Chapter 1

I Don't Own Naruto,

Naruto belongs to Masashi Kishimoto-sensei

Pairing : Genderswitch, SasuFemNaru.

Warning : AU, Gaje, Typo bertebaran maybe, alur pasaran.

The last,

DON'T LIKE DON'T READ

You've been warned! ^^v

.

.

.

.

.


Sasuke tidak paham dengan gadis yang satu tahun ini menjadi istrinya. Dia selalu tersenyum, meski perlakuannya sangat buruk pada gadis itu. Dia selalu bersabar menghadapi tempramen Sasuke yang tak kalah buruknya. Bahkan saat berkali-kali Sasuke selalu pulang terlambat karena berkencan dengan kekasih-kekasihnya, istrinya itu tidak pernah marah.

Senyum itu masih sama sejak pertama kali mereka bertemu satu tahun lalu. Dan jika dipaksa untuk jujur, Sasuke sebenarnya sedikit menyukai senyum gadis itu. Yah hanya sedikit, tidak banyak. Hari ini, Sasuke juga malas untuk pulang. Pekerjaannya sudah selesai, namun dia malas bertemu istrinya itu. Dia terlalu malas melihat wajah berkulit tan dengan tiga goresan tanda lahir dimasing-masing pipinya itu.

Sasuke muak, sampai kapan gadis itu akan bertahan. Jika Sasuke ingin menceraikannya terlebih dahulu, itu jelas tidak mungkin. Karena ayahnya sudah mengancam akan menarik seluruh harta bagian Sasuke dan mencoret namanya dari silsilah keluarga Uchiha. Jadi satu-satunya jalan adalah Naruto, istrinya itu harus meminta cerai padanya.

Pernah Sasuke bertanya, "Sampai kapan kau akan mempertahankan pernikahan sialan ini? Kau tahu, aku sudah muak dengan semua ini." dan gadis itu hanya tersenyum lemah. Sasuke mencoba mengabaikan sorot mata terluka dari manik yang lagi-lagi tidak ingin Sasuke akui jika warnanya sangat cantik.

Banyak hal buruk Sasuke lakukan pada istrinya itu selama satu tahun pernikahan mereka. Namun seolah tak peduli akan hal tersebut, Namikaze Naruto, yang sekarang sudah menjadi Uchiha Naruto itu. Masih bertahan dengan pernikahan mereka.

Walaupun Sasuke selalu berangkat pagi dan pulang larut, walaupun Sasuke sering memakinya untuk hal-hal sepele, dan walaupun Sasuke selalu meminta Naruto untuk menceraikannya. Namun Naruto masih belum goyah. Lelah memikirkan sosok gadis yang sudah pasti saat ini menunggunya pulang –Hell, satu lagi hal sialan yang Sasuke ingat, Naruto tidak pernah absen menunggunya pulang kerja–, Sasuke akhirnya memutuskan untuk beranjak dari ruang kerjanya saat ini. Dia memutuskan untuk pulang, lagipula saat ini sudah hampir tengah malam. Si Dobe itu pasti sudah tertidur.

.

.


.

.

Seperti dugaan Sasuke, istrinya itu sudah tertidur dengan TV yang menyala. Mendengus pelan, Sasuke hanya mematikan TV tersebut dan naik keatas tanpa ada niat membangunkan istrinya. Dia tidak suka melakukan hal-hal merepotkan seperti itu, jangan harap dia akan melakukan hal-hal menjijikkan semacam menggendongnya masuk ala bridle style ke kamar seperti di drama-drama yang selalu ditonton ibunya itu. Cih, itu tidak akan pernah terjadi.

Masuk kekamarnya yang bernuansa gelap, Sasuke masuk kekamar mandi dan melempar asal pakaiannya kedalam keranjang pakaian kotor disudut. Air shower yang mengguyur tubuhnya perlahan membuatnya rileks, Sasuke memejamkan matanya tatkala air mengguyur wajahnya. Dia merasa lelah, dia tidak ingin menikah, dia tidak percaya dengan sesuatu yang dinamakan cinta. Itu sangat menggelikan.

Sejak awal dia selalu berkencan dengan banyak gadis setelah menikah itu sebenarnya hanya untuk membuat Naruto marah dan menceraikannya. Namun usahanya sia-sia, dan Sasuke sudah muak melakukan itu. Gadis-gadis yang ia kencani itu selalu menuntut lebih dari sekedar makan malam.

Sialan, mereka benar-benar menjijikkan. Bau parfum mereka membuatku mual, bagaimana mungkin mereka memiliki bau seperti itu. Naruto saja tidak. Benar-benar mengerikan.

Pemikiran itulah yang membuat Sasuke berhenti mengencani gadis-gadis itu. Naruto yang tahu jika suaminya itu berhenti mengencani gadis-gadis lain pun mau tak mau tersenyum sangat manis –untuk pertama kalinya selain senyum lembut–. Dan lagi-lagi, senyum Naruto benar-benar mengena pada Sasuke. Walaupun Sasuke selalu menyangkal hal tersebut.

Besok akhir pekan pikir Sasuke saat memakai piyamanya. Sasuke menghela nafas pelan, untuk pertama kalinya ia menghabiskan akhir pekan dirumah. Biarlah, sekali-kali batin Sasuke. Dan tak lama setelah itu ia berbaring diranjangnya, menatap langit-langit kamarnya yang sudah gelap karena lampu yang ia matikan. Badan Sasuke lelah, dia butuh istirahat. Seorang Uchiha pun tetaplah manusia. Dan ia akhirnya terlelap.

.

.

.

Naruro yang tertidur menunggu Sasuke pulang itu akhirnya terbangun karena hawa dingin. Sudah setengah 1 malam saat ia melihat jam dinding. TV yang ia tonton sudah mati, itu artinya Sasuke sudah pulang pikir Naruto. Beranjak dari sofa yang ia tiduri, Naruto melangkah pelan menaiki tangga. Memandang kamar yang merupakan kamar dari suaminya itu, Sasuke. Menyuntuh daun pintu itu dengan tatapan rindu. Tak lama ia menarik tangannya dan memasuki kamar yang ada didepan kamar tersebut.

Berbeda dengan kamar Sasuke, kamar Naruto sangat cerah. Dengan cat sewarna matahari yang bagi Sasuke sangat menyilaukan dan menyakiti mata –Sasuke pernah berkata seperti itu–. Naruto menaiki ranjangnya dan menarik selimut bercorak kodok itu menutupi tubuhnya sampai sebatas dada dan mencoba kembali terlelap.

Sebelum benar-benar terlelap senyum kecil menghiasi bibir tipis Naruto, kalau hari ini Sasuke pulang mungkin besok mereka bisa menghabiskan waktu bersama. Ini pertama kalinya Sasuke pulang diakhir pekan, biasanya dia selalu tidak pernah pulang, entah ke Hotel atau ketempat temannya. Karena itu, Naruto pikir ini sebuah kemajuan yang sangat pesat. Dadanya menghangat hanya karena mendapati Sasuke pulang.


Masih dikediaman pasangan muda Uchiha itu, waktu masih menunjukkan pukul setengah 6 pagi. Mata sapphire gadis blonde itu terbuka perlahan, bergegas turun dari ranjangnya menuju kamar mandi. Membersihkan dirinya secepat yang ia bisa, Naruto keluar dari kamarnya. Perlahan dibukanya kamar yang ada didepan kamarnya, senyum bahagia seketika menghiasi wajahnya saat mendapati rambut raven menantang gravitasi menyumbul dibalik selimut

'Sasuke masih dirumah.' Batin Naruto.

Menutup pelan pintu didepannya, Naruto bergegas menuju dapur. Tomat, Sasuke itu sangat menyukai tomat. Naruto pikir ia akan memasak sesuatu dengan bahan dasar tomat. Siapa tahu Sasuke akan lebih ramah hari ini. Biasanya mood Sasuke akan sedikit membaik jika ia makan tomat.

Naruto tahu Sasuke tidak memiliki perasaan apapun padanya, Naruto juga tahu jika Sasuke mengencani gadis-gadis itu hanya untuk membuatnya marah dan meminta perceraian. Sayangnya Naruto tidak akan pernah menceraikan Sasuke, selama hati Sasuke masih belum menjadi milik siapapun tentu saja.

Katakan Naruto idiot, semua orang tahu jika Sasuke itu berhati dingin. Sangat mustahil seorang Uchiha Sasuke jatuh cinta. Namun Naruto masih berpikir jika sedingin apapun Sasuke, dia tetap memiliki hati. Naruto yakin itu, karena itu dia bertahan. Tidak masalah jika selama mereka menikah Sasuke selalu berkata kasar padanya -yang untungnya tidak disertai tindakan fisik seperti menampar tentu saja-, tidak pernah menyentuhnya selayaknya seorang suami kepada istrinya, jarang pulang, terkadang ia seolah makhluk tak kasat mata didepan Sasuke. Namun itu tidak masalah, karena Naruto tahu.

Hati Sasuke, masih belum menjadi milik orang lain. Jadi ini sudah cukup untukku hanya dengan berada disampingnya. Dan aku masih memiliki kesempatan.

Selesai memasak untuk Sasuke, Naruto kembali kekamarnya. Ia tadi hanya membasuh muka dan gosok gigi. Jadi sekarang ia akan mandi sambil menunggu Sasuke bangun. Sedikit lebih cepat dari biasanya durasi mandi Naruto kali ini, ia hanya takut saat keluar dari kamar Sasuke sudah pergi. Namun pikiran itu segera tersapu begitu saja saat ia kembali membuka kamar suaminya itu dan mendapatinya masih terlelap diranjangnya.

Pukul 8 pagi, Naruto sudah menduga jika Sasuke akan marah sebenarnya. Namun ia nekat membangunkan suaminya itu, sekali-kali ia ingin menghabiskan waktu sarapan akhir pekannya dengan suaminya yang dingin itu. Memantapkan niatnya, Naruto masuk dan mendekati suaminya. Diguncangnya pelan pundak suaminya yang terlelap itu sambil memanggil namanya.

"Sasuke, sudah pagi. Cepat bangun."

"…"

"Sasuke."

"…"

"Sasuke."

"Apa maumu Dobe? Apa kau tidak tahu yang namanya akhir pekan, bisakah kau tidak menganggu waktu istirahatku?" Sentak sosok itu saat akhirnya terbangun. Mau tak mau Naruto pun terkesiap kaget, ia sudah menduga jika Sasuke akan marah. Yah, sudah terbiasa sebenarnya dengan kemarahan Sasuke itu. Satu tahun Naruto menghabiskan waktunya dengan suaminya yang selalu bertempramen buruk itu, tentu saja ia sudah lumayan kebal. Walaupun tetap saja masih menakutkan. Tapi saat mengingat panggilan suaminya itu, mau tak mau Naruto sedikit tersinggung juga.

"Dobe?" Gumam Naruto. "Kau tadi memanggilku apa?" Tanya Naruto yang masih belum yakin dengan pendengarannya.

"Kau tuli Dobe? Cih, sudahlah. Keluar dari kamarku, aku mau tidur."

"TEME! TUTUP MULUTMU SIALAN. BERANI SEKALI KAU MEMANGGILKU SEPERTI ITU." Dan untuk pertama kalinya dalam satu tahun usia pernikahan mereka, Sasuke merasa jika ia baru mengenal gadis yang saat ini berteriak didepannya dengan suara cempreng dan wajah tan yang memerah –karena marah–, dan juga jangan lupakan pipi yang menggembung terlihat seperti tomat yang sangat ia sukai.

Mata Sasuke terbelalak melihat pemandangan seperti itu setelah bangun pagi. Ah, sepertinya Sasuke tanpa sadar terpesona pada seseorang untuk pertama kalinya dalam 22 tahun ia hidup. Pada istrinya sendiri.

Masih ingin bercerai Sasuke?

.

.

.

.

TBC


This is my first fic. Hehehe…

Arigatou gozaimashita. Masih banyak yang kurang dari fic ini, jadi saya mohon pendapatnya. Nyehehehe…

At least, review please ^0^