu. Apalagi melihat secara langsung anakku 'keluar' sia-sia dari rahim suci ibunya."

Wuss! Harry berapparate dari ruang tamu. Tinggallah Hermione sendiri bersama benda penjagal ditangannya.

Harry kembali sore harinya. Ia memilih untuk tidak menemui Hermione apalagi mencarinya. Ya, Hermione tidak ada di rumah. Hampir dua jam sebelum waktu makan malam tiba, Hermione kembali dengan dua kantung besar berisi makanan dan barang-barang kebutuhan dapur.

Hermione terhenti melihat Harry duduk diam di atas sofa bacanya, menghadap perapian dengan bara api masih menyala. Harry tetap fokus membaca koran Muggle tanpa sedikitpun memalingkan pandangannya pada Hermione. Meskipun ia tahu, Hermione sedang melihatnya dari kejauhan.

Sepintas, Harry melihat siluet Hermione meletakkan barang-barang belanjanya di dapur lantas berjalan menuju tangga utama. Suara pintu terbuka dan tertutup jelas terdengar di telinga Harry. Dan kali ini suara langkah kaki semakin dekat terdengar ke arahnya.

Hermione berdiri di sisi sofa Harry. "Harry—" panggil Hermione.

"Sudah kau gugurkan kandunganmu? Sakit?" tanya Harry masih tak menurunkan korannya di depan wajahnya. Harry menelan ludahnya susah payah. Pikirannya tak lagi terfokus pada paragraf demi paragraf artikel yang ia baca.

Di depan Harry, Hermione masih bungkam. Beberapa menit tak dihiraukan, Harry menurunkan korannya. Ia menatap Hermione yang berurai air mata sambil menggenggam benda yang sangat ia kenal sejak pagi.

Bukk! Suara bara api menggebuk keras tepat ketika Hermione melempar alat aborsinya ke tengah-tengah kobaran api. Bahan karet yang mudah terbakar membuanya meleleh dan tak berbentuk lagi. Hermione menunduk lantas berkata, "aku pertahankan. Maafkan aku."

Harry hanya bisa menatap istrinya tak percaya. Hanya beberapa jam ia tinggalkan dalam keadaan penuh emosi, malam ini Hermione berubah. Merubah segala keputusannya untuk tidak mengaborsi calon bayi mereka.

Bertahan..ya, tapi untuk beberapa bulan saja.


"Dua tahun?"

"Itu sudah keputusannya, Hermione. Kalaupun bisa selesai lebih cepat, itu sangat sulit. Mereka mengubahnya beberapa hari lalu dan baru aku kabarkan saat memastikannya sendiri. Training percobaan untukmu dan calon kandidat yang lain menjadi 2 tahun. Tidak satu setengah tahun, bagi semuanya tanpa terkecuali."

Kingsley menyerahkan dokumen pengangkatan jabatan bagi beberapa calon kandidat pegawai departemen pelaksanaan hukum sihir pada Hermione. Itu yang terakhir. Seharusnya, Hermione mendapatkannya kemarin ketika ia tak masuk. Kandungannya bermasalah. Hermione mengalami pendarahan ringan dan harus mendapatkan perawatan di salah satu rumah sakit Muggle. "Anda terlalu banyak pikiran. Cobalah untuk tenang agar anda tidak stres. Itu akan mempengaruhi kondisi janin anda, Mrs. Potter." Pesan salah satu dokter kandungan yang menanganinya.

Hermione harus memecah perhatiannya pada dua hal. Kandungannya dan pekerjaannya. Harry sudah melarang Hermione untuk memikirkan urusan rumah dan perusahaan percetakan buku Muggle yang telah Harry rintis sejak sebelum menikah. Tapi, Hermione adalah wanita pekerja. Ia bukan tipe wanita yang tidak bisa lama-lama untuk diam dan tidur di atas kasur.

"Kau sedang mengandung sekarang dan sebentar lagi kau akan melahirkan. Urusan training ini akan menyita segala waktumu, Hermione. Tidak hanya untuk mengurus anak atau suami, kau bahkan bisa lupa untuk mengurus dirimu sendiri ketika berhadapan dengan tugas-tugasnya nanti. Dengar, pikirkan lagi untuk tetap terus melanjutkan training ini atau berhenti sampai di sini."

Ya, itu adalah pilihat sulit untuk Hermione. Memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi nanti membuat Hermione lelah. Hermione membaca satu persatu tulisan di dokumen yang ia terima di perpustakaan rumahnya. Ia membaca surat resmi itu seperti membaca sebuah roman, Hermione tiba-tiba menangis tanpa sebab. "Hormon sialan!" makinya.

Tanpa sengaja, Hermione yang sedang memikirkan masalah training Kementerian tak segaja menjatuhkan salah satu buku dari atas meja. Buku ramuan yang sempat ia baca beberapa hari lalu. Sambil mengelus perut buncitnya, Hermione memungut kembali buku itu dari lantai dan kembali membuka lembar demi lembarnya. Membaca beberapa judul dan terfokus pada salah satu bagian bab khusus tentang kesehatan.

"Lendir kerang batu, madu lebah hitam, sari nanas—" baca Hermione.

Satu persatu bahan-bahan yang sering ia temui di dapurnya dan banyak dijual di beberpa toko di Diagon Alley membuat pikiran buruknya tiba-tiba muncul. "Aku bisa membuatnya."

Hermione bergegas mengeluarkan ponselnya dan mencatat beberapa bahan dan cara pembuatan ramuan khusus itu. Sesekali Hermione membaca perlahan bagaimana fungsi kerja dari masing-masing bahannya. Ia merinding.

"Untuk kehamilan pada trimester ketiga.. getah dari pepaya berusia kurang dari satu bulan, ini dia.. oh my God!"

Cepat-cepat, Hermione menutup kembali buku ramuan itu dan menyelipkan di sela-sela buku yang lain. Ia menyimpan catatannya dalam posel dan segera mengantunginya. Sambil mengelus perutnya pelan, Hermione menitikkan air matanya. "Maafkan Mummy, sayang!" dan begegas keluar menemui Harry yang memanggilnya dari lantai bawah.


Harry mendapatkan tugas ke luar Inggris hingga tiga hari. Terpaksa, ia harus meninggalkan Hermione yang sedang mengandung tujuh bulan sendirian di rumah. Harry mengecup pelan perut istrinya yang mengelembung. "Baik-baik di dalam, ya." Bisiknya lucu.

"Aku sudah meminta Lavender dan Ginny untuk menemanimu di sini. Hati-hati, ya!" pesan Harry sebelum berapparate. Hermione hanya diam, membelai bibirnya yang sedikit basah akibat kecupan bibir Harry. Ia sangat mencintai Harry. Amat sangat mencintai pria itu.

Tangan Hermione bergerak membuka ponselnya, membuka salah satu ikon yang menunjukkan rangkaian kalimat hasil mencatatnya beberapa hari lalu. Tepat meja dapur yang ia gunakan untuk memasak, Hermione dengan bahan-bahan yang telah ia siapkan semalam segera mengolahnya sesuai apa yang tertera di layar ponselnya.

Ramuan penggugur janin, begitu judul yang tertulis di sana.

Cukup mencampurnya saja, tidak menghabiskan berjam-jam, Hermione cepat membersihkan segala bahan yang mengotori isi dapurnya. Menyisakan satu mangkuk kecil berisi cairan berwarna hitam kecoklatan di dalamnya.

Kembali Hermione membaca satu tulisan di paragraf paling akhir. Ramuan berhasil ditandai dengan perubahan warna cairan menjadi coklat muda untuk selanjutnya segera diminum. "Dan ini membutuhkan waktu 24 jam. Aku harus menyimpannya."

Keesokan paginya, Hermione bangun lebih pagi. Matahari bahkan belum tampak di langit Inggris pagi ini. Sebelum beranjak dari ranjang, Hermione menuliskan sesuatu pada secarik kertas dan memasukkan ke dalam laci meja kecil di sisi ranjangnya.

Hermione berdiri di depan lemari kecil penyimpan perlengkapan mandi yang berada di dalam kamar mandiri kamarnya dengan Harry. Pintunya terpasang kaca sebesar ukuran lemari itu sebagai ganti kaca wastel. Mata Hermione bengkak karena menangis semalaman. Ia akan menyakiti anaknya sendiri, menyakiti Harry sebagai suaminya.

Kedua tangan Hermione perlahan membuka lemari itu dan melihat salah satu tabung kecil di sana. Cairan coklat muda di belakang botol krim pencukur milik Harry mengalihkan perhatiannya. Berhasil. Ramuan buatannya berhasil.

Lagi-lagi, Hermione menangis dan terus bergumam kata-kata maaf sebelum akhirnya ia menenggak habis cairan itu seketika. Rasa hangat menjalan turun membasahi kerongkongannya menuju seluruh bagian tubuhnya. Menuju leher dan turun ke dada. Hermione merasakan tendangan bayinya sebelum rasa hangat itu sampai pada perutnya. Menyebar hingga ke seluruh punggung dan pinggul bawahnya.

Jam menunjukkan pukul enam pagi. Sebentar lagi Ginny lebih dulu datang sambil membawakan sayuran. Walaupun Ron juga ikut dalam misi bersama Harry, Lavender dipastikan tetap terlambat karena harus mengurus ibunya terlebih dulu yang sedang sakit.

"Aku harus segera membuka pintu dan jendela, Ginny sebentar lagi akan sampai." Katanya sambil membersihkan botol sisa ramuannya.

Hermione bergegas keluar dari kamar menuju tangga untuk membuka pintu dan jendela-jendela yang masih terkunci. Namun sayang, tepat saat kakinya menjejakkan kaki di anak tangga ke tujuh, rasa panas itu muncul semakin menyiksa. Tidak lagi rasa hangat, melainkan panas seperti terbakar. Perutnya melilit dan bayi di dalam kandungannya seolah meronta ingin keluar. Hermione berusaha berpegangan kuat di besi pegangan tangga. Menikmati segala siksaan ramuan yang telah ia buat sendiri.

"Tolong—" teriakan pelan itu akhirnya keluar dari mulut Hermione.

Inikah akhir hidupnya? Kesalahan yang telah ia buat sendiri. Segala akses masuk ke rumahnya masih tertutup. Ia bahkan belum sempat untuk turun di anak tangga paling bawah. Hermione mengerang dan terduduk lemas di tengah-tengah tangga. Meremas piamanya tepat di depan perut hamilnya. Sampai sebuah suara terdengar memanggil namanya daria arah pintu yang tertutup.

"Hermione? Hello!"

"Gin-Ginny. Aagh—"

Ginny mendengar suara erangan kesakitan dari dalam. Ia panik dan segera mengeluarkan tongkat sihirnya dari balik sweater yang ia pakai. "Alohomora."

Brak! Pintu terbuka lebar. Ginny bergegas masuk dan mencari bagaimana keadaan rumah Harry di segala penjuru. Tepat di depan tangga, Ginny menyaksikan sendiri aliran darah turun deras dari bagian atas. "Hermione!"

"Gin—"

"Merlin, kau kenapa? Kau terjatuh dari tangga?" tanya Ginny panik.

Hermione hanya bisa menggeleng berbohong. Itu salah satu alasan yang tepat untuk menutupi aksinya meminum ramuan itu. "Bantu aku ke kamar, Ginny. Aku tak kuat."

Cepat-cepat, Ginny membopong tubuh berat Hermione menuju kamar dan membaringkannya di atas ranjang. Telunjuk Hermione mengarah tepat ke sisi laci. "Aku ingat ada nama healer yang menangani kehamilanku di sana. Hubungi dia, Ginny. Aku tak kuat kalau harus ke St. Mungo—" perintahnya menunjukkan letak tulisan yang ia buat sebelumnya. Madam Martha Sheehan, serta posisi tugasnya di St. Mungo.

Ginny segera menghubungi pihak St. Mugo dengan jalur perapian. Beberapa menit kemudian, seorang wanita berambut coklat terlihat, Madam Sheehan muncul di balik pintu kamar Hermione sambil membawa satu tas berisi perlengkapan melahirkan.

Hermione mengangguk pelan ke arah Madam Sheehan memberi isyarat. Dan ekspresi Madam Sheehan seketika berubah memucat. Bidan senior dari St. Mungo itu tahu rencana pengguguran kandungan Hermione. Bahkan dari dirinyalah Hermione tahu bahwa ramuan yang ia buat itu sangat berbahaya bagi bayi dan dirinya sendiri.

"Oh, Ms. Weasley bisa anda bantu saya ambilkan air hangat dan handuk, please!" pinta Madam Sheehan langsung dituruti oleh Ginny.

"Saya.. saya terpaksa, Madam." Kata Hermione lirih.

"Anda tahu apa akibatnya pada bayi anda nanti, kan, Mrs. Potter?"

Hermione mengangguk, "itu yang saya inginkan, Madam."

Pembicaraan mereka harus terhenti ketika Ginny masuk. Di tangannya telah siap satu baskom besar air hangat dan handuk. Ginny memposisikan dirinya di sisi Hermione untuk membantu menyemangati sahabatnya. "Kau harus kuat, Hermione." Kata Ginny.

"Saya akan sedikit menekan area atas perut anda, Mrs. Potter, dan saat kontraksinya datang, mengejanlah sekuat tenaga."

Tepat di kontraksi ke tiga, Hermione kembali mengejan dan bayi kecil berlumuran darah itu akhirnya lahir. Tanpa tangis. "Laki-laki." Kata Madam Sheehan. Ia meraih handuk dan membersihkan bayi itu dari darah yang mengotori tubunya.

Bayi laki-laki itu kurus namun tampak panjang. Di kepalanya terlihat rambut hitam yang tubuh cukup lebat. Seluruh anggota tubuhnya lengkap, hanya kulit yang berwarna pucat dan seluruh jemari tangan dan kakinya berwarna kebiruan.

"Di-dia—" Ginny terbata tak percaya. Melihat bayi yang baru lahir itu tidak sedikitpun menangis dan bergerak ketika dibersihkan.

"Dia tidak bernapas, Mrs. Potter. Maaf."

Tangis Ginny dan Hermione pun pecah. Madam Sheehan menyerahkan buntalan bayi itu pada rengkuhan ibunya. Hermione menangis menatap putranya yang telah lemas. Rasa sendu itu merayap seketika saat Hermione menatap wajah putranya. Ia seperti melihat wajah Harry tertidur di sana. Ia telah menghianati Harry. Membunuh bayi yang tak bersalah itu.

"Kau hadir karena cinta kami, sayang. Cinta Mummy dan Daddy. Kami sangat mencintaimu. Tapi Mummy harus melakukan ini, sayang. Maafkan Mummy. Maafkan Mummy." Batin Hermione meronta. Rasa menyesal yang dulu tak pernah ia rasakan kini mulai menyiksanya. Ia menjadi ibu, ibu yang membunuh darah dagingnya sendiri.

Ginny membantu membersihkan selimut-selimut dan seprei yang telah kotor akibat darah Hermione. Ia memungutinya dan ikut membantu Hermione memposisikan dirinya beristirahat di atas ranjangnya. "Aku akan membersihkan ini di bawah. Aku akan mengabari Harry untukmu, Hermione, dan keluarga yang lain." kata Ginny lantas keluar dari kamar.

"Madam, te—"

Klukk.. suara cegukan terdengar kecil.. dari mulut bayinya Hermione terkejut mendapati putranya bergerak pelan sambil terbatuk pelan. "Madam—" panggil Hermione. Madam Sheehan mendekat dan memeriksa tubuh bayi Hermione.

"Dia bernapas, Mrs. Potter—"

Namun yang Hermione inginkan adalah, "buang dia, Madam!"

"Apa?" Madam Sheehan terkejut bukan main.

"Bawa dia pergi, Madam. Tinggalkan dia di suatu tempat." Pesan Hermione.

"Terserah. Tapi pastikan dia berada di tempat yang aman. Ada tempat untuk berlindung dan orang yang menjaganya. Aku mohon, Madam, sebelum Ginny kembali dan banyak orang datang. Ini yang terbaik untuknya," Hermione mengecup dahi sang bayi sambil terus mengucapkan kata maafnya. Tiba saat ia akan menyerahkan pada Madam Sheehan, bayi itu membuka matanya dan menatap Hermione lekat.

Dia memiliki mata coklat Hermione. Mata suci seorang anak yang tak ingin lepas dari mata ibunya.

"Baiklah. Saya akan segera kembali." Madam Sheehan segera mengambil bayi laki-laki itu dari tangan Hermione yang mulai tak mau melepas putranya pergi. Hermione mengingat jelas pandangan terakhir putranya. "Tapi saya harus meninggalkan sesuatu untuk menggantikan putra anda, Mrs. Potter."

Hermione diminta untuk menggulung handuk yang masih bersih. Madam Sheehan merapalkan sebuah mantera yang tak pernah Hermione dengar. Seketika, gulungan handuk itu berubah menjadi bayi. Bayi yang nyata. "Ini sangat mirip sekali, Madam."

"Tidak satupun penyihir bisa mengetahui jika bayi ini adalah handuk. Hanya para healer profesional saja yang bisa mendeteksi dan membuatnya seperti ini. Dalam ilmu kesehatan sihir, bayi-bayi buatan ini hanya untuk kegiatan proses pelatihan healer baru mengenal anatomi. Tidak boleh di salah gunakan. Jadi saya harap untuk tidak memberitahukannya pada siapapun. Saya hanya berusaha membantu anda, Mrs. Potter."

Ya, handuk itu menjadi pengganti bayi Hermione. Sebagai penegas bahwa putra Harry dan Hermione telah meninggal setelah dilahirkan. Ini harus dilakukan karena Ginny telah melihat proses kelahiran itu secara langsung.

"Tunggu—"

Hermione menahan Madam Sheehan. "James. Namanya James." Kata Hermione pelan. Madam Sheehan mengangguk dan segera berapparate. Menghilang membawa buntalan berisi bayi laki-laki yang tertidur begitu damai.

Bayi buatan itu tidak bergerak. Seperti bayi yang telah meninggal. Semuanya sempurna. Hingga Madam Sheehan kembali dengan tangan kosong, Hermione terus menangisi bayi yang hanya jelmaan dari sebuah handuk. Menunggu satu persatu keluarga dan sahabatnya berdatangan. Melihatnya menangis sesal sampai Harry datang dan memeluknya berduka.

"Maafkan aku, Harry." Kata Hermione dalam hati, ia mengeratkan pelukannya di tubuh Harry. Meminta maaf.


Seorang pria tinggi berambut hitam lebat, dengan gigi sedikit menonjol menekan bibir atasnya, tiba-tiba merinding ketakutan ketika ia mendengar suara tangisan bayi di depan pintu rumahnya. Sang istri yang tampak pucat ikut ketakutan mendapati ada suara tangisan bayi di pagi hari. Pria yang siap pergi kerja itu memilih mencari tahu suara apa yang ia dan istrinya dengar.

Hingga mereka mendengar kembali tangisan itu semakin kencang.

"Martin, di sini." Sang istri mengangkat buntalan putih dari samping pot tanaman di depan pintu rumah mereka dan tersenyum senang. "Hey," panggilnya.

"Bayi? Bayi siapa, Jasmine?" tanya pria bernama Martin.

Jasmine, sang istri hanya terus menatap bayi yang baru ia temukan sambil menggeleng tak tahu. Saat ia membuka lipatan kain putih yang menutupi bayi itu untuk melihat apakah bayi itu laki-laki atau perempuan, Jasmine menemukan secarik kertas dan menunjukkannya pada Martin.

"James? Namanya James, Jasmine." Kata Martin.

"Martin, James, Jasmine. Terdengar pas sekali, bukan? Kita harus merawatnya. Kasihan dia lapar, Martin."

Sepasang suami istri itu kembali masuk dan mengunci pintu rumah kecil mereka. Keluarga yang sangat sederhana tanpa siapapun yang tinggal selain mereka berdua. "Tapi aku tak punya uang untuk membelikannya susu. Kau ingat, kan, tabungan kita tinggal sedikit untuk biaya operasimu?"

"Ahh.. tak masalah." Jawab Jasmine cepat. Ia membenarkan posisi menggendongnya. "ASI ku keluar karena kehamilan kemarin, Martin. Sampai sekarang pun masih. Jadi, aku bisa menyusuinya." Kata Jasmine penuh keyakinan.

"Tapi dia bukan anak kita—"

"Tapi sekarang dia adalah anak kita. Bukan begitu, James?"

James kecil merasa dirinya dipanggil. Matanya terbuka lebar lantas menatap dua orang yang sedang mengamatinya sambil tersenyum. James bergerak-gerak risih sambil terus mengeluarkan suara isakan khas bayi. Ia lantas tersenyum saat telunjuk kasar Martin mengelus ujung hidungnya pelan.

James kecil merasa damai. Ia baru saja mendapatkan belaian kasih seorang yang tulus di hari kelahirannya. Tangan mungil James menahan telunjuk Martin dan menggenggamnya erat. Ia mendapatkan sosok penjaganya.

"Dia tampan sekali, Jasmine." Kata Martin menitikkan air mata.

"Yeahh.. kau benar, Martin. Selamat datang, James Martin Murray. Kami akan menjagamu, sayang. Kami sangat menyayangimu."

Dan perjalanan hidup pun dimulai.

- TBC -


Hai... masih awal, ya. Jadi ini fic yang berlanjut untuk menyambut hari ibu. Anne nggak bisa banyak komentar dulu karena sudah banyak yang Anne jelaskan di awal. Tambahan saja kalau alat yang dibuat aborsi Hermione itu memang ada, Anne pernah tahu sendiri. Ada banyak jenisnya, yang Anne buat cerita ini yang cara kerjanya divakum atau disedot. Ada yang seperti gunting, suntikan dan banyak yang lain. Maaf kalau masih ada yang salah, faktor imajinasi. Mungkin di internet sudah banyak gambarnya, kalian bisa lihat. Oke.. Ditunggu terus kisahnya. Semoga bisa menghibur. Anne tunggu reviewnya, ya!

Thanks,

Anne xoxo