Tanganku bandel, memaksa aku buat ngetik fic baru ini. Padahal awalnya aku udah janji ngga mau ngebuat fic ini sampai Swap Sensation selesai. Tapi ya sudahlah, berhubung fanfic itu sudah mendekati akhir, jadi aku post saja fic baru. Dan lagi, liburanku sudah mau selesai, jadi aku buat saja fic ini.

Diclaimer: KHR punya Amano Akira

Pairing: G27. Ada kemungkinan pairing lain seperti 1827, 6927, 8059 dan D18 muncul, tapi entah kapan.

Warning: AU, OOC, OCs.

Di Fanfic ini, Tsuna dkk berumur 20 tahun.

Oke, selamat membaca ^^


Ch.1: Lover and Bitch


PLAK!

Napasnya berderu. Dia baru saja menampar wajahku, memberikan semua luapan emosinya terhadap diriku. Telapak tangannya yang kecil tidak sebanding dengan besarnya rasa sakit dari tamparannya yang tadi kuterima. Bola matanya yang besar, biasanya memancarkan kelemah-lembutan, kebaikan, kepercayaan dan kasih sayang. Kini pancaran itu berganti menjadi tatapan amarah, benci, kesal, jijik dan tidak percaya. Matanya menatapku tajam, bagaikan taring singa yang mencabik-cabik mangsanya.

...ya, mungkin, sekarang di hadapannya aku tak lebih dari sebuah mangsa. Mangsa pelampiasan emosi.

Aku tidak memberikan perlawanan, dari pertama kali, aku sudah tahu hal seperti ini pasti akan terjadi. Dia tahu sisi burukku yang selama ini menipunya. Wajar jika dia marah dan kecewa padaku. Padahal, aku mengharapkan dia untuk melakukan hal yang lebih dari ini. Jangan hanya menamparku. Kalau perlu pukul saja diriku, tembak aku atau lakukan apapun pada diriku sampai kamu puas. Sakiti aku sebesar aku menyakitimu. Hancurkan aku sebesar aku menghancurkanmu. Bunuh aku sebesar aku membunuh hatimu. Jangan biarkan aku hidup setelah kamu mengetahui kenyataannya, kalau sesungguhnya selama ini aku hanya memanfaatkanmu.

Baik aku maupun dia sama-sama tidak bergeming. Udara di sekitar kami statis. Namun terasa dingin menyelubungi seluruh tubuhku. Di sini. Di dalam kamarku. Akhirnya dia melihat seluruh bukti penyelewenganku. Dan juga bukti bahwa aku hanya memanfaatkan kedudukannya. Semua bukti kesalahanku dilihat oleh mata polosnya itu. Perlahan, kulihat bola matanya mulai dibasahi oleh genangan air, dan sedetik kemudian, air matanya jatuh membasahi pipinya.

Ah, sial. Aku sungguh tidak berdaya menghadapi air matanya.

Ketika aku berjalan mendekatinya, dia malah mengambil langkah mundur menjauhiku. Aku terhenti diposisiku sekarang, sementara dia terus melangkah mundur. Air matanya yang meleleh entah kenapa terlihat begitu indah. Membius otakku untuk berhenti bekerja, dan disaat itulah ia membalikan badannya lalu berlari keluar kamarku. Kakiku masih tidak mampu bergerak. Seluruh saraf dan ototku terasa lumpuh. Apa aku tidak bisa mengejarnya?

...bukan.

Aku tidak mau mengejarnya.

Kenapa?

Karena aku merasa tidak pantas. Bukan aku yang harus berada disisinya saat ini. Melainkan orang itu.

"Kamu tidak mengejarnya?" tanya wanita di atas ranjangku itu. Ia memancarkan senyuman eksotisnya. Wanita cantik jelita, berkulit gelap –namun justru membuatnya terlihat makin menarik-. Rambutnya yang panjang bergelombang berwarna coklat tua terurai di atas ranjangku. Wanita itu tidak memakai sehelai benang pun saat orang itu memasuki kamarku tadi.

"Hm. Tidak." Jawabku sambil menyeringai dan mengambil baju-baju yang berserakan di lantai.

Kejadian awalnya, aku baru saja selesai melakukan seks dengan wanita itu. Lalu aku memakai kembali celana panjang hitamku. Wanita itu tidak menutupi tubuhnya dengan selimut atau pakaiannya –dia malah terlihat bangga memamerkan tubuh telanjangnya itu-. Heh. Dasar wanita jalang. Dan disaat aku sedang mengobrol dengannya, muncullah dia dari balik pintu kamarku, membawa beberapa berkas dengan wajah tidak percaya. Disitu aku tahu bahwa dia sudah menemukan bukti pekerjaan gelapku. Pandangannya bertambah shock saat ia melihat keberadaan perempuan jalang itu telanjang di atas tempat tidurku, dan aku yang tidak memakai baju atasan. Semua benda yang dibawanya jatuh detik itu juga. Aku bermaksud berjalan mendekatinya, tapi ternyata dia berjalan lebih dulu ke arahku dan... satu tamparan mendarat di pipiku.

Begitulah yang terjadi sebelumnya. Tidak kusangka, padahal hanya sebuah tamparan, akan tetapi rasa sakitnya terasa sangat dalam. Pertama di pipiku. Dan yang kedua, di hatiku. Terlebih saat melihatnya menangis. Hatiku makin terasa sakit. Tidak kusangka, aku yang awalnya hanya berpura-pura menyukainya, ternyata bisa berakhir jadi sungguh-sungguh menyukainya seperti ini. Meski aku punya caraku sendiri dalam menyukai dia.

"Altea, setelah ini kamu pulanglah. Dan jangan pernah menemuiku lagi." Kataku sambil duduk di kursi dekat tempat tidurku yang besar itu.

"Apa? Kenapa begitu?" pekik wanita itu, ia terlihat tidak rela untuk pergi dari rumahku ini.

"Kuberikan uang seberapa banyak pun yang kamu mau. Dengan itu, jangan pernah kamu memasuki kediaman rumahku lagi. Mengerti?" ucapku dalam nada tajam.

Altea, wanita itu langsung bergidik ketakutan. Ia berdiri dan mulai memakai pakaian dalamnya satu per satu. Aku tidak minat melihatnya lagi. Entah kenapa, wanita eksotis itu terasa begitu menjijikan bagiku saat ini. Setelah dia selesai memakai bajunya dan merapikan penampilannya sebentar, ia mendekatiku sambil mengulurkan tangannya, "Bolpen dan kertas." Ucapnya tegas.

Kuturuti saja permintaannya untuk saat ini. Kuberikan dia kedua barang yang ia minta, ia menuliskan sesuatu di kertas itu dengan cepat, setelah selesai, ia menyerahkan kertas itu padaku. Aku membacanya dalam hati, jumlah uang yang diinginkannya. Aku tersenyum sinis, "Tidakkah ini terlalu besar untuk wanita jalang sepertimu?"

"Aku sudah melayanimu, tuan arogan. Serahkan saja uang sebesar itu padaku secepatnya. Lewat rekening bank juga boleh. Selamat tinggal."

Altea pergi sambil menutup pintu. Aku terkekeh melihat dia yang begitu percaya diri, namun tidak tahu malu. Ah, ralat, pelacur kan memang tidak tahu malu.

Aku merogoh kantung celana yang kukenakan dan mengeluarkan handphoneku. Langsung kutelepon bawahanku yang paling setia bernama Vito. Tidak lama kemudian, Vito langsung menerima telepon dariku.

"Ada apa, Giotto-sama?" tanyanya di seberang telepon.

"Ah— Vito, akamu tahu Altea kan?" tanyaku.

"Ya. Wanita yang menjual dirinya yang anda undang datang kemari sejak seminggu lalu."

"Ah. Baguslah kamu masih mengingatnya."

"Apa yang harus saya lakukan, Giotto-sama?"

"Bunuh dia." Jawabku langsung, "Hapuskan semua jejaknya yang ada di rumah ini, Vito."

"Baik, Giotto-sama."

Beep.

Aku memutuskan hubungan teleponnya lalu memasukan handphoneku ke kantung celana. Aku berjalan ke arah beranda. Di bawah, kulihat sebuah mobil ferrari hitam memasuki pintu gerbang rumahku. Mobil itu berhenti di depan pintu utama rumahku, kulihat pria berambut hitam turun dari mobil itu. Pria itu menghampiri dia, mereka berbicara sebentar, kemudian pria itu menuntun dia memasuki mobil ferrari hitamnya. Setelah menutup pintu mobil, ia berjalan ke arah pintu pengemudi. Ia masuk ke dalam mobilnya sendiri, menutup pintunya. Tak sampai setengah menit, ferrari hitam itu sudah melesat pergi, keluar dari pintu gerbang rumahku.

Drrt. Drrt.

Handphoneku bergetar. Ada telepon masuk, dari Vito, "Ada apa?" tanyaku.

"Saya sudah membereskan Nona Altea, dan baru saja Vongola Decimo pulang dijemput oleh Cloud Guardiannya." Jelas Vito.

"Wah, cepat sekali kamu menghabisi wanita itu, Vito. Aku salut. Kalau soal Tsunayoshi... aku melihatnya kok dari beranda."

"Apa tak perlu dikejar, Giotto-sama?"

"Hmm... tidak perlu. Biarkan saja mereka."

"Baik, Giotto-sama."

Beep.

Aku terduduk di kursi, memandangi langit yang berwarna biru jernih di atas kepalaku. Sambil tersenyum tipis, aku bergumam, "Meskipun semua kejahatanku sudah kamu ketahui, bukan berarti hubungan kita berubah, Tsunayoshi."


.

Chapter satu selesai... maaf ya pendek. Baru mulai sih, dan aku baru pertama bikin G27...

Chapter 1 pakai POV Giotto, chapter 2 pakai POV Tsuna. Begitu selanjutnya. Jadi chapter ganjil POV Giotto, chapter genap POV Tsuna.

Aku ngga bakal ingetin soal itu lagi. Jadi ya... diingat-ingat sendiri saja. Hahaha. Mulai chapter berikut, settingnya itu flashback tentang Giotto dan Tsuna bertemu, terus mulai hubungan dll. Plus, chapter selanjutnya sudah berated M.

Maaf juga kalau menurut pembaca karakter mereka sangat OOC.

Makasih udah baca. Kalau berkenan, tolong di-review mau di-flame juga gapapa... Berikan saja kritik/saran/komen kalian tentang fic ini... onegaiii... :)