Waktu itu aku masih menjadi murid teladan di sekolah ku. Waktu itu aku masih termasuk anak yang lugu dan tidak tahu apa-apa selain kebaikan. Waktu itu aku juga masih belum menjadi yang sekarang. Ya.. semua itu adalah waktu itu. Waktu sebelum aku menyadari adanya sesuatu yang lain dalam diriku.
Awalnya aku kira tidak apa, tapi sekarang aku mulai menyesal. Awalnya ku kira semua akan baik-baik saja, namun ternyata tidak ada kata seperti itu di awal. Tapi inilah aku, meskipun…
Awalnya Tidak Seperti Ini
Character by Masashi Kishimoto
Story by Shan549
Rated M – Suspense
Naruto Uzumaki , and else
AU / OOC / gajeness / less violence / TYPO(s)
First suspense fic, DLDR
Happy reading…
Chapter 1
.
Sore cerah di kota daun tersembunyi atau yang lebih dikenal sebagai Konoha , langit terlihat begitu jingga dengan sedikit sapuan awan lembut berwarna nyaris senada, begitu indah, hanya itu yang bisa aku katakan. Duduk di pinggir sebuah jembatan yang berpegangan besi sambil menatap ke arah matahari yang nyaris kembali ke peraduannya memang sangat menyenangkan. Begitu pula tanggapan anak yang tengah melakukan hal itu, Uzumaki Naruto namanya.
Memang, waktu pulang sekolah sudah terlewat begitu jauh – jam dua belas siang – tapi anak itu tetap ingin menikmati alur sungai dibawahnya yang sudah memantulkan warna jingga yang indah, sama halnya dengan langit di depannya. Mendongak ke atas menatap langit senja yang mulai menggelap, ia mengangkat tangannya seperti mencoba untuk menggapai awan atau lebih tepat mencoba mengelus awan, sepertinya sangat halus.
Tap
Ia berbalik dan turun dari duduknya dan mulai melangkah pergi dari jembatan itu, mengingat harusnya sang ibu pasti akan mengomel panjang jika ia mengulur waktu lebih lama lagi.
Melewati pasar disore hari, para pedangang sudah mulai menutup tokonya, padahal sekarang kan masih sore. Dari raut wajah mereka menggambarkan ketakutan dan was-was, oh.. sekarang ia baru sadar, ternyata sekarang nyaris waktunya para preman keluar kandang. Rumor mengatakan kalau ada yang masih membuka toko atau pun berjualan di daerah sini, mereka akan habis dipukuli dan semua harta mereka akan dijarah habis-habisan tanpa tertinggal sedikitpun.
"haah.." sang blonde menghela napasnya, merasa tidak senang dengan keadaan sekitarnya yang mulai sepi tidak seperti desanya dulu. Tempatnya dulu, masih sama Konoha, tanpa para preman yang datang entah dari mana sejak beberapa bulan lalu. Tidak ada yang tahu datang dari mana mereka semua, secara tiba-tiba sudah memporak porandakan desa, meninggalkan sebuah bangkai anjing hutan pada salah satu bangunan. Jadi jika melihat ada bangkai itu sudah biasa sejak tuga bulan lalu.
"perjalanan ini jadi membosankan.." tanpa ada teman yang mengajaknya berbicara memang sangat membosankan, biasanya ia akan berjalan beriringan dengan sahabat karibnya yang bersifat dingin dan pendiam itu, meski begitu Naruto tidak akan merasa bosan karena minimal akan ada aksi reaksi meski reaksinya lebih sedikit di banding dengan aksinya. Tapi sang teman sedang ada acara keluarga jadi tidak bisa menemaninya menatap sun set seperti biasanya.
Melirik jam yang nyaris menunjukan jam tujuh malam, sebegitu lambatkah ia berjalan hingga tidak menyadari kalau semua toko sudah tutup dan jalanan tampak begitu sepi. Meski dia bukanlah seorang penakut,tapi jika mengingat jumlah preman itu yang kemungkinan lebih dari tiga orang itu dapat membuatnya ketakutan juga, terlebih ia hanya sendirian.
Dipercepat langkahnya menuju rumah yang jaraknya hanya tinggal lima meter lagi. Sebentar lagi sampai, hanya tinggal beberapa langkah.
"to-tolonglah… jangan s-sseperti ini tuan" suara orang yang dikenalnya itu membuat kaki-kaki jenjang milik sang anak remaja bermarga Uzumaki itu menghentikan langkahnya. Berbalik dan mengikuti arah suara. Memasuki belokan gang dapat dilihat ada gadis cantik dengan rambut merahnya yang mencolok.
"Kaa-san" bisik Naruto yang belum menampakan dirinya karena terlalu takut. Tapi yang disana adalah ibunya, keluarganya sendiri. Tapi saatini dia sangat takut, mereka berenam dan jika dia maju maka selisihnya adalah satu banding enam itu pun dia hanya anak-anak.
"kau itu bodoh atau apa hah? Hanya tinggal berikan saja pada kami!" ucap salah satu anggota mereka yang berwajah aneh dengan banyak perching.
"akh" teriakan sang Kaasan saat rambutnya ditarik dengan membuatnya gemetar, jantungnya terpacu cepat, darahnya mendesir dan adrenalinnya hampir membuatnya gila. Menoleh ke kanan kiri mencari sesuatu yang sekiranya berguna. Tidak ada apa-apa. Terpaksa tanpa senjata.
"H-hei, apa yang kalian lakukan?!" Tanya remaja pirang itu dengan sedikit teriak, orang-orang di sekeliling sang ibu langsung saja menoleh guna mengetahui siapa yang berani menginterupsi mereka.
"Bo…cah, ada apa hm?" salah satu dari mereka mendekati Naruto dengan wajah sangarnya yang sangat menjijikan.
Naruto POV
'oh, Shit! Now.. what can I do?!' pertanyaan batin yang tadi itu bisa di sebut juga sebagai umpatan halus, kembali aku mencari sesuatu yang sekiranya dapat digunakan untuk membela diri, namun hasilnya nihil. Bagaimana ini? Menggertak? Mungkin ide bagus.
"ja-jangan macam-macam dengan d-dia!" not bad, gertakan tadi cukup bagus, setidaknya itu membuat salah satu dari mereka bergerak, ya.. bergerak mendekat dengan wajah licik.
"kalau macam-macam memang kenapa.. adik kecil?" laki-laki yang tadinya di belakang malah semakin mendekat dan sekarang dia sudah berada di depanku sambil menunduk, entah untuk mensejajarkan tingginya atau meledekku yang lebih pendek darinya.
"jangan anggap aku tidak bisa apa-apa!" tanganku ku sembunyikan ke belakang, menggenggam ponselku dengan erat dan menggunkan tombol otomatis yang sudah tersedia, entah siapa yang aku telepon, yang terpenting nanti aka nada yang menolong.
"kenapa tanganmu kebelakang? Heh bocah, kau menyembunyikan sesuatu?" tatapan orang tadi langsung beralih kepada belakangku.
"oi, Dobe! Jika tidak jadi, aku akan tutup" suara dibelakang punggungku mengagetkan aku dan orang di sekelilibg.
"Di dekat rumah, gang, panggil polisi juga, cepat!" dengan loud speaker aku langsung berteriak pada hand phone ku yang mulai beralih tangan ke arah si ketua preman itu (aku tahu karena intuisi saja).
"kau mengadu eh?" tatapan orang itu mulai mengeras, mungkin dia kesal denganku. Tatapannya beralih pada kaasan, seperti member sinyal anak buahnya langsung menarik rambut Kaasan semakin keras hingga kaasan nyaris pingsan.
"Kaasan!" teriakku reflex melihat pemandangan menyakitkan itu di hadapanku.
"Oh, jadi dia anak mu.. Kushina?" orang itu mengenal ibu ku, dari mana?
"lepaskan ibu ku! Kalian sialan!" dengan cepat aku menerjang orang itu, naasnya karena ia lebih besar dan kuat, dengan mudahnya dia menendangku hingga sampai diujung gang.
Bug.
Naruto POV end
"jangan ganggu dia, cukup kalian bawa saja aku!" teriak perempuan itu yang sedari tadi hanya diam dan terkadang meringis kesakitan.
Jleeb… crash..
Dan Naruto hanya dapat menatap nanar sang ibu yang sudah tidak sadarkan diri berkat sabetan sebuah pisau yang sudah membelah perutnya secara horizontal.
"yang kami butuhkan adalah anak mu, bodoh!"
Melihat darah yang keluar diantara perut sang ibu kali ini membuatnya kembali menegang, jantungnya berdegup kencang – sangat kencang – darahnya kembali mendesir dan adrenalinnya kembali menggila.
Dengan kcepatan tinggi ia menerjang orang yang tadi menebas ibunya, meraih katana pendek itu dan menancapkan ke mata orang itu begitu dalam, orang yang tadi itu berteriak! Dan itu membuatnya semakin beringas. Terus saja ia menancapkannya ke kesujur tubuh, suara retakan rahang yang mulai terpisah dari kepala.
Suara tulang yang remuk, darah yang bergemericik, organ yang dinjak-injak, semua itu mengalun bagai melodi indah di telinganya. Dia menggila, Naruto mulai tidak waras, kewarasannya sudah terbang bersamaan dengan nyawa sang ibu tercinta.
Satu telah tumbang, kini masih ada lima orang lagi. Wajah sang Uzumaki sudah tidak menampakkan ketakutan, namun sebuah nafsu, nafsu yang sudah lama dipendam dan sebentar lagi –atau sudah- meledak, nafsu membunuh yang sudah tertanam jauh dalam dirinya. Kini, sang monster telah bangkit.
Dilemparnya katana pedek tadi ke perut salah satu preman itu.
Jleb..
Mata orang itu melotot horror menyadari ada sebuah katana bersarang di perutnya, tepat menusuk lambung. Mengetahui itu Naruto tidak tinggal diam, dengan cepat ia mendekat.
"ja-jangaaaaakh!" ia menarik pisau itu menggoresnya secara vertical pada perutnya hingga terdengar bunyi krek yang mengema menandakan tulang yang menyatukan rusuk kiri dan kanan telah terbelah dan muncul ke permukaan, dan orang pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Empat lainnya yang hanya melihat saja hanya dapat gemetar melihat keadaan menyeramkan di depan mereka, tiga berhasil kabur dan yang satu lagi pingsan. Dengan beringas Naruto mendekati orang pingsan itu, ia memakai jas, pakaiannya lebih rapi dari yang lain, masa bodoh lah!
Dengan katana satu-satunya sebagai alat, ia robek mulut orang itu hingga telihat sebuah senyum yang lebih panjang dari biasanya. Matanya tidak di tinggal, langsung saja dia menusuk satu mata dan menariknya hingga putus dan terlepas dari tempat semula. Sebagai hasil akhir ia berdiri dan melompat-lompat dengan senangnya di atas kepala pria tadi hingga sudah tidak ada bentuk wajahnya dengan bagian otaknya yang sudah berceceran dan menempel pada sepatu sekolahnya.
Ia puas, melihat semua hasill karyanya. Ia tertawa senang melihat semua yang terjadi, bagaimana orang-orang yang membuat ibunya mati itu mendapat balasan. Ia tertawa.. lega rasanya berhasil membalas semua ini, benar-benar menyenangkan!
Ia tidak menyadari, kalau ada seseorang yang mengawasinya dengan wajah ketakutan, kaget, sedih, kecewa, semua berbalut satu. Naruto terus tertawa hingga kepalanya berdenyut sakit, sangat sakit, hingga ia jatuh pingsan.
.
.
Anak remaja itu terbangun dengan kepala yang sangat sakit, seakan semua isinya akan pecah dan hancur berantakan. Tempat ini, dimana dia? Ini bukan kamarnya, tapi sang Uzumaki merasa familiar dengan tempat ini. Semua perabotan sangat rapi, tersusun dengan baik dan teratur. Wawangian obat dimana-mana, ah iya.. ini rumah sakit, ua sudah beberapa kali ke tempat ini. Tapi, kenapa aku di rumah sakit? Apa yang terjadi?
Krieet..
Suara pintu terbuka, menampilkan seorang pria dengan jas putih yang biasa kita sebut sebagai dokter. Dia mendekati remaja itu, mengecek pasokan cairan yang digantung di samping tempat tidur, entah itu cairan apa. Tangannya beralih pada pendeteksi jantung di sebelahnya, memandanginya dengan teliti.
"aku tahu kau tidak bisu, dan aku juga tahu kau banyak pertanyaan–" di menoleh ke arah sang anak remaja dengan senyum yang ganjil.
"so, tanyakan saja" lanjutnya, ia duduk di kursi di samping tempat tidur, menunggu orang yang sedari tadi menatapnya membuka suara.
"apa.. yang terjadi pada ku?"
"kau dipukuli, oleh akatsuki" jawab dokter itu santai, tangannya terus saja memainkan surai hitam sang bocah blonde. Tu-tunggu dulu! Surai… hitam?! anakitu berjengit bangkit memandangi warna rambutnya, kenapa bisa begini, seingatnya warna rambut yang ia miliki adalah kuning seperti sang ayah.
"kau sedang mengalami perubahan" jawab orang itu menarik tangan kiri Naruto, yang diajak bicara masih tidak mengerti apa yang ia bicarakan.
"tenang saja, sebentar lagi rambutmu akan berubah kembali…" menenangka memang jawaban orang itu, tapi tetap membuatnya bingung.
"t-tapi… bagaimana bisa? Kenapa bisa seperti ini Kakashi?" Tanya nya pada orang yang sedari tadi menggenggam tangan kiri miliknya.
"jadi ibumu tidak memberi tahu ya.." wajahnya berubah sendu, Naruto tidak tahu kenapa wajahnya bisa begitu.
"di mana okaa-san?" sepertinya pertanyaan sang remaja – yang tadinya - blonde membuatnya bingung dan bertambah sendu, ia tahu kalau Kakashi selama ini memiliki perasaan dengan kaasannya, dan ia juga tahu kalau kaasannya pun juga begitu, sejak sang ayah meninggal Kakashi lah yang selalu menghibur kaasan dan kaasan juga bahagia sepertinya.
"dia.. pergi" Naruto mengerti perkataannya, ibunya bukan pergi jalan-jalan atau pun pulang ke rumah untuk mengambilkan pakaian untuk Naruto. Dia meninggal dunia. Seketika ia terdiam, 'kaasan meninggal dan aku tidak tahu – atau jangan-jangan aku lupa – bagaimana bisa' batinnya heran dan kalap.
"apa yang terjadi sebenarnya?" sang Uzumaki itu bertanya setelah sekian lama terdiam, jelas saja remaja itu butuh penjelasan atas semuanya.
"kenapa aku bisa ada di sini? Bagaimana kaasan bisa meninggal? Dan kenapa rambutku hitam?" tanyaku kembali secara beruntun, oh wow..cerewet ku kembali lagi.
"Sabarlah, kau disini karena ada yang membawamu, Kushina meninggal karena dibunuh dengan katana pendek dengan bentuk horizontal, dan rambutmu… ya.. itu aku tidak tahu secara detail" dari tatapannya Naruto tahu kalau sebenarnya Kakashi tahu itu semua, mungkin cara ini akan berhasil.
"beritahu saja yang kau ingin aku tahu, tetaplah sembunyikan sisanya. Aku tidak apa, sungguh" terdengar helaan nafasnya yang berat, ketahuan kan? Kau tidak bisa berbohong padaku Kakashi.
"kau sungguh manipulative, Dobe" oh, suara orang itu. Disana Sasuke, bersandar pada pintu itu, ia berjalan mendekat.
"T-teme, kau tidak kaget?" justru kenapa si penanya yang kaget? Dia mendekat dan duduk di samping Kakashi, dia tetap memandang mata merah menyala – yang tadinya berwarna biru samudera milik sang lawan bicara.
"ya aku kaget, kenapa ketika aku sampai di sana kau sudah pingsan sendirian?" katanya dengan nada meledek.
"aku.. dimana?" sambil melihat kearah surainya, dan ternyata sudah menjadi blonde kembali.
"rumah sakit" jawabnya santai.
"tidak, bukan itu. Tadi kau bilang aku pingsan, dimana?" haduh,entah dia yang bodoh atau Sasuke yang kaget dengan warna matanya hingga tidak bisa fokus.
"hn, di gang dekat rumah mu. Sebelumnya kau meneleponku dan menyuruhku ke sana secepatnya." Mata sang raven sedikit melirik ke arah si dokter, takut takut ia salah bicara.
'gang dekat rumah? Surai hitam? Kaasan yang sudah meninggal? Aku yang ada di RS tanpa luka sedikit pun?' semua pertanyaan itu terus saja menari-nari di kepalanya, membuatnya pusing, sangat pusing, tubuhnya lemas, kepala dan matanya terasa berat. Tanpa ia sadari semua sudah gelap.
Naruto terbangun, kali ini tempatnya bukan di atas kasur empuk rumah sakit. Dipandanginya sekeliling, tenpat yang becek, tempat ada pipa air yang ukurannya lumayan besar. Tempat itu sempit, seperti gang, ah, ini gang di dekat rumahnya. Tapi sedang apa dia di sini? Bukankah ini adalah tempat ia ditemukan oleh Sasuke?
"jangan ganggu dia, cukup kalian bawa saja aku!"
Deg, suara itu! Kaasannya! Dengan cepat sang blonde berlari mendekati arah suara itu.
Dan apa yang dilihat Naruto sangat membuatnya kaget! Disana, ibunya sudah terkapar tidak berdaya dengan luka horizontal di perutnya.
"yang kami butuhkan adalah anak mu, bodoh!" bentakan dari seorang preman itu membuatnya berpaling, di sana juga ia melihat dirinya, rambutnya berwarna hitam seperti yang tadi, tapi yang membuatnya kaget adalah warna matanya! Benarkah itu matanya? Berarti saat di rumah sakit matanya juga seperti itu?
Dengan kcepatan tinggi Naruto yang di depannya menerjang orang yang tadi menebas ibunya, meraih katana pendek itu dan menancapkan ke mata orang itu begitu dalam, orang yang tadi itu berteriak! Dan itu membuatnya semakin beringas. Terus saja ia menancapkannya ke kesujur tubuh, suara retakan rahang yang mulai terpisah dari kepala.
Naruto ingat! Dia ingat sekarang, itulah yang ia lakukan kemarin malam! Semua itu ulahnya, tiga orang dari akatsuki itu mati di tangannya. Ia merasa ketakutan ketika dirinya melihat dirinya sendiri tertawa kegirangan seperti orang gila, seakan merasa takut ketahuan, ia bersembunyi di balik dinding, menatap ke arah Naruto di depannya dengan wajah sendu. Dirinya di sana terus tertawa hingga ia memegang kepalanya dan kemudian jatuh pingsan. Bersamaan dengan pingsannya Naruto di depannya, perlahan dirasakan persendiannya melemas, matanya memberat, sebentar lagi ia akan pingsan. Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, Naruto melihat seseorang datang dan menyeret mayat-mayat hasil perbuatannya, namun ia sudah keburu tak sadar dan akhirnya benar-benar pingsan.
.
.
Bunyi klik kecil telah mengubah sebuah ruangan gelap itu menjadi terang benderang, disana terdapat tiga orang yang sedari tadi hanya duduk dengan tegang, wajah mereka seperti kosong. Orang lain yang sedang berjalan dari pintu mendekati mereka semua hanya dapat menatap tajam orang-orang itu, menggeram kesal ia duduk di kursi menghadap ketiga anak buahnya yang masih menatap kosong ruang hampa.
"kemana tiga lagi? Bukan aku menyuruh semuanya menemuiku? Apa kalian mulai malas?" rentetan pertanyaan itu keluar dari bibir tipis sang bos besar.
"ma-af t-tuan" salah satu dari mereka menjawab terbata. Yang di sebelahnya hanya dapat menunduk diam menatap kakinya, mungkin ada yang lebih menarik di kakinya, dan yang satu lagi masih saja menatap kosong ruang hampa.
"hm…aku paham, mereka gagal? Bukan begitu?" dan pertanyaan itu hanya dibalas dengan anggukan kecil dari ketiganya dan kembali menunduk.
Ckrek, suara itu langsung membuat ketiganya kaget dan langsung menegakkan kepala mereka, terlihat dua moncong pistol sudah tersedia di depan dua orang yang dipinggir kanan kiri, sedangkan yang di tengah hanya dapat menahan nafas melihat apa yang terjadi untuk kedua temannya.
"aku hanya memiliki dua pisto dengan dua peluru, jadi salah satu dari kalian bebas dari peluru. Siapa yang merasa beruntung?" dan salah satu yang tidak ditodong tadi mengacungkan tangannya dengan gemetar.
DOR!
Peluru tepat bersarang di antara kedua mata orang yang tadi beruntung. Membuat dua orang lainnya terperangah, bukannya tadi dia yang beruntung?.
"dia beruntung, mendapat peluru pertama" dilemparnya pistol yang sudah kosong tadi berbarengan dengan diturunkan kedua tangannya.
"sekarang siapa yang beruntung lagi?"
"D-dia tuan!" tunjuk orang yang disebelah kiri, tentu saja membuat yang kanan kaget bukan main dengan keringat bercucuran. Menatap seringai licik dari wajah sang tuan.
DOR!
Satu lagi peluru bersarang tepat di tengah kening. Kali ini mengenai orang di sebelah kiri yang sudah terkapar tidak berdaya di sofa. Orang yang tertinggal di sana menghembuskan nafas lega, ia benar-benar beruntung.
"jadi… tiga temanmu gagal dan dua mati dengan pistol?" orang yang diajak bicara hanya dapat mengangguk pelan, meski dibilang bebas, tetap saja jantungnya terpompa kencang karena pemandangan di sampingnya, bau amis dan karat telah menyebar itu membuatnya pusing dan mual.
"berarti benar kata temanmu, kau adalah yang paling beruntung" tuan itu melepas jas hitamnya, hingga sekarang ia hanya memakai kemeja putih dan celana kain senada dengan jas ditambah dengan sabuk yang menyisipka sebuah pisau yang berukuran sedang tipis namun runcing. Anak buahnya yang awalnya santai, sekarang kembali bergetar, ia gemetar ketakutan.
"kau beruntung karena kau tidak mati tertembak oleh ku atau pun dikoyak oleh orang amatiran, kau akan mati dengan pembedahan elit oleh tangan professional" seringai tuannya semakin lebar dan menyeramkan, ia berjalan mendekat.
"akh!" satu teriakan keluar dari mulut yang sedang di tusuk tusuk oleh pisau tadi, serus mengoyak seperti mesin penggiling, kasar dan cepat namun sangat menyakitkan.
"dengan begitu aku tidak akan mendengar kata-katamu" beralih ke arah tangan, di putuskan jarinya, ruas demi ruas.
"aaahk!" teriakan kembali menggema dalam apartemen itu, darah kembali menyebar di sekitar sofa itu.
"ssst… berisik!" di tebas bibir itu vertical dan horizontal hingga bibir itu terbelah empat, belum cukup bekas koyakan tadi hilang sakitnya, sekarang sudah ditambah dengan belahan horizontal hingga telinga. Anak buahnya terbatu parah, bibirnya tidak bisa ditutup.
"menjijikan!" disayat dalam-dalam tangan kiri anak buahnya membentuk garis horizontal mengeliling seperti gelang di pergelangan tangan, ditariknya lagi secara vertikal yang membuat anak buahnya menggit bibir yang sudah tidak berbentuk lagi.
"UAAAAAAAGHHH!" jeritan itu tidak bisa ditahan tatkala bagian sayatan itu ditarik dengan kencang, ia dikuliti hidup-hidup! Jeritannya menggema dengan keras disekitar ruangang, dari mulutnya keluar campuran saliva dengan dominasi darah, amis dan karat terus menguar dari pergelangan tangannya.
Bosnya belum puas, seringainya semakin lebar dan terus melebar setara dengan semakin lebarny sayatan itu, jeritannya semakin menggema. Dari lengannya yang kini hanya menyisakan hanya daging dan tulang di dalamnya yang mulai Nampak menyembul keluar karena gerakan pematahan dari sang eksekutor. Bunyi krek menandakan sebuah keretakan lagi pada pergelangan tangan itu.
Terus… terus dan terus begitu hingga tangan itu sudah tidak berbentuk normal, bentuknya sangat aneh, semuanya sudah terkulai lemas.
"Kaki ini… yang berani kabur meninggalkan teman dan bosnya!" dengan santai ia mulai menginjak-injak kaki itu dengan keras, bunyi retakan tulang tak terelakan. Sang korban sudah tidak dapat berteriak lagi, suaranya sudah habis, ia lelah berteriak. Rasanya pria itu ingin mati sekarang juga, namun tidak bisa.
"kau sudah lelah?" yang ditanya tidak dapat berkata atau pun mengangguk, hanya dengan tatapan ketakutan dan bibir yang membuka tutup meski terasa perih.
"kau tidak merokok, narkoba, atau yang lain. Itu berarti organ tubuhmu sehat. Sekarang, mari kita buktikan" dia bergerak lagi, sekarang duduk di atas perut sang anak buah. Menancapkan dengan cepat ke arah perut, merobeknya vertikal dengan perlahan, gerakan yang eperti menggergaji itu benar-benar membuat menderita. Darah dengan cepat menyebar di sekitar, bahkan mengenai pakaian sang bos. Terhenti pisau itu karena telah sampai pada rusuk tengahnya, ditarik lebih kuat hingga bunyi retakan kembali terdengar.
Kini anak buahnya sudah hilang nafas, matanya melotot horror dengan mulut yang terbuka lebar menjadi empat. 'nice face' gumam orang yang belum beranjak dari atas sang korban.
Ia pergi keluar dari apartemen, di luar sudah ada dua anak buah yang berdiri dengan tegap ketika sang bos keluar. Mereka memberi hormat dengan menunduk sembilan puluh derajat, sang tuan hanya melirik sekilas kemudian mengambil rokok dan pematik. Memasang rokok di antara dua bibir itu dan disundut dengan pematik itu, menghisap perlahan lalu di keluarkan kembali, selama beberapa saat ia terdiam. Dua anak buah itu pun terdiam menunggu sebuah perintah.
"Bereskan yang di dalam, dengan bersih seperti biasa. Ingat, jangan sampai tersisa!" perintah mutlak, kedua orang di hadapannya hanya mengangguk dan langsung masuk ke dalam meninggalkan sang bos yang masih bersandar di tembok samping pintu.
"haaah…" menghela napasnya. Entah apa yang membuatnya begitu lelah, pasti bukan kegiatan tadi.. karena dia menikmati itu semua.
"Naruto, anak itu… akhirnya aku menemukanmu. Kemanapun kau, aku akan selalu mengejarmu… Kitsune" tercetak senyuman janggal dari wajah tampan pria berusia tujuh belas tahun itu.
.
~ TBC ~
.
Kalian percaya? Kalian percaya?! Misiku untuk membuat 3,333 Words berhasil! Eh, belum tau? Oh ya, aku belum kasih tau ^^ pokoknya fic ini (bukan keseluruhan, hanya bagian Story dan prolognya) berjumlah 3,333 words! YEY! *lebay ̴ oke maaf, kita ke sapaan yang lebih baik lagi.
Ekhem… Hem… oke,
HAI! Apa Kabar? Semoga keadaan kalian baik. Shan balik lagi dengan fic abal bin gaje, ini Rate M pertama ku dan Gore pertamaku ^^ Jadi… jangan timpuk saya ya XD Fic ini buat selingan dari Honey, gomen nee.. Honey sepertinya akan lama, karena chap 2 yang sudah saya simpan baik-baik di HP, dan HP saya ke format! Hueeeeee DX semua cerita yang sudah saya siapin buat dipublish pas liburan kehapus semuaaaa :( Kenapa bisa begini? Huaaaaa DX #EleehCurhat. Oke, terimakasih sudah membaca hingga curhatan saya ini :) . karena ini Gore pertama saya, jadi mungkin gorenya kurang berasa ya… oke, see ya! Dan… harap review, jika tidak mau kupatahkan rahangmu! HUAHAHAHA… *Kidding
So,
Review, please…
Dan kritik saran pun saya terima
