Pepper Up Love © Fujimoto Yumi, 2016
Park Jimin X Min Yoongi
BTS and other characters © God, themselves
Hogwarts and Magical stuffs © J. K Rowling
Rated M. / Romance, Fantasy, Friendship.
Magical!AU. A/B/O Dynamics. YAOI. OOC. Mature Content. Mating Scene. Mpreg!
Hufflepuff!Jimin. Gryffindor!Yoongi. Bottom!Yoongi.
A/N : DLDR, kay. I gain no profit by publishing this story. Namjoon, Seokjin and Yoongi is in the same age, they are in seventh year. So do Jimin, Taehyung and Hoseok who are in sixth year. Jungkook is in fourth year.
Summary : Karena tatapan Jimin adalah api yang membakarnya. Begitu pun dengan wangi Yoongi yang membius Jimin dalam setiap tidurnya. Dan rasa yang membakar mereka seperti dua kutub magnet yang saling tarik-menarik, membuat keduanya terus terikat tanpa bisa berpaling lagi.
Untuk; Jimsnoona's birthday.
.
.
.
Musim pertandingan Quidditch sudah di mulai. Dan di sinilah Yoongi, menemani Jungkook yang memaksanya untuk ikut menonton pertandingan antara Hufflepuff dan Gryffindor, di mana kekasih Jungkook, Taehyung ada di sana. Bermain sebagai Chaser kebanggaan asrama berlambang musang itu.
Jungkook sudah tidak bisa diam di tempat duduknya. Dia terus saja memekik dan mengatakan bahwa Taehyungnya tengah melihat ke arah sini dan memaksa Yoongi untuk ikut melambai. Dan ketika namja berambut caramel itu mengangkat kepalanya guna melakukan apa yang Jungkook minta, di saat itulah tatapannya bertemu dengan sosok di atas sapu di samping Taehyung. Yang menatapnya intens sembari sesekali mengobrol dengan Taehyung dan berhasil membuat sekujur tubuh Yoongi panas membakar hingga ke tulang.
Keduanya tidak berkedip sama sekali. Seolah saling menyelami manik masing-masing. Dan kemudian tatapan Yoongi jatuh pada bibir sosok itu. Di mana sosok tersebut menyapukan lidahnya untuk membasahi kedua bibirnya. Yoongi sontak mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha mengusir rasa panas yang ia rasakan. Pun ia berusaha untuk tak terpaku pada setiap tatapan yang ditujukan sosok itu padanya.
Karena sungguh, Yoongi bisa merasakan bahwa sosok tersebut tak melepaskan pandangannya sedikitpun semenjak mereka saling bertemu pandang.
Di sisi Taehyung sendiri, yang melihat sahabatnya seperti sosok yang baru saja bertemu air di tengah padang pasir langsung bersiul dan meledek sang sobat.
"Oh, Jimin, dapat yang menarik, huh?" Taehyung berucap demikian sembari menyenggol namja di samping sapunya itu.
Namja yang dipanggil Jimin hanya meliriknya sebelum kembali memperhatikan namja berkulit pucat di samping pacar sahabatnya.
"Dia siapa?"
"Siapa?"
"Yang bersama Jungkook."
"Oh…" ekspresi wajah Taehyung benar-benar semangat dan senyuman super lebar menyandangi wajahnya. Ia merangkul sahabatnya masih dengan sapu mereka yang berdampingan. "…dia, Min Yoongi. Kakak sepupunya Kookie."
"Min Yoongi?"
"Half-blood wizard, bro."
"Ah. Pantas baru dengar."
Jimin benar-benar tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Yoongi. Melihat bagaimana sosok itu sedang bercakap-cakap dengan Jungkook, melihat bagaimana bibirnya bergerak dan membuat Jimin ingin sekali menggigit maupun melumatnya.
Rasa panas dan ingin memiliki yang Jimin rasakan entah mengapa membuatnya ingin mengukung namja itu di bawahnya. Dan pastinya Jimin ingin sekali menanamkan kepemilikan di kulit putih pucat itu agar menjadi miliknya. Pun Jimin merasa yakin sosok itu memang benar-benar ditakdirkan untuknya.
"Dan dia—"
"Omega. Aku tahu, Tae."
"Wow. How can you—"
"He looks so delicious, ya know. Rasanya aku ingin mengklaimnya sekarang juga jika diizinkan."
"Pffttt. Santai, bung. Lihat keadaan dulu lah. Memangnya dia mau denganmu? Siapa tahu Yoongi-hyung sudah punya mate, kan?"
Jimin langsung menoleh dan memasang raut penuh tanda tanya pada sahabatnya. "Dia sudah punya?"
Taehyung hanya mengangkat bahu untuk kemudian berlalu dari samping Jimin ketika kapten mereka menyuruh mereka bersiap di formasi yang sudah dibuat. Jimin mengerang kesal mendapati Taehyung mempermainkannya.
Dan Taehyung sudah tersenyum setan karena merasa berhasil membuat Jimin frustasi. Padahal dia sangat tahu bahwa kakak sepupu pacarnya itu masihlah sendiri. Dan belum ada seorang pun yang mengklaim namja manis tersebut.
"Ya Kim Taehyung! Katakan yang sejujurnya?! Dia sudah punya mate?"
Taehyung hanya tertawa. "Why don't you ask him yourself, bro?"
Jimin langsung berdecak. "Sialan byuntae. Awas saja kau."
"Kita menangkan pertandingan ini dulu, okay? Setelah itu aku akan membantumu mendapatkan Yoongi-hyung."
"Aku tidak berusaha percaya, Tae."
"Sialan."
Saat Taehyung selesai mengumpat itulah peluit tanda pertandingan dimulai berbunyi. Jimin selaku Seeker secepat kilat melesat mencari Snitch untuk memenangkan pertandingan ini. Ia membawa sapunya agak naik ke atas, agak jauh dari lapangan. Melihat bagaimana teman-temannya saling mengoper Quaffle.
Jimin sontak berteriak saat Taehyung memasukkan bola dengan nilai 10 itu. Lalu ia mulai mengendarai sapunya lagi, berusaha mencari Si Emas Kecil yang sangat sulit terlihat dan terbangnya cepat juga gesit. Sembari dirinya menghindari kebrutalan Bludger yang bisa saja mematahkan kaki maupun tangannya. Pun tanpa ia sadar, matanya jatuh lagi pada sosok Yoongi yang dengan sangat serius menonton pertandingan ini.
Maka dengan gilanya, Jimin melesat ke arah tempat duduk kekasih sahabatnya, Jungkook yang sedang memekik senang di tempatnya. Melempar senyum yang membuat siapapun mimisan hanya karena melihatnya.
"Loh?! Jimin sedang apa di sini? Sana cari Snitch!"
"Ssst, berisik Jungkook. Aku punya urusan sebentar di sini." Jimin menjawab tanpa melihat ke arah Jungkook dan hanya memokuskan pandangannya pada Yoongi yang juga ikut mengernyit.
Jimin lalu menjulurkan satu tangannya dengan senyuman super sexy menyandangi bibirnya dan berucap. "Park Jimin, salam kenal, Yoongi-hyung."
Yoongi langsung tersentak dan hanya memandangi uluran tangan Jimin dengan ekspresi datar khasnya. Melihat itu, Jimin pun tertawa dan tetap menunggu Yoongi menyambutnya. Sampai akhirnya Jungkooklah yang mengambil tangan hyungnya lalu mengaitkannya pada uluran tangan Jimin.
Sedetik-dua detik, seperti terkena mantra pembeku, Yoongi tak berkedip, ia pun hanya bisa merasakan betapa besar dan hangatnya tangan Jimin. Namun yang lebih Yoongi rasa, sentuhan itu seakan membakarnya. Pun ia kemudian kembali tersadar disusul mengernyitkan dahinya saat Jimin berucap lagi dengan seringai sexy di sudut bibirnya yang membuat Yoongi ingin menarik Jimin kemudian menciumnya. "Hei hyung, jika aku mendapatkan Snitchnya, boleh tidak aku meminta hadiah darimu?"
Yoongi langsung tersentak dan melirik ke seluruh penjuru dan mendapati semua anak-anak yang menonton melihat ke arahnya. Apalagi anak-anak Slytherin kurang kerjaan yang katanya ingin membunuh waktu dengan menonton pertandingan ini sambil mencibirnya. Pemuda berambut caramel itu segera melepaskan tangan Jimin yang masih menggenggam tangannya. "Kau gila."
"I am. Jadi?"
"Aku tidak mengerti maksudmu—Jimin?"
"Ah, bagaimana jika aku mendapatkan Snitchnya, hadiah darimu adalah… Hogsmeade akhir pekan ini?"
"OHOK." Suara batuk pura-pura langsung terdengar dan ternyata itu berasal dari Hoseok yang masih cedera dan tidak bisa ikut bertanding bersama Hufflepuff yang lain dan berakhir di bangku penonton. "Terima sajalah, Yoongi-hyung~"
Yoongi mengabaikan saja ucapan Hoseok lalu beralih lagi ke arah Jimin dan menjawab. "Kau benar-benar gila."
"Like I said, I am. So?"
"A—"
"OI, PARK! KAU HARUSNYA TAHU BAHWA SNITCHNYA BARU SAJA MELEWATIMU, BODOH!" Alexander –sang kapten tim asrama Hufflepuff berteriak nyaring. Dan mungkin saja orang itu memakai sonorous supaya Jimin mendengarnya.
"SHIT. IYA-IYA! BERISIK SEKALI SIH." Jimin balas berteriak lalu beralih lagi pada Yoongi, berbicara lembut pada namja pucat tersebut sebelum melesat pergi dengan kedipan menggodanya ke arah Yoongi. "Aku bisa meminta jawabanmu nanti, hyung. Tolong semangati aku, okay, love?"
Terkutuklah Park Jimin itu, batin Yoongi kesal. Walau niatnya ingin mengumpat, Yoongi hanya diam saja dan melihat bagaimana Jimin bertarung melawan Seeker dari tim asramanya, Gryffindor.
Pemuda berambut hitam itu melesat cepat ke angkasa saat matanya menangkap bola kecil berwarna emas yang terbang dengan begitu gesit. Seeker dari tim lawan juga melihat benda itu dan mereka berdua mulai memperebutkan Snitch bernilai 150 angka tersebut.
Bola emas tersebut seolah mempermainkan mereka. Snitch 150 angka itu terbang di belakang Bludger yang tengah melesat brutal dan para Beater dari masing-masing tim berusaha untuk menyingkirkannya.
Tiba-tiba Snitch meluncur turun membuat Jimin dan Dominik –sang Seeker Gryffindor ikut membawa sapunya ke bawah. Mereka berdua melesat begitu kencang berusaha untuk meraih bola emas kecil itu. Kedua tangan mereka terjulur namun beberapa meter hampir sampai ke tanah, si Snicth menukik ke atas lagi membuat kedua Seeker itu mengerang kesal. Namun Jimin lebih cepat, ia langsung melajukan sapunya dan terus berusaha menangkap benda bulat itu.
Dominik menyusul di belakang dengan kilat. Para penonton sudah berteriak gemas begitu pun Jungkook dan Yoongi yang bingung harus mendukung siapa. Tanpa sadar Yoongi meremas tangannya dengan Jungkook yang mencengkram lengannya. Mereka bisa melihat bahwa dua Seeker itu kembali menjulurkan kedua tangan mereka bersiap meraih bola emas itu selagi anggota tim mereka yang lain masih berusaha mencetak skor dengan memasukkan Quaffle ke dalam gawang.
Hanya tinggal beberapa senti lagi tangan mereka menggapai Snitch, Madam Blake menajamkan pandangannya dan—
PRIIIIIT!
"350-280 untuk Hufflepuff. Hufflepuff menaaaaang!"
Sorak-sorai keceriaan bergemuruh di lapangan itu. Panji-panji asrama Hufflepuff makin berkibar dan Yoongi langsung bangkit begitu saja untuk kemudian meninggalkan Jungkook yang secepat itu juga menyusul kakak sepupunya.
"Yoongi-hyung mau ke manaaa?"
"Balik ke asrama."
"Ngapain?"
"Tidur, Kook. Atau ngerjain essai."
"Yah tapi Kookie belum ngucapin selamat ke Taetae~"
"Ya sudah tunggu saja. Hyung balik ke asrama."
Jungkook langsung cemberut mendengar itu. Ia buru-buru memegang lengan kakak sepupunya supaya tidak pergi. "Temani Kookieee~"
"Tidak."
"Hyuuuuuuuuuuuuuuung~"
"Sampai nanti makan malam, Kookie."
Yoongi melepas pegangan Jungkook pada tangannya dengan pelan lalu berlalu membuat jubahnya tersingkap dan sedikit berkibar. Jungkook yang ditinggal begitu makin memanyunkan bibirnya sampai ada yang mengecup bibir poutnya tersebut.
"Taetae!"
"Ups, sorry. Lagipula siapa suruh manyun di tengah jalan begitu, hm?" Jungkook hanya menghela napas lalu mengucapkan selamat pada kekasihnya. Di dekat mereka Jimin hanya memutar bola mata dan mencari keberadaan Yoongi.
"Mana kakak sepupumu, Kook?"
"Kembali ke asrama, tuh."
"Kenapa tidak dicegah?"
"Sudaaaaaaah. Yoongi-hyung itu kan keras kepala. Maaf saja Kookie kalah terus kalau adu argumen sama dia," balas Jungkook sembari memainkan jarinya di helaian poni Taehyung.
Jimin yang mendengar itu hanya bisa menghela napas pasrah. "Sudahlah. Aku duluan, Tae. Gerah, mau mandi."
"Oke sobat."
.
.
.
Terhitung seminggu sudah Jimin berusaha untuk mendekati Yoongi yang dengan mudah menghindarinya. Dari berusaha mendekatinya di Aula Besar saat makan pagi, siang dan malam, atau ketika ada jam kosong, tetapi nyatanya Yoongi bisa dengan mudah lepas begitu saja.
Jimin frustasi. Ia ingin sekali mengikat Yoongi agar tak kabur darinya. Karena Demi Tuhan wangi tubuh Yoongi bisa tercium padahal jarak mereka lumayan jauh. Jimin, sebagai seorang Alfa bertanya-tanya, apakah bau tubuh Omega sebegitu menguar di sekeliling? Bukankah hanya saat masa heat saja?
Entahlah. Jimin terlalu malas untuk berpikir. Dari sekian banyak Beta dan (sedikit) Omega di dalam kastil ini, baru sekarang Jimin merasa frustasi karena wangi Yoongi. Memang bukan rahasia lagi bahwa di sekolah sihir itu terdapat banyak siswa dengan statusnya yang berbeda-beda.
Tidak sedikit juga Beta yang berusaha menarik perhatian Jimin, namun tetap… jika itu bukan mate-nya, Jimin merasa tidak tertarik untuk mencoba sekalipun mereka akan dengan sukarela memberikan leher mereka untuk Jimin klaim. Sekarang… yang Jimin inginkan hanyalah Min Yoongi. Tetapi kenapa rasanya sulit sekali mendapatkan sosok itu?
Jimin tetap menaruh pandangannya pada punggung namja manis berkulit pucat yang wanginya bisa Jimin cium dari tempatnya duduk. Ia menghela napas sembari sesekali menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Makan dulu yang benar, sob. Baru memelototi punggung Yoongi-hyung."
"Dia gesit."
"Yeah…"
"Untung dia tidak masuk Slytherin. Heck… apa yang terjadi nanti."
"Almost, sobat. Kudengar dari Kookie, ibunya Yoongi-hyung dulu di Slytherin."
"Serius?" Jimin langsung menoleh pada teman sekamarnya sejak kelas satu itu. "Yeah, tapi dia tidak cocok di sana."
Taehyung mengangguk dan ikut melihat ke arah meja Gryffindor, lalu melempar senyum dan lambaian pada pacarnya, Jungkook di sana.
Jungkook yang melihat itu balas melambai dan menyengir. Lalu melirik Jimin di samping Taehyung yang melihat ke arah sosok di depan Jungkook. Pemuda bergigi kelinci itu menyenggol tangan kakak sepupunya dengan ujung garpu yang ia pakai.
Yoongi memasang wajah bertanya. Jungkook langsung menunjuk ke arah belakang. "Jimin memandangi hyung terus, tuh."
"Oh."
"Ish. Serius, hyung!"
"Lalu aku harus apa, Kook?"
"Balas kedip sih, Yoongi." Orang di samping Yoongi, Seokjin yang merupakan sahabatnya sejak kecil menyahut.
Yoongi langsung mendelik pada sosok itu. "Berisik, Jin. Kalau mau kau saja."
"Wah, maaf saja. Aku sudah punya Namjoonie."
"Ga nanya."
Yoongi memakan sarapannya dengan wajah super kesal. Bukannya ia tidak bisa merasakan tatapan Jimin, tapi tolong katakan padanya kenapa respon tubuhnya sebegini berlebihan. Rasa panas yang membakarnya seolah ia meminum ramuan Pepper Up, dan hal itu membuat Yoongi gila. Juga hasrat di mana ia ingin menarik dasi Jimin dan mencium bibirnya sampai dia sendiri lupa siapa dirinya.
Tetapi kenapa? Yoongi pun tidak mengerti.
"Kau tertarik padanya, kan?"
"Siapa?"
"Jimin."
"Yang bilang?"
"Aku, tentu saja." Seokjin menoleh ke belakang sedikit untuk melihat ke arah Jimin dan Taehyung, lalu berpaling untuk menyuap sesendok makanannya dan bertemu pandangan dengan tunangannya di Slytherin sana, Namjoon. Setelahnya ia melihat lagi ke arah Yoongi. "Dia itu Alfa, kan?"
"Lalu?"
"Come on, kawan. Aku bisa merasakan kalau kau terbakar sekarang, Yoong. Sumpah rasanya aku bisa memasak sesuatu dengan suhu tubuhmu itu."
"Diam, Jin. Dan makan sarapanmu saja."
"Serius, Yoongi," Seokjin menjeda kalimatnya sebentar untuk meminum isi piala di dekatnya. Lalu memulai kembali, "Kenapa kau tidak membiarkan dia mengklaimmu? Aku tahu kau mau."
"Kau gila."
"Yeah, I know. But… kau masih ingat tentang Leo dari Slytherin itu, bukan? He wants you but you reject him. Come on. Kau tentu masih bisa merasakan dendamnya sampai sekarang karena kau menolaknya. Setidaknya, jika Jimin mengklaimmu, akan ada yang melindungimu."
Pemuda berambut caramel itu menghela napas, lalu menoleh ke arah sahabatnya. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, Seokjin."
Seokjin pun balas menghela napas –kasar. "Oke, kau bisa. Tetapi selama seminggu ini kau menghindari si Jimin itu, di saat kau sendiri tahu kau menginginkannya, bukankah itu gila?"
"Kau lebih gila jika membiarkan sahabatmu ini diklaim oleh orang yang baru dikenalnya seminggu yang lalu. For God's sake, ke mana saja ia selama 6 tahun ini baru tahu aku ada di sekolah ini?"
"Kau sendiri tidak tahu tentang dia, kan?"
Yoongi langsung diam. Paginya sudah benar-benar hancur karena sesungguhnya perkataan Seokjin semuanya benar. Iya, Yoongi tidak bisa memungkiri bahwa tatapan Jimin yang membuatnya seakan terbakar itu menimbulkan sensasi sendiri dalam dirinya. Yoongi juga tidak menampik jika ia menginginkannya. Tetapi kenapa?
"Bisa saja kan, kalau dia itu mate-mu."
"Opini darimana lagi itu."
"Insting."
"Beta bisa ngeinsting soal mate sahabatnya yang merupakan Omega?"
"Yeee, jangan salah. Biasanya instingku tepat. Buktinya Kookie dan Taehyung?"
"Ya, ya, ya. Terserah kau saja, Jin." Yoongi tiba-tiba bangkit membuat Jin maupun Jungkook yang sedari tadi menyimak mengernyitkan alis bertanya. Namun sebelum keduanya sempat berucap, Yoongi sudah bicara lebih dahulu. "Ada yang tertinggal. Aku akan kembali ke asrama dulu. Kalian duluan saja."
Seokjin dan Jungkook pun hanya mengangguk, lalu membiarkan Yoongi meninggalkan Aula Besar, di mana mereka tidak melihat bahwa ada dua orang dari asrama berbeda mengikuti kepergian pemuda berambut caramel tersebut.
.
.
.
Yoongi keluar dari lubang lukisan Fat Lady untuk menuju kelas pertamanya hari itu. Kini ia sudah memasuki tahun terakhirnya, tahun ketujuh di Hogwarts dan sebentar lagi menjalani NEWT. Ia tak menyadari bahwa ketika ia berbelok di koridor, dua orang berbeda memperhatikannya dari jauh. Namun salah satu di antara mereka, mengambil tongkatnya dan siap melemparkan kutukan ke arahnya.
Tetapi di satu sisi, sosok lain yang lebih cepat tanggap itu sontak ikut mengeluarkan tongkatnya untuk kemudian merapal mantra pemanggil, membuat tubuh Yoongi bergerak ke arahnya. "Accio!"
Tubuh Yoongi langsung bereaksi, bergerak ke arah si perapal mantra, Pun ketika ia sadar, ia kemudian sontak melihat sosok yang ada di depannya dan mendapati wajah Jimin hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya.
"J-jimin?"
"Ssttt. Kita pergi dulu dari sini," balas Jimin lalu membawa Yoongi pergi. Ketika menemukan pintu yang merupakan ruang kecil untuk menyimpan sapu, Jimin membawanya ke sana. Hal tersebut untuk sekedar menghilang dari sosok yang ingin menyakiti Yoongi itu.
"Kau baik-baik saja?" Jimin bertanya ketika mereka hanya berdua di ruangan sempit itu.
Yoongi yang dipojokkan Jimin hanya memalingkan wajahnya kemudian menjawab pelan. "Akan lebih baik kalau kau sedikit menjauh."
Mendengar itu, Jimin dibuat tersenyum. Seringai seksi menyandangi sudut bibirnya. Bukannya menjauh, Jimin justru semakin menempelkan tubuh mereka membuat napas masing-masing memberat.
"Aku tidak yakin aku mau… untuk menjauhkan tubuhku dari wangimu."
Satu tangan Jimin terangkat untuk menyampirkan poni Yoongi yang menutupi matanya. Lalu namja berambut hitam itu berbisik tepat di telinga Yoongi yang sudah memerah. "Wangimu membuatku gila, Yoongi."
Yoongi menggeliat saat hangat napas Jimin menyapa sekitar telinga ke lehernya. Ia mengangkat kedua tangannya guna menciptakan jarak di antara tubuhnya dan sosok di depannya ini.
"Jimin—"
Hela napas keduanya memberat akan bau masing-masing yang merasuk ke indera penciuman. Jimin sendiri sudah menggigit bibir gemas karena ingin sekali menandai leher sosok di depannya. Atau Yoongi yang benar-benar ingin menyerah dan membiarkan Jimin melakukan apapun. Tetapi mungkin Yoongi ingin merasakan dulu bagaimana rasanya berciuman dengan Jimin sampai mati.
"Jimin—m-menjauh…"
"Kau menginginkanku, Yoongi-hyung."
"Hhhh… ughh…" Yoongi mengepalkan kedua tangannya masih sambil menahan tubuh Jimin agar tidak terlalu menghimpitnya. "Aku harus masuk… hhhh… kelas… Jimhh."
Kepala pemuda berambut caramel itu pusing bukan main. Wangi manly Jimin, tubuhnya yang keras dan kekar dan hangat napasnya membuat Yoongi benar-benar gila. Wajahnya sudah memerah karena panas yang membakar seluruh tubuhnya. Yoongi sedari tadi masih memalingkan wajah. Saking menyerahnya karena Jimin tak mau menjauh, maka lelaki manis itu pun memutuskan untuk melihat wajah Jimin di depannya.
Jarak wajah mereka benar-benar tipis saat pada akhirnya Jimin memilih untuk memundurkan wajahnya sedikit, agar dia bisa melihat wajah Yoongi. Mata Jimin setengah terbuka karena indera penciumannya masih fokus menghirup semua bau yang menguar dari tubuh Yoongi.
Karena pada dasarnya, seorang Alfa tidak akan bisa menolak pheromone yang dikeluarkan seorang Omega, apalagi jika Omega itu adalah matenya, seseorang yang digariskan untuk mendampinginya.
Maka di sinilah Jimin, selama 16 tahun hidup, dan beberapa tahun lalu menjalani hidup sebagai Alfa, pun selama di Hogwarts ia harus menghadapi banyak Beta yang berusaha mengambil perhatiannya, baru kali ini ada sosok yang benar-benar membuat Jimin tak bisa melepaskannya begitu saja.
Dan bodohnya ia baru mengetahui keberadaan orang itu ketika sosoknya sudah akan lulus beberapa bulan lagi. Selama dia hidup, Jimin benar-benar merasa bodoh sekarang ini.
"Jiminhh…"
"Humm?" Jimin menatap Yoongi yang juga menatapnya. Lalu namja bersurai sekelam malam itu membawa tatapannya ke leher Yoongi, dan menjalankan hidungnya untuk menggesekkannya di bawah telinganya. Membuat tangan Yoongi yang tadinya mengepal di depan dada Jimin menjadi meremas jubahnya.
"Fuck. Min Yoongi, you drive me nuts. Just let me bite you and you are mine."
Jimin menjilat bibirnya masih sambil matanya menatapi leher Yoongi. Pun Yoongi yang sudah gelap mata makin mencengkram jubah Jimin kemudian balas berbisik di depan bibir namja itu setelah tadi ia memutuskan untuk benar-benar mendongak dan jatuh pada pesona Jimin. "Just shut up and fuck me…"
Tanpa menunggu apa-apa lagi, Jimin meraup bibir tipis yang sedari tadi menguarkan napas yang memberat. Yoongi dengan sigap membalasnya dan membuat ciuman itu makin intens.
Kedua tangan Yoongi kini benar-benar berlabuh di leher Jimin, menariknya lebih dekat, membuatnya benar-benar terpojok di dinding batu di belakangnya. Sedangkan tangan-tangan Jimin dengan tergesa melepas dasi merah-emas milik Yoongi disusul membuka jubahnya. Namun sepertinya Jimin benar-benar tidak sabar. Pemuda tampan itu kemudian mengambil tongkatnya dan mengayunkannya singkat, sehingga membuat tubuh Yoongi terbebas dari seluruh pakaiannya.
Jari-jemari Jimin terus berkelana ke mana pun. Seolah begitu terampil untuk mematrinya dalam ingatan dengan Yoongi yang meresponnya sama bergairah. Bibir mereka yang masih bertaut tak sama sekali terlepas sekalipun oksigen mulai menipis.
Yoongi bahkan menaikkan satu kakinya melingkari pinggang Jimin saking tak bisa lagi menahan efek panas yang menyebar ke seluruh tubuhnya ketika Jimin menggesekkan bagian bawah tubuh mereka.
"Ughh…" Yoongi menggeliat ketika merasakan jari Jimin menyapa manholenya. Ia sudah tidak peduli lagi. Mengapa ia harus mengelak ketika tubuhnya menginginkan semua ini?
Slick miliknya sudah mengalir membuatnya benar-benar basah. Jimin menyeringai dalam ciumannya. Ia merasa Yoongi seolah benar-benar siap untuk ia masuki. Maka Jimin memutuskan untuk memasukkan satu jarinya ke dalam manhole Yoongi, merenggangkannya agar lubang tersebut siap menerima kejantanannya.
Sembari melakukan itu, Jimin menurunkan ciumannya ke leher Yoongi. Hidungnya menggesek-gesek di sana, berusaha mengambil semua bau yang menguar. Ia tidak cukup gila untuk langsung menanamkan tanda di leher putih pucat itu, setidaknya ia harus menunggu. Menunggu sampai Yoongi benar-benar menawarkan lehernya untuk ia gigit dan mereka akan bersama selamanya.
"Anghh…" desahan yang Yoongi keluarkan membuat Jimin menyunggingkan senyumannya.
Pemuda berambut hitam itu agak menjauhkan wajahnya untuk melihat wajah Yoongi yang merona merah. "Kau… benar-benar siap untukku, hm? It seems like you are ready to get marked… by me."
"In your dream, Jimin…" balas Yoongi refleks sembari melempar senyum manisnya.
Isi kepalanya yang kacau setidaknya masih membiarkan Yoongi berpikir agar berhati-hati untuk mencegah Jimin memberinya tanda klaim yang takkan bisa Yoongi tampik selamanya. Namun Jimin sepertinya punya cara yang ia tak pernah duga.
"You want me," bisik Jimin dengan suara husky yang membuat Yoongi langsung menegang, dan membuatnya menjepit jari Jimin di manholenya.
Tetapi Yoongi kemudian menatap sosok di depannya menggoda. Pemuda berambut caramel itu mengedipkan matanya lalu membalas di depan bibir Jimin. "But you want me… more. Sampai kau merasa gila."
"Fuck."
Pun Yoongi hanya tersenyum mendengar umpatan itu dan detik setelahnya mengerang keras karena Jimin memasukinya tanpa aba-aba. Kepalanya terlempar ke belakang sampai terkantuk dinding batu, namun Jimin yang saking merasa nikmat tak peduli akan hal itu. Bersatu dengan Yoongi, rasanya bagai ada di surga.
"Goddammit. You're so tight, Yoongi."
"I do…" hela napas mereka yang terputus-putus mengisi lemari sapu itu dan tak menjadi satu-satunya suara yang ada. Bunyi kulit yang saling bertabrakan pun memenuhi ruangan kecil tersebut, juga dengan desahan dan erangan Yoongi yang mengudara. Sekalipun Jimin berusaha untuk menanamkan ciuman-ciuman di bibir tipis itu, respon yang Yoongi berikan selalu berhasil lolos dari bibir manisnya.
Dengan satu kaki yang senantiasa melingkari pinggang Jimin, dan Jimin yang sedang semangat menghujamkan miliknya ke dalam Yoongi membuat dua pemuda itu merasa gila. Tak ada satu kata pun yang bisa mewakili sensasi luar biasa yang mereka rasakan kini.
Tak peduli lagi soal apapun. Ketika ritme gerakan makin meningkat, dan Jimin berhasil meredam semua desahan yang Yoongi keluarkan, puncak kebersamaan mereka pun hampir dekat. Jimin sudah tidak bisa menahannya. Apa yang akan terjadi jika setelah ini ia tidak mengklaim namja dalam dekapannya ini? Setelah apa yang mereka lakukan sekarang?
Maka Jimin melepas lumatannya dan secepat kilat membawa bibirnya pada perpotongan leher Yoongi. Lidahnya menjulur untuk menjilatnya, lalu ia mengemutnya menciptakan jejak keunguan di sana. Dan di saat ia menampilkan giginya untuk menanamkan klaim, dan di saat itu juga Jimin hampir sampai… Yoongi lebih cepat dengan mendorongnya penuh tenaga sekalipun awalnya ia mengerang keras akan kegiatan mereka.
Pemuda caramel itu menatap mata Jimin seolah minta maaf. Lalu mensummon tongkat sihirnya dan merapal mantra pembersih pada dirinya, memakai pakaiannya dan berlalu dari hadapan Jimin yang masih terpaku setelah sebelumnya mengecup sekilas bibir namja itu disertai bisikan. "Maaf… tapi mungkin tidak sekarang Jimin-ah…"
Dan benar-benar menghilang di balik pintu ruang kecil tersebut. Meninggalkan Jimin yang tergugu tanpa tahu harus berbuat apa.
.
.
.
Dua minggu telah berlalu sejak kejadian di lemari sapu itu. Hubungan Jimin dan Yoongi tak sedikitpun terlihat ada kemajuan. Namun di antara mereka berdua, mungkin Jiminlah yang paling frustasi. Karena Demi Apa, ia bahkan bisa mencium wangi Yoongi padahal jarak mereka itu benar-benar jauh. Dan itu membuatnya benar-benar gila.
Jimin mengusak rambutnya yang justru membuatnya makin menawan. Ia mengabaikan saja semua tatapan teman-teman asramanya saat ia memilih menggalau di sofa ruang rekreasi Hufflepuff sampai Taehyung dan Hoseok bergabung bersamanya.
"Yo, what's up, bro?"
"Tutup mulut."
"Come on, mate. Seriously, ada apa denganmu?"
"Shut up, Tae. Pergi sana."
Namun Taehyung tidak pergi. Ia tetap duduk mengapit Jimin bersama Hoseok sampai namja yang sering dipanggil Hosiki itu berbicara. "Soal Yoongi-hyung lagi?"
Dan saat itulah Jimin menghela napas kasar dan mengangguk. Ia benar-benar kelihatan sangat depresi.
"Kenapa sih?"
"Entahlah."
"Hah?"
"Bagaimana caranya agar dia mau ku-klaim?"
"Kau-apa? Tunggu… kau sungguhan serius dengannya?"
"Memangnya kau pikir aku sedang bercanda, Muka Kuda?" Jimin melirik sinis pada Hoseok yang mengernyitkan dahinya.
Teman sekamarnya itu justru ikut bersandar pada punggung sofa menemani Jimin di sana, dengan Taehyung yang hanya memperhatikan mereka. "Cekokin Amortentia, sih."
"Basi."
"Love potion?"
"Apa bedanya?"
"Sama saja sih. Hmmm, bagaimana kalau—biar aku dan Tae yang menjebaknya untuk tinggal di sebuah kelas kosong lalu—"
"Bentar, Hosiki, kau hanya akan membuat Yoongi-hyung mati karena Jimin pasti akan memakannya habis-habisan."
"Memang itu kan tujuannya?"
"Haaahhh…" Jimin menghela napas makin lelah. Ia mengusap kasar wajahnya lalu bangkit meninggalkan dua sahabatnya. "Ide kalian bodoh semua. Sudahlah."
Jimin sudah hampir keluar pintu asrama, Taehyung dengan cepat merespon. "Kau mau ke mana?"
"Perpus."
"Ngapain?"
"Mengencani Madam Shuu?"
"Shit serius?"
"Mengutuk Jungkook-mu, Tae."
"HEI!"
Namun Jimin sudah menghilang di balik pintu asrama meninggalkan Taehyung yang berpikir keras dan Hoseok yang hanya memutar bola mata, namun berniat menggoda temannya sejak kelas satu itu.
"Mungkin Jungkook—"
"ARGH TUNGGU KAU PARK JIMIN?! MENJAUH DARI JUNGKOOKKU!"
Dan pemuda dengan helaian coklat itu pun meninggalkan Hoseok yang sudah geleng-geleng sambil tertawa mengejek lalu memilih untuk berlalu ke kamarnya.
.
.
.
Yoongi membalikkan halaman buku yang dibukanya di meja perpustakaan dengan kasar kemudian menyalin isinya ke dalam perkamen miliknya yang sejak tadi sudah agak kusut saking Yoongi frustasi mengerjakannya.
Jungkook, Seokjin dan Namjoon di dekat Yoongi hanya geleng-geleng kepala melihat mood kakak serta sahabat mereka yang buruk itu. Tetapi karena Seokjin sudah memendamnya berhari-hari dan benar-benar penasaran, maka ia pun bertanya dengan mengabaikan tatapan sinis yang Yoongi gunakan untuk membalas pertanyaannya. "Kau ini kenapa sih? Kenapa akhir-akhir ini jadi seperti macan betina yang kelaparan."
"HAH?"
"Sssttt, Yoongi-hyung dilarang berisik di perpustakaan tau." Jungkook berucap begitu, namun langsung diam lagi saat Yoongi menatapnya tajam.
Pemuda caramel itu mengabaikan mereka dan fokus lagi pada tugasnya. Namun sepertinya Namjoon belum puas akan hal itu.
"Hei, Gryffindork."
"Bicara lagi kusobek mulutmu, Namjoon."
"Seriously. Aku ingin tanya. Sejujurnya aku ingin menanyakan ini sejak lama tetapi tidak jadi."
"Berisik cepat tanya. Apa Slytherin itu bertele-tele hanya untuk bertanya saja?"
Namjoon balas mendengus mendengar itu. "Lehermu itu, siapa yang berani menandaimu dengan hickey seperti itu?"
DEG!
Yoongi sontak mengangkat tangannya untuk menutupi bekas yang Namjoon katakan. Ia langsung diam namun Namjoon bertanya lagi. "Seseorang sudah mengklaimmu? Siapa bedebah yang berani melakukannya? Katakan kalau itu bukan si Leo brengsek itu?"
Namjoon mungkin bertanya dengan santai tanpa menunjukkan emosi, tetapi percayalah, bahwa bersahabat dengan Namjoon sejak kecil sudah membuat Yoongi yakin bahwa nada suara yang dipakai sahabatnya menyiratkan bahwa ia kesal, marah dan khawatir akan ketidaktahuan mengenai siapa yang membuat kissmark di leher Yoongi.
"Aku diam dua minggu ini karena Seokjin bilang aku tidak perlu khawatir –padahal dia sendiri khawatir. Tapi kau justru terlihat makin mengkhawatirkan. Kau tidak mau membuat Aunty Jeon, orang tuaku begitu pun orang tua Seokjin menjadi khawatir juga, kan?"
Yoongi makin terdiam mendengarnya. Ia pun menumpukan kepalanya pada lipatan tangan. Ia menghirup napas dalam-dalam, menghembuskannya diam-diam. Ia bahkan benar-benar lupa soal mereka beberapa minggu ini hanya karena seorang Park Jimin yang bisa membuatnya gila dalam sekejap itu.
Bagaimana mungkin Yoongi lupa soal mereka, yang sudah dengan baik hati membesarkan Yoongi di saat Yoongi telah kehilangan keluarga saat ia masih kecil? Bagaimana mungkin Yoongi benar-benar menjadi bodoh begini? Apa yang sebenarnya sedang dia lakukan?
"Yoong—"
"Bukan Leo, okay. Aku sudah akan membunuhnya kalau itu dia yang melakukannya."
"Lalu siapa?"
Yoongi diam lagi. Namun kali ini Seokjin yang bersuara. "Apa itu Jimin?"
'Shit.' Yoongi langsung mengumpat dalam hati. Pelan-pelan ia mengangkat wajahnya untuk menatap ketiga orang di depannya. Pemuda manis itu menghela napas pasrah, mungkin sudah waktunya ia mengaku pada mereka. "Ya."
"FUCKING HELL ARE YOU SERIOUS MIN—hmmphh."
"Ssttt, kau tidak mau diusir Madam Shuu kan, sayang?" Namjoon membekap mulut mate-nya dengan tangannya sambil berbisik. Matanya mengawasi sekitar mereka yang untungnya tidak terganggu.
Seokjin menggeleng membuat Namjoon melepaskan bekapannya. Jungkook di tempat duduknya hanya diam saja karena bingung harus melakukan apa.
"Fuih. So, what happened between you two? TUNGGU! Dia tidak—mengklaimmu, kan?"
"Belum."
"Yoong, serius, kalian ngapain aja sampai ada—hickey seperti itu?"
"Menurutmu?"
"Err…" Seokjin dan Namjoon saling melirik, tak yakin dengan apa yang mereka pikirkan. Jungkook pun hanya melanjutkan mengerjakan essainya karena merasa tidak mengerti mengenai subjek yang para kakaknya bicarakan itu.
Sampai akhirnya Yoongi pun memperjelasnya. "Kami bercinta, may be."
"Yes, of course you a—YOU WHAT?!"
"Aish, Jinnie tidak bisakah kau tidak berteriak?"
"Namjoon, oh, tidakkah kau dengar barusan Yoongi bilang—"
"Aku dengar. Tapi please, suaramu dikecilin sedikit bisa, sayang?"
Seokjin membalasnya dengan mengangguk lagi. Kemudian pasangan itu menatap ke arah Yoongi kembali, melempar tatapan tanya yang mau tak mau Yoongi balas dengan helaan napas –lagi. "Well, itu terjadi begitu saja. Aku tidak tahu apa yang terjadi tetapi yang jelas—tiba-tiba aku sudah terjebak bersamanya di lemari sapu dan kami—well, bercinta."
Sejujurnya mereka ingin tertawa karena tempat yang dipilih sahabatnya sangat tidak etis. Namun tidak jadi. Tetapi kemudian Namjoon sontak bertanya. "He came inside you?"
Namjoon sangat tahu sekali mengenai masalah serius sahabatnya ini. Seokjin di samping Namjoon diam-diam mengiyakan dan ikut khawatir.
"No. Aku mendorongnya saat dia akan… keluar dan hampir mengklaimku."
"Kenapa?"
"Jin…"
"Maksudku… well, okay kau boleh mendorongnya saat dia akan keluar di dalammu, tetapi kenapa tidak kau biarkan dia mengklaimmu?"
"Jin, kita sudah membicarakan ini berulang kali, bukan? Aku belum—"
"Sebentar lagi masa heatmu dimulai, Yoongi. Kau yakin obat-obatan itu akan mengatasinya?"
"Entahlah."
"Jujur, apa yang kau rasakan mengenai Jimin?"
"Aku—" kali ini, Jungkook yang awalnya sibuk dengan perkamennya langsung memasang telinga untuk mendengar jawaban kakak sepupunya. "—menginginkannya. Iya, aku tidak menampik itu. Dan tatapan sialannya itu benar-benar serasa membakarku. Rasanya aku ingin menarik dasinya lalu—"
"Menciumnya sampai kau sendiri pingsan dan lupa siapa dirimu."
"…true."
Maka keempatnya diam. Yoongi yang paling diam karena ia masih saja berpikir kenapa ia harus menghindar dan kenapa dia bisa lupa pada keluarganya yang super baik itu?
"—jagamu."
"Hah?"
"Biarkan dia mengklaimmu sehingga dia bisa menjagamu," ulang Namjoon.
"Aku masih bisa—"
"Kuperhatikan Jimin juga tersiksa. Sepertinya dia bisa mencium baumu dari jarak yang bahkan sangat jauh. Sama halnya ketika sebelum aku menjadikan Seokjin sebagai mate-ku. Yoong, bisa saja dia itu mate-mu."
"Namjoon jangan ikutan tunanganmu."
"Serius. Apalagi Jimin sudah memberikanmu kissmark, dia sudah menyentuh lehermu, itu artinya dia orang pertama yang bisa mengklaimmu ketika kau siap."
"Bloody hell. Kenapa kita jadi membicarakan ini?"
"Ada baiknya, kan? Lagipula, aku benar-benar menyarankan bahwa kau butuh pasangan untuk masa heatmu kali ini."
"Tidak, tentu saja. Aku bisa—"
"Kau. Butuh. Pasangan. Kali. Ini. Min Yoongi."
Kali itu, Yoongi memilih diam daripada menjawab sahabatnya. Ia melirik sekilas Seokjin yang masih menatapnya, begitu pun ke arah Jungkook yang hanya memasang tampang polos –namun Yoongi yakin anak itu mendukung dua orang lain di sampingnya.
Hah, Yoongi hanya bingung bagaimana dia harus menjelaskan semua ini?
"Dan kau perlu bilang mengenai masalahmu itu pada Jimin jika kau memutuskan kau siap diklaim olehnya. Secepatnya, sebelum masa heatmu datang."
Yoongi hanya mengusak surainya frustasi sampai ada seseorang yang menarik tangannya dan membawanya keluar tanpa mendengarkan ocehan Seokjin maupun Namjoon yang memperingatkannya.
.
.
.
Tbc.
A/N :
Yup, hello again, guys. Yumi's here. This is dedicated for ma beloved sista, Jimsnoona; and actually want to post it in her birthday but… she told me that she need something 'mecum' in this Saturday night XD And, here it is.
For Jimsnoona, hopefully you like it. Request-an lu tentang trope ABO Dynamics+Mpreg yang menyiksa otak wkwk. But I put passion into this. Pokoknya moga suka. Lanjutannya sesuai permintaan lo, di post pas hari H, eah. And Mpreg-nya muncul di next chap wkwk.
Btw, Yumi re-edit bagian glossarium(?) istilah-istilah yang ada di HarPot bagi yang belum tau. Here it is;
a. Quiddicth; olahraga sihir dengan media sapu terbang. Dimainkan oleh 7 pemain dengan posisi: 1 Seeker (mencari Snicth atau bola emas kecil yang punya sayap dan terbangnya cepat dan susah dilihat. Snitch bernilai 150 angka, dan Seeker yang lebih dulu dapetin Snicth, maka tim itu yang menang), 3 Chaser (memperebutkan Quaffle; bola bernilai 10 angka, besarnya mungkin semacam bola voli; dan mencetaknya ke gawang lawan), 2 Beater (menyingkirkan Bludger; bola keras, berat yang udah disihir dan bergerak sesuka hati. Nah Beater tugasnya mukul bola itu supaya dan selalu ada dilapangan dan ga ngenain pemain lain) dan 1 Keeper (yang menjaga gawang tim).
b. Hogsmeade; desa sihir deket Hogwarts.
c. Pepper up itu sebenarnya ramuan untuk nyembuhin flu, efeknya bikin tubuh panas. And it just popped up in ma head. Sorry, tho.
d. NEWT atau Nastily Exhausting Wizarding Test itu semacam ujian akhir untuk siswa/i tahun ke tujuh di Hogwarts/dunia sihir.
e. Accio; mantra pemanggil atau mendekatkan objek, biasanya untuk benda. Tapi di sini Yumi pakai bisa buat mendekatkan objek berupa orang.
f. Lemari sapu; tempat untuk nyimpen sapu-sapu terbang siswa/i di sekolah itu.
g. Slick; itu semacam cairan yang dikeluarkan oleh omega saat proses hubungan intim. Biasanya untuk mempermudah alfa mereka ngelakuinnya.
h. Masa heat omega bisanya 3 bulan, 6 atau 9 bulan sekali. Tapi kebanyakan dari yang saya baca sih 3 bulan. Jadi saya ambilnya 3 bulan sekali.
i. Amortentia = love potion. Amortentia itu love potion paling kuat di dunia.
j. Semua yang ada di fiksi ini murni imajinasi. Maaf kalau ada suatu kemiripan yang tidak disengaja.
Oke, that's it. Dan saya pikir kalian juga sudah tauuuu hehe. Still, thank you for reading until the end. See you again in the next chap!
Best regards,
Yumi.
