Lapar

Rate: K+

Warning: AU!, kemungkinan terdapat typo yang terlewat dan OOC

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto

'Cerita ini dibuat hanya untuk menyalurkan imajinasi semata.'

Enjoy

.


Naruto mengaduh, perutnya keroncongan, dan isi kulkas yang kosong bukanlah solusi yang dicari. Ia belum sempat berbelanja. Yang ada di dalam kulkas hanyalah botol berisi air mineral, dan beberapa butir bawang putih. Benar-benar tak tersisa. Andai ada nasi, mungkin ia bisa membuat nasi goreng sekarang.

Namun sayang, sama seperi isi kulkas, nasi persediaannya juga sudah habis sejak kemarin malam.

Kalau sudah begini menahan lapar satu-satunya solusi. Uang di dompet sudah menipis, dan gajian masih dua hari lagi. Setidaknya jika menghemat di malam hari, ia masih bisa menikmati lauk saat jam makan siang di kantor nanti.

Coba saja ia mendengarkan nasihat kekasihnya untuk tidak keasikan nge-gacha di awal bulan kemarin, suara perut keroncongan pasti bukan menjadi musik penghibur malamnya ini.

Besok Naruto pasti diomeli, ditatap dengan pandangan datar namun membuat hati berdetak gelisah.

Seperti malam bulan lalu. Meski yang diucapkan sepatah-dua patah, Naruto malah merasa seperi dihujani ribuan kata pedas.

Padahal sudah sering, tapi kenapa juga dirinya tak pernah kapok. Bilangnya tak akan mengulangi, ujung-ujungnya malah kembali ke lubang yang sama. Seharusnya ia bisa menabung untuk masa depan. Kalau dipikir dua tahun berpacaran masa tak ada keinginan untuk tinggal bersama.

Tapi tahankah pacarnya itu?

Mengingat sifatnya yang kekanak-kanakan, boros, kadang tidak lucu, cerewet dan menyebalkan—Naruto jadi ragu diakhir kelak masih ada rasa cinta tersisa untuk dirinya.

Tersisa ya?

Naruto terlentang di lantai, dengan tangan memeluk guling bekas tidur. Ia baper, ditambah rasa lapar semakin pula terasa.

Andai tadi ia mampir ke kosan salah satu rekan kerjanya dulu. Mungkin sesuap nasi dan sedikit lauk-pauk dapat masuk ke dalam perutnya.

"Sasuke aku lapar."

"Pasti uang habis lagi."

"Iya—Loh? Ka-kau masuk darimana?"

Darimana katanya? Siapa yang memiliki kebiasaan selalu lupa mengunci pintu rumah, uhm?

"Tentu saja lewat pintu, aku bukan Sinterklas yang biasa masuk melalui cerobong asap, Dobe"

Naruto meringis, sambil pura-pura memainkan handphone-nya padahal jelas baterai sudah habis. Matanya sesekali melirik ke arah Sasuke yang sibuk mengambil piring dan sebuah sendok dari dapur. Berpikir mungkin pemuda itu belum sempat makan malam, dan memilih rumahnya sebagai tempat singgah sebentar.

Perut Naruto lagi-lagi keroncongan.

"Kau selalu boros, makanya berakhir mengenaskan begini."

"Aku belum mati," Naruto cemberut, "Kau belum makan?"

"Sudah."

"Lalu yang di plastik itu?"

Plastik hitam disodorkan, Naruto jelas dapat mencium harum sate ayam dari dalam sana. Mulutnya seketika berair dengan cepat.

"Untukmu, kau lapar bukan?"

"...Sasuke apa aku sudah pernah bilang kalau kau adalah orang yang paling kucinta."

"Sudah, aku sampai bosan."

"Aku mencintaimu!"

"Ya, Ya aku tau. Minum ambil sendiri di dapur."

Naruto senang, seketika memberi pelukan erat pada kekasihnya. Seperti malam bulan sebelumnya, Sasuke kembali menjadi penyelamat hidupnya.


.

Tamat

.


Terima kasih sudah mau membaca fic ini dan maaf jika mengecewakan *bows*

Sekian dari saya, Rakshapurwa undur diri.