Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: ooc. drabble. NejiIno. sepele.
Banjir
By Rarachiii
.
Siang itu, sepasang muda-mudi berseragam sekolah tengah berjalan beriringan di suatu jalan. Sekolah mereka sudah usai setengah jam yang lalu, dan seperti biasa, mereka melewati jalanan itu untuk sampai ke rumah.
Hari itu akan menjadi hari biasa yang tak bermasalah bagi si cewek, jika saja…
"Huaaa! Banjir!" pekik cewek bersurai kuning ponytail. Mata aqua khas miliknya melotot seolah mau keluar dari soketnya.
Dan yah, memang banjir. Mungkin karena hujan deras yang mengguyur sepanjang pagi tadi membuat selokan di jalan itu meluap. Di depan mereka, jalan dengan aspalnya tak tampak, hanya ada kubangan menyerupai kolam kecokelatan memanjang sekitar sepuluh meter sampai di ujung jalan yang lebih tinggi di seberang.
"Masa gue harus nyeberang sarang kuman kayak gitu sih? Iuh, gue bisa mati! Gue pasti langsung mati! Gue nggak mau pulaaang! Huaaa!" racaunya lagi kemudian, membuat beberapa pejalan kaki lainnya meliriknya tajam. Reaksi terganggu tergambar jelas di muka mereka. Terlebih cowok yang sedari tadi berdiri tepat di sampingnya. Rasanya kupingnya dijebol secara paksa.
"No, lo berisik! Udah deh, diem. Dikira gue ngapa-ngapain lo tau!" kata cowok berambut cokelat panjang bermata pucat.
Ino—nama cewek itu—malah nangis beneran.
"Huaaa tapi gue beneran takut, Ji! Lo sih nggak tau, air kotor kayak gitu banyak banget kuman-kumannya. Lo bisa sakit! Atau bahkan bisa mati!" racaunya lagi yang enggak-enggak bin gak masuk akal.
Neji—nama cowok itu—hanya bisa mingkem.
"HUAAAAAA!"
Ino nangis tambah deras. Semakin banyak orang yang menoleh ke mereka berdua. Neji jadi jengkel, gak tahan. Cowok itu tahu kalo tetangganya yang rese ini gak suka tempat kotor. Tapi Ino yang histeris tetap gak ada di bayangannya. Ini juga kenapa sih, pake acara ada banjir segala. Biasanya gak pernah.
Duh, sialan! Batin cowok itu. Gue harus cari akal!
Entah mau apa dia, karena detik selanjutnya Neji mencopot sepatunya (plus kaus kakinya), dan menggulung celana seragamnya sampai bawah lulut. Melihatnya, Ino jadi bertanya.
"Lo mau ngapain, Ji? Lo mau nyebrang ya? Aa~ lo mau ninggalin gue dong? Jiii plis, jangan tinggalin—"
Perkataan beruntun Ino berhenti karena Neji tiba-tiba jongkok di depannya, dengan punggung menghadap belakang.
"Cepet naik." Kata cowok itu datar.
Ino melongo. "E-eh…"
Neji memutar bola matanya. "Nggak mau? Oke, gue tinggal."
Ino melotot. "Nggak!—jangan!—oke oke gue naik ke.. ke.. ke punggung lo."
Tanpa sadar, cewek itu udah blushing sendiri.
Neji hanya diam saat Ino perlahan memanjat punggungnya. Pun dengan Ino, yang langsung bungkam seperti anak kecil habis menangis yang diberi permen. Cowok itu masih saja diam ketika kakinya mulai masuk ke dalam genangan di depannya. Ia terus berjalan perlahan ke kubangan banjir jalanan itu.
"J-ji, makasih udah mau nolongin gue..." gumam Ino. Beberapa langkah lagi mereka sampai ke seberang jalan.
"Hn."
"Tapi... tapi lo abis ini bisa sakit!"
Menanggapi itu, Neji menghentikan langkahnya. "Ngomong sekali lagi lo gue ceburin." Ancamnya dingin.
Ish! Judes amat sih ni cowok. Dia kenapa sih? nggak kayak dia yang biasanya. Batin Ino.
"Lo lagi PMS ya? Judes amat."
Neji menggeram. "Gue ceburin lo sekarang!"
"E-eh jangan-jangan! Iya-iya, gue diem."
Setelah berkata begitu, Ino jelas tidak benar-benar menurut, karena detik selanjutnya bibirnya monyong-monyong, mendumel tanpa suara di punggung Neji.
.
.
Yah... walaupun dingin, Neji itu sebenernya baik juga orangnya...
Ino senyum-senyum sendiri.
.
.
.
.
.
.
.
Keesokan harinya, Neji beneran sakit.
.
.
Selesai.
ara: Tada! Fic kuker di tengah hari yang penuh lapar. Biasa sih ya, fic nya gaje. Try to humor but failed yaudah :'3
Review ya!
