Your Voice

Disclamier: Masashi Kishimoto

Genre: Friendship & Romance

Pair: NarufemSasu

.

.

Jika kau tak bisa bicara, setidaknya dengarkan.

.

Naruto memejamkan mata, kerutan di dahi pemuda bersurai pirang bertambah. Tiga menit lalu ia diturunkan di pemberhentian terakhir bus dan sekarang ia berada di desa Konoha. Tak ada apapun yang menarik di desa ini, meskipun jalan tak begitu buruk hanya ada satu bis yang datang dua atau mungkin empat kali. Naruto menyeret kedua koper di masing-masing tangannya dengan malas. Di sepanjang jalan ia tak melihat gadis-gadis muda, hanya sekumpulan wanita tua yang beristirahat di sebuah warung kecil di depan persawahan. Dan parahnya, ia digoda oleh para wanita tua itu. Bulu kuduk disekitar leher berdiri dan ia berlari dengan cepat, menyeret kopernya dengan tergesa. Dari kejauhan ia menengok kebelakang dan para wanita tua itu telah hilang dari pandangannya. Menghembuskan nafas lelah ia duduk diatas koper dan mengambil secarik kertas kecil di dalam kantung celana.

Tak ada yang ia tahu tentang Konoha meskipun Konoha adalah tempat kelahirannya sendiri. Setelah ayah dan ibunya melahirkan dirinya di Konoha beberapa bulan kemudian mereka memutuskan untuk tinggal di kota Suna. Dan sekarang ia bertanya-tanya kenapa ia harus kembali ke tempat ini. Tak ada sesuatu yang menarik di desa, meskipun ia suka hidup bebas bukan berarti ia ingin berada di tempat seperti ini, ia menyukai kehidupan bebas di tengah kota, bermain bersama teman-teman hingga larut malam dan mengencani para gadis cantik yang tergila padanya.

Senyum miris bertengger di mukanya yang masam, kembali Naruto menatap secarik kertas yang berisikan alamat rumah kakeknya Jiraya. Ia bahkan tak tahu jalan, dan matahari semakin terbenam. Jika malam tiba mungkin akan semakin memburuk. Kertas itu diremas menjadi bola kusut dan dimasukkan kembali ke dalam kantung celana. Ia bisa menanyakan alamat nanti jika berpapasan dengan seseorang. Ya jika ia masih dapat menemukan seseorang, semoga saja.

Naruto kembali menyeret koper, melewati persawasan dan ladang jagung. Ia menatap kedepan dan tak melihat ujung dari jalan beraspal. Ia ingin menangis dan kembali pulang tapi kemana ia harus pulang. Naruto sudah diusir keluar rumah, dan satu-satunya tempat untuk pulang adalah rumah sang kakek.

Trek trek trek

Naruto menajamkan pendengarannya, dan itu adalah sebuah suara! Ia mendengar sebuah suara! Akhirnya ia bisa bernafas dengan lega.

Naruto terlonjak kegirangan, suara itu seperti suara roda sepeda yang berputar. Membalikkan tubuhnya dan dari kejauhan ia dapat melihat siluet seorang gadis mengayuh sepeda. Rambut gadis itu diikat jatuh kebawah dan bergoyang terkena angin. Naruto tertegun, dalam sepersekian detik ia merasakan nafasnya terhenti. Jantungnya terus berdegup. Tidak. Ia menggelengkan kepala, ia tidak boleh membiarkan gadis itu pergi, mungkin ia bisa menunjukkan jalan untuk Naruto pulang.

"Tunggu, kau.. hei!" Naruto berteriak saat gadis asing itu melewatinya, jangan sampai nanti ia ditinggal di jalan sendiri.

Ckiit

Suara decitan rem dan roda yang terhenti.

Deg deg deg

Gadis itu berbalik, menatapnya dari atas kepala hingga ujung kaki. Raut wajahnya datar dan terlihat tak tertarik tapi hanya dengan itu jantung Naruto berdentum dengan hebat karenanya.

Naruto meneguk ludah gugup. Gadis itu sangat cantik bahkan dengan gadis-gadis di kota ataupun teman wanitanya. Lupakan tentang hal tak berguna itu sekarang yang lebih penting saat ini ia ingin sampai di rumah kakek Jiraya dan merebahkan diri di kasur.

"Maaf mengganggu, anoo... aku tersesat." Ujar Naruto, manik safirnya tak pernah lepas dari gadis asing dengan sepeda di sore hari.

Tapi gadis itu masih diam dan terus menatapnya. Naruto menghela nafas lelah dan mengeluarkan gumpalan kertas di dalam saku dan membuka gumpalan itu, alamat yang tertulis di dalamnya masih dapat dibaca. Dengan cepat Naruto menyerahkan secarik kertas lusuh itu. "Jika tak keberatan bisakah kau mengantarkanku kesana?"

Kepala gadis itu tertunduk membaca alamat yang berada diatas kertas, tak lama ia menyerahkan kertas itu kembali dan tanpa sebuah kata ia kembali membalikkan badan. Sebelah kakinya menginjak kayuhan dan sebelah lagi masih berada dibawah, menopang berat tubuhnya sendiri.

Naruto sama sekali tak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis itu.

Lama mereka terdiam, hingga akhirnya gadis itu menolehkan kepala padanya, dagunya terangkat dan kedua matanya menyipit tajam. Seolah-olah ia tengah berkata 'Naiklah, atau kutinggal.'

Tak ada pilihan lain, Naruto menerima ajakan gadis itu. ia menyeret kedua kopernya dan sekarang ia tak tahu bagaimana caranya membawa dua koper sekaligus. Ia terdiam memikirkan cara terbaik, tapi sampai matahari hampir terbenam ia tak menemukan cari yang bisa digunakan.

Tek

Suara ketukan kaki dengan kayuhan sepeda membuat Naruto tersentak sepertinya gadis itu kesal. Akhirnya dengan tergesa ia menaiki tempat duduk di belakang sepeda dengan mengapit dua koper di ketiak dan memeluknya erat. "Maaf, merepotkan... aku harap kau bisa lebih pelan. Aku membawa dua koper..", Naruto menjelaskan.

Dan tak lama ia merasakan hembusan angin, gadis itu mengayuh sepeda dengan pelan seperti apa yang dia minta. Syukurlah ia bisa pulang tanpa harus tersesat mencari jalan. Ia menatap sekeliling dan tak mendapat sesuatu yang dapat menarik perhatiannya, hanya ada pohon dan rumput liar di sepanjang jalan yang tumbuh dengan rapih, dan pada akhinya ia memutuskan untuk menatap ke depan. Pada sebuah punggung kecil yang terasa hangat. Wajah Naruto memerah, ini pertama kalinya ia dibonceng oleh seorang gadis dan dengan sepeda! Mau ditaruh dimana mukanya nanti tapi apa boleh buat ia tak tahu jalan di Konoha. Ia mengenyampingkan sedikit harga dirinya karena itu.

Tak ada pembicaraan diantara mereka berdua, Naruto bukanlah tipe orang yang akan tahan dengan kesunyian tapi kasusnya lain jika ia dipertemukan dengan gadis asing yang sedang mengayuh sepeda untuk dirinya dan terlebih tak ada pihak ketiga untuk mencairkan suasana. Naruto menghela nafasnya tak nyaman dan mengalihkan tatapan ke arah samping. Semua gelap, lampu penerangan di sepanjang jalan berkedip-kedip dikelilingi serangga kecil yang berterbangan megerubutinya.

Sebuah cahaya kecil lain berterbangan. Naruto menyipitkan mata memperjelas apa yang ia lihat, dan raut wajah pemuda itu berseri kesenangan setelah menyadari apa yang baru saja dilihatnya. Bukan serangga kecil yang mencari cahaya dari lampu penerangan jalan melainkan binatang kecil yang mempunyai cahaya terangnya sendiri. "Ada kunang-kunang.". Serunya, ia tersenyum senang hingga giginya terlihat.

...

Menarik selimutnya hingga ujung dagu, meskipun tubuhnya terbalut oleh selimut rasa dingin terasa mulai dari ujung jari kakinya. Naruto menyampingkan tubuh dan menekuk lutut, ia bergelung dengan selimut berharap dapat membuat tubuhnya tetap hangat.

Setengah jam lalu, ia sampai di rumah sang kakek dengan selamat, ia mengucapkan terimakasih pada gadis asing itu dan hanya mendapatkan anggukan. Sampai akhir ia tak tahu siapa nama gadis itu.

Besok ia akan masuk ke sekolah barunya di Konoha, ia mendesah keputusan orang tuanya sudah bulat. Sekuat apapun Naruto membujuk tak akan ada yang berubah. Ia berandalan, tak punya sopan santun dan pemain wanita, tapi Naruto tak pernah merasa jika diriinya buruk, itulah kehidupan remaja jaman sekarang. Orang tuanya terlalu kolot untuk mengerti dan mengungsikannya ke desa, berharap sikapnya dapat berubah, jangan bercanda!

Ia memang buruk tapi kesalahan itu bukan sepenuhnya berasal dari dirinya seorang, tak ada siapapun di rumah ketika ia kembali, ia kesepian dan mereka tak ingin mengerti apa yang ia rasakan. Tujuh belas tahun, mereka bilang ia sudah dewasa dan haruslah mandiri, dapat menentukan apa yang benar dan salah. Dan jalan yang selama ini ia tempuh adalah salah.

Naruto memejamkan mata, kedua tangan di dalam selimut mengerat. Ia tak butuh uang yang diberikan orang tuanya. Ia bisa hidup dengan bekerja sampila, ia bahkan pernah mencobanya selam sebulan dan berhasil dengan baik, ia tak menginginkan apapun, kecuali keinginan egoisnya, ia tak ingin sendiri dan ditinggalkan.

Dan sekarang mereka membuangnya. Hanya memberikan uang yang mungkin akan habis dalam tiga hari. Apa yang bisa ia lakukan di desa, Naruto bertanya0tanya. Semenjak ia beranjak remaja, ia tak pernah lagi berkunjung ke rumah kakeknya. Rasa canggung dan tak nyaman menyergapi, ia tak bisa seenaknya berkata-kata, ia bahkan tak segan-segan menelan kata yang sudah ia susun di dalam kepalanya kembali.

Ia tak suka berada di tempat ini.

...

Tsunade, neneknya yang kini berusia enam puluh tahun itu kini menyendokkan nasi pada mangkuk sarapannya. Usianya memang tua tapi tubuhnya masih kencang, hanya ada kantung mata dibwah kelopak matanya selebihnya tak ada keriput. Sekarag Naruto bertanya-tanya, apa wanita di desa awet muda seperti neneknya?

"Makanlah yang banyak, jangan malu-malu untuk tambah nak."

Sebelum Naruto menjawab perkataan Tsunade, tumpukan nasi putih di dalam mangkuk tersodor di depan mukanya. Dibalik mangkuk itu ia dapat melihat cengiran samar Tsunade, dan setelahnya ia berpikir ia mungkin bisa akrab dengan neneknya itu. Naruto menyantap sarapan dengan cepat dan pergi karena takut terkambat dihari pertamanya sekolah.

"Kau bisa menggunakan sepeda di gudang jika kau mau.."

"Tidak, terimakasih kek... aku ingin berjalan."

Jiraya mengernyit, ia menatap sang cucu dengan seksama. "Minato bilang kau anaknya tak sopan, tapi.. itu berbeda dengan yang kulihat hari ini hahaha.."

Naruto mengangkat bahu, "Mungkin karena kakek lebih tua dari ayah, aku tak mau kualat..". Ujarnya setengah bercanda.

"Hahaha.. begitu? Oh ya, apa kau sudah tahu sekolahmu?"

"Kemarin aku melewatinya, aku tak akan tersesat oke.. aku pergi dulu."

Disepanjang jalan Naruto tak melihat adanya kendaraan, tak ada apapun kecuali traktor yang ada dipinggir jalan. Mesin itu mengeluarkan suara yang nyaring dan bunyi yang memekak telinga. Naruto berjalan kedepan tanpa menolehkan kepala. ia sadar betul sedari tadi beberapa pasang mata menatap penuh sellidik ke arahnya. Ia mempercepat langkahnya dan mendegar suara kikikan yang cukup keras untuk didengar. Pipinya memerah, kesal sekaligus malu, lagi-lagi ia menjadi tontonan menarik untuk nenek-nenek.

Jalan menuju sekolah tak terlalu jauh untuk ditempuh tapi cukup melelahkan jika berjalan kaki. Hari berikutnya mungkin ia akan memakai sepeda yang ditawarkan oleh Jiraya.

Trek trek trek

Suara roda sepada yang berputar membuat pandangan Naruto beralih dan ia kembali melihat gadis itu. rambutnya masih sama seperti kemarin, ia menguncirnya turun kebawah, raut wajahnya datar tapi yang lebih penting lagi ia mengenakan seragam yang sama seperti yang dikenakan Naruto sekarang.

Naruto tersenyum lebar, mungkin hari ini ia bisa pergi naik sepeda bersama gadis itu lagi."Heii!"

Wush

Sepeda itu melaju dengan kencang dan melewati Naruto begitu saja sementara ditempatnya Naruto masih mencerna apa yang barus saja terjadi atau lebih tepatnya ia ditinggalkan.

"A –apa, apa-apaan itu!" Naruto tahu gadis itu melihatnya dan berpura-pura seakan Naruto tak ada disana. Berani sekali gadis kampung itu mengacuhkannya. Rutuk Naruto kesal setengah mati.

Dan karena kejadian itu Naruto terus menendang setiap batu kerikil yang ditemuinya diisepanjang jalan.

...

Setelah acara perkenalan singkatnya Naruto terus menerus mengulum senyum lebar, ia tak tahu ini takdir atau bukan yang pasti ia sangat bersyukur. Di bangku paling ujung dekat dengan jendela, ia dapat menemukan kembali gadis bersepeda iu. Lihatlah, sebentar lagi ia akan membalas perbuatan gadis itu padanya pagi tadi.

Naruto berjalan pelan, menenteng tasnya dan menaruhnya di meja yang kosong. Senyum lebar terpoles di wajahnya, melihat siapa yang akan menjadi teman sebangkunya.

"Aku berterimakasih padamu untuk yang kemarin tapi hari ini lain lagi... aku akan membalasnya nanti, kau tahu." Ia berbisik tapi kelihatannya gadis itu tak ambil hati dan tak mendengarkan setiap ucapan Naruto.

Melihat tak ada respon berarti dari gadis itu Naruto akhirnya menyibukkan diri dengan buku catatatannya tapi memang dasar ia tak bisa diam disepanjang jam pelajaran ia terus berusaha mengajak gadis itu mengobrol.

"Hei, sejak kemarin kau belum mengatakan namamu..."

"Ayolah.. bagaimana aku harus memanggilmu nanti."

"Bagaimana dengan gadis sepeda? itu bagus juga-"

Sret

Sebuah buku catatan disodorkan padanya, Naruto meneguk ludah saat melihat kedua mata gadis itu menyipit tajam. Mungkin gadis itu memang marah sekarang. Naruto menundukkan kepala dan memabca kalimat yang ada di dalam buku catatan gadis itu.

Diamlah, dobe.

"Dobe?!" Naruto berbisik, ia menatap kesal pada gadis disampingnya. Kesan pertama yang diberikan gadis itu saat menolongnya tempo hari hilang begitu saja. Gadis itu menyebalkan.

Saat pelajaran berakhir gadis sepeda itu buru-buru membereskan buku catatannya dan pergi meninggalkan dirinya yang murid baru dan tak tahu apa-apa mengenai denah sekolah. Naruto bangkit dari kursinya tapi sebelum keluar kelas ia mendapati tiga orang teman sekelasnya tengah berdiri dengan berbagai ekspresi tajam. Heh, apa ini. apa ia akan menjadi target pembulian di sekolahnya yang baru ini.

...

"Gila, kau sangat beruntung teman."

Prasangkanya mengenai target pembulian di kepala Naruto hilang begitu saja. Sekarang ia tengah makan siang bersama di kantin sekolah. Ia mendesah lega dan melihat wajah teman-teman satu persatu. Kiba, orang pertama yang mengatakan kecemburuannya karena ia duduk disebelah gadis yang katanya paling cantik di sekolah, pemuda itu memiliki surai lembut berwarna coklat dan katanya ia sangat menyukai anjing, Kiba juga menceritakan anjing kecilnya yang bernama Akamaru. Lalu ada Shikamaru, pemuda itu adalah sang top ranking di kelas dan selalu tertidur di jam pelajaran, ia tak banyak bicara karenanya Naruto tak tahu apapun mengenai teman sekelasnya itu. Dan yang terakhir adalah Chouji, pemuda gemuk yang sedari tadi sibuk makan, Naruto tak tahu apa kedua orang selain Kiba itu sama-sama menyukai gadis sepeda.

"Dia itu kasar.." Naruto berujar tiba-tiba mengutarakan kekesalannya yang menumpuk pada gadis itu dan ketiga teman sekelasnya kini menatap dirinya dengan kedua alis terangkat ke atas.

"Dia memang sedikit cuek tapi dia baik.." Kali ini Shikamaru angkat bicara, sepertinya ia sedikit tersinggung dengan apa yang diucapkan oleh Naruto. Apa Shikamaru juga diam-diam menyukai gadis sepeda seperti Kiba?

"Aahh.. iya, dia memang sedikit baik, kalian tahu saat aku tersesat kemarin ia mengantarkanku sampai rumah kakekku."

"Bagaimana bisa?! Jadi kalian berduaan sepanjang jalan?"

Mendengar nada Kiba yang tak rela membuat senyumnya melebar. Jadi bisa dibilang kemarin ia adalah orang yang sangat beruntung karena berduaan dengan gadis yang katanya paling cantik di sekolah ini. Aah bayangkan jika kabar itu menyebar mungkin namanya akan dikenal dengan cepat.

Tersadar akan sesuatu Naruto buru-buru menanyakannya, "Oh ya, sepertinya dia sedikit pendiam ya?"

Ketiga temannya itu terdiam, menatap dirinya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia tak mengerti atau pura-pura tak mengerti arti tatapan itu. "Aku bahkan menanyakan namanya berulang kali tapi dia tak menjawab..." Nada itu datar tanpa emosi, Naruto hanya mengatakannya begitu saja, apakah benar apa yang ada dipikarannya sekarang.

Kiba kali ini tersenyum kecil dan menatap ke arah lain, dan entah mengapa Naruto sedikit merasa tak nyaman karena hal itu atau apa yang akan diucapkan Kiba setelahnya.

"Kukira kau sudah tahu, Sasuke itu bisu.."

...

Naruto membasuh mukanya, berharap bisa meredakan rasa tak nyaman karena memikirkan hal-hal buruk tentang gadis bernama lengkap Sasuke Uchiha itu. Ia menggelengkan kepala dan keluar dari toilet dengan wajah yang kusut mungkin setelah ini ia akan minta maaf.

Koridor nampak sedikit sepi mungkin karena sebentar lagi jam istirahat akan berakhir. Saat ia akan menaiki tangga ia melihat Sasuke yang berada di atas dengan tiga orang gadis yang tengah memojokkannya. Naruto terdiam sesaat dan memutuskan untuk bersembunyi, ini bukan masalahnya dan ia tak bisa ikut campur.

"Kau pikir kau yang paling cantik di sekolah ini dan karena itu kau bersikap semaumu."

"Jangan menatapku seperti itu, hanya karena kau bisu bukan berarti aku akan bersikap lunak. Memang apa menariknya dirimu sampai Neji tergila-gila padamu. Kau hanya gadis tak tahu –"

Plaak

Kedua bola mata Naruto membulat, apa yang terjadi, apa mereka sekarang mulai berkelahi dan saling menampar satu sama lain, para gadis benar-benar mengerikan. Ia dibuat merinding karenanya.

"K –Kau beraninya.."

Duuk

Lagi sebuah suara benturan terdengar setelah suara tamparan. Kedua tangan Naruto terkepal, sepertinya ia harus turun tangan jika masalahnya sudah sampai seperti ini.

"I.. Ino sudahlah, hentikan bagaimana jika ada yang lihat."

"Aku tak perduli, gadis ini perlu diberikan pelajaran!"

Ino mengeraskan tangannya sementara Sasuke menatapnya tak gentar, emosi gadis bersurai pirang itu semakin menjadi dan menarik surai hitam Sasuke. Gadis itu tak berteriak, hanya sebuah suara rintihan kecil, dan ia juga membalas menjambak rambut Ino.

"Apa yang sedang kalian lakukan!" Naruto berteriak dan menghentikan aksi jambak-menjambak. Ia menatap tajam pada ketiga gadis yang tengah membuli Sasuke, kepalan tangannya mengerat, entah mengapa ia merasa sangat marah dengan apa yang dilakukan oleh ketiga gadis itu.

"Sebaiknya kita pergi Ino.."

Ino berdecak tak suka dan mendorong tubuh Sasuke, kemudian ketiga orang gadis itu pun meninggalkan Naruto dan Sasuke.

Dari ujung matanya ia dapat melihat keadaan Sasuke yang kacau, rambutnya yang rapi dikuncir kebawah itu kini terurai. Ekspresi wajahnya datar tapi Naruto tahu gadis itu tengah menahan amarahnya, kedua tangan gadis itu terkepal kuat.

"Kau tak apa?" Tanya Naruto pelan, ia berjalan mendekati Sasuke dan melihat lebih dekat, Pipi kanan gadis berdarah sepertinya terkena cakaran gadis bernama Ino tadi.

Tangan kanan Naruto terjulur hendak menyentuh luka itu sebelum Sasuke menepis tangannya, Naruto tersentak ia tak bermaksud untuk kurang ajar. Ia hendak menjelaskan jika ia khawatir tapi sebelum itu terjadi Sasuke sudah berjalan melewati dirinya begitu saja. Seolah-olah ia tak berada disana, dari kejauhan Naruto menatap punggung kecil yang akhirnya hilang di belokan ujung tangga. Kedua tangannya mengeras, kenapa?

Kenapa ini terasa begitu menyakitkan?

...

Setelah bel pulang berbunyi Naruto dengan cepat mencegat Sasuke pulang, gadis itu terliihat enggan tapi tak bisa melepaskan genggaman Naruto. Sasuke tak ingin menjadi pusat perhatian setelah hadir di kelas dengan wajah yang bisa dikatakan tak baik-baik saja, jika ia memberontak dan memaksa melepaskan cengkraman murid baru itu mungkin masalahnya akan semakin bertambah. Akhirnya gadis itu hanya pasrah membiarkan Naruto menyeretnya kemana pun.

Mereka tiba di tempat parkiran sepeda dan saat itu juga Naruto melepaskan genggamannya. Pemuda dengan iris safir itu terdiam, ia tak tahu dari mana keberanian itu datang, ia dan Sasuke bahkan baru saling mengenal tapi entah mengapa ia sudah merasa dekat dengan gadis itu.

"Aku minta maaf dengan perkataanku yang tadi pagi." Naruto memulai pembicaraan lebih dahulu meskipun ia tahu ia tak akan mendapatkan jawaban apapun dari gadis itu.

"Aah.. apa lukamu baik-baik saja?"

Kali ini Sasuke mengangguk menjawab pertanyaannya. Naruto tersenyum lebar dan mengambil tas gadis itu dengan cepat membuat gadis itu tersentak.

"Kali ini aku yang akan mengantarmu pulang sebagai rasa terima kasihku karena kemarin kau sudah menolongku..."

Tak ada anggukan ataupun reaksi yang berarti dari Sasuke, yah gadis itu memiliki sifat yang sedikit keras kepala dan Naruto harus sedikit lebih memakluminya. Tapi dimatanya Sasuke yang sekarang terasa begitu hangat dan manis. Gadis itu tak menolak tawarannya untuk pulang bersama.

Langit senja yang berubah menjadi warna orange, Naruto mengembangkan senyumnya lebar. Suara roda sepeda yang berputar, kedua tangan kecil yang menggenggam ujung seragam, dan tepukan angin pada masing-masing kedua pipinya. Suasana sederhana seperti ini entah mengapa terasa sangat hangat.

"Namamu Sasuke Uchiha kan, aku.. apa kita bisa berteman?"

Seberapa lama ia menunggu Naruto tahu Sasuke tak akan menjawabnya, tapi ia tak akan peduli, "Kalau kau tetap diam aku anggap kau menerimaku sebagai teman. Jangan menanggung semuanya seorang diri..."

Dan setelah itu Naruto dapat merasakan cengkraman erat di seragamnya.

...

TBC

Mind to review?