Kim Mingyu menghela napas berat. Sudah satu jam lebih ia menjadi individu paling pasif, sementara rekannya yang lain larut dalam ingar bingar malam, meliuk bersama irama musik, tenggelam dalam pengaruh alkohol yang memabukkan.
Jujur saja ia tidak peduli jika setelah ini mendapat predikat pemuda paling membosankan di dunia. Lihat saja dirinya sekarang, duduk menyepi sembari menopang dagu, sama sekali tak menaruh atensi apapun itu ketika beberapa pasangan menggila di lantai dansa.
Nyawa sang pemuda seolah melalang buana pergi entah ke mana, meninggalkan jasadnya saja. Yang jelas sejak kaki jenjangnya menapak di tempat yang dianggap serupa neraka, sebuah strategi pembunuhan sadis tengah ia susun untuk sang teman tercinta.
Teman? Bahkan Mingyu terlalu sangsi untuk mengakui setelah apa yang diperbuat oleh pemuda bermarga Lee padanya. Coba bayangkan, memang ada teman yang menjerumuskan temannya pada kesialan? Ah, kalaupun itu ada sudah dipastikan Lee Seokmin lah orangnya.
Sadar jika mengeluh adalah tindakan sia-sia, Mingyu memijat pucuk hidungnya pelan. Percuma saja ia menyalahkan Seokmin dan menjadikan sang calon mantan teman sebagai tersangka, jika dirinya pun turut serta bahkan menerima tawaran untuk menghadiri acara "ajaib" ini.
Bukan penyesalan namanya jika tidak selalu datang belakangan. Mingyu tersenyum pahit ketika mengingat kenyataan bahwa dirinya dan Seokmin tidaklah berbeda—sama saja tololnya. Pemuda berusia 23 tahun itu mengumpat sembari meremas kepala putus asa.
"Dasar tampan tapi tak berguna, mati saja kau Kim Mingyu!"
•••
01. Night When I Met U
•••
Sehari Sebelumnya
Kediaman Kim tampak sepi malam itu. Hanya menyisakan dua pemuda dengan ekspresi berbeda. Salah satu di antaranya sedang melamun dengan membiarkan tubuh rebah di atas sofa, sementara pemuda yang satunya memasang ekspresi menuntut penjelasan dengan mulut terbuka.
"Kau pasti sudah tidak waras, Seokmin-ah," protes pemuda berkulit tan sembari tertawa meremehkan. Jelas sekali memberikan penolakan keras atas penuturan lawan bicaranya beberapa menit yang lalu. "Kencan buta? Memangnya aku ini fakir asmara?"
Yang disembur protes refleks menggaruk telinga. Hidung bangirnya tertarik saat senyum penuh makna mampir di wajah ovalnya.
"Bukan, bukan. Kau memang bukan fakir asmara Mingyu-ya, tapi perlu ditampar oleh kenyataan yang ada," kening pemuda jangkung mengerut tak terima. "Dengar dulu, mungkin kalimatku terdengar persuasif, tapi kuberitahu jika kencan ini bukan kencan buta biasa. Aku berani jamin kau pasti akan menyukainya."
Tak sepaham, Mingyu menggeleng kasar. "Maaf, tapi aku sama sekali tak tertarik. Lagi pula kenapa tidak kau saja yang pergi, kenapa harus aku?"
"Karena kau kalah taruhan, tentu saja."
Seokmin yang hampir kehabisan rasa sabar terkikik geli ketika melihat sang sahabat menunjukkan ekspresi yang tak seperti biasanya. Ekspresi yang bukan Kim Mingyu sekali. Barangkali jika Seokmin sedang mengantongi kamera, sudah diabadikan ekspresi langka sang pemuda yang diklaim tertampan seantero universitas ini oleh kaum hawa.
Mingyu bukan hanya tidak mengerti, tapi juga tidak menyangka jika Seokmin akan mengungkit kembali taruhan konyol di masa lalu. Bahkan ia sudah lupa jenis taruhan apa yang pernah mereka lakukan dulu.
"Memangnya kau tidak penasaran dengan orientasi seksualmu, Gyu? Atau dengan kebenaran mengapa selama kau menabung mantan tidak pernah sekalipun melibatkan sentuhan dalam hubungan. Ya, katakanlah paling ekstrem pegangan tangan, tapi yang lainnya? Aku ragu, jangan-jangan kau belum pernah sekalipun mencium seorang perempuan."
Mendengar penuturan Seokmin, mendadak kenangan mampir dalam benak pemuda berzodiak Aries itu. Tepatnya setahun yang lalu, selepas Mingyu memutuskan untuk berhenti menjadi arjuna para wanita, tanpa sadar sebuah kesepakatan terjalin begitu saja di antara mereka berdua.
Yakni jika Mingyu mampu bertahan dengan status single selama setahun, maka ia harus menuruti permintaan Seokmin. Begitupun sebaliknya, apabila Mingyu kembali menjalin hubungan dengan perempuan dalam kurun waktu kurang dari setahun, maka Seokmin harus menuruti keinginan Mingyu.
"Oh ayolah, jangan samakan aku dengan dirimu, kita ini beda kasus. Aku masih sehat, aku masih menggilai paha dan dada montok milik kaum hawa."
"Kau yakin?" alis Seokmin terangkat sebelah. "Lalu bagaimana nasib Tzuyu alias mantan terakhir yang kau campakkan kemarin itu? Jika kau masih menyukai paha dan dada wanita, lantas kenapa masih menggantungnya, bahkan menolak mentah-mentah gadis secantik dia? Apa lagi alasannya kalau bukan karena kau belok? Sudahlah Gyu, terima saja kodratmu."
Sialan, Mingyu diam tak berkutik lantaran tidak mempunyai jawaban yang tepat untuk melawan pernyataan Seokmin. Memang benar selama setahun ini Mingyu tak berniat menjalin hubungan. Bahkan setelah sang mantan yang serupa dewi itu mengemis agar Mingyu mau kembali ke pelukannya.
Ia tekankan sekali lagi jika kasus Tzuyu sangatlah berbeda. Meskipun dengan mantan-mantan terdahulu Mingyu tidak pernah menjalin hubungan lebih lama dari tiga bulan, tapi Tzuyu adalah representasi mantan yang paling menyebalkan.
Selama mereka berpacaran, gadis itu tak pernah berhenti memujanya bahkan cenderung bertindak berlebihan. Terlalu protektif dengan segala macam aturan. Membuat jiwa bebasnya terganggu.
Lantas sekarang, ketika Mingyu mampu memerdekakan dirinya sendiri, Seokmin malah menuduhnya belok karena tak terlibat lagi dalam urusan asmara. Dasar teman durhaka.
"Kau selalu menjadikan alasan klise setiap memutuskan hubungan. Entah karena bosan lah, kurang menantang lah. Tidak hanya Tzuyu saja jika kau peka, tapi Jihyo beserta jajaran mantanmu terdahulu adalah korban dari ketidakberesan orientasi seksualmu."
"Jadi, kau menghinaku?"
Seokmin dengan sangat menyebalkan di mata Mingyu menyengir secerah surya.
"Mana mungkin aku menghinamu, brother. Aku hanya ingin memfasilitasimu. Siapa tahu dengan ikut kencan buta kau akan menemukan belahan jiwamu yang sesungguhnya. Ingat, rumah saja dibiarkan kosong selama setahun bisa berakhir angker, apalagi hati."
Mingyu mendadak mulas saat mendengar perumpaan Seokmin yang buruk. Sayang sekali, benak Mingyu mengartikan bentuk perhatian sang teman tak lebih dari usaha untuk merekrut masuk ke dalam dunia kelabu. Dunia serba kaku. Dunia yang selama ini tanpa disadari begitu dekat dengan kehidupan Mingyu.
"Aku tidak mau."
"Tenang saja bosku, kencan buta ini disponsori oleh bibit unggul. My baby Jisoo mana mungkin setega itu memberimu kualitas ecek-ecek. Percayalah, kau pasti akan mendapat pencerahan sepulang dari sana."
Mingyu meledak kesal. "Pencerahan pantatmu! Kencan buta dengan wanita saja aku berpikir dua kali, lha ini dengan laki-laki? Kuberitahu satu hal Lee Seokmin, kau sudah salah besar dalam memilih musuh."
"Ayolah Gyu, jangan malu-malu begitu," Seokmin membujuk dengan menyenggol bahu Mingyu yang langsung ditepis begitu saja oleh si empunya. "Atau kau mau aku memberitahu Tzuyu jika sebenarnya penolakan yang kemarin itu tidak serius. Paling setelahnya kau akan mendapat teror ujaran cinta setiap waktu."
Mingyu melotot membayangkan kemungkinan paling parah dari kegilaan Tzuyu.
"Berani menghubungi gadis merepotkan itu, kau mati kuda sialan!"
•••
Maka di sinilah Mingyu terdampar, di sebuah ruang karaoke yang lebih besar dari ruang pada umumnya karena dapat menampung belasan orang termasuk dirinya. Bermodalkan cahaya temaram, kepala Mingyu mendadak pening tujuh keliling. Pasalnya ruangan itu terasa pengap, ditambah segala jenis suara yang secara bergantian menghujam indera pendengarnya.
Mingyu kembali menghela napas, masih kesal dengan kebodohannya yang tanpa pikir panjang menerima penawaran Seokmin. Tapi, setidaknya lebih baik seperti ini, yakni pergi kencan buta daripada harus menghadapi Tzuyu yang selalu ada-ada saja.
Meski pada kenyataannya Mingyu tetap setia menjadi pribadi yang sengaja mengasingkan diri. Ketika rekannya yang lain sibuk bernyanyi dan menari persis orang kesetanan, Mingyu cukup dengan berdiam diri, menatap geli saat persatu dari mereka ambruk di depan kedua matanya.
Semuanya mabuk, kecuali Mingyu yang mencari aman dengan memesan cola. Bukan karena payah dalam hal minum, hanya saja ia tidak merasa leluasa. Bagi Mingyu, jika tidak dapat menikmati acara maka secara otomatis untuk minum pun ia sudah tak berselera.
Mingyu bahkan merasa bosan menemukan kemesraan yang perlahan muncul ke permukaan. Tanpa ia sadari, semua yang hadir di kencan buta ini sudah menggandeng pasangan masing-masing. Menyisakan seorang Kim Mingyu sendiri, persis anak hilang yang tak tahu arah jalan pulang.
"Boleh aku duduk di sini?" sebuah suara mengalun merdu. Refleks pikiran Mingyu yang out of the blue dipaksa kembali pada alam nyata, memaksanya untuk menaruh gelas kosong di atas meja.
"Oh, tentu," balasnya sembari mengangguk dan tersenyum ramah. Sementara pemuda manis yang lebih pendek darinya itu mendudukan diri di kursi kosong, persis samping kirinya.
"Kulihat kau hanya berdiam diri saja dari tadi, kenapa tidak bergabung dengan yang lain?"
Mingyu menggaruk hidungnya yang tidak gatal. Memutar otak dan mengingat siapa nama gerangan pemuda manis bergigi kelinci ini saat di awal memperkenalkan diri.
"Jeon Jungkook, itu namaku."
"Maaf," bisik Mingyu. "Aku memang pelupa."
"Tidak masalah, kurasa suaraku tadi kurang kencang ketika memperkenalkan diri."
"Tidak juga, suaramu sudah cukup keras hanya saja telingaku mendadak tuli."
"Kau lucu sekali Mingyu-ssi," Jungkook refleks tertawa. "Jadi, jawaban dari pertanyaanku?"
"Aku suka sendiri," jelas sekali jika ini bohong. "Lagi pula Jungkook-ssi, kenapa kau tidak bergabung dengan yang lain?"
"Kebetulan aku juga suka sendiri," senyum tipis Jungkook menular pada Mingyu, keduanya tertawa konyol ketika mendengar jawaban masing-masing.
"Kebetulan ya, mungkinkah jika kita-"
Sayangnya Mingyu harus menelan lanjutan kalimatnya, sebab sesosok pemuda sudah lebih dulu menarik Jungkook untuk berdiri. Sebuah tatapan tak suka dilayangkan padanya, Mingyu yang menyadari sesuatu hanya mendengus geli.
"Kim Taehyung, apa yang kau lakukan?!" Jungkook nyaris berteriak ketika tangan Taehyung menggenggamnya dengan kasar.
"Katanya mau battle karaoke? Aku sudah menunggumu dari tadi, tapi kau malah mengobrol dengan pemuda ini."
Jungkook yang tak enak hati menatap Mingyu dengan penuh penyesalan. Beruntung Mingyu tergolong profesional dalam mengolah ekspresi, ya secara orang tampan, apa sih yang tidak bisa Mingyu lakukan?
"Pergilah Jungkook-ssi, semoga kau menang."
Jungkook berlalu meninggalkan Mingyu yang menahan tawa karena tangan Taehyung tiba-tiba melingkar di pinggang pemuda Jeon. Dalam hati Mingyu mencibir, si Taehyung sialan itu pasti salah mengira jika Mingyu sudah tertarik pada incarannya.
Sayang sekali, bagi Mingyu datang ke tempat ini tak lebih dari formalitas belaka. Tak ada satupun yang menarik minatnya, kecuali berkaleng-kaleng cola yang sudah setia menemani Mingyu mengarungi masa bosan.
Ya, setidaknya sampai ketika jemarinya tak sengaja bersentuhan dengan kulit seorang pemuda. Seperti dalam adegan drama, Mingyu merasakan sengatan listrik saat manik hitamnya bersirobok dengan fitur wajah yang khas. Remang cahaya justru membuat Mingyu semakin bingung bagaimana mendeskripsikan penampilan pemuda yang tengah meneguk soju dari botolnya langsung itu.
Apakah cantik? Atau Manis?
Dan lagi, kenapa Mingyu baru sadar jika ada seorang pemuda yang juga sama duduk menyendiri sepertinya?
"Yosh, akhirnya bintang utama kita datang," lelaki bermata sipit muncul dengan membawa sebotol minuman. Lantas diikuti yang lain dengan mengerubungi meja dan kursi di mana Mingyu duduk.
Monbin yang terlihat bersemangat, meremas bahu si pemuda yang menaruh botol ke meja dengan sangat hati-hati.
"Hoshi, ayo cepat keluarkan. Aku sudah tidak sabar!"
"Sembarangan! Yang boleh meminta aku keluar cuma Jihoonie seorang. Iya kan, sayang? Coba jawab Daddy, mau Daddy keluarkan di dalam atau di luar?"
Pemuda bertubuh mungil yang dimaksud Hoshi refleks meninju perut sang empunya.
"Cuci muka sana! Dasar hamster mesum."
Berbeda dengan Kim Mingyu. Dalam keadaan gaduh seperti ini, ia malah sibuk dengan pikirannya, masih penasaran dengan eksistensi pemuda yang sudah menarik seluruh atensinya. Ketika yang lain sibuk berdiskusi bagaimana cara menikmati sebotol tequila, Mingyu justru membiarkan kedua matanya memerhatikan secara intens makhluk cantik ciptaan Tuhan yang tampak tak peduli dengan sekitarnya itu.
Sampai ketika dua manik rubahnya yang tajam menatap Mingyu sekilas. Demi Tuhan, seluruh aliran darah dalam tubuh pemuda Kim itu berdesir hebat. Sensasi asing yang tak pernah dirasakan sebelumnya memerangkap Mingyu dalam sebuah tanda tanya besar.
Kenapa hatinya berdetak kencang?
"Bagaimana kalau kita main game saja?" Jungkook bak lampu berdaya tinggi membuat semua kepala kecuali Mingyu dan pemuda tadi tercerahkan. "Dari tadi kita hanya sibuk dengan urusan pribadi, siapa tahu dengan bermain game kita akan saling mengetahui satu sama lain."
Taehyung mengangguk. "Aku setuju." Lalu diikuti oleh beberapa pasangan yang lain.
Hoshi ikut mengangguk, "kalau begitu kita main ToD saja, bagaimana?"
"Tidak masalah, jangan sebut aku lelaki jika permainan seperti ini saja tidak aku kuasai."
"Mingyu, bagaimana denganmu?" Mingyu gelagapan. Nyaris ketahuan tengah melamunkan sesuatu oleh Jungkook yang menatapnya dengan intens.
"Ah, aku ikut saja."
"Baiklah, semuanya sudah setuju. Kita mulai saja sekarang."
Semua orang duduk di kursi masing-masing. Beruntung Tuhan memberikan kesempatan pada Mingyu karena pemuda yang sedari tadi menjadi magnet perhatian duduk persis di sebrangnya. Kini, tanpa minim pencahayaan yang menganggu, Mingyu dapat menikmati kecantikan sang pemuda yang entah kenapa terlihat kuat dan...seksi?
Botol telah diputar, permainan pun berjalan lancar. Tak terasa waktu yang berlalu banyak dihabiskan dengan tawa. Kadang suasana berubah tegang di saat bersamaan. Seolah menjadi pengecualian bagi Mingyu karena pemuda Aries itu tak sedikitpun melepaskan tatapan dari pemuda yang bahkan tak mau melirik ke arahnya.
Hingga teriakan Hoshi memecah fokusnya. "Ya! Akhirnya tiba juga saatnya aku menelanjangimu dalam pertanyaan Kim Mingyu!"
Sadar ditatap sedemikian rupa, Mingyu mengerjap ketika kepala botol mengarah padanya.
"Dimulai dariku nih?" Monbin menunjuk dirinya sendiri. Lalu mengangguk sebelum melemparkan pertanyaan, "Kim Mingyu-ssi, apa kriteria kekasihmu?"
Mingyu dengan santainya membuka suara. "Aku tidak punya kriteria khusus, tapi selama aku mencintainya dan tak mampu melepaskan pandanganku darinya, itu artinya aku telah jatuh cinta."
Bertepatan dengan itu, kepala Mingyu menatap lurus ke arah si pemuda. Akan tetapi, tak seorangpun menyadarinya. Hingga tiba giliran Taehyung untuk mengajukan pertanyaan ataupun permintaan.
Masih dengan tatapan yang sama menyebalkannya, Taehyung menyeringai. "Kalau begitu aku pilih dare."
Seolah menyadari ada percikan petir yang menyambar dari mata Mingyu dan Taehyung, semua pasang mata menatap keduanya dengan harap-harap cemas.
"Karena sejak awal aku tidak melihatmu minum, maka kutantang kau menghabiskan segelas penuh tequila. Ah, kalau perlu lakukan love-shot juga dengan seseorang di sampingmu."
Sadar jika Hoshi yang berada tepat di samping kiri Mingyu, pemuda itu berjengit dan memeluk Jihoon. "Tidak mau, aku sudah punya partner ya!"
Protesan pemuda Kwon dibalas decakan sebal dari Jihoon yang justru menerima bahkan mengeratkan pelukan.
"Itu terserahmu Kim Mingyu-ssi. Jika mau, kau bisa lakukan dengan orang yang ada di sebrang kursimu."
Kali ini Mingyu tersedak ludahnya sendiri. "Kau serius?" masih terkejut atas kenyataan bahwa Mingyu akan melakukan love-shot dengan pemuda yang sukses membuat jantungnya berdebar anomali.
"Tidak usah diambil pusing begitu, bung. Aku tidak memaksamu, hanya saja kau pasti tahu apa konsekuensinya jika lari dari tantangan, bukan? Silakan tolak jika kau ingin disebut pengecut."
Sayangnya Mingyu tak punya waktu untuk membalas penghinaan Taehyung, benaknya sibuk menahan gugup saat cairan memabukan itu dituang dalam gelas berukuran cukup besar, sementara gelas satunya berukuran lebih kecil.
Mingyu menatap pemuda di sebrangnya yang juga menatap ke arahnya. Pemuda itu tak bersuara, tapi mata rubahnya mengatakan sesuatu di sana, seperti 'lakukan sekarang juga, jangan buang waktuku'.
Bahkan yang pertama mengambil gelas pun pemuda itu, Mingyu takjub karena tak perlu meminta izin lebih dulu. Dengan menjunjung tinggi kepercayaan diri, Mingyu mengangkat gelas besarnya. Tangannya disilangkan dengan tangan si pemuda yang astaga...lebih kecil darinya.
Taehyung memberikan aba-aba ketika Mingyu dan pemuda bermata rubah siap pada posisinya.
"Satu...dua...ti..ga, mulai."
Semua entitas melongo termasuk Mingyu saat melihat lawannya meneguk tequila dalam satu tarikan napas. Bukannya segera menyesap cairan memabukan itu, si pemuda Kim malah mematung dengan membiarkan gelas besarnya mengacung hampa di udara.
"Kau mau meminumnya atau tidak?" pemuda rubah itu mendecih lalu dengan tak sabar menarik paksa gelas dari genggaman Mingyu.
Mingyu lagi-lagi hampir menjatuhkan rahang saat melihat sang pemuda kembali meneguk gelas dengan beringas. Masih dalam keadaan terkejut, tiba-tiba pemuda itu dengan gerakan cepat menarik kerah denim Mingyu dan mendaratkan kecupan di mulutnya yang terbuka. Dapat Mingyu rasakan cairan memabukan perlahan memasuki mulut dan turun melalui kerongkongannya. Rasanya luar biasa gila ketika lembut dari bibir sang pemuda menempel tepat di bibir Mingyu.
Jihoon yang terkejut, berteriak histeris. "Jeon Wonwoo! Kau sudah gila, ha?"
Kim Mingyu yang mengalami kerusakan sistem kerja otak, membalas kecupan singkat dengan memperdalam ciuman menjadi lebih bermakna. Ia menyeringai dalam diam.
"Jeon Wonwoo? Nama yang cantik."
.
.
.
-TBC-
