DISCLAIMER : FUJIMAKI TADATOSHI
WARNING : 1] Awas Bosen karena kepanjangan [2] Humor garing, maksa, absurd [3] Mungkin agak OOC [4] Typo [5] Dan lain-lain (?)
Rate : T
By : NeutralKingdom
"Tetsuya, ayo kita menikah." Pria dengan mahkota kepala berwarna merah mengajak seorang pria di hadapannya dengan nada ringan sambil melihat ke langit. Pria yang menjadi lawan bicaranya menoleh datar mendengar ajakan pria merah itu.
"Sei-kun mengajakku menikah atau main kelereng? Kalau mau main kelereng, sama Kise-kun saja." Kemudian pria yang telah diketahui bernama Tetsuya itu beranjak dari kursi taman untuk meninggalkan Sei. Pria yang ditinggal hanya menyeringai melihat pria biru mudanya meninggalkannya.
"Kuroko-cchiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…." BRUK. Setelah jeritan panjang, suara tubrukan keras terdengar. Tetapi yang tertubruk bukan seseorang yang menjerit tadi dengan seseorang lainnya yang menjadi target untuknya dipeluk. Melainkan dinding kantin kantor yang menjadi lawan mainnya dalam pelukan siang itu.
"Ryouta, jika kau melakukan hal berbahaya seperti itu lagi, jangan harap wajahmu masih bisa menjadi model di negara ini." Ancaman dengan aura merah pekat keluar diiringi dengan bunyi gunting yang digerakan untuk mengancam pria blonde yang hampir menubruk kekasihnya – Kuroko Tetsuya.
"Akashi-cchi hidoi-ssu! Aku hanya ingin memeluk Kuroko-cchi saja-ssu!" keluh Kise sambal mengelus-elus kepalanya yang sempat bertemu mesra dengan dinding kantin.
"Hei Akashi, jangan mengancam kekasihku seperti itu." Seorang pria berkulit tan maju menghampiri kekasihnya dan ikut mengelus kepala pria itu sambil memeriksa apakah ada luka atau benjolan di sana.
"Hn.. kau berani memerintahku Daiki?" Akashi bertanya dengan seringai menyebalkan. Bahkan pria mungil yang berada di pelukannya yang tadi diselamatkannya ikut sebal walau tidak terlihat pada raut wajahnya.
"Akashi-sama mohon untuk tidak peluk-peluk orang di tempat umum." Ujar pria itu sambil berusaha melepaskan dirinya dari pelukan pria merah itu.
"Hee.. jadi maksud Tetsuya kalau tidak di tempat umum boleh memelukmu sesuka hati? Baiklah, ayo ke kamar yang ada di ruanganku. Dan apa maksudmu dengan aku memeluk orang? Aku kan memeluk kekasihku sendiri. Apa salahnya? Terakhir, jangan memanggilku Akashi. Karena namamu juga akan berubah sebentar lagi menjadi Akashi, Tetsuya." Kuroko Tetsuya – pria yang berada di pelukan pria yang merupakan bos di kantor ia bekerja saat ini hanya memutar bola matanya malas kemudian mendorong tubuh kekasihnya itu hingga ia keluar dari dekapan pria nomor satu di gedung itu.
"Pertama, Akashi-sama saat ini adalah atasan saya, jadi saya tidak bisa memanggil Anda dengan nama Anda langsung. Kedua, saya memang kekasih Anda, tapi tolong perhatikan tindakan Anda jika kita sedang di tempat umum. Ketiga, saya tidak akan merubah nama saya. Saya akan tetap menjadi Kuroko Tetsuya. Dan akan tetap begitu sampai akhir." Setelah mengatakan hal-hal tersebut, Kuroko pergi meninggalkan kantin yang berisi para karyawan yang sedang makan siang cengo mendengar jawaban Kuroko. Cengo bukan karena Kuroko menolak lamaran Akashi secara tidak langsung – bah! hal tersebut sudah menjadi hal biasa sejak tiga tahun lalu. Yang membuat mereka cengo adalah jawaban Kuroko. Biasanya ia hanya mendiami ajakan Akashi atau menjawab asal. Tapi kali ini? Kuroko menjawab dengan penuh penekanan. Sedangakn Akashi hanya menyeringai tampan mendengar jawaban kekasihnya.
"Heee.. Tetsuya maunya dilamar dengan cara yang tidak mainstream ya?" Akashi berujar sambil mengelus dagunya dengan pose tampan. Sedangkan Aomine Daiki – kekasih dari pria kuning yang tadi berpelukan dengan dinding menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya.
"Shige-kun?"
" . . . "
"Aku akan menginap di tempatmu untuk beberapa hari."
". . . "
"Ya, dia melakukannya lagi. Bahkan akhir-akhir ini semakin sering."
". . ."
"Aku tidak bisa Shige-kun. Kau yang paling mengerti aku."
". . ."
"Ya, aku mengerti. Sampai bertemu nanti Shige-kun."
Kuroko Tetsuya mematikan sambungan teleponnya. Ia mendesah lelah mengingat apa yang telah ia katakan pada Akashi. Bukannya Kuroko tidak sayang, bukan juga Kuroko tidak cinta. Hanya saja… apa yang dipikirkan oleh Kuroko tidak akan dapat dimengerti oleh si jenius Akashi. Haahh… sudahlah, lebih baik ia mengerjakan pekerjaannya agar bisa pulang tepat waktu dan pergi untuk menemui Ogiwara Shigero – orang yang paling berharga untuknya, yang bahkan posisinya lebih tinggi daripada seorang Akashi Seijuurou – kekasih yang amat ia cintai.
Kuroko mulai membereskan barang-barangnya saat jam telah menunjukkan pukul 17.30 waktu Jepang. Ia harus bergegas agar dapat mengejar kereta untuk menuju tempat tinggal Ogiwara dengan waktu yang sudah ia tetapkan sebelumnya. Untuk masalah pakaian, ia tidak memikirkannya. Ya karena ia sudah meninggalkan beberapa potong pasang pakaian mengingat kebiasaan menginapnya makin tinggi akhir-akhir ini.
"Tetsuya, kenapa buru-buru sekali?" Pemilik gedung tempatnya bekerja datang dengan tangan bersedekap di dada.
"Sudah jam pulang kantor Akashi-sama."
"Aku tahu." Kemudian pembicaraan mereka terhenti dan Akashi hanya memerhatikan Kuroko yang sedang membereskan mejanya. "Melarikan diri lagi heh?" Kuroko menghentikan gerakan tangannya yang ingin mengangkat tasnya dan memandang Akashi tepat di mata.
"Aku hanya ingin menginap di apartemen Shige-kun." Kemudian mengambil tasnya dan menyampirkan dibahunya.
"Ya.. begitulah terus setiap aku melamarmu." Sindir Akashi.
"You're just teasing me around Akashi-sama."
"Hoo.. jadi Tetsuya ingin aku lamar secara serius? Mau yang sederhana atau mewah? Mau pake latar helikopter atau kapal pesiar? Atau di pulau pribadi yang pernah kuberikan untuk Tetsuya? Atau-"
"Atau bagaimana jika Akashi-sama memikirkan ulang mengenai rencana Anda untuk melamarku. Permisi." Kemudian Kuroko meninggalkan Akashi yang menatapnya tajam karena berani memotong ucapannya.
"Apa yang harus kupikirkan ulang jika hatiku bahkan sudah yakin padamu sejak aku memilihmu?" ujar Akashi lirih melihat kekasihnya yang lagi-lagi melarikan diri meninggalkan masalah yang harusnya bisa mereka selesaikan sejak lima tahun yang lalu – mengenai rencana pernikahan mereka.
Kuroko telah merebahkan dirinya di atas tempat tidur di apartemen Ogiwara sejak sejam yang lalu. Ia hanya menatap atap kamar tersebut sambil sesekali mengganti posisi tubuh atau berguling-gulingan. Agak absurd memang, ya tapi setidaknya tidak ada yang melihat keabsurdannya kan? Ya kecuali si pemilik apartemen yang memang berada di dalam ruangan yang sama sambil memeriksa naskah yang sedang dibacanya. Ya, Ogiwara bekerja sebagai editor pada sebuah perusahaan publisher yang cukup besar di negara tersebut.
"Habis ini jangan lupa membereskan seprai ku dan pindah ke kamarmu Suya." Ujar Ogiwara tanpa mengalihkan matanya dari laptop berlambang apel digigit.
"Apa tidak bisa aku tidur bersamamu Shige-kun?" Balas Kuroko sambil memejamkan matanya.
"Aku masih ingin hidup panjang dengan calon istri dan anakku kelak di masa depan Suya. Jadi jangan memberikan ide absurd macam itu." Terdengar sinis memang, namun Ogiwara bisa apa? Kekasih sahabatnya itu entah bagaimana bisa memiliki tingkat ilmu yang bahkan melebihi indra keenam. Bahkan ketika Kuroko baru sampai di apartemennya saja, si iblis merah itu sudah menerornya untuk memaksa Kuroko pulang. Dan ketika Kuroko masuk ke dalam kamarnya, pesan terror kembali masuk dengan ancaman kesejahteraan masa depan yang menjadi jaminan. Terkadang Ogiwara bingung, bagaimana Akashi bisa mengetahui ada di mana Kuroko berada ketika di apartemennya. Apa jangan-jangan ada CCTV yang tidak ia ketahui? Haahh.. sudahlah.
"Aku harus apa Shige-kun? Sei-kun semakin menggila." Kuroko mengusap wajahnya kasar. "Apa dia tidak mengerti bahwa tanpa pernikahanpun, aku adalah miliknya. Apa dia tidak merasa cukup dengan aku yang selalu ada di sisinya? Aku bahkan tinggal bersamanya. " Kuroko menghela napas panjang. "Aku sudah merasa cukup dengan apa yang kami miliki. Aku adalah miliknya. Dan dia adalah milikku. Lalu dia mau apa lagi? Kenapa ia tidak mengerti bahwa keadaan seperti ini sudah cukup untuk kebahagiaan kami?!" Kuroko dengan gemas melempar guling yang ada ke arah Ogiwara – yang dengan senang hati menyenggol gelas kopi yang ada di meja tersebut dan menari indah di atas keyboard laptop yang sedang digunakan Ogiwara dan sisanya yang masih ada di dalam gelas jatuh ke bawah menumpahi stop kontak yang sedang mencharger laptop Ogiwara – dan mati karena korslet.
Ogiwara terdiam melihat laptop nya mati. Dia tidak masalah jika laptopnya mati, tapi yang jadi masalah adalah, ia tidak tahu apakah editan yang ia lakukan sebelumnya telah ter-auto save atau belum. Jika sudah sih tidak masalah, tapi jika belum?
"SUYAAAAAAAAAAAAAA…" jeritan Ogiwara adalah pertanda bagi Kuroko untuk pindah ke kamarnya yang ada di sebelah kamar Ogiwara.
Kuroko memejamkan matanya, membayangkan wajah kekasih tercintanya di dalam pikirannya. "Bukankah kita sudah bahagia Akashi-kun? Lalu mengapa kau mencoba untuk menghancurkan kebahagiaan kita? Menikah? Hal konyol macam apa itu?" Kuroko berujar sendu memandang Akashi dalam imajinasinya yang sedang memandangnya teduh.
TBC.
