naruto punya masashi sensei

cerita ini punya saya

sai punya sasuke titik gak pakai koma

hapi reding

Sore yang terasa sejuk, seorang pemuda yg masih berumur belasan tahun tengah mengayuh sepedanya dengan riang, tak nampak wajah sedih di wajahnya.

Hari ini adalah hari pertama dia bekerja paruh waktu di sebuah mini market yg dekat rumahnya, rambut hitam lepeknya dan kulit putih pucatnya menjadi ciri khas pemuda ini.

Ia harus bekerja keras mengumpulkan uang demi biaya berobat kakak semata wayangnya, sebenarnya bukan kakak kandungnya hanya saja ia dan kakaknya itu di besarkan oleh seorang kakek Tua yg hidup sebatang kara, ia di pungut di jalan ketika hujan lebat dan perutnya keroncongan.

TRAAK...

Ia menaruh sepedanya di parkiran khusus karyawan dengan segera mungkin ia melesat masuk kedalam tempat kerja, seperti biasanya ia menganti baju seragamnya dan mulai absen.

"hari ini kau tidak telat seperti biasanya Sai?" sindir Sasori sambil memberikan buku daftar barang-barang yg masih belum di Chek.

"tidak, hari ini kakak ku lumayan sehat dan tidak rewel seperti biasanya" jawab Sai sambil tersenyum manis, dan itu membuat Sasori ikut tersenyum.

Sasori merasa kasihan pada temannya itu, yang siang malam tak henti-hentinya mengumpulkan uang dan uang. Padahal anak seumuran Sai biasanya hanya melakukan hal-hal yg menurut mereka itu menyenangkan dan menadahkan tangan pada orang Tua mereka, tapi Sai berbeda ia rela membanting tulang demi sang kakak. Sasori merasa prihatin pada pemuda yang tengah menata makanan Kaleng di sebuah rak.

-o0o-

Sasuke menatap kesal pada seorang dokter berkacamata dan berkuncir yang ada di depannya, karena dokter yg ada di hadapannya itu tak memperhatikannya sama sekali.

"hari ini kau benar-benar membuatku kesal Kabuto-san!"

Sejenak Kabuto menghentikan aktifitasnya, ia memandang Sasuke yg tengah menatap dirinya dengan pandangan membunuh, ia menghela nafas kemudian ia melepas kaca matanya dan menaruhnya rapi.

"kau ini, apa kau tak tau kalau aku sedang sibuk? Kenapa kau tidak langsung saja ketempat dimana kakak Sai di rawat ha?"

Sasuke mendengus kesal, lagi-lagi ia mendapat jawaban yang sama dari kabuto. Entah sudah keberapa kali-nya Kabuto berkata seperti itu pada Sasuke, mungkin sudah satu bulan lebih sejak ia bertemu dengan Sai di lorong rumah sakit pada sore itu.

"kau kan suka pada anak itu, lagi pula dia juga sering kesinikan dan kenapa juga kau tak berani mendekatinya?"

Pertanyaan bodoh pun meluncur dari mulut Kabuto, seolah-olah ia tak mengenal Uciha bungsu di hadapannya itu. Ya keluarga Uciha itu terkenal dengan sosok keluarga kaya raya dan sombong, sebenarnya bukan sombong tapi gengsi mereka terlalu tinggi. Bagi keluarga Uciha menurunkan derajat mereka hanya sebuah pantangan dan tak ada di kamus mereka. Sasuke dan Kabuto berjalan keluar dari ruang kerja Kabuto, dokter berkuncir dan berkaca mata itu membenarkan kaca matanya setelah ia menutup pintu ruang kerjanya. Sepanjang lorong rumah sakit Kabuto dan Sasuke tak mengeluarkan suara sedikit pun, mereka berjalan menuju ruang dimana Shin kakak Sai di rawat. Sampailah mereka di depan ruang tempat Shin di rawat.

"selamat sore Shin?" sapa Kabuto saat ia sudah memasuki ruang dimana Shin di rawat.

"sore pak dokter"

"bagaimana keadaan mu Shin"

Shin terdiam sejenak, kemudian ia menghela nafas sebelum ia membuka mulutnya.

"keadaan ku tetap seperti ini" ucap Shin dan di akhiri senyuman manis yg menghias wajah tampannya.

Kabuto hanya tersenyum mendengar celoteh Shin, ya pertanyaan bodoh meluncur dari bibirnya. Mana mungkin orang sakit seperti Shin baik-baik saja?

Sasuke hanya diam di sebuah kursi, ia melihat Kabuto yg tengah mengobrol dengan Shin nampak akrab dan dekat.

Krieeet...

Pintu di buka, muncul sosok pemuda berambut hitam lepek dan berkulit pucat memasuki ruangan itu.

"selamat malam?"

Semua orang mengalihkan pandangan pada pintu dimana Sai menyapa orang-orang yg ada di ruangan itu, darah Sasuke berdesir hebat ketika suara Sai masuki ketelinganya. Dengan susah payah Sasuke menyembunyikan perasaan itu menekannya hingga dia terlihat tenan, benar-benar keluarga Uciha yang dingin?

Sasuke melirik jam yg melingkar di tangannya, jam sudah menunjukan pukul sembilan malam.

"maaf permisi saya ada keperluan"

-o0o-

Sai mengayuh sepedanya pelan sambil menikmati dinginya malam kota Konoha di musim gugur dan tak lupa headset menempel pada telinganya, seolah-olah musik yang ia putar tengah berbisik lirih akan apa yang terjadi di hidupnya.

Hari ini ia tidak menginap di rumah sakit, Shin menyuruh Sai agar tidur di rumah saja. Ia tahu kalau Sai membutuhkan banyak istirahat seharian ini ia bekerja mati-matian mencari pundi-pundi uang untuk Shin.

Sampailah Sai di flat kecilnya, ia menyalakan lampu dan mulai masuk kedalam flat kecil itu. Di ruang tengah terdapat sebuah cermin besar dimana ia dapat melihat keseluruh tubuhnya, bayangan Sai di cermin itu nampak kurus apa lagi di tambah kulit pucatnya dan Dia terlihat seperti zombie yang tengah mencari makan.

Dia menyentuh pipinya, tulang pipi amat menonjol dan lingkaran di bawah matanya nampak jelas.

'Entahlah sampai kapan aku seperti ini' gumam Sai dalam hati sambil menatap kosong pada cermin yang ada di depannya.

Ia memutar tubuhnya dan melangkah dengan pelan menuju kamar tercintanya, ia melempar tas selempangan itu kesegala arah dan kemudian ia melepas kaos yang ia kenakan sejak tadi pagi, ia pun melangkah menuju ke kamar mandi sambil menenteng handuk di tangannya.

Sudah jadi kebiasaan Sai, jika akan tidur ia mandi dan itu sudah berlangsung sejak ia berumur tiga belas tahun dan sekarang dia sudah berumur sembilan belas tahun.

Rasa segar yang Sai rasa kini, setelah mandi ia memakai kaos tipis v neck dan celana pendek selutut, ia berbaring di kasur empuknya matanya menatap lurus kelangit-langit kamar itu.

Pandangannya kosong jauh menerawang, ia teringat akan apa yang Kabuto katakan padanya saat ia akan pulang dari rumah sakit.

)( flash back )(

Sai berjalan dengan santai di koridor rumah sakit, sebenarnya ia ragu untuk pulang tapi mau bagaimana lagi sang kakak menyuruhnya untuk pulang dan istirahat di rumah. Sai adalah tipe orang yang sangat sulit menolak permintaan seseorang terlebih lagi itu kakaknya sendiri.

"ah.. Kau mau pulang Sai?" celetuk Kabuto ketika ia berpapasan dengan Sai.

Sai hanya menganguk pelan pada dokter berkacamata itu.

"bisa kita bicara sebentar Sai?"

"ehm... Bisa"

## sasusai##

Sai duduk dengan tenang saat berada di ruang kerja Kabuto, ia berdoa dalam hati berharap agar dokter ini tidak berbicara hal-hal yang membuat dia ketakutan.

"ehm... Darimana ya aku harus memulai?" ucap Kabuto sambil melepas kaca matanya dan menaruhnya di dalam seragam kerjanya.

"ehm.. Apa yang dokter ingin bicarakan?" tanya Sai.

Kabuto mengela nafas sebelum ia membuka mulutnya, mungkin ia sedang mencoba tenang dan membuat lawan bicaranya santai.

"soal penyakit kakak mu, penyakitnya sudah stadium akhir?"

Deg

Jantung Sai terasa berhenti berdetak, dan sedikit demi sedikit ada perasaan sakit yang mulai merayap pelan di hatinya. Ia mencoba tenang dengan menghela nafas.

"tapi... Apa penyakit kakak saya bisa sembuh dok?" tanya Sai pada Kabuto.

Kabuto terdiam dan dia menghela nafas berat.

"kakak mu bisa sembuh tapi dengan satu cara?"

"dengan cara apa dok?"

"dengan cara operasi cangkok sumsum tulang belakang?"

Sai terdiam, dia tahu kalau penyakit leukimia itu adalah penyakit yang mematikan.

"kau tenang saja, kami sudah mendapat donor sum sum tulang yang pas dengan kakak mu?" ujar Kabuto.

)( flash back end )(

Sai menghela nafas ia berdoa dalam tenang, berdoa pada keajaiban yang Tuhan beri pada dia dan keajaiban bahwa Kakaknya akan sembuh, tapi di lain pihak ia bingung dengan apa ia harus membayar biaya operasi pencakokan tulang belakang itu?

"ya Tuhanku, terimakasih kau sudah mengirim seseorang yang ber sum-sum tulang pungung sama dengan Kakak ku" ucap nya sambil memejamkan matanya perlahan hingga ia larut dalam buaian dan terlelap disana.

-o0o-

Lima pemuda tengah duduk santai di sebuah sofa sebuah cafe yang ternama di kota Konoha, mereka saling mengejek satu sama lainnya dan kadang juga saling bercerita tentang diri mereka sendiri.

Begitu juga Sasuke yang menjadi ketua dari geng tersebut dia tengah berbicara pada Neji, laki-laki yang menjadi tempat curhat si bungsu Uciha itu.

Sasuke mendesah pelan ketika ia sedang berhadapan dengan Neji, sedangkan ketiga temannya sudah tergeletak karena mereka sudah menghabiskan beberapa botol minuman beralkohol berkadar tinggi, dan kini hanya tersisa Sasuke dan Neji.

Berulang kali sasuke mendesah pelan dan menarik-narik rambutnya, sedangkan Neji hanya mampu menyungingkan senyum di wajah tampannya.

"Kau kenapa Sasuke?" tanya Neji.

"aku tidak apa-apa?"

"apa kau serius sasuke?"

Sasuke terdiam ia mendesah pelan kemudian ia meneguk minuman di gelasnya, minuman beralkohol itu yg menjadi minumannya ketika ia berkumpul dengan teman-temannya.

"aku punya masalah?" ucap Sasuke.

"apa masalah mu hem?"

"aku menyukai seseorang, tapi.. Aku tidak tau harus dengan cara apa mendekatinya?"

"apa kau punya teman yang kenal dengan dia"

Lagi, Sasuke mendesah pelan kemudian ia meneguk lagi minumannya.

"temanku seorang dokter, dia kenal dengan orang itu tapi aku takut dan merasa aneh tiap aku berdekatan dengan orang yang aku suka itu?"

Neji hanya menganguk-anguk pelan.

"kenapa kau tidak meminta nomor hanphone dia?"

-o0o-

#Sai p.o.v#

Pagi yang begitu dingin membuatku malas untuk membuka mata, badanku terasa sakit semua seperti habis di tekuk kemudian di timpa dengan sesuatu yang berat.

Benar-benar sakit?

Aku tak boleh bermalas-malasan seperti ini, hal seperti ini hanya akan membuang waktu ku saja. Membuang waktu ku mengumpulkan uang untuk membayar biaya perawatan kakakku Shin.

Ya memang si, pekerjaan ku tidak bisa di bilang tetap?

Tapi aku bisa menghasilkan uang dalam sehari tiga ratus ribu Ryo, jadi lumyanlaha.

Mengambil sebanyak mungkin kerja part time itu adalah hal yang paling menarik bagiku saat ini, ya memang jam kerjaku sudah di luar jam kerja pada umumnya. Jika orang-orang bekerja selama delapan jam dan aku bekerja sampai enambelas jam lebih.

Itu semua aku lakukan demi kakak tercintaku Shin, satu-satunya keluargaku yang tersisa, Ya.. Walaupun kami tidak memeiliki darah yang sama bagiku Shin adalah kakak ku.

Jam menunjukan pukul empat sore waktunya pulang, rasanya aku hari ini malas untuk menuju tempat kerjaku yang satunya lagi.

Ketika aku akan mengambil sepedaku tiba-tiba saja Sasori menarik tanganku.

"kau masih mau berangkat ketempat kerja mu lagi Sai?"

kujawab hanya mengangukan kepala ku.

"kapan kau istirahat hem?" ucap Sasori sambil menatapku tajam.

"istirahat, bagiku tak ada waktu istirahat dan jam istirahatku hanya waktu aku tidur?" jawabku sambil ku lempar senyum tipis yang menjadi ciri khas ku,
Sasori hanya menyeringai seperti mengejek ku.

"kapan kau mau istirahat, kalau kau seperti ini kau akan sakit juga!"

Aku hanya mampu tersenyum seperti biasanya, Sasori mendesah pelan kemudian ia menatapku tajam dan tatapan matanya itu mengatakan seolah-olah dia igin membunuhku.

"kalau kau memaksa seperti ini, kau juga akan sakit?"

"tapi aku benar-benar butuh uang Sasori-kun?"

"hentikan senyum mu itu, aku tidak suka"

Dia menyeretku menjauh dari tempat dimana sepedaku terdiam disana, ia menyuruhku naik di jok belakang motor matic warna merah yang sepadan dengan rambut merahnya.

"ayo naik" ujarnya sambil menepuk jok belakang motor matic dia.

Aku hanya mengangguk pelan kemudian naik dan duduk di belakang, dia mulai menyalakan motor itu dan melaju keluar dari tempat kerja.

Astaga... Aku sudah membuang waktu mencari uang, dan kenapa aku diam saja menerima ajakan Sasori.

Kurang lebih sepuluh menit kami sampai di sebuah cafe yang bernuansa sederhana, kami masuk dan memilih sebuah meja dekat jendela dan dia memesan dua buah chees cake.

Ketika kami mulai memakan beberapa potong chees cake handphone-ku tiba-tiba saja berdering.

Kulihat di layar tercantum nama Dokter Kabuto, kuraih handphone itu dan menempelkannya di telinga kiriku.

"moshi-moshi"

Di seberang sana hanya diam saja, dan ku ulangi lagi menyapa orang yang di seberang sana tapi dia diam saja. Dan kudengar orang yg di ujung sana hanya mendesah pelan kemudian ia mematikan saluran itu.

"siapa?" tanya Sasori saat aku menghampirinya lagi.

"ehm.. Dari Dokter kabuto?"

"apa ada yang gawat?"

Aku hanya mengelengkan kepala dan mulai duduk disana.

Entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa ada sesuatu yang menganguku, rasanya aneh dan membuat jantungku berdetak sangat cepat.

Wajah Shin yang tidur mulai bermain di pikiranku, awalnya jarang kemudian semakin sering bermain.

Entahlah, rasanya aku sekarang ingin bertemu dengan kakak dan bicara dengannya. Dalam perjalanan menuju rumah sakit aku duduk di belakang sambil mengamati kendaraan yang menyalip motor Sasori.

Sampailah aku di rumah sakit, tempat dimana Shin dirawat aku berpamitan pada Sasori kemudian dengan cepat aku masuk kedalam rumah sakit dan menuju ke kamar dimana Shin dirawat.

Dia tidur dengan tenang ketika ku lihat dia dari kaca kecil yang ada di pintu, aku masuk perlahan dan berjalan mengendap-endap seperti maling. Itu kulakukan karna aku tidak mau Shin terbangun dari istirahatnya.

Aku menyeret kursi dan duduk di sebalah ranjang Shin, dia mendengkur kecil dan dadanya naik turun Dia terlihat sangat nyenyak.

Tapi aku merasa takut ketika Shin tidur tenang seperti itu dan aku takut jika ia meningal dalam tidurnya, ya Tuhan... Berilah umur pada kakak tercinta ku ini karna aku sangat menyayangi dia lebih dari apapun dan aku berterimakasih pada MU Tuhan. Ku gengam erat tangan Shin, dan tangan itu terasa dingin.

Tiba-tiba saja tubuh Shin mengejang hebat dan sebuah darah mengalir di sudut bibir merahnya.

"DOKTER... DOKTER"

Aku mulai cemas dan aku meraih tombol bel yang ada diatas tempat tidur Shin.

Kulihat Shin tengah di perawatan, mulai dari shocking di dadanya beberapa kali hingga jantung Shin berdetak lagi.

Dokter Kabuto mengajak ku keluar dari ruang dimana Shin dirawat. Dia menghela nafas berat kemudian ia melepas kaca matanya.

"Sai, kakak mu harus segera di operasi?"

Aku hanya terdiam mematung mendengar ucapan Dokter Kabuto yang mengatakan agar kakak ku segera di operasi, sedangkan sekarang aku tidak punya Uang dan dengan apa aku harus membayar biaya operasi itu.

"tapi dok, aku belum punya uang jadi apa boleh kalau operasi dulu kemudian aku membayar biaya operasi-nya?"

Kami berdua terdiam, dokter Kabuto menghela nafas berat dan wajahnya berubah sendu.

"Aku akan berbicara dengan atasan ku soal ini, doakan semoga bisa" ujar dokter berkaca mata itu dan menepuk pundak ku dan ia mulai berjalan meningalkan ku sendiri disini di lorong rumah sakit yang terasa menyesak kan ini.

*** ToT ***

Sai duduk di sebuah bangku panjang di koridor rumah sakit, wajahnya menunduk dan pundaknya bergetar. Ia menangis dalam diam sedangkan air matanya terus mengalir, ingin sekali ia berteriak sekencang mungkin tapi saat ini itu semua hanya sia-sia saja.

Seorang suster berambut soft pink berjalan kearah Sai yang duduk di bangku panjang tersebut.

"selamat sore" ucap suster yang bernama Sakura Haruno.

"selamat sore suster" jawab Sai.

"ehm, maaf sebelumnya saya membawa kertas ini untuk anda tanda tangani"

Sai menerima selembar kertas dari suster itu, Sai membacanya dengan teliti kertas putih yang ada di tangannya kemudian ia membelalakan Matanya ketika ia melihat nominal uang yang harus ia bayar.

"ehm, saya permisi dulu, ohya kalau sudah di tanda tangani silahkan berikan pada dokter kabuto, trimakasih"

"ia sama-sama suster" ucapnya lesu.

Ia masih menatap horor pada kertas itu, sekarang ia merasa bingung dari mana ia harus mendapatkan uang sebanyak dua ratus juta ryo dalam satu hari.

"hiks.. Hiks.. Kakak apa yang harus aku lakukan" tangisnya dalam keterpurukan ini, sesekali ia mengelap air matanya yang sudah membentuk sebuah sungai di pipi kurusnya.

Ia merasa pusing yang teramat sangat, di dalam otaknya hanya berfikir bagaimana ia mendapatkan uang sebanyak itu dalam sehari.

Saking sibuknya ia berfikir darimana ia mendapat uang sebanyak dua ratus juta ryo ia sudah masa bodoh dengan keadaan sekitar hingga seorang laki-laki duduk di sebelahnya dan mengamatinya sejak dari tadi hingga menepuk pundaknya.

Puk...

Sai menoleh pada laki-laki yang menepuk pundaknya.

"apakah kau Sai?" tanya pemuda itu pada Sai.

Sai hanya menganguk pelan pada laki-laki yang bertanya pada dirinya.

"kau butuh uang?" tanya laki-laki itu, dan sai terkejut dengan apa yang di lontarkan orang itu.

"ya begitulah" ucap Sai lirih sambil mendesah pelan.

Sejenak suasana hening tercipta disana, sedangkan laki-laki di sebelah Sai nampak berfikir.

tebece