Okay, ini dia satu lagi fic Yumi tetang Naru-Sasu! XD
Kalau untuk kelanjutannya sih, kayaknya udah ada rencana.
Ada kemungkinan suatu hari nanti genre mystery'nya berubah jadi fantasy mungkin?
Sejujurnya ini juga pesanan sepupu, sih… Yumi buatin karna dia mau yang Sasu-Naru dan misteri. ToT
WARNING! There's no yaoi! Yumi gak bakat bikin cerita yaoi sih! =,=a
Yah, pokoknya begini lah…
Selamat membaca! Semoga readers suka! *amin*
P.S: NARUTO belongs to Kishimoto Masashi-san.
Chapter 1 : Meeting and Surprise
Bosan.
Satu kata yang terus singgah dalam pikirannya. Tubuhnya dengan santai duduk bersandar diatas ranjangnya. Mata hitamnya yang tajam menatap datar kegelapan malam lewat kaca jendela. Memperhatikan butiran salju yang melayang lembut kebumi menyelimuti halaman rumahnya dengan warna putih. Sebuah earphone terpasang, menjaga kehangatan telinganya. Melantunkan lagu-lagu yang telah berkali-kali ia dengar. Hanya menambah kebosanannya.
Lagu yang didengarkannya, akhirnya mencapai bagian akhir. Maka Mp3-nya memutarkan lagu lain yang ternyata merupakan lagu awal. Dan segera ia sadari, dia telah mendengarkan semua lagu yang terdaftar dalam Mp3-nya. Dengan malas, dilepasnya earphone dari telinganya, dan saat itulah ia mendengar suara-suara yang sangat ingin dihindarinya sejak awal.
"HAAAAH, ALASAN! Kalau memang begitu, kenapa kau harus marah-marah!" Teriakan seorang wanita menggema kepenjuru rumah.
"KAU yang sejak awal memang bertanya dengan nada menyebalkan!" geraman seorang pria menyusul.
Ck, aniki sialan! Dia kabur dari 'ini' sendirian! Urusan dirumah teman… Che, alasan! Meninggalkanku bersama sepasang suami-istri gila yang berteriak-teriak tiap malam! Batinnya disertai gumaman penuh sumpah-serapah yang entah dutujukan pada siapa.
Merasa muak, segera ia beranjak dari posisinya, membanting sepasang earphone & Mp3 nya keatas ranjang, menyambar dompet dan handphonenya di meja, dan setengah berlari kearah jendela balkonnya. Jujur saja, ia tidak sudi melewati pintu depan, maka ia lebih memilih melompat lewat balkon kamarnya ke sebuah pohon dihalaman sebelum mendarat sukses ke tanah.
Ia hanya berjalan tak tentu arah. Kemanapun. Kemanapun yang menjauhinya dari rumah terkutuk itu. Cih, bangunan itupun tidak pantas disebut 'rumah'… batinnya kesal.
"Tch!" dengusnya seraya merapatkan jaket biru gelap yang dipakainya, merasakan hawa dingin yang semakin menusuk.
SREK
Sejenak ia berhenti berjalan. Lalu memeriksa jaketnya, mencari sumber bunyi yang baru saja terdengar. Hingga tangan kanannya berhasil menemukan sesuatu disaku sisi kanan jaketnya. Selembar kertas yang telah kusam dan terlipat-lipat ada dalam genggamannya sekarang. Dibukanya tiap lipatan dengan hati-hati agar tidak merobek lembaran rapuh itu. Dan terlihat partitur sebuah lagu yang mulai buram. Sejenak mata hitamnya membelalak terkejut, sebelum kembali pada tatapan datar. Datar dan dingin.
"Huh, ternyata ada disini selama ini. Benda tidak berguna." Bisiknya tak peduli.
Namun gerakan tubuhnya menunjukkan hal lain. Tangannya kembali melipatnya dengan sedikit kasar dan menyimpannya kembali kedalam saku jaketnya. Tapi angin keras yang mendadak berhembus, membawa lembaran itu bersamanya, tepat sebelum ia masuk kedalam saku jaket pemiliknya.
"Ah!" tangannya refleks terulur dan berusaha menggenggam kertas yang kini melayang. Namun usahanya sia-sia, karna sang angin terlalu keras kepala untuk membiarkan sang pemilik mendapatkan kembali bendanya.
"Cih, kenapa aku jadi membuang-buang waktu mengejar benda konyol itu?" ia berbisik kesal saat menyadari kedua kakinya secara otomatis, bergerak mengejar objek yang tak berhasil ditangkapnya.
SRAK
Akhirnya sang objek berhasil digenggamnya. Namun dia sadari benda itu telah menuntunnya ketempat yang tidak asing lagi baginya. Ia menatap datar bangunan sekolah SMUnya dihadapanya. Merasa bingung pada arah dan tujuan, maka ia berinisiatif untuk sementara berada setidaknya ditempat yang ia kenal. Kedua kaki jenjangnya berjalan santai melewati halaman yang gelap hanya diterangi beberapa lampu taman, dengan kedua telapak tangan yang bersembunyi dalam saku jaketnya. Hingga ia memutuskan untuk duduk disebuah bangku taman, ditemani sebuah lampu disisi kanannya, dibawah naungan pohon sakura.
Beberapa lama ia duduk santai disana. Angin musim dingin menerpanya tak ia hiraukan. Hingga beberapa lama kemuadian, telinganya menangkap lantunan nada-nada piano. Lagu itu. Ia merasa mengenalnya. Nadanya. Tapi... lagu apa? Matanya memancarkan kebingungan. Dipasangnya kedua telinganya berusaha meyakinkan dirinya. Namun suara itu tak lagi terdengar seolah menjauh perlahan-lahan.
"Piano? Ditempat seperti ini? Ada-ada saja." ia mendengus tak peduli.
End Normal POV
Mungkin puluhan menit telah berlalu. Aku tidak terlalu perduli dengan waktu, namun kalau boleh jujur, aku memang sudah mulai merasa bosan. Hingga sepasang mataku menangkap seorang perempuan yang tengah memandang kearah langit, dengan setengah tubuhnya yang terjulur keluar dari jendela lantai 2 sebuah bangunan tua, tepat dibelakang bangunan sekolah. Bangunan yang saat ini hanya berjarak beberapa meter dari tempatku beristirahat. Dan saat itulah kedua alisku berkerut bingung sekaligus penasaran.
Apa? Siapa dia? Sedang apa dia disini malam-malam? Dan lagi, bukankah itu adalah bangunan sekolah yang lama? Bangunan yang sudah bertahun-tahun tidak lagi terpakai… dan, whoa… malam bersalju begini dia mengenakan pakaian berlengan pendek? Apa gadis itu gila? Pikirku panjang.
Aku menatap lama gadis itu, yang terus memandang kearah langit seolah tidak merasakan suhu yang semakin dingin. Entah berapa lama waktu telah berjalan. Kami tetap mempertahankan kegiatan masing-masing. Aku menatapnya. Dan dia menatap langit. Hingga gadis itu mengalihkan pandangannya dari apa yang sangat menarik perhatiannya semula. Perlahan-lahan kepalanya menengok kebawah gedung. Kearah taman dihadapannya. Kearah tempatku berdiri.
Ketika itu aku terpaku. Mata hitamku terkunci pada mata birunya. Bagaikan malam bertemu dengan fajar. Dan ketika ia sedikit lagi menjulurkan tubuhnya. Kusadari rambut panjangnya yang ternyata kuning keemasan, terjatuh dan tergantung dikedua sisi tubuhnya, membingkai wajahnya, dengan terpaan lembut angin musim dinging disekitarnya. Wajahnya sempurna bagaikan boneka marmer dengan tiga guratan entah apa yang bagaikan kumis kucing dikedua pipinya. Membuatnya terlihat semakin manis dan unik. Gaunnya yang putih ternyata memang sama-sekali tak berlengan. Gaun yang sepertinya adalah gaun tidur. Entah kenapa saat itu aku tidak mampu menyerap apapun yang berlangsung didunia. Aku terjebak dalam tatapannya yang lembut dan sayu.
Lagi-lagi, entah berapa lama waktu telah berlalu. Kami terus saling menatap. Tiba-tiba dia memalingkan wajahnya seolah ingin pergi dari posisinya. AH…
"Hey, tunggu dulu!" panggilku.
Dia hanya menghentikan gerakannya sejenak, menatap kearahku lagi. Dan apa yang dia lakukan setelahnya telah membuat tubuhku mematung tanpa daya. Dia tersenyum. Tersenyum lembut. Senyum sapaan atau apalah. Senyum yang membuat wujudnya bagaikan malaikat!
Saat itu aku sepenuhnya mati rasa. Wajah itu benar-benar telah membuatku hangat. Tapi saat tersadar dari duniaku, ternyata dia tak lagi berada disitu.
"Sial!" gumamku kesal seraya berlari memasuki bangunan tua dihadapanku. Berharap keberuntungan memihak padaku.
Puluhan menit atau justru berjam-jam aku berlari mengelilingi bangunan tua itu. Nafasku tidak lagi beraturan. Keringatpun mulai bercucuran.
Dia… bukan hantu kan? Lagi pula makhluk seperti hantu, kan, tidak ada.
"Kemana dia? Bagaimana mungkin dalam waktu singkat dia menghilang begitu saja? Kh… namanya-pun aku tidak tahu!" aku berbisik penuh penyesalan disela-sela nafasku.
Normal POV
Pagi itu dia berjalan menuju kelasnya, melewati lorong dengan langkah gontai. Sama sekali tidak ambil peduli dengan siswi-siswi dari berbagai kelas yang memperhatikannya dengan berbagai tatapan berharap, kagum, bahkan tatapan menggoda. Apa mau dikata? Sejak tahun pertama dia menjadi siswa di sekolah itupun, ia telah dicap sebagai Pangeran sekolah oleh siswi-siswi seniornya.
"Ohayou, Uchiha-senpai."
"O-Ohayou, Uchiha-sama. Kyaaa~"
"Permisi, Uchiha-senpai."
"Hihihi, Uchiha-sama~"
Berbagai sapaan sama sekali tak digubrisnya. Ia hanya terus berjalan hingga kini dia berdiri dihadapan sebuah pintu yang tergantungkan papan bertuliskan '2A'. Dengan santai dan penuh rasa malas ia membukanya.
"AH, Ohayou, Sasuke-kun!" sapa seorang gadis cantik berambut pink. Haruno Sakura, gadis yang seluruh siswa-siswi Konoha HighSchool tahu, bahwa ia setengah mati menyukai dan mengejar Sasuke.
"O-ohayou, S-Sa-Sasuke-kun…" sapa Hinata dengan suara pelan. Hyuuga Hinata, gadis manis yang pemalu kelewat batas, namun baik hati dan lembut.
"YO! SASUKE! Akhirnya kau datang juga!" Kiba menyapa dengan nada yang agak berteriak seraya mengangkat tangan kanannya. Inuzuka Kiba, siswa penggemar anjing yang terlalu aktif dan berisik. Sifatnya juga urakan dan temperamental, bertindak sebelum berpikir.
"Hn," balas Sasuke singkat.
"Sasuke-kuuuun~ Hey, kudengar hari ini akan ada murid baru, lho!" giliran Ino yang berbicara dengan genitnya. Yamanaka Ino, gadis centil yang menjadi rival Sakura dalam mendapatkan perhatian sang Pangeran Es.
"Haaahh… merepotkan…" gumam Shikamaru yang disusul dengan mulutnya yang menguap. Naara Shikamaru, pria super jenius yang kalau saja ia tidak terlalu malas bahkan untuk membuka matanya ditengah jam pelajaran, mungkin ia tidak akan memegang ranking ke-2 di kelasnya, melainkan bertukar posisi dengan Sasuke yang berada diurutan teratas.
"Auramu lebih parah dari biasanya." celetuk Gaara dengan tatapan yang dibalas Sasuke sama datarnya. Sabaku Gaara, pria pendiam, cuek, baik, dan terang-terangan dalam bicara ini adalah pemegang urutan ke-3. Sabar dan bagaikan manusia tanpa emosi.
"Ada apa lagi sekarang? Orang tua-mu tidak berencana untuk berpisah kan?" tanya Neji kalem. Hyuuga Neji, sepupu Hinata yang pandai membaca keadaan dan terkadang bermulut tajam, ranking ke-4. Sifatnya yang perfeksionis membuatnya terkesan sangat disiplin.
"Cih, lebih cepat mereka berpisah, lebih cepat aku bahagia." dengus Sasuke tak peduli seraya duduk dibangkunya. Bangkunya dipaling pojok kanan belakang. Tepat disamping jendela. Dan saat itulah kedua tatapannya tanpa sengaja menangkap bangunan tua. Dan kembali dia teringat pertemuannya dengan sang mentari semalam.
"Menurut perhatianku selama ini, mood-mu memang selalu buruk, tapi kenapa dengan auramu pagi ini? Seolah kau ingin menerkam siapapun yang mendekat padamu." Akhirnya Shino membuka suara. Aburame Shino, siswa aneh yang seolah selalu berusaha menutup identitasnya. Pendiam namun mudah sekali merasa kesal. Benar-benar makhluk yang sulit dimengerti.
"Tch, bukan urusan kalian!" jawab Sasuke kasar.
Sementara teman-temannya hanya bisa menghela nafas, seolah terbiasa oleh tingkah lakunya.
BRAK
"Semuanya! Beri salam!" perintah seseorang yang baru saja memasuki ruang kelas. Segera, siswa dan siswi kembali ketempatnya masing-masing dan merdiri tegak sebelum mebungkuk bersama.
"Ohayou gozaimasu, Kakashi-sensei!" seru mereka serempak.
"Ohayou. Tapi maaf, hari ini aku berhalangan untuk mengajar kalian karena ada yang harus kuurus bersama Kepala Sekolah." *sorak-sorai* "Aku minta kalian mempelajari bab 3 dan mengerjakan latihan soalnya." *helaan nafas kecewa* seru pria berambut silver itu dengan malas dari balik maskernya.
TOK TOK TOK
Kakashi mengangkat tangannya seolah member tanda untuk undur diri sesaat. Lalu setengah berlari dan membuka pintu kelas. "Ah, kau rupanya! Aku hampir saja lupa." Katanya pada seseorang diluar kelas, sebelum mengalihkan pandangannya pada siswa-siswinya. "Yak, hari ini kita kedatangan murid baru. Aku harap kalian dapat menerimanya dengan baik." Kemuadian mengibaskan tangannya kepada si murid baru "Silakan masuk."
Dan berjalanlah dia masuk kedalam ruangan. Kemunculannya segera menggemparkan seisi kelas dan mengundang berbagai bisikan dan teriakkan semua penghuni tanpa terbedakan gender.
"Kyaaaaaa! Imut sekaliiiiii!" pekik seorang gadis.
"Oh Kami-sama, wajahnya terbuat dari apa? Maniiisss!" disusul teriakan gadis lainnya.
"Wah, wah, wah…" kali ini seruan Kiba.
"Astaga…" ditambah oleh siswa disebelahnya.
Che, berisik! Ada murid baru saja mereka sudah seperti ini… pikir Sasuke tak peduli dengan tangan yang menopang dagunya, dan mata yang menatap kearah gedung sekolah tua lewat jendela disebelahnya. Bahkan tanpa mengalihkan pandangannya setidaknya untuk mengetahui si murid baru.
"Hey, Sasuke, kau lihat dia?-"
"Tidak." Jawab sasuke singkat bahkan memotong pertanyaan. Sementara Neji hanya menghela nafas menyerah.
"Aaaah… rambutnya kuning cerah,,, cantiknya~" seru seorang siswi.
Kuning cerah? Sama seperti gadis itu… batinnya seraya menutup mata.
"Matanya juga biru… warnanya seperti langit, ya?" kata seorang siswa pada teman disebelahnya.
Biru? Langit? Matanya perlahan terbuka. Sama lagi seperti gadis itu…
"Kyaaa, lihat pipinya! Seperti kucing~ tambah imut saja." Suara seorang siswi terdengar.
Lagi-lagi sama! …..…..Kucing? Kedua alisnya berkerut. Mustahil! Mungkinkah…
Lebih dari segera Sasuke memalingkan wajahnya kepada anggota kelasnya yang baru didepan sana. Seketika itu juga kedua matanya seolah hampir meloncat dari kelopaknya.
"Apa dia tidak salah memakai seragam? Dia manis…" seruan gadis lain terdengar lagi.
A-a-a-ap-ap…pa?
"Yak, perkenalkan dirimu."
Memang… mustahil…. kan?
"Hajimemashite, aku Namikaze Naruto. Aku baru pindah dari Amerika beberapa hari yang lalu. Jadi mohon bantuannya. Yoroshiku!" Serunya lantang dan ceria dengan senyum lembut yang melelehkan hati siswa-siswi dihadapannya.
Senyuman itu. Senyumannya yang tidak dapat dilupakan olehnya. Sasuke benar-benar mematung. Lidahnya kelu, diam seribu bahasa. Seolah koneksinya dengan dunia di sekitarnya sepenuhnya terputus sekarang.
"Hey, bagaimana pendapatmu tent- Sasuke, kau kenapa?" Kiba kebingungan melihat respon sahabatnya. Semanis, setampan, seimut, dan semenarik itukan si murid baru hingga sang Pangeran Es tertarik, bahkan terpaku menatapnya? Apa mungkin Sasuke merasa akan ada saingan sebagai Pangeran Sekolah?
Tapi yang ditanyapun sama sekali tidak merespon segala tatapan bingung yang dilemparkan teman-teman terdekatnya semenjak Kiba mengajaknya bicara. Dia hanya diam dan kalut pada otaknya yang sekarang distempel oleh berbagai pikiran dan pertanyaan.
Tidak!
Aku pasti berhalusinasi!
Pasti diantaranya…
Halusinasi malam itu… atau halusinasi pagi ini.
Aku yakin sekali dia memakai gaun putih tak berlengan…
"Aku harap kita semua bisa berteman baik!" kata Naruto dengan cengiran.
Aku yakin sekali rambutnya panjang…
"Ya, kau boleh duduk dikursi kosong dibelakang. Di sebelah kirimu, yang berambut merah itu, Sabaku Gaara, dan yang disebelah kanan, si rambut hitam, Uchiha Sasuke. Baiklah, aku akan segera menuju ruang Kepala Sekolah. Selamat brsenang-senang dan belajar." Seru Kakashi dengan sedikit terburu-buru berjalan keluar kelas dan Naruto menuju tempat duduknya.
Dan aku yakin sekali dia itu…
Si murid baru, duduk ditempatnya dan menyapa 'tetangga-tetangga' barunya. Mulai dari Gaara, lalu…
"Sasuke-san… Salam kenal!" sapanya ceria dengan senyum yang sama.
Perempuan… BUKAN LAKI-LAKI!
To be continue…
Ehehehe… *nyengir* maaaaafff, kalau gak sesuai harapan saat membuka… DX
Gomen gomen gomen gomen gomen gomen gomenasaaaaaiii…! XO
Beginilah inilah hasilnya… Kebiasaan Yumi, kalau awal memang agak bertele-tele.
Ini bener-bener masih awalnya aja, belum ada apa-apa, sih...
Yang jelas, BUKAN kembar! Hint! Lebih ke sesuatu yang... gitu deh... =.="
PLEASE review ya? Supaya Yumi bisa belajar kurang-lebihnya! *puppie's eyes*
Yak, terimakasih… sekian persembahan dari Orenji-chan. *plakk*
