Stupid Decision

Disclaimer: I own the story. Others? Not mine.

Warning: AU. DON'T LIKE, DON'T READ! Shounen Ai, Yaoi, Typo, OOC dan OOC, dll, dkk, dst

A/N: Thanks to Jheiihyun07 for her fluffy oneshot "Only You...". That inspired me to make this oneshot. Please leave your review~ ^^

P.S: Sorry for the oh-not-so-good ending. I know I'm suck at it ^^'

.

.

Enjoy It!

#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#

.

.

Uchiha Sasuke menaikkan alis. Mulutnya berhenti mengunyah saat Neji menanyakan hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Lagipula, kenapa teman kuliahnya ini tiba-tiba menanyakan hal semacam itu?

"Aku hanya ingin tahu karena selama hampir tiga tahun aku mengenalmu, satu kali pun aku belum pernah melihatmu menyesali sesuatu," papar Neji sebelum mengambil sebuah eggroll dan melahapnya. "Itu membuatku penasaran, apakah kau pernah membuat keputusan bodoh atau tidak," lanjutnya kemudian.

Wajah sang Uchiha kembali ke raut datar, seperti biasa. Ia kembali mengunyah dan menikmati makan siangnya sembari mencari jawaban dari pertanyaan yang diajukan Neji.

Apakah ia pernah membut keputusan yang bodoh?

Sejujurnya Sasuke tidak yakin ia pernah mengambil keputusan semacam itu. Sebagai seorang Uchiha, ia selalu memikirkan sesuatu sematang dan seserius mungkin sebelum mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu.

Percayalah, semua Uchiha akan melakukan hal itu—termasuk Obito, paman Sasuke, yang kadang sama sekali tidak terlihat sebagai anggota keluarga Uchiha karena sikap kelewat ceria yang dia miliki.

Kembali ke pertanyaan Neji; Apakah Sasuke pernah mengambil keputusan yang bodoh?

Sasuke menggelengkan kepala, dan hal itu membuat Neji mengerutkan dahi.

"Kau tidak pernah?" tanya Hyuuga muda itu tidak percaya. "Satu kali pun kau tidak pernah?" tanyanya lagi.

"Hn."

"Kau serius? Rasanya terlalu janggal kalau satu kali pun dalam seumur hidupnya seseorang tidak pernah mengambil keputusan yang bodoh, Sasuke. Aku tidak bisa mempercayaimu," tutur Neji sembari menggelengkan kepala.

"Aku tidak tahu, Neji, sungguh. Tapi seingatku, aku tidak pernah mengambil keputusan bodoh yang bisa sampai membuatku merasa menyesal. Setidaknya sampai detik ini, aku belum pernah melakukannya."

Neji melemparkan tatapan skeptik pada lawan bicaranya. Ia tahu betul kalau Sasuke memang termasuk kedalam kelompok orang yang amat sangat hati-hati dalam mengambil keputusan, tapi bukan berarti pemuda berusia dua puluh tahun itu tidak pernah mengambil keputusan yang salah, bukan?

"Tapi kurasa aku pernah mengambil keputusan yang bodoh. Satu kali."

Dan ucapan yang baru saja dilontarkan Sasuke membuat Neji menyeringai tipis. Benar 'kan? Setiap orang pasti pernah mengambil keputusan yang salah. Walaupun hanya satu kali, tetap saja itu adalah keputusan yang salah.

"Kurasa keputusanku untuk berpacaran dengan Naruto adalah satu-satunya keputusan bodoh yang pernah ada," papar Sasuke tenang. "Bahkan kupikir itu adalah keputusan paling bodoh yang pernah kubuat."

Seringai di bibir Neji menghilang sesaat setelah mendengar ucapan sahabatnya.

Sosok yang duduk di hadapannya ini memang sudah memiliki kekasih, yang tidak lain dan tidak bukan, adalah adik tingkat mereka; Uzumaki Naruto.

Tidak, tidak, kalian tidak salah dengar. Nama kekasih Sasuke memang Uzumaki Naruto. Dan dia memang seorang pemuda.

Yep, Uchiha Sasuke menjalin hubungan dengan mahasiswa tingkat dua yang bernama Uzumaki Naruto.

Pada awalnya Neji sama sekali tidak paham, kenapa dua orang yang memiliki kepribadian sangat bertolak belakang seperti mereka bisa menjalin komitmen sebagai sepasang kekasih. Maksudnya, for the God's sake, mereka bahkan tidak bisa menahan diri untuk tidak saling melempar ejekan tiap kali mereka bertemu!

Selama hidupnya, Sasuke dan Naruto adalah pasangan paling 'ajaib' yang pernah ditemui Neji. Bukan hanya karena keduanya yang merupakan sesama pemuda, tapi juga karena perbedaan watak yang hampir mencapai seratus persen.

Sasuke dan Naruto menjalin hubungan sejak dua tahun yang lalu, atau lebih tepatnya beberapa bulan setelah Naruto selesai menjalankan kewajibannya mengikuti kegiatan OSPEK yang diadakan pihak kampus.

Neji tentu tidak akan bisa melupakan sikap dingin Sasuke kepada semua Maru atau mahasiswa baru yang mereka temui—saat itu mereka berperan sebagai anggota Seksi Disiplin yang sangat dibenci hampir semua Maru karena sikap dingin dan kasar mereka. Well, para senior memang tidak memberikan serangan fisik, tapi pada kenyataannya serangan verbal memang lebih menyakitkan dari serangan fisik, bukan?

Sebagai mahasiswa baru, mereka tentu tidak bisa memperlihatkan rasa tidak suka mereka kepada sang senior dengan terang-terangan, tapi tidak dengan seorang pemuda bernama Uzumaki Naruto. Sosok yang pada saat itu masih belum genap berusia tujuh belas tahun itu termasuk salah satu, diantara tidak begitu banyak mahasiswa, yang berani mengutarakan keberatannya dengan sikap para Sekdis.

Hampir semua orang yang satu angkatan dengan sang Uchiha tahu kalau pemuda itu paling tidak suka dibantah, terlebih jika apa yang dilakukannya adalah hal yang benar. Sasuke memang sedang melakukan tugasnya sebagai Sekdis, dan ia berkewajiban menerapkan disiplin dan bersikap tegas pada siapapun, tanpa pandang bulu. Ia menerapkan sikap dingin kepada semua Maru, termasuk kepada Naruto. Tapi nyatanya sikap dingin itu dianggap sebagai sikap yang sangat menyebalkan di mata sang Uzumaki. Menurut Naruto, Sasuke tidak perlu bersikap seperti itu untuk menegakkan disiplin, karena Neji bisa melakukan tugasnya dengan baik tanpa menjadi sosok yang 'menyebalkan' seperti putra bungsu Uchiha Fugaku itu.

Sejak pertama kali Naruto mengutarakan rasa tidak sukanya kepada sikap Sasuke, sejak itu pula keduanya terus terlibat dalam sesi adu mulut dan adu death glare. Dan tidak ada satu orang pun yang berani menengahi keduanya—kecuali para dosen, tentu saja.

Yang semua orang tahu, Sasuke dan Naruto adalah rival abadi; dimanapun dan dalam keadaan apapun.

Mereka saling bersaing dalam meraih IP tertinggi, walaupun mereka berbeda tingkat. Mereka saling bersaing ketika jurusan mereka mengadakan seleksi untuk mengirimkan perwakilan ke salah satu lomba, walaupun pada akhirnya Sasuke menang karena pengalamannya yang lebih banyak.

Mereka terus bersaing, bersaing, dan bersaing. Dan tidak ada satu orang pun yang sadar bahwa dibalik persaingan itu, pada kenyataannya, mereka berdua saling mengagumi sosok masing-masing.

"Apa pendapatmu, Neji? Apa menurutmu keputusanku menjadi pacar Naruto adalah keputusan yang baik? Atau tidak?" tanya Sasuke, membuyarkan lamunan sang Hyuuga.

Neji menggaruk bagian belakang kepalanya dan terlihat tidak nyaman untuk memberikan jawaban karena sejujurnya, ia tidak tahu. Sasuke adalah orang yang menjalani hubungan itu bersama Naruto, jadi mana bisa ia menilai keputusan sang sahabat sebagai sesuatu yang benar atau salah?

"Kenapa kau berkata kalau keputusanmu itu termasuk ke dalam kategori keputusan yang bodoh?" tanya Neji hati-hati.

"Karena kenyataannya memang begitu," Sasuke angkat bahu.

Kenyataannya begitu? Apa maksudnya?

"Apa kau tidak berpikir bahwa sejak awal pun sebenarnya kami bukanlah pasangan yang cocok untuk satu sama lain, Neji?"

Neji menahan diri untuk tidak menganggukkan kepala dan menyerukan kata "setuju".

"Kurasa kau juga tahu kalau orang seperti Naruto bukanlah orang yang baik untuk menjadi kekasihku. Aku tipikal orang yang tidak cocok dengan seseorang yang tidak bisa berpikir dewasa, dan kau tentu tahu bagaimana kekanakannya dia."

"Tapi kau menyukainya, 'kan? Jangan katakan kalau kau memintanya menjadi kekasihmu hanya karena kau tertarik padanya."

"Aku tidak mungkin menjadikan sesuatu atau seseorang milikku jika aku tidak benar-benar menyukainya, Neji. Jangan bodoh," jawab Sasuke sembari mengerlingkan mata.

Neji menarik napas panjang. Setidaknya, walaupun Sasuke menganggap keputusan itu bodoh, dia benar-benar memiliki perasaan kepada Naruto.

"Kau menjalin hubungan dengannya karena kau menyukainya, lalu kenapa kau berkata kalau keputusanmu itu adalah sesuatu yang bodoh?" Neji tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.

"Karena aku tahu kalau dia bukan orang yang terbaik untukku, dan begitu pula sebaliknya. Masih banyak orang diluar sana yang lebih baik dari Naruto untuk menjadi kekasihku, dan masih banyak orang diluar sana yang lebih baik dariku untuk menjadi kekasihnya."

"Tapi kalian saling mencintai," Neji kembali mengerutkan dahi.

"Kau bisa belajar mencintai seseorang, Neji, tapi kau tidak bisa memaksa seseorang untuk berubah menjadi seseorang yang cocok untukmu. Aku adalah aku, dan selamanya hanya akan menjadi aku, bukan orang lain."

Benar. Apa yang dikatakan Sasuke memang benar. Kita bisa belajar untuk mencintai seseorang, tapi kita tidak bisa merubah seseorang menjadi seseorang yang kita inginkan.

Menjadi kekasih seseorang tidak berarti kau mempunyai hak untuk merubah kepribadian orang itu. Dan sekeras apapun kau berusaha mengubah seseorang, orang itu tidak akan berubah seratus persen. Dan kalaupun dia berubah, itu berarti kau tidak mencintai orang itu sebagaimana mestinya. Karena kau tidak bisa menerima dia apa adanya.

"Tapi, apa kau tahu hal yang aneh dari keputusan bodohku ini, Neji?" tanya Sasuke setelah meneguk isi botol air mineralnya.

Neji hanya menjawab dengan menaikkan alis dan mengerutkan dahi.

"Anehnya, walaupun aku tahu kalau keputusan itu adalah keputusan paling bodoh yang pernah kubuat, aku tidak menyesalinya. Tidak pernah sedikit pun terlintas penyesalan di pikiranku mengenai hal ini."

Neji bisa merasakan tubuhnya rileks saat mendengar penuturan Sasuke. Ia juga bisa merasakan suasana kaku yang melingkupinya sejak Sasuke mengungkapkan keputusan terbodohnya kini mulai mencair.

"Aku tidak pernah menyesal karena aku sama sekali tidak tahu siapa yang bisa menggantikan sosok Naruto sebagai kekasihku. Akan sangat sulit mencari seseorang yang sangat berisik, hiperaktif, menyebalkan, keras kepala, kekana— Ouch!"

Neji tersenyum melihat Sasuke yang menundukkan kepala dengan kedua tangan mengusap bagian belakang kepalanya yang baru saja terkena ayunan kamus Oxford yang tebalnya melebihi tiga ratus halaman.

"Berhenti menjelek-jelekkanku di depan sahabatmu, Teme!" seru Naruto sembari menjatuhkan diri di kursi kosong yang ada disamping kursi pacarnya.

"Sejak kapan kau ada disitu, Dobe? Kau menguping pembicaraan kami, huh?" tanya Sasuke sembari melemparkan tatapan penuh selidik. Tangan kanannya sendiri masih mengusap kepalanya yang berdenyut.

"Sejak kau mengatakan kalau aku adalah sosok yang berisik, hiperaktif dan bla, bla, bla. Seharusnya kau menyanjung kekasihmu di depan Neji-senpai, bukan malah sebaliknya, Berengsek! Dan tidak, aku tidak menguping pembicaraan kalian."

Sasuke bisa merasakan pandangan beberapa mahasiswa yang ada di kantin terarah kepada keributan kecil yang baru saja ditimbulkan si pemuda berambut pirang, tapi ia tidak peduli.

"Memangnya apa yang bisa kusanjung darimu, huh? Aku sama sekali tidak mendapatkan ide mengenai hal yang bisa kubanggakan darimu, Bodoh!"

"Apa? Kau bisa memuji kemampuan memasakku, Teme! Kau juga bisa memuji kemampuan menyanyi atau bermain piano yang aku miliki."

Neji kembali menyunggingkan senyum sebelum memutuskan untuk meninggalkan kafetaria kampus. Ia tidak mau berada di tengah-tengah sepasang kekasih unik ini lebih lama. Ia tidak mau mengganggu perdebatan 'manis' mereka.

'Jika aku tidak pernah menjadikan pemuda berisik ini milikku, kurasa aku akan mengambil keputusan yang lebih bodoh dari semua keputusan paling bodoh yang mungkin kubuat.'

Dan Neji makin melebarkan senyum ketika membaca pesan singkat yang baru saja dikirimkan sahabat dekatnya beberapa saat setelah ia melangkahkan kaki keluar dari gedung Fakultas.

.

.

End

.

.