Cast : Kim Ryeowook, Lee Hyukjae, Kim JongWoon(Yesung), Lee Donghae and other member SJ & DBSK
Pairing : YeWook, HaeHyuk
Genre : Frienship, Romance, Family
Rate : T
Disclaimer : Cast ciptaan Tuhan, milik diri mereka sendiri beserta keluarganya yang berbahagia, tapi Kim Ryeowook boleh lah dibagi untukku juga *ditendang*
Warning: Genderswitch, OOC miss Typo(s), romance sedikit, lambat, bahasa tak sesuai EYD, banyak kekurangan lainnya. Tapi sebelum memberi bash aku ingatkan untuk membaca kalimat bercetak tebal di bawah ini !
Don't Like Don't Read !
.
.
.
-/-
Cerita kau dan aku, cerita sederhana yang bisa membuatku tertawa dan menangis sendiri kala mengingatnya. Entah apa ini juga berlaku untukmu? Jangan menjawabnya jika itu buruk untukku.
.
.
Kwahhh waaa
pssst pst
psst
Sinnnnnnngg
'Masih ada waktu satu jam.'
'Semoga berjalan lancar.'
'Disana cukup tampan.'
'Benarkah?'
Sinnnnnnng
"Kim Ryeowook!"
Lirihan setengah berbisik, suara berat yang entah sejak kapan menyebabkan debaman tak teratur di dalam dadanya.
Tatapannya datar saat dibalas, seolah bukan bibirnya yang baru saja memanggil nama gadis itu.
Tapi kenapa kau masih saja berdebar? Hanya ditatap begitu saja kau merasa oksigen di sekitarmu menghilang. Hanya dengan tatapan tak lebih dari satu menit kau seperti akan kehilangan nyawa. Bodoh!
'Aih, kupingku sudah berapa lama tak dibersihkan?' Bertanya pada diri sendiri, mata gadis itu masih mengekor kepergian seseorang sampai bayangan tubuh tegapnya menghilang dalam kerumunan.
Benar, tapi harapan yang sedikit ini singgah. Apa lelaki itu baik dan ramah? Sepengetahuannya memang begitu. Meski 6 tahun hampir setiap hari bertemu tapi tak ada sikap istimewa untuknya.
Wajah gadis itu mendongak, sudut-sudut bibirnya melengkung. Apa benar wanita itu selalu memikirkan hal kecil, tersenyum dan bersedia menitikkan air mata untuk masalah sepele. Hal ini berlaku untuknya, dan lagi-lagi ia tak tahu sejak kapan ini berawal.
"Wookie!"
"Hyuk-ah!"
"Aku mencarimu, kau baru datang ternyata."
"Aku sedang mencari kelas."
Yang dipanggil Wookie menurut saat satu tangannya ditarik, beban berat yang menempel di punggungnya semakin menjadi dengan langkah yang terbilang cepat.
"Sudah kuduga, kau seperti orang kesasar. Ayo ikut aku!"
Seolah mengerti si pirang bernama lengkap Lee Hyukjae menunjuk tempat ditengah koridor yang penuh kerumunan siswa berseragam merah putih sama dengan 2 gadis ini.
"Semoga kita sekelas Wookie," harapnya yang diikuti anggukan Ryeowook sebelum keduanya menerobos mencari celah sempit demi beberapa lembar kertas yang tertempel di papan mading.
"1 D. Syukurlah kita menjadi teman sekelas." Lee Hyukjae memekik senang, tubuh kecil Ryeowook dijadikan pelampiasannya, dipeluk dan dicubit. Beruntung kerumunan tadi sudah menipis, mungkin mencari kelas masing-masing sebelum MOS hari pertama dimulai.
Pandangan Ryeowook semakin tajam, hingga berhenti di satu kolom dengan nama yang ia cari.
'1 A, Kim JongWoon'
Bibir Eunhyuk -nama panggilam untuk Hyukjae- melengkung jahil, matanya ikut terarah di tempelan kertas paling pojok, kelas A.
"Ah, aku tahu yang kau lihat Kim JongWoon itu Yesung yang sering kau cerihmmppptt."
Dengan sigap tangan Ryeowook membungkam mulut Eunhyuk, kepalanya mengedar waspada apa ucapan tetangga sekaligus teman TK nya itu ada yang mendengar? Atau mungkin objek yang tadi disebut ada di sekitar situ. Yang jelas suara tadi bukan kategori pelan.
Ryeowook menghela nafas lega, perlahan melepas bekapannya yang membuat daerah sekitar mulut Eunhyuk berwarna merah. Sepertinya orang yang berdiri di sekitar mereka tak mau tahu apa yang terjadi. Ketakutan yang sangat berlebih.
Eunhyuk sendiri memamerkan senyuman, ia harus bersikap manis jika tak mau sahabatnya marah pagi ini. "Mian Wookie-ah, aku lupa. Maafkan aku ne."
"Sudah kukatakan jangan sembarangan menyebut namanya!"
"Iya aku lupa, aku tak sengaja. Oke, lebih baik kita ke kelas. Bantu aku menguncir rambut sebelum apel dimulai."
"Uhh, iya iya!"
Ryeowook kembali menurut, setelah berhasil dirajuk.
"Kalau begitu jangan cemberut."
"Siapa yang cemberut?"
"Senyum dong!"
"Iya sudah."
"Nah begitu kan cantik, tapi sayangnya lebih cantikan aku.
"Huh?"
.
-()()()()()-
.
"Coklat permen 100 bungkus."
"Wortel bentuk kupu-kupu, kentang bentuk kepompong untuk sup."
"Rambut kuncir 20."
"Uang receh terbitan taun 1952."
"Serius!?"
2 suara beda intonasi itu memekik bersamaan,dicibir seribu kalipun memang hal tersebut yang harus mereka penuhi untuk hari kedua. Jika mereka lebih jeli dan mau membandingkan dengan sekolah lain, dua bibir itu pasti berhenti merutuk MOS tahap kedua yang akan lebih menghabiskan uang dan menyita waktu.
Ryeowook melipat kembali selembar note yang baru ia baca, menyelipkan di saku kemeja putihnya.
Sedang Eunhyuk lebih memilih meremas note miliknya, menggumpalkannya seperti getuk. Jika ia sedang kelaparan mungkin ia akan lupa itu kertas yang simpan di saku rok rampel seragam.
"Huhhhhh." Mereka mengeluh bersamaan. Merasa sehati keduanya bertatapan lalu saling tertawa.
"Huh. Kapan sih 3 hari penyiksaan berakhir. Aku tak sabar memakai seragam baru," gumam Eunhyuk
Ryeowook tertawa, sama memperhatikan bentangan aspal di bawah kaki mereka. "Yak! Kita kan baru memulainya. Dasar!"
Cengiran dipamerkan Eunhyuk, kakinya yang gatal menendang-nendang kerikil kecil jalanan. "Kira-kira di masa SMP ini apa kita bisa punya namjachingu? Ahh, atau aku akan segera bertemu cinta pertamaku. Tapi..." digerakkan bibirnya yang mengerucut. "Tapi sepertinya di kelas kita tak ada cowok yang menarik. Huft."
Mata hitam gadis itu menerawang. Sebenarnya ada beberapa kelebat bayangan yang memasuki kriteria tampan di kamusnya, sayang diantara mereka tak ada yang sekelas dengannya. Fikirannya mulai beranjak dewasa atau makin kekanakkan. Entah, yang jelas dalam bayangannya mendapat perhatian dari lawan jenis mungkin mengasyikkan, mengalami masa-masa cinta yang mendebarkan setiap hari membuat Eunhyuk membentangkan sayap lebar merubah sosok anak-anak menjadi remaja, image imut menjadi manis. Benar, sejauh ini ia cukup iri dengan kakak perempuannya.
Sret
Kaki kiri Ryeowook menghentikan langkah Eunhyuk, kaki kanan lincah ia gunakan menendang kerikil yang jadi incaran sahabatnya.
Eunhyuk mendengus mendorong bahu kecil sahabatnya lalu berlari untuk menendang kerikil 2 langkah di depan mereka. Sejenak dua orang itu saling menghalau jalan masing-masing, tak peduli kemana larinya kerikil-kerikil yang mereka tendang, seperti orang berebut bola. Sampai pada belokan pertigaan mereka sama-sama terengah.
"Jadi kali ini siapa yang menang!" Dagu Eunhyuk terangkat setelah menendang kerikil terakhir di batas pertigaan, seolah mereka sudah mencapai garis finis
"Tentu saja aku." Ryeowook angkuh ikut mengangkat dagu.
"Haha yang benar? Menendang bola saja kau meleset."
Ryeowook terkikik melanjutkan langkahnya, perlahan lalu berbalik.
"Apa janji kita itu masih berlaku?"
Seperdetik Eunhyuk menerawang dan mengangguk pasti. "Tentu saja berlaku. Kita lihat saja siapa yang punya namjachingu lebih dulu!" terang Eunhyuk, menutup kalimat terakhir untuk Ryeowook dengan ucapan 'Sampai jumpa' sebelum membuka pintu pagar bercat biru di rumah paling ujung tempat mereka berbelok tadi.
Ryeowook masih berdiri diam, memikirkan sesuatu. Tidak mengerti, dia merasa tak yakin. Oke mungkin untuk masalah seorang lelaki bisa dipikirkan lain kali lagi. Bahunya terangkat lalu masuk ke pekarangan sebuah rumah yang berdiri kokoh disamping rumah Eunhyuk.
.
-()()()()()-
.
"Wookie, ayo kita makan."
Ryeowook menanggalkan gerakan spidol hitam di atas triplek tipis berukir nama panggilannya.
Sebelum menutup spidol dia terlebih dulu meniup dan mengelus papan tipis itu.
"Wookie! Cepat kemari.!" Panggilan dari luar terulang lagi.
"Iya umma!" jawabnya menyimpan papan yang akan kembali ia tenteng besok di laci meja lalu berjalan menuju dapur sambil menguncir rambutnya yang panjangnya hampir sepinggang dengan asal.
Disana, sudut kursi tengah dari total 6 kursi yang ditata berhadapan, umma Ryeowook sudah duduk manis.
Di atas meja terdapat 2 piring kosong beserta sendok yang sudah disiapkan. 3 rengkot berisi nasi dan lauk yang masih hangat.
Kreek
Ryeowook menarik kursi dimana satu piring kosong terbuka untuknya.
Saat tangannya ingin mengambil nasi, sang umma lebih dulu menangkupkannya di piring Ryeowook.
"Bagaimana hari percobaan pertamamu, apa sulit sampai kau selalu sibuk di kamar dari tadi?"
"Cukup menyenangkan," dusta Ryeowook, ia masih berusaha memotong daging asap di piringnya.
Dibilang menyenangkan sebetulnya tidak juga, menyebalkan? Ia tahu konsekuensi awal, lagipula ini hanya 3 hari. Ayolah 3 hari akan berlalu cepat.
"Hmm, bagus kalau begitu," gumam umma Ryeowook, matanya lebih fokus pada makanan.
Sepi.
Selalu keadaan rumahnya seperti ini, andai saja kakaknya masih disini. Paling tidak ruang makan akan berisik penuh oceham Kim YoungWoon tentang betapa enak masakan umma mereka atau saat sumpit nakalnya mencuri lauk dari piring Ryeowook. Hahh, dia jadi rindu hal-hal seperti itu.
"Oppa mau kemana, kenapa membawa tas sebesar itu. Oppa mau piknik lagi ya. Enak sekali."
Lelaki dengan seragam putih abu-abu menertawakan adiknya yang duduk didepan pintu, menalikan sepatu.
Alis Ryeowook terangkat begitu mendengar jawaban kakaknya. "Aku akan pergi dari rumah ini."
Bocah umur 13 tahun itu memilih mengabaikan tali sepatu kirinya yang belum dikait, ia berdiri mencengkeram erat kemeja atasan Kangin.
"Oppa mau kemana? Appa memarahi oppa lagi ya? Oppa mau kabur dari rumah?" cerocos Ryeowook.
Kangin menepuk dada. "Aku mau WaMil!"
Detik berikutnya mulut Ryeowook kemasukan roti selai, terlalu lebar menganga.
Pletak.
Appa mereka juga menyumpal sepotong roti dimulut Kangin yang hendak demo.
"Jangan bicara aneh-aneh pada adikmu." Umma mereka berancang-ancang dengan gulungan korannya.
"Kakakmu mulai sekarang akan tinggal di asrama, sekolah khusus laki-laki."
Tatapan Ryeowook berganti dari umma ke appanya. "Apa nanti malam dia pulang?"
Si appa menggeleng bijak.
"Aku baru akan pulang seminggu sekali, setiap hari minggu. Jadi jangan rindukan aku adik kecil."
Tangan Ryeowook menyingkirkan tangan Kangin yang baru saja merusak tatanan poninya.
"Baguslah kalau begitu. Jadinya tak ada lagi yang diam-diam memakan coklatku di kulkas."
"Ya! Harusnya kau menangis saat ini dongsaeng!"
"Huh, kenapa aku harus menangisimu."
"Kau harus menangis!"
"Tidak mau!"
Pletak.
Pukulan kedua didapat Kangin. "Jangan usili adikmu lagi YoungWoon."
Si umma bergerak maju, merapikan kembali seragam anak laki-lakinya, yang sedikit mencuat keluar. "Astaga! Mana sabukmu? Sudah berapa kali kukatakan jangan tinggalkan sabukmu. Sebentar ya yeobo, aku cari dulu sabuk anak ini."
"Tapi perutku sakit jika memakai sabuk umma! Aish."
Ryeowook terkekeh lalu meninju perut kakaknya, dia sering melakukan ini. Rasanya menyenangkan saja, melihat bibir Kangin mengerucut.
"Dasar gembul!"
Padahal setelah itu, setelah sang appa pergi mengantar kakaknya Ryeowook benar-benar menangis sepanjang perjalanan menuju SD yang tak berjarak jauh dari rumahnya. Jika Kangin tahu, dia pasti benar-benar ditertawakan.
Trang
"Malam ini aku mau ke toserba sebentar, ada beberapa yang harus kubeli."
Ryeowook mulai membereskan piring-piring. Beberapa lauk yang pasti tersisa ia simpan lagi di dalam kulkas. Masih seperti ini, takaran yang dimasak ummanya selalu berlebih, jika ada si sulung biasanya makanan langsung habis.
"Kau pergi sendiri?"
Tangan Ryeowook memutar keran wastafel, ia sedikit menengok ke arah umma. Kalau ia bilang pergi sendiri ummanya pasti khawatir, jelas toserba yang paling lengkap sedikit jauh dari rumahnya. Tapi jika dia pergi dengan sepeda pasti lebih cepat. "Tidak! Aku bersama Hyukkie."
Ia mengusap tangannya dengan celemek yang menggantung di samping kulkas selesai mencuci piring.
Ia lihat sang umma berjalan masuk ke kamar dan keluar dengan sebuah dompet.
"Kau butuh uang berapa?" tanya beliau lembut.
"Tidak! Uang yang umma beri kemarin masih ada kok."
Didorongnya tangan sang umma agar memasukkan kembali lembar kertas itu pada tempatnya.
"Tabungan untuk membeli ponsel?"
"Iya!"
Memang keinginannya dari awal, atau mungkin sejak SD, dengar-dengar memiliki benda yang bisa dibuat mengetik huruf dan menelepon, menyenangkan. Bukan cuma itu, ia bisa mengirim e mail dengan benda mungil itu tanpa harus meminjam milik kakaknya yang bahkan sudah setahun ini tak tinggal di rumah. Meski mentok orang yang akan ia kirim e mail adalah Lee Hyukjae, atau bekas teman perempuan SD lainnya.
Ketimbang merengek pada sang appa, Ryeowook lebih suka mengadu pada ummanya tentang keinginan besarnya memiliki ponsel pribadi. Barang seperti itu sudah bukan kelompok barang tersier, bahkan setiap orang dengan segala umur memilikinya. Tapi mungkin wanita tertua keluarga Kim ini tak sependapat, karena ia merasa tak butuh. Dan jika Ryeowook sudah mulai ditantang dengan hal itu, ia akan berkoar, 'Itu karena umma sudah ibu-ibu!'
"Appa akan pulang malam lagi?" Ryeowook menerima uluran mantel yang tadi pagi habis digosok ummanya.
"Tidak, hari ini appamu tidur di rumah chingunya. Mereka sedang ada proyek."
"Lagi?" gumam Ryeowook pelan.
Sebenarnya Ryeowook tak ingin meninggalkan ummanya sendirian di rumah. Tapi tak mungkin juga untuk mengajak ummanya keluar dimalam dingin ini dan berboncengan naik sepeda. Memang tubuh kecil itu bisa mengayuh beban orang dewasa?
"Wookie pergi dulu ya!"
"Ne, hati-hati."
Setelah mengambil sepeda bercat ungu dengan keranjang besar di bagian depan, ia menutup separuh dari garasi kecil samping rumahnya.
Sebenarnya tak ada barang berharga di dalam. Tak ada mobil karena appa memakainya bekerja. Hanya ada satu sepeda yang sama jenis dengan milik Ryeowook, tapi sudah dimodifikasi bagian stangnya. Dulu Kangin sempat merengek dengan sepeda yang sengaja dibelikan kembar. Untuk ia berwarna biru dan Ryeowook ungu. Baru seminggu setelah keranjang depan dibuang ia mau menaikinya.
Kring kring.
"Selamat malam bibi."
Bibir Ryeowook melengkung, menyapa beberapa pejalan yang ia kenal.
Menyandang gelar pengayuh terbaik, untuk masalah bersepeda Ryeowook masih bisa mengalahkan Eunhyuk, tak perlu menunggu lima menit lewat ia sudah sampai di depan toserba. Ryeowook memarkir sepeda dan tak lupa memasang rantai untuk digembok. Ini adalah sepeda kesayangannya, yang dibelikan appa umma nya saat dia berhasil naik kelas 4 SD dengan peringkat satu dan Kangin yang naik kelas 2 SMP meski hanya ranking 20 besar. Tapi Kangin selalu saja menyangkal kalau sepedanya itu kembaran dengan sepeda adiknya.
Sesampai di depan pintu toserba yang terbuka lebar kaki Ryeowook mendadak kaku, jangankan melangkah bergeser saja rasanya sulit.
'Orang itu kenapa ada di sini?' rutuknya. Aneh tapi nyata, Ryeowook malah gugup dengan penampilannya Setelan piyama tidur selutut, yah meski separuh tertutup mantel. Terbesit di otak Ryeowook untuk berbalik, pulang ke rumah dan ganti baju. Argh tapi Yesung keburu pergi dong?
Oke, bukan cuma baju yang merayap di otaknya sekarang. Bagaimana dengan rambut berantakannya, wajah kusut dan sendal jepit yang menghias kaki mungilnya?
Benar kan? Dia mulai aneh. Dan kenapa hal terkecil pun akan terbesit dikepalanya saat ada Yesung.
"Kau tahu kau menghalangi jalan!"
Ryeowook hampir terjengkang saat sadar orang yang ia fikirkan ada di depan matanya. Gugup ia menepi memberi jalan pada orang itu, dalam hati ia menyumpahi jantungnya yang tak bisa diajak negosiasi.
Yesung tetap pada tempatnya berdiri, namja itu menenteng satu plastik putih besar hasil buruan dari seabrek daftar yang diberi ummanya.
Dalam beberapa detik lagi mungkin Ryeowook akan pingsan, sejak Yesung ada di depannya ia terus-terusan menahan nafas. Ia tak berani menatap mata itu.
"Celanamu menerawang ya?"
Ugh
Pipi Ryeowook yang tadinya berhias warna pink, kini menjadi merah padam. Malu! Jelas dia malu.
Saat berbalik Ryeowook hanya menangkap punggung Yesung, teman yang juga satu SD dengannya itu sudah pergi mengayuh sepeda.
Buru-buru kaki kecilnya berlari kearah konter bagian makanan, hal yang dikatakan orang tadi membuatnya tak nyaman dan ingin cepat pulang. Aigo!
"Permisi, aku ingin membeli coklat permen paling murah disini."
"Baik tunggu sebentar."
Ryeowook memperhatikan penampilannya lewat cermin cembung besar yang tertempel di bagian ujung kanan sampai kiri dinding toserba. Memang rambutnya berantakan.
"Laki-laki tadi juga sama sepertimu nona, mencari coklat permen yang murah."
Si pramuniaga kembali dengan sekaleng barang permintaan Ryeowook. Biasanya 1 kaleng berisi 150 biji/bungkus.
Laki-laki tadi? Yesung?
'Jodoh!'
Ryeowook menggeleng sendiri, sementara pramuniaga di depannya meringis heran.
"Bisa aku minta bantuan?" tanya Ryeowook setelah sadar dari pemikiran konyolnya.
"Minta tolong apa nona?"
Ryeowook membalikkan tubuh membelakangi pramuniaga, ia sedikit membungkuk agar bagian bawah tubuhnya terlihat.
"Apa.. Apa celanaku menerawang?"
.
-()()()()()-
.
"Kenapa kau tampan sekali, issh?"
Bibir Eunhyuk melebar dari 1 jari menjadi 3 jari, gummy smile untuk lelaki yang tak berkedip di depannya. Mau ia menunggu sampai seabad pun lelaki itu tak akan berkedip dan membalas senyum. Itu kan cuma foto.
Telunjuk Eunhyuk menyusuri wajah yang terpampang di depannya. Sempurna. Terlalu sempurna.
Dari hidung bangir, bibir tipis, dan mata yang membuatnya mabuk. Mabuk? Ungkapan berlebihan, seperti bibi-bibi saja.
Apakah dia salah jika mulai tertarik pada lawan jenis? Meski umurnya belum mencapai 17 tahun, meski sesuatu yang menonjol di dadanya belum sempurna. Tetap boleh kan ia merasakan ini?
Setiap kali Eunhyuk bertanya seperti itu, meyakinkan tak ada yang salah dengan dirinya. Karena semua tak bisa berubah, jantungnya selalu berdetak konyol jika ada orang itu.
Cklek.
"Noona sedang apa?"
"Bisa tidak sih ketuk pintu dulu kalau mau masuk. Tidak sopan!" rutuk Eunhyuk pada anak lelaki yang tanpa rasa sungkan masuk kamarnya, tangan kiri Eunhyuk mengamankan foto penting tadi di balik punggung. Jika tak ingin terjadi keributan maka bocah ini tidak boleh tahu.
"Aku lapar, hm apa yang kau sembunyikan?"
Diselipkannya foto tadi di balik selimut, kemudian mengangkat dua tangan ke atas, kosong.
"Tak ada yang kusembunyikan. Kalau lapar harusnya kau kedapur. Sana hush!"
Tanpa beranjak dari atas ranjang, Eunhyuk mengayunkan kaki hingga mengenai pantat bocah itu lalu menendangnya.
"Kau tadi kan habis pergi, kau pasti beli makanan juga. Aku minta dibagi."
Menyebalkan. Pantatnya tak bergeming meski sudah didorong. Bocah kelas 6 SD itu malah menengadahkan tangan didepan wajah Eunhyuk.
"Aku tak membeli makanan Kyu, aku tak bohong!" tolaknya, lagi dengan nada tinggi. Jika saja tak ingat anak ini adalah adiknya, mungkin Eunhyuk sudah menyeret si manja ini lalu mengunci kamarnya. Tapi kalau dia melakukan itu, Kyuhyun pasti akan menangis dan ia akan kena omel si umma.
"Noona pelit sekali sih? Tadi aku lihat noona pergi dengan Hee noona dan Han hyung. Pasti noona dibelikan banyak jajan. Iya kan?"
Mata Eunhyuk memicing. Sabar.
Huh ketimbang ada keributan dia lebih memilih membuka laci meja samping tempat tidurnya. Rela tak rela Eunhyuk menyerahkan coklat batangan yang cukup besar pada Kyuhyun. Ia hanya ingin anak ini segera pergi, juga ingin keadaan kamarnya aman. Bayangkan saja jika Kyuhyun mengamuk, kamarnya akan pecah. Oke itu perumpamaan.
"Sudah sana pergi!"
Tak perlu menunggu perintah ke 4 kali, anak itu menjauhi kamarnya. Berlari riang, tapi lupa menutup pintu kamar. Menambah rutukkan dari Lee Hyukjae.
Fuhh
Meraih kembali foto yang sempat disembunyikan, mata itu melemah sesaat. Hanya sebentar karena memang tak bisa lama-lama wajah sedih seperti tadi terpasang. Wajah riangnya memang tak pantas untuk menyimpan raut kesedihan.
Cup..
Diciumnya selembar foto itu cukup lama. Membenamkan sebentar didadanya. Membayangkan sebentar saja bahwa yang ia peluk sekarang bukan hanya selembar barang mati.
"Selamat tidur chagiya! Jaljayo!"
Cup.
.
-()()()()()-
.
"Lee Hyukjae! Kim Ryeowook menjemputmu!"
"Sebentar umma!"
Drap drap drap.
"Wookie masuk dulu sini. Kau sudah sarapan? Sarapan dulu dengan yang lain didalam ayo."
Ryeowook mengangguk hormat pada ibu paruh baya tersebut.
"Aku sudah sarapan ahjumma, terimakasih."
Umma Eunhyuk mengangguk saja, ia meletakkan gunting yang barusan ia pakai untuk memangkas dahan tanamannya.
"Kau itu selalu rajin ya, coba Hyukkie kalau dibangunkan sulit minta ampun."
Ryeowook tersenyum lagi, banyak memang yang mengatainya rajin. Dia memang rajin kalau sifat malasnya belum keluar.
"Wookie!
Sapa satu bocah laki-laki berdiri lengkap dengan seragam yang sudah dimasukkan plus dasi, juga tas ransel cukup besar dipunggung.
"Kyu, tidak sopan. Panggil dia Wookie noona!"
"Ah, tidak apa-apa ahjumma."
Dari dulu, bahkan sejak kecil Kyuhyun memang tak pernah memanggilnya noona. Satu alasannya adalah Ryeowook bahkan lebih kecil darinya.
"Kau juga sudah SMP Wookie?"
Uhuk
Pertanyaan Kyuhyun seperti meremehkan, memang seragam mereka masih sama saat ini, tempelan bet mereka juga sama persis karena dulu Kyuhyun memang adik kelasnya. Jika saja tak ada acara MOS ia pasti sudah lepas dari setelan seragam anak-anak ini. Bahkan pernah kemarin ada bibi yang menebak ia anak kelas 3 SD. Ughh. Ayolah ia ingin dibilang remaja sekarang ketimbang anak kecil.
"Berarti kita beda arah ya?" Kyuhyun mendesah. Sebelum ini ia bisa berangkat bersama Ryeowook jika kesepian. Sedangkan Eunhyuk sendiri sekolah di SD yang berbeda.
"Sudah Kyu, sana pergi nanti terlambat."
Tubuh Kyuhyun hampir terjungkal ke depan saat Eunhyuk muncul bersama tas besarnya yang memenuhi pintu. Rambut pendek dengan potongan seperti anak lelaki lupa ia sisir. Nyonya Lee sendiri geleng kepala dan membenahi penampilan kacau anak keduanya.
"Umma! Aku berangkat, yo Wookie ah."
"Hati-hati Kyu!" teriak umma Eunhyuk, sedangkan Ryeowook hanya mengangguk. Eunhyuk sendiri menggerutu kenapa adiknya itu tak menyebut namanya. Huh.
"Umma, aku juga berangkat dulu."
"Permisi ahjumma."
Ryeowook dan Eunhyuk mulai berjalan beriringan. Jika gadis berambut pirang itu menempatkan semua beban bahan MOS di tas ransel besarnya, terlihat ia sulit berjalan. Ryeowook sendiri membaginya dengan satu tas tangan, caranya berjalan juga pelan.
"Aku tadi tak melihat Heechul eonni?"
Eunhyuk memandang Ryeowook sekilas. "Oh dia sudah berangkat pagi-pagi ke kampus."
Mulut Ryeowook ikut membulat tanda mengerti.
"Sepertinya, jadi anak kuliahan lebih enak Hyukkie," gumam Ryeowook.
"Huh, apa enaknya?"
"Kalau kuliah, pasti tak ada yang menganggap kita anak-anak lagi."
"Iya, kau benar."
Kaki Ryeowook berhenti saat mendekati gerbang sekolah baru mereka. Bola matanya mengekor sosok yang baru saja lewat disebelahnya. Langkahnya cepat. Tak ada sapaan.
Seumur-umur Yesung memang tak pernah sekedar berucap, 'Selamat pagi.' padanya.
"Ada apa?" Eunhyuk berbalik begitu sadar teman disampingnya menghilang, dan sekarang jadi patung di tengah jalan.
"Aa.. Aniyy."
.
-()()()()()-
.
"Di rumahku benda seperi ini banyak, kalau kalian mau aku bisa memberi kalian satu-satu besok."
"Wah hebat! Aku mau dong?!"
"Aku juga mau."
Ryeowook melirik benda seukuran kartu nama bergambar power rangers. Banyak orang yang menyebutnya kartu telepon. Biasanya benda tersebut dijadikan hadiah souvernir restoran. Berisi pulsa untuk menelepon sebagai pengganti koin, setelah pulsanya habis kartu itu dijadikan koleksi.
"Kalau yang gambar princess punya tidak?"
"Tentu saja ada. Besok akan kubawakan. Lagipula aku sudah bosan mengoleksi seperti ini."
Bocah laki-laki tersebut menepuk dada bangga untuk kedua kalinya.
"Huh dia itu siapa sih?" Eunhyuk mengaduk-aduk tempat bekalnya malas. Jelas ia malas sekali, selain ia harus makan sup, ia juga sudah jengah mendengar kehebohan yang terkesan norak di kelasnya.
"Setahuku namanya Lee Donghae," timpal Ryeowook yang juga sibuk dengan supnya, cuma sesekali saja melirik asal muasal kehebohan.
"Kalau namanya aku juga sudah tahu. Maksudku dia itu siapa sih? Sikapnya sombong sekali, kelakuannya seperti anak kecil," cibir Eunhyuk, Ryeowook hanya mengangkat bahu. Kembali lagi dengan wortel dan kentang bentuk aneh, hasil karyanya. Tapi tetap ia makan. Sedangkan Eunhyuk memilih menelan nasi saja karena sangsi apa sayuran dengan potongan cukup besar itu sudah matang. Tahu sendiri kan tadi pagi dia bangun telat, ia juga lupa berpesan pada ummanya untuk dimasakkan sup.
"Apa kalian tidak tertarik dengan ini?"
Heran sejak kapan orang ini berdiri di meja mereka. Lee Donghae, bahkan cukup dengan waktu sehari namanya sudah dihafal satu kelas. Kemarin dia heboh dengan cerita bahwa ia bersekolah di Amerika 3 tahun belakang, sekarang ia pamer ornamen kartu telepon. Eunhyuk lah orang yang paling jengah.
"Hmm, kalian berdua tak mau?" Donghae masih mengayunkan kartu itu didepan wajah Eunhyuk dan Ryeowook.
"Aku bisa memberi gambar spiderman untuk yang namja." Dia menunjuk Eunhyuk. "Dan kupu-kupu untukmu." tudingnya pada Ryeowook.
Grrr.
Bisa-bisa Eunhyuk menelan Donghae untuk dijadikan lauk makan siangnya sekarang.
"Tidak usah, tidak butuh, tidak perlu," jawab Eunhyuk seketus-ketusnya.
Giliran Donghae yang geram. Seingatnya tadi ia menawarkan dengan ucapan manis, tapi malah dibalas angkuh. Jika tak ingat Eunhyuk perempuan, mungkin dia akan balik membentak. Jangan dikira Donghae tak bisa membedakan yang mana adam yang mana hawa. Tadi dia cuma ingin menggoda saja. Tapi nampaknya Eunhyuk bukan orang yang cocok menerima godaan.
"Huh, ya sudah kalau tak mau. Bagaimana denganmu cantik, kau mau yang kupu-kupu?"
Ryeowook hampir tersedak dengan kata rayuan Donghae, sedangkan Eunhyuk malah berdiri membawa bekalnya dan pindah meja.
Ryeowook meringis. "Ah tidak terimakasih, aku tak suka yang begituan."
.
"Hallo namaku Eunhyuk. Apa aku boleh bergabung dengan kalian?"
3 gadis yang duduk dipojok kelas bertatapan sekilas lalu sama-sama memandang Eunhyuk dari kepala sampai kaki.
"Boleh, silahkan. Namaku Sungmin."
"Namaku Kibum."
"Aku Henly."
.
-()()()()()-
.
Diawali dengan sahutan burung gereja. Matahari masih sama, tebit dari ufuk barat. Sahutan burung semakin lama berganti dengan sahutan klakson mobil ataupun motor. Tak ada bosan, polusi pagi sampai malam dimulai lagi. Seolah hal itu merupakan siklus alam. Bukannya makin berkurang malah bertambah. Tapi untuk kalangan anak SD dan SMP mereka masih aman karena hanya boleh dengan sepeda.
Ryeowook menggembungkan pipi. Untuk beberapa kali ia menghabiskan waktunya dengan berputar-putar di depan cermin. Entah hanya perasaannya atau apa, seragam yang baru semalam diantar ke rumahnya, dan sekarang ia kenakan terasa kebesaran. Atau tubuhnya yang semakin hari semakin menciut?
Huh
Apa yang salah selama ini, setiap pagi dan malam ia rajin minum susu, ia juga tak pernah menyisakan makanan di piringnya. Tapi kenapa pertumbuhannya terbilang lambat begini. Tidak salah kalau Yesung mengatainya pendek. Nah? Kenapa malah memikirkan orang itu?
"Wookie-ah, sudah setengah tujuh."
Aish sudahlah. Ia memilih mengabaikan cermin yang memantulkan bayangannya, beri saja sugesti bahwa kau tinggi maka kau akan bertambah tinggi. Memang ada yang seperti itu -_- ?
Kring kring
"Umma, aku berangkat!"
Ryeowook mulai mengayuh sepeda yang kemarin sudah ia poles bersih demi hari pertamanya menjadi murid SMP 1 Seoul. Seragam baru, bet di lengan kirinya juga bagian dada, corak warna yang berbeda membuktikan kalau ia sudah bukan anak SD lagi. Jika mau, ia ingin secepatnya saja dijuluki dewasa.
Kring kring.
Satu sepeda menyalibnya. Lee Hyukjae menoleh dan menjulurkan lidah.
Langsung saja Ryeowook menambah tempo kayuhan, jika urusan bersepeda ia tak mau dikalahkan.
3 hari masa orientasi siswa kemarin memang mereka dilarang membawa sepeda karena harus berjalan dengan penampilan aneh dari rumah begitupun pulangnya dari sekolah.
Ciittt
Ryeowook menyeringai penuh kemenangan dan sahabatnya yang masih tertinggal di belakang menggerutu. Bagaimana mungkin ia kalah lagi padahal tadi sempat menyalib jauh. Ryeowook saja yang yang tak lihat kanan kiri saat bersepeda. Beruntung jalan tak terlalu ramai. Atau dia saja yang pada dasarnya pematuh lalu lintas padahal sepedanya tak punya nomor plat.
.
-()()()()()-
.
"Shht tenang semua! Ada guru yang datang!"
Gdubrak
drap drap
drap...
Eunhyuk berhasil mencapai meja dan mendaratkan pantatnya dikursi samping Ryeowook tepat ketika guru wanita paruh baya masuk beserta tas jinjing hitam dan beberapa buku. Bukan Cuma itu dibelakang sang guru terdapat seorang murid laki-laki.
Siapa dia?
Yang pasti jantung Ryeowook tengah berdegub melebihi batas normal sekarang.
"Mohon perhatiannya sebentar. Kalian ketambahan teman baru. Namanya Kim JongWoon!"
Mata Eunhyuk berbinar, begitu menengok Ryeowook, ia tahu sahabatnya tak berkedip sejak tadi. Mungkin kaget, malu, gembira, sedih? Tak ada yang tahu karena Eunhyuk bukan peramal. Tapi yang ia lihat secara kasat mata wajah Ryeowook memerah.
"Jangan-jangan kau memang berjodoh dengannya Wookie," bisiknya pelan tapi bisa membuat Ryeowook melonjak.
Begitu memperhatikan depan lagi, Ryeowook sadar Yesung menatapnya. Dan Eunhyuk malah terkikik disampingnya.
"Yesung, kau bisa duduk di sebelah Shindong."
"Baik."
"Dan untuk semuanya. Hari pertama lebih baik kalian gunakan untuk menyusun organisasi kelas. Jangan lupa mencatat jadwal pelajaran yang tertempel di papan mading!"
Eunhyuk mendesah seolah mewakili Ryeowook. Yesung duduk di meja paling depan sedangkan ia dan Ryeowook berada di deret tengah.
Ditepuknya pundak Ryeowook. "Sudah jangan sedih. Yang penting setiap saat kau bisa melihatnya. Hihi."
Gadis beriris karamel itu mendelik.
.
Jodoh itu?
.
.
.
TBC
A/N:
Annyeong Chingudeul, apa kalian mengantuk saat membaca ini. Padahal ini masih chapter pertama. Ahahah#Plak
Sebenernya q ga pgn nulis lagi, tp karena dirumah libur ga ada kerjaan jadi ngetik ini aja dan untuk ff horrornya mochi maaf aku blm bisa melanjutkannya.
Jadi disini latarnya anak umur belasan tahun. Sebenarnya terinspirasi saat nonton 'endless love'. Jaman-jaman SMP naik sepeda, dan cinta-cintaan monyet gitu, masa pertumbuhan(?)
FF ini kubuat untuk chingudeul yang kemaren-kemaren minta HaeHyuk *emang ada?*
Juga buat yang minta YeWook dulu *ada ga sih?* Buat kalian semualah #muah hahaha
Penjelasan rinci seperti yang diatas:
1 SMP – 13 tahun = Ryeowook, Eunhyuk, Yesung, Donghae, Sungmin, Kibum, Henry, Shindong dan other cast yang bakal nampak lainnya.
6 SD – 12 tahun = Kyuhyun, Changmin
2 SMA – 17 tahun = Kangin dan other cast yang bakal nampak lainnya
Mahasiswa Semester 3 – 20 tahun = Heechul, Hangeng dan other cast yang bakal nampak lainnya
Akhir kata
RIPIU PLEASE
