Holaa! Author publish fic baru dengan pair baru, GrayLu! Hooreeeee! Ini fic request dari Nanako Heartfull.
Sebelumnya, author selalu bikin fic Fairy Tail dengan pair NaLu, dan ini adalah request pertama yang sudah di publish! Silahkan request lagi kalo mau, tapi gak bisa dibikin secepat kilat karena author masih ada fic yang harus dilanjutkan! Sebelumnya maap kalo romancenya kurang kerasa, alasannya? Lihat bio saya aja.

Oke! Selamat membaca fic baru saya dengan pair yang baru juga!

Pairing : Gray F. & Lucy H.

Genre : Romance (Maybe)-Family

Disclaimer : Hiro Mashima

Warning : OOC banget pastinya, GaJe, Typo(s), gak romantis, aneh, mengandung sedikit perselingkuhan (?), ada OC sebagai anak.

Pagi yang cerah di komplek B, tempat Lucy tinggal bersama keluarganya, dan juga Gray Fullbuster bersama keluarganya—

Masing-masing.

"HOOOOY! Nyonya Dragneel! Mana makananku!?" Teriak Natsu Dragneel—suami dari Lucy Heartfilia.

"Aduh! Aku lagi nyapu! Gak bisa ambil sendiri ya?! Itu udah ada di meja!" Balas Lucy dari halaman belakang.

"Gak mau! Ambilin dong! Lagi seru nih!" Kata Natsu yang sedang asyik menonton TV di sofa dengan meja penuh kulit kacang akibat ulahnya bergadang semalam.

Lucy membanting sapunya dan masuk ke rumah dengan langkah besar. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat sesuatu yang ganjal.

"Hey, Natsu." Panggil Lucy. Natsu hanya menjawab 'Hn' dengan suara malas.

"Mana lukisan kuda seharga 500 juta yang kupasang di ruang tamu?" Tanya Lucy sambil melihat tembok yang kosong. Terlihat jelas sekali warna cat tembok itu lebih terang dari pada yang lain karena tertutup lukisan. Tapi sekarang, lukisan itu tidak ada. Dan oh ya, lukisan itu berharga 500 juta Yen—bukan Rupiah.

Oke, bayangkan betapa marahnya Lucy jika mengetahui kalau lukisan itu tidak ada di tempatnya.

"Gak tau." Jawab Natsu santai masih fokus pada TV.

Lucy pun berjalan ke arah Natsu.

"Mana uang belanjanya? Udah 1 bulan ini kau tidak memberiku uang belanja. Lagi pula kau tidak bekerja." Kata Lucy sambil membersihkan tumpukan kulit kacang di atas meja. Walaupun rumah mereka terletak di kawasan elit, bebas maling dan ada satpam 24 jam, tapi tetap saja manusia masih butuh uang—karena manusia memang tidak pernah puas.

"Ada di kamar." Jawab Natsu.

"Ng? Memangnya kau dapat uang dari mana?" Tanya Lucy sembaring menghentikan aktivitasnya.

"Aku jual lukisanmu." Jawab Natsu masih fokus pada TV. Tidak memperhatikan istrinya yang alisnya sudah bertaut.

"Lukisan apa maksudmu?" Tanya Lucy masih dengan alis bertaut.

"Lukisan yang ada di situ." Jawab Natsu sambil menunjuk tembok kosong itu dengan remot TV LCD.

"Itu kan—" Batin Lucy. Matanya terbelalak.

"NATSU!" Kata Lucy sambil mengebrak meja. Natsu mengadah ke atas dengan wajah mengantuk.

"KAU JUAL LUKISAN KUDA KU?! TADI WAKTU AKU TANYA KAU BILANG TIDAK TAU!?" Tanya Lucy bertubi-tubi. Yang ditanya malah mengorek telinganya dengan jari kelingking yang menandakan kalau dia sebal diocehi seperti itu.

"Kau juga berisik sih! tiap hari minta uang belanja terus! Kau tau gak, cari kerja itu susah!" Kata Natsu membela diri.

"SUDAH TUGASMU UNTUK MENCARI KERJA!" Teriak Lucy membuat Natsu semakin jengkel.

"Aduuh... kenapa sih aku harus menikah dengan orang cerewet sepertimu? Andai aku menikah dengan Lisanna, pasti dia bisa mengerti dengan keadaan seperti ini—" Natsu menghentikan sendiri kata-katanya—dia keceplosan.

Lucy menahan nafasnya marah. "Tidak pernah bekerja dan seakan-akan tidak peduli pada keluarga, terlebih lagi memuji wanita lain di depan istrimu sendiri, apalagi wanita itu adalah mantan pacarmu, suami macam apa kau ini!?"

"Sudah cukup!" Lucy pun pergi meninggalkan Natsu. Sedangkan anak-anak mereka hanya diam melihat dari tadi.


"Jadi?" Tanya Gray pada istrinya—Juvia Lockser—yang sedang berkemas-kemas.

"Aku akan pergi ke rumah orang tuaku selama seminggu. Papa bilang kondisinya kurang sehat." Jawab Juvia. (Sejak kapan dia punya orang tua?)

Gray hanya ngangguk-ngangguk ngerti.

"Gray-sama, tolong jaga rumah, dan jaga anak-anak ya selama Juvia pergi... " Kata Juvia di depan pintu. Gray hanya mengangguk dengan wajah santai. Kemudian Juvia pergi dan Gray masuk ke dalam rumah.

"Oke, anak-anak, mama kalian pergi selama seminggu, dan kalian akan menghabiskan seminggu tanpa mama, karena itu, papa akan menjadi single parent khusus selama seminggu!" Kata Gray pada kedua anaknya—yang keduanya perempuan.

"Single—" Kata anak sulung Gray.

"—parent?" Kata anak bungsu Gray menyambung perkataan kakak perempuannya.

"Ya!"

TING TONG

Suara bel dari pintu depan telah menyudahi kebersamaan antara papa dan anaknya. Gray bangkit dan berjalan ke arah pintu.

"Ya, tunggu sebentar!" Kata Gray dari dalam rumah.

KLIK

Pintu terbuka. Memperlihatkan seorang wanita dengan kopernya.

"Lucy?" Gumam Gray saat melihat wanita di depannya.

"Gray... " Gumam Lucy.

"M-masuklah!" Kata Gray sambil membawa koper Lucy. Lucy pun berjalan masuk.

"Duduklah." Kata Gray. Anak-anaknya datang dengan senyum ceria.

"Waaah! Ada bibi Luci!" Kata anak pertama Gray—sebut saja Fuyu.

"Bibi Luci!" Sambung anak kedua—sebut saja Yuki.

Lucy hanya tersenyum getir melihat anak-anak yang belum genap berusia 6 tahun itu.

"Ada apa? Kenapa kau ke rumahku sambil membawa koper?" Tanya Gray khawatir.

"Aku minggat dari rumah." Jawab Lucy.


"APAAAAAAAAAAAAA!?" Teriak Erza.

"Gua bilang Lucy minggat!" Ulang Natsu.

Sekarang Erza dan Jellal sedang berada di ruang tamu kediaman Dragneel. Sebenarnya Erza datang dalam rangka membawa anaknya bermain dengan anak Natsu. Tapi naas saat Erza bertanya soal keberadaan Lucy, dan mendapat jawaban demikian dari Natsu.

"T-t-t-terus lu biarin aja gitu?!" Tanya Erza dengan wajah horor. Sementara Jellal hanya melihat anaknya yang bermain. Dia duduk di samping Erza, sementara Natsu duduk di sofa sebrang mereka berdua.

Natsu hanya mengangguk menjawab pertanyaan Erza.

"KENAPA!? Kalian berantem?! Berantem kenapa?!" Tanya Erza.

"Aku jual lukisan kuda miliknya tanpa izin darinya." Jawab Natsu santai.

"Lukisan kuda? Lukisan kuda yang dia beli waktu liburan ke Paris itu?!" Tanya Erza lagi. Dan Natsu mengangguk lagi.

"Lu gila ya?! Itu kan lukisan mahal banget! Terus itu kan lukisan kesayangan Lucy!" Kata Erza. "Napa lu jual!?" Tanya Erza untuk yang kesekian kalinya.

"Dia minta uang belanja terus. Buat kepala pusing. Jadi aku jual lukisan itu dan uangnya aku berikan padanya. Dan dia senang-senang saja—setidaknya sebelum mengetahui kalau uang itu hasil dari jual lukisannya." Jawab Natsu sambil menegakkan tubuhnya.

"Lu gila. Udah jual lukisan kesayangannya, terus duitnya lu buat uang belanjanya dia lagi! Ya ampun, itu persis kayak makan daging anak kandung sendiri!" Kata Erza.

"Gimana kalo Lucy minta cerai?"

.

.

.

Hening.

.

.

.

Ya, Jellal, kau berhasil membekukan suasana.

Erza dan Jellal menunggu jawaban dari Natsu. Sempat terlihat ekspresi terkejut dari Natsu saat Jellal melontarkan pertanyaan tadi. Namun ekspresinya berubah serius.

"Jika itu yang dia mau, aku sudah siap untuk cerai." Jawab Natsu dengan nada datar.

Erza dan Jellal terdiam. Dan untuk jawaban yang keluar dari mulut Natsu, Erza-lah yang paling terkejut.

"Lu pasti bercanda... " Kata Erza sambil geleng-geleng.


"Tidak. Aku tidak bercanda." Jawab Lucy dengan wajah yakin.

"Kau tidak bercanda? Kau beneran minggat?" Tanya Gray. Lucy mengangguk.

"Tidak ingin kembali?" Tanya Gray.

Lucy mengangguk.

"Tidak menyesal?" Tanya Gray.

Lucy mengangguk.

Gray menghela nafas. "Dan maksudmu, rumahku adalah tempat minggatmu?"

Lucy mengangguk.

"Berapa lama kau akan tinggal di sini? Tidak bisa lama-lama... Juvia pergi ke rumah orang tuanya selama seminggu. Dan jika dia tau kalau kau ada di sini saat dia tidak ada... aku bisa jadi—"

"Tenang saja. Seminggu sudah cukup lama, kalau sampai saat itu keadaanku dengan Natsu masih seperti ini, aku akan pergi ke rumah orang tuaku." Potong Lucy.

"Nah, lalu kenapa tidak langsung ke rumah orang tuamu saja?" Tanya Gray sweatdrop.

"Aku tidak ingin mengkhawatirkan orang tuaku. Barang kali masalah ini bisa selesai dalam waktu seminggu... " Kata Lucy sambil menyandarkan tubuhnya pada sofa.

"Pa! Laper nih!" Rengek Fuyu sambil menarik-narik baju Gray. Gray menengok ke arah Lucy.

"Maukah kau menjadi mama mereka selama seminggu?" Tanya Gray sambil tersenyum.

.

A Week

.

.

"Hmmm~ baunya enak! Bibi masak apa?" Tanya Yuki.

"Spagetthi." Jawab Lucy. (Bener gak sih tulisannya?)

"Wah spagetthi! Asyiiik!" Kata Yuki sambil melompat-lompat. "Bibi masak spagetthi!" Lanjutnya.

"Eh! Papa bilang bibi jadi mama kita selama seminggu! Jadi manggilnya 'mama' bukannya bibi! Dasar bodoh!" Kata Fuyu yang baru datang.

"Hah? benarkah? Yeeey! Mimpiku jadi kenyataan!" Teriak Yuki.

"Ng? Memangnya kau mimpi apa?" Tanya Lucy yang sedang menunggu spagetthinya melembek.

"Aku mimpi kalau 'mama' Lucy adalah mamaku sungguhan!" Kata Yuki.

"Jadi di dalam mimpi 'mama' Lucy sama papa nikah dong?" Tambah Fuyu yang sudah lebih dewasa dan tentu mengerti dengan hal-hal semacam itu—ya, anak jaman sekarang.

Wajah Lucy memerah.

"Ah—Eh, itu, spagetthinya udah lembek belom ya?" Kata Lucy salting. Kedua anak perempuan itu menatapnya bingung.

"Mama kenapa?"


"PA! Mama mana?!" Tanya anak perempuan Natsu yang masih kecil, Yuna Heartfilia.

"Ng? Ngapain kau nanyain mama-mu? Gak biasanya..." Kata Natsu yang sekarang sedang berada di kamar anaknya.

"Ya jelaslah! Orang mama yang keliatan dari tadi pagi!" Jawab Yuna sambil mengembungkan pipinya.

"Mama minggat kali." Jawab anak laki-laki Natsu—namanya Utsuka Dragneel yang sudah berusia 6 tahun. Sikapnya sangat dewasa, dan tentu tidak wajar kalau anak kecil seperti dia tau dengan kondisi orang tuanya sekarang.

"Eh—mama gak minggat, mama nginep di rumah temen." Jawab Natsu asal.

"Masa setelah bertengkar langsung nginep di rumah temen? Itu kalau bukan minggat apalagi?" Ujar Utsuka dengan ekspresi murung. Walaupun sikapnya dewasa dan dingin, ia tetaplah seorang anak 6 tahun yang masih butuh seorang ibu.

"Gak kok! Kalau papa bilang gak, ya nggak!" Kata Natsu yang kemudian menyelimuti anaknya. Lalu mematikan lampu.

"Selamat tidur." Kata Natsu sebelum menutup pintu.

"Kira-kira dimana dia?" Tanya Natsu pada dirinya sendiri.


"Hari ini sudah selesai. Dan kalian harus tidur. Soalnya matahari juga sudah tidur. Kalian harus bangun pagi soalnya besok mau sekolah." Kata Lucy pada Fuyu dan Yuki.

"Baik~" Jawab Yuki riang. Sementara Fuyu sudah menutup matanya 2 detik yang lalu.

"Selamat malam." Kata Lucy sambil mematikan lampu dan menutup pintu.

"Mereka sudah tidur." Kata Lucy pada Gray yang sedang menonton TV.

Lucy duduk di samping Gray. Jam menunjukkan pukul 9 malam.

"Hey, ayo bercerita... aku bosan." Kata Lucy.

Gray pun mengalihkan perhatiannya pada TV dan menengok ke arah Lucy.

"Bercerita soal apa?" Tanya Gray.

"Apa saja. Seperti waktu kita pertama kali bertemu." Kata Lucy sambil tersenyum.

"Kau masih ingat rupanya... " Gumam Gray.

"Tentu saja. Kita sudah berteman sejak TK." Kata Lucy.

Mereka bercerita sampai larut malam. Dan sekarang sudah jam 12 malam.

"HAHAHAHAHA dan kau menangis saat itu!" Tawa Lucy meledak ketika menceritakan kejadian yang menimpa Gray waktu TK dulu.

"Dan kau... tasmu diambil monyet!" Kata Gray menahan tawanya. Lucy langsung terdiam dengan wajah cemberut.

"Hey, tapi ingat saat kau dijatuhi kotoran burung tepat di wajahmu!" Dan tawa Lucy kembali meledak. Gray menghapus air mata yang keluar di sudut matanya.

"Sssst, sudah, ketawanya jangan keras-keras. Nanti anak-anak bangun." Kata Gray yang masih tertawa sesekali.

"Wah, asyik banget kita mengobrol sampai lupa waktu." Kata Lucy sambil melihat jam yang menunjukkan pukul setengah satu dini hari.

"Ayo, aku antarkan ke kamarmu." Kata Gray.

Dan di sinilah mereka, di kamar tamu yang rapi dan bersih. AC sudah nyala otomatis pula. Benar-benar bikin ngantuk.

"Baiklah, selamat malam." Kata Lucy sebelum menutup pintu. Gray pun bejalan ke kamarnya.

Malam ini dingin, terlalu dingin. Tidak seperti biasanya. Rintik-rintik hujan mulai turun. Ya, hujan. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Dan hujan itu semakin deras. Semakin deras dan petir menyambar tiba-tiba. Membuat pemilik rumah terbangun. Tapi karena masih mengantuk, ia kembali menutup matanya. Petir kembali menggelegar dengan kerasnya.

"Anak-anak bisa tidur gak ya?" Tanya Gray pada dirinya sendiri. Ia pun memutuskan untuk mengecek kamar anaknya.

Dan saat ia membuka pintu—

"Lucy?" Gumam Gray.

Lucy ada di depan pintu kamar Gray sambil memeluk gulingnya.


Setelah mengecek kamar anaknya, dan melihat anaknya yang tidur pulas, Gray pun keluar dan berjalan kembali ke kamarnya, diikuti Lucy di belakangnya.

"Bolehkan?" Tanya Lucy.

Petir menggelegar untuk yang kesekian kalinya. Lucy memeluk bantalnya erat.

Gray yang melihat itu hanya menggaruk kepalanya. Dia tau kalau dari dulu Lucy takut petir. (Soalnya mereka temen dari TK)

"Baiklah... " Jawabnya.

Di kamar Gray—dan Juvia, seharusnya.

Lucy sedikit merasa tidak yakin kalau ia akan tidur satu kasur dengan Gray. Sedangkan Gray sudah duduk di kasur.

Gray yang melihat itu pun akhirnya konek dan segera mengambil guling.

"Ini. Batas." Katanya sambil meletakkan guling itu di tengah kasur. Membuat 2 bagian yaitu kiri dan kanan. (ya iyalah masa depan belakang!?)

Lucy pun akhirnya merebahkan dirinya ke atas kasur bagian kanan. Dan ia menutup matanya.

Malam itu, dihari pertama Lucy menginap di rumah Gray, mereka tidur di kamar yang sama, di kasur yang sama, dan hanya dibatasi oleh guling berdiameter 15 cm.

Dan pagi hari pun tiba...

To Be Continued


Horee! Udah selesai! Gimana? Romancenya berasa gak? Aduh maap kalo gak. Soalnya kan saya bukan spesialis romance... (Baca bio saya)

Karena judulnya 'A Week' dan seminggu itu ada 7 hari, jadi fic ini isinya bakal ada 7 chapter! Ingat itu BAIK-BAIK! (Maksa)

Oke, update cepet? Seminggu sekali? Bisa... TAPI! (Ada tapinya...)

Jangan lupa review ya! (Review sangat membantu saya dalam mengupdate suatu fic. Review banyak, update cepet!)

Sampai ketemu di chapter 2! :D