Disclaimer : Masashi Kishimoto yang sampai hari ini aku jatuh cinta pada karyanya...
Summary : Ketika Sang ayah dan anak bertemu di medan perang, hidup dan mati dipertaruhkan. Karena, "Tidak ada tempat untuk emosi kalau sedang perang!"
Warning : OOC. AU-ish, sedikit typo.
"Inoichi, berapa banyak kage yang dibangkitkan Kabuto?" tanya Tsunade dengan muram pada seorang pria disudut yang memakai helm aneh penuh selang, petugas pengantar pesan dari Markas.
"Kelihatannya hanya empat, Hokage-sama. Raikage ketiga, Tsuchikage kedua, Mizukage kedua, dan Kazekage keempat. Mereka mudah dilacak karena semuanya dibangkitkan di daerah Squad 4, yang dipimpin Kazekage-sama." Jawab Inoichi lugas.
Tsunade menghela napas, sedikit merasa lega. "Begitu. Jadi tidak ada Hokage yang dibangkitkan Kabuto.."
Inoichi hanya mengangkat bahunya, sedikit setuju. Meskipun keempatnya tetap merupakan lawan yang berat, tetapi dengan tidak adanya Hokage yang dibangkitkan, mungkin sedikit meringankan hati para shinobi Konoha yang bertarung.
Hening beberapa saat. Tiba-tiba..
"Hokage-sama! Ada, ada Hokage yang dibangkitkan! Bukan di daerah Squad 4, tetapi di Squad 3, yang dipimpin oleh Kakashi!" seru Inoichi. Tsunade merasa semua sel tubuhnya disentak, membuatnya bangkit berdiri dan menatap Inoichi dengan panik.
"Apa? Siapa? Kakekku? Sarutobi-sensei?"
Inoichi menggeleng perlahan. "Bukan Hokage pertama atau ketiga.."
"Lalu?" tanya Tsunade tak sabar. Inoichi menghela napas.
"Yondaime Hokage, Hokage-sama."
Sejenak sunyi, sebelum semua orang disana melompat berdiri mengikuti Tsunade. "Yellow Flash? Minato?"
Kakashi mengedarkan pandangannya sedikit, pada para shinobi pasukannya yang kelihatannya begitu kelelahan setelah melawan 7 Pendekar Pedang. Matanya kemudian berjalan ke Sakura, Lee, kemudian Gai di sampingnya. Letih, berdarah. Dirinya sendiri tak jauh beda. Kehabisan cakra benar-benar menurunkan staminanya, dan pandangannya oleng akibat penggunaan Sharingan yang terlalu banyak. Tetapi, instingnya tetap siaga sehingga ketika mendengar gesekan kecil semak-semak di depan, ia menghentikan pasukan.
"Ada musuh."
Gai mengangkat alisnya yang tingkat 5 dengan bingung, lalu berdiri menatap kiri-kanan seperti mengharapkan sang musuh akan melompat begitu saja dari balik semak-semak.
"Aku mendengarnya," katanya tiba-tiba. "Sepertinya hanya seorang, tetapi untuk ukuran shinobi, cara menyusupnya berisik."
"Kalau dibandingkan dengan kita, cakra musuh ini cukup besar, Sensei," tukas Sakura yang sedang mengobati beberapa pejuang. Kakashi mengerutkan kening, berpikir. Tiba-tiba, wajahnya berubah mengeras, dan bangkit.
"Minato-sensei." Bisiknya pelan, tetapi tidak cukup pelan untuk Gai.
"Minato-sensei?" ulangnya ngeri. Tapi, Kakashi segera menoleh pada Sakura.
"Dibelakangmu, Sakura!"
"Hah?" Sakura merespon tidak mengerti. Tapi sang musuh telah muncul dibelakangnya, dan mengarahkan kunai ke leher Sakura. Wajah Sakura berubah horor.
"Ba, bagaimana.. aku tidak merasakan kehadiranmu, dan suara tadi berasal dari depan.." Musuh dibelakang tak menjawab, tetapi pemahaman mulai menelusupi tiap inci otak Sakura.
"Yellow Flash.." bisiknya. Orang itu tetap tenang, dan memegang kunainya dengan mantap. Kakashi mengangkat alisnya takjub. Meskipun ia sudah pernah mendampingi gurunya berkali-kali dalam berbagai misi dan perang, tetapi trik dan kecepatannya tak pernah gagal membuat Kakashi heran. Sementara itu, Lee yang sedari tadi berada di samping Sakura, melebarkan mata.
"Hokage keempat!" serunya.
Orang itu—Sang Hokage Keempat—akhirnya menurunkan kunainya, melepaskan Sakura. Ia kemudian menoleh pada orang yang dari tadi tetap kelihatan seperti kehabisan kata.
"Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi dalam suasana seperti ini, Kakashi," ujarnya pelan, tersenyum pada si mantan murid.
"Kau bilang Yellow Flash turun ke medan perang?" geram Raikage. Inoichi mengangguk.
"Ya, Raikage-sama."
Tsunade memejamkan mata, mengingat sosok anak berambut kuning cerah dengan senyum yang sama terangnya, yang mengatakan bahwa ia akan menjadi Hokage selanjutnya. Kemudian, adegan berganti dengan seorang genin tampan dengan rambut kuning yang tak berubah, berlatih Hiraishin no Jutsu dengan Jiraiya. Lalu, seorang berambut oranye dengan wajah yang sama berteriak kepadanya mengatakan hal yang sama, keinginan menjadi Hokage.
"Minato Namikaze, huh.." gumam Tsunade pelan, sedih. Shikaku yang berdiri disampingnya mengerutkan kening, berpikir keras.
"Masalahnya, kupikir Divisi 3 yang dipimpin Kakashi belum dapat menahannya. Minato dipilih sebagai Hokage termuda bukan tanpa pertimbangan. Kakashi akan butuh bantuan."
"Kakashi akan butuh bantuan?" tanya Tsunade tiba-tiba dengan sengit. "Maksudmu Kakashi yang nanti akan melawannya? Minato itu gurunya, Shikaku!"
Semua mata menatap Shikaku dengan bingung, sementara yang ditatap hanya menghela napas. "Kakashi adalah orang terbaik yang bisa kupikirkan, Hokage-sama. Kakashi adalah murid Minato, benar. Tapi karena itulah aku memilihnya. Dia adalah orang yang paling tahu Minato luar dalam, bahkan ia juga mendampingi Minato dalam Perang Dunia Shinobi Ketiga. Ditambah lagi, Minato dibangkitkan di wilayah Squad Kakashi, kita tidak punya waktu untuk mendatangkan Squad lain."
"Alasannya cukup masuk akal, Hokage," ujar Raikage. Tsunade kelihatannya berpendapat sama, tapi tetap tidak bahagia dengan usul itu. Raikage menatapnya dan mengeluh.
"Astaga, Tsunade-hime, Tidak ada waktu untuk mendengarkan emosi ketika kita perang!"
"Benar, Hokage-sama," timpal Inoichi tiba-tiba. "Kakashi sudah cukup dewasa, dia seharusnya sudah tahu hal itu."
"Baiklah, baiklah!" Tsunade berseru tidak sabar. "Kalau begitu, siapa yang akan jadi partner Kakashi?"
"Naruto Uzumaki," tukas Raikage cepat. Semua orang menoleh kepadanya dengan kaget, kecuali Shikaku hanya mengernyit.
"Itu usul yang bagus, Raikage-sama. Naruto adalah lawan setimpal untuk Minato."
"Tapi, Naruto itu anaknya, Shikaku," kata Inoichi tidak setuju, menekankan kata 'anaknya'. "Kupikir, Hokage juga tidak akan setuju."
Tapi Tsunade tidak menjawab, mengingat sepotong memori yang nyaris terlupakan. "Naruto adalah satu-satunya orang yang dipercaya Kakashi, mampu mengalahkan Hokage keempat. Begitu, ya?"
Raikage mengangkat alisnya dengan minat. "Oh, ya?"
Shikaku mengangguk pelan. "Kelihatannya kita sudah membuat kesepakatan. Kalau begitu, kuserahkan pengiriman pesan ini padamu, Inoichi."
Inoichi hanya menghela napas. "Baik."
Kakashi tersenyum balik kepada sang lawan bicara dibalik penutup wajahnya, sedikit bergetar karena perasaan kaget, sedih, dan senang yang sudah lama tak ia rasakan.
"Kelihatannya kau tetap tidak berubah walaupun sudah mati beberapa tahun, Minato-sensei."
Yang disapa tersenyum lebar, menatap Kakashi lekat-lekat dan mengusap rambut kuningnya yang mencolok. "Senang mendengar kau tidak lupa aku sama sekali, Kakashi."
Tiba-tiba, Minato menatap tangannya dengan penuh minat. "Ah, ini Edo-Tensei milik Hokage kedua, ya? Aneh sekali, pikiranku jernih dan jelas tapi badanku tidak mau mendengarkanku."
Kakashi tidak bereaksi akan berita ini, hanya menatap mantan gurunya dengan pandangan dingin yang sulit dijelaskan. Untung saja Gai menyelamatkan keadaan yang mulai memanas, dengan maju menuju Minato.
"Ah, Minato-sensei! Sudah lama tidak lihat! Aku Gai, ingat?"
Terdengar suara dengusan Kakashi dibelakangnya, sementara Minato menoleh padanya dan tersenyum geli.
"Ah, tentu saja aku ingat. Anggota Klan Maito yang senang menantang Kakashi main 'gunting batu kertas', kan?" jawabnya, sinar matanya menari-nari. Gai mengeluh, menggumamkan kata-kata yang kedengarannya seperti 'semangat' dan 'masa muda'.
Sakura, yang dari tadi mendengarkan percakapan ini dengan bingung, memotong percakapan.
"Sensei?"
Serempak Kakashi, Gai, dan Minato menoleh dengan heran. Kakashi menatap Sakura dengan aneh, mengangkat alisnya dan bertukar pandang dengan Gai.
"Ah, ya, Sakura. Aku lupa memberitahumu," jawabnya kemudian. Raut wajahnya yang tidak tertutup oleh penutup wajah yang dikenakannya tidak dapat terbaca. "Minato Namikaze, atau yang kau kenal sebagai Hokage keempat, dahulu adalah jounin team-ku, Team 7."
"Team 7?" ulang Sakura tidak percaya. Kakashi hanya mengangguk pelan, kemudian menoleh kembali menatap Minato. Minato hanya menghela napas memandang kepada muridnya dahulu, yang kelihatannya belum bisa mengatasi rasa sepinya.
"Kakashi.." katanya pelan. Yang dipanggil mengangkat alis. "Jika kau diperintahkan oleh markas untuk melawanku, lakukanlah tanpa ampun."
"Apa itu tak apa untukmu?" tanya Kakashi balik. Suaranya mantap, tetapi badannya sedikit bergetar. Minato hanya mengangguk pelan, mungkin ketegarannya akan patah ketika ia membuka mulut. Kakashi adalah murid yang paling ia banggakan, dan membayangkan melawan Kakashi membuat perutnya bergejolak.
"Kakashi Hatake," tiba-tiba, suara lain yang bukan suaranya sendiri mendengung di kepala anak White Fang itu. "karena Hokage keempat dibangkitkan disana, squadmu lah yang akan melawannya."
Kakashi mengernyit mendengar suara Inoichi itu, mengepalkan tangannya untuk menghentikan getaran tubuhnya. "Tapi dia guruku, Inoichi! Apa kau pikir aku mampu melawannya dengan hanya sepasukan shinobi?"
"Tidak," suara Inoichi yang lantang dan tegas mengagetkan Kakashi. "Karena itulah kau akan punya partner dalam melawannya."
"Partner? Sia—"
Suaranya terputus, karena tiba-tiba sebuah ingatan masa lalu menabraknya. Ingatan akan seorang remaja berambut oranye dan berwajah sama persis dengan Minato, kecuali tiga goresan di pipi kiri-kanannya. Ia mengingat akan kata-kata yang dikatakannya, membuat sebuah kesimpulan mengerikan tertera diotaknya.
"Oh, Inoichi.. jangan bilang.."
"Oh, ya, Kakashi," suara Inoichi bergaung dikepalanya, memukul otaknya seperti palu. "Partnermu adalah Naruto Uzumaki."
Sementara itu, anak berambut oranye yang dari tadi diceritakan, sedang berlari kencang melompati dahan-dahan. Matanya lurus kedepan, tetapi pikirannya melanglang buana, memikirkan kata-kata Raikage dan Iruka tadi.
"Yo, Naruto," sapa Jinchuriki Hachibi kekar yang juga sedang berlari disampingnya.
"Hmm?" sahutnya pelan tanpa menoleh.
"Apa yang kau pikirkan sekarang?" tanya Sang Jinchuriki. Naruto mengernyit dan menoleh menatap Bee. Bahkan walaupun baru kenal sebentar, bukan kebiasaannya untuk bertanya sesuatu yang serius seperti itu, apalagi sampai melepaskan atribut Rap-nya. Biasanya, itu giliran Hachibi yang tersegel didalamnya.
"Teman-temanku," jawab Naruto setengah-jujur. Memang benar, setengah pikirannya sedang membayangkan teman-temannya yang sudah kelelahan bertarung, berperang demi dirinya. Dan pikirannya itu membuatnya bahagia, yang bercampur dengan sedih dan khawatir.
Mendengar ucapan Naruto, Bee tidak kelihatan kaget. Ia hanya mengangkat alis dan berpaling menatap jalur didepannya, seperti sudah memperkirakan jawaban tersebut. Naruto menghela napas, dan kembali memfokuskan pandangannya ke depan.
Tiba-tiba, terdengar suara asing yang berdengung di kepalanya. "Naruto, kamu sudah ada di medan perang?"
"Hah?" balas Naruto tidak mengerti.
"Ini Inoichi Yamanaka dari Markas Pusat," suara diseberang terdengar jengkel. Naruto nyengir.
"Sedikit lagi. Kenapa?"
"Begini, Naruto," Naruto mengangkat alis. "Markas Pusat punya tugas untukmu, jika kau telah tiba di medan perang."
"Tugas?"
"Squad Kakashi di utara butuh bantuan, kami mengharapkan kau bekerja sama."
"Benarkah? Kalau begitu, aku akan berjuang!" teriak Naruto bersemangat di kepalanya. Selama beberapa detik tidak ada tanggapan.
"Kau yakin kau sudah siap, Naruto? Kali ini lawanmu bukan orang biasa. Tidak bisa dikalahkan dengan hanya modal semangat," jelas Inoichi.
Dahi Naruto berkerut semakin dalam mendengar itu, tidak mampu mencerna kata-kata dengan baik. "Memangnya siapa lawanku itu?"
Sunyi.
"Orang yang dikenal sebagai Yellow Flash, Hokage Keempat, Minato Namikaze."
Naruto berkedip beberapa kali, terkejut dengan jawaban Inoichi. Hening sedetik, tiga detik, lima detik...
"Naruto?" suara Inoichi terdengar khawatir.
"Kalau begitu, serahkan padaku!" Naruto kembali berteriak dengan semangat, mengagetkan Inoichi di seberang.
"Kau yakin?"
"Tentu saja! Hokage Keempat, kan? Aku akan melawannya, serahkan padaku!" Teriakan ceria Naruto terdengar aneh di kepala Inoichi.
"Kau tidak apa-apa, kan?"
"Tenang saja, Paman! Hokage Keempat akan kusegel dengan cepat!"
Inoichi mendesah pelan, "Kalau begitu, kuserahkan padamu, Naruto. Kami mengandalkanmu."
Koneksi terputus. Naruto menghela napas, lalu membelok berubah jalur menuju utara. Bee mengerutkan alis, tapi tetap di jalurnya semula, membuat mereka terpisah. Naruto menutup matanya sedetik, mengingat seseorang dengan wajah nyaris persis dengannya, memakai jubah putih bertuliskan 'Yondaime'.
"Dad.." bisiknya pelan, membiarkan angin membawa kata-katanya pergi.
A/n : Jadi, bagaimana pendapat kalian? Haruskah aku juga menulis chapter ketika Kakashi dan Naruto vs Minato bertarung? Atau biarkan ini menjadi one-shot? Aku butuh pandangan kalian, readers!
Jujur saja, aku agak frustasi dengan Fandom Naruto Indonesia, yang jarang, sangat jarang, ceritanya berkaitan dengan komik asli. Selalu yang versi modernnya. Di genre apapun, rating apapun. 'Very Troublesome' kalau kata Shikamaru (Memangnya ficmu tidak merepotkan, fhy? #sigh)
Oke, aku tahu fic ini jelek. Aku sudah lama terkena WB, dan baru menulis setelah berbulan-bulan. Jadi, aku yakin cerita ini punya banyak kekurangan. OOC, Typo, dan mungkin beberapa kesalahan data. Readers yang baik, tolong beri aku beberapa saran dan kritik yang berkenaan dengan cerita ini, tapi tolong jangan ada flame, yah?
Dan juga, seperti kata-kataku tadi, apa menurut kalian fic ini pantas dilanjutkan? Atau tetap jadikan one-shot? Review!
