Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warn: Ooc banget, typos, etc.
Story: Aoyama
x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x
Kisah tentang dua orang sahabat yang merasa ingin sesuatu yang berbeda dengan mendirikan biro Detektif SMA. Detektif? Bagaimana ide itu muncul? Tenang kawan, jangan terburu-buru! Karena kisah ini akan menceritakan awal berdirinya duo detektif ini...
ST DETECTIVE
"Aku sempat berfikir jika aku menjadi seorang guru." ujar Temari ditengah makan siangnya bersama Shikamaru di Kantin sekolah.
"Guru? Apa aku tidak salah dengar?" kata Shikamaru sarkastik.
"Kenapa kau menatapku aneh, Shika?"
"Tidak, hanya saja cita-cita seperti itu, maksudku cita-citamu itu agak terlalu berlebihan."
"Berlebihan? Kautahu, Shika, otakku ini bisa dikatakan diatas rata-rata. Karismaku? Tentu sudah cocok untuk menjadi seorang guru." ujar Temari membanggakan diri.
'Apanya yang cocok? Yang jelas kau lebih cocok menjadi seorang algojo,' Shikamaru membatin.
"Eh, Shika," kata Temari, "Apa cita-citamu? Seingatku, aku tidak pernah mendengar kau menginginkan sesuatu dimasa depanmu."
"Kau ingin tahu apa yang aku inginkan?"
"Ya."
Shikamaru berdiri dari kursinya sembari membusungkan dada.
"De-tek-tif."
"WHAT?"
Semua siswa yang berdada di Kantin memandang mereka aneh. Seandainya mata dapat berbicara, mungkin siswa-siswi yang berada di kantin itu berkata, 'Malang sekali nasib mereka, masih muda ko' sudah gila,'.
"Apa lihat-lihat?" bentak Temari sembari menggebrak meja. Sontak para siswa yang berada di sana pun langsung kembali kepada kegiatan mereka masing-masing.
"Duduklah! Semua orang melihat kita." ujar Temari.
"Bukankah mereka melihat kita karena teriakanmu yang, ya, kau tahu sendiri 'lah." balas Shikamaru malas.
"Hey, kalau kau tidak seperti tadi, aku tidak akan berteriak," seru Temari bernada keras.
"Tuh 'kan, teriak lagi." tukas Shikamaru.
"Sudah- Dari mana kau mempunyai pikiran seperti itu?"
Shikamaru memperlihatkam sebuah buku dari saku celananya, "Ini dia," seru Shikamaru menunjukan buku yang bertuliskan 'KAMASUTRA'.
"Hey, kau mesum!" tukas Temari, "Apa hubungannya dengan buku itu?"
"Oh, aku salah ambil," ujar Shikamaru yang dengan cepat mengembalikan buku itu kedalam kantong celananya, dan mengeluarkan buku lain dari kantong yang lain pula tentunya, "Ini maksudku."
"Novel buatan Zieoro?"
"Ya."
"Jadi, karena ini kau mempunyai pikiran aneh itu?"
"Kaubilang aneh? Itu pemikiran yang fantastis, Temari." seru Shikamaru kecewa.
"Aduh, Shika. Ini dunia nyata, bukan hanya sebuah tulisan belaka." kata Temari bergeleng meremehkan.
"Maksudmu?" otak genius Shikamaru ternyata tak dapat mencerna perkataan sahabat kecilnya itu.
"Hah, kau ini," Temari menghela nafas, "Pembunuhan, Perampokan, sudah ada yang menanganinya, yaitu polisi. Lagi pula, untuk apa kau ingin menjadi seorang Detektif? Apa kau ingin seperti tokoh komik buatan Aoyama Ghoso yang menceritakan detektif SMA?"
"Seorang detektif tidak selalu menangani kasus pembunuhan atau perampokan. Bisa saja kasus kehilangan atau pencurian." Shikamaru berpendapat.
Ditengah perdebatan dua muda-mudi ini, lonceng sekolah berbunyi tiga kali memberi tanda berakhirnya 'jatah' istirahat mereka.
"Anak-anak," ujar Asuma Sarutobi guru kesenian, "Aku sedang malas mengajar teori kepada kalian, jadi hari ini kita akan belajar di ruang musik saja." sambungnya yang disambut dengan sangat gembira oleh sebagian besar murid kelas XII IPA 2 ini.
Kini mereka tengah berada di ruang musik. Ruangan yang berisi beberapa alat musik seperti; Gitar, Biola, Piano, Drum, Bass dan berbagai alat musik lainnya.
"Pak, apa kita akan praktek?" tanya salah seorang siswa.
"Benar, Naruto. Hari ini kita akan praktek. Jadi, kalian harus bisa memainkan salah satu alat musik yang berada di sini, faham?" ujar Asuma dengan aksen timur tengah.
"Merepotkan," ujar Shikamaru malas.
Satu per satu Siswa maju kedepan ruangan lalu memainkan alat musik yang mereka bisa mainkan. Dari mulai bermain Gitar, hingga memainkan seruling.
Tiba'lah giliran Shikamaru yang memulai permainannya.
Perlahan, Shikamaru melangkahkan kakinya ke depan dan memilih milih alat musik yang hendak ia mainkan. Hingga ia mengambil sebuah biola berwarna coklat.
Semua Siswa merasa heran akan pilihan Shikamaru, terlebih Temari. Setahu mereka, Shikamaru tidak pernah memainkan biola. Lalu, apa yang akan Shikamaru lakukan dengan biola itu? Apa ia akan membantingnya? Pikir Temari.
Shikamaru duduk di kursi yang telah disediakan.
Dengan malas dan tak menghiraukan pandangan teman-temannya yang terkesan meremehkan, Shikamaru menyanggah biola itu di bahu kirinya, dan perlahan mulai menggesek senar biaola tersebut.
Para Siswa terkejut, ada pula yang terkagum-kagum saat lantunan musik klasik yang keluar dari gesekan biola yang Shikamaru mainkan terdengar begitu merdu namun sporadis hingga terdengar manis dan mampu membuat semua orang terhipnotis untuk tidak terlelap, hingga Shikamaru ambruk ke lantai. Sontak teman-temannya kaget akan apa yang mereka lihat.
Asuma dengan cepat menghapiri Shikamaru yang tergeletak.
"Shikamaru," ujar Asuma kaget.
Shikamaru terbangun dan berkata seolah tak terjadi apa-apa, "Maaf, Guru, aku ngantuk mendengar lantunan nada yang aku mainkan," katanya.
What the... Oh, Tuhan, bagaimana bisa mengantuk mendengarkan musik yang ia mainkan sendiri...
.
.
.
.
.
"Aku baru tahu kau bisa bermain biola," ujar Temari saat di perjalan pulang sekolah.
"Biasa saja." jawab Shikamaru sekenanya.
'Tampan sih tampan, tapi nyebelinnya itu lho,' Temari membatin.
"Lihat, aku punya apa," seloroh seorang gadis yang mengambil posisi ditengah Shikamaru dan Temari.
"Apa itu?" tanya Temari menyelidik melihat sebuah tas hitam.
"Laptop..." ujar gadis itu membanggakan.
"So?"
"Ini lepi keluaran terbaru, tahu!" ujar gadis itu jengkel merasa usaha 'membanggakan' miliknya itu gagal.
"Lalu, apa hubungannya dengan kami, Shion?"
"Kalian pasti tidak akan mampu membelinya," ujar gadis yang ternyata bernama Shion itu, sarkastik.
"Ya... Ya... Ya..." balas Shikamaru acuh tak acuh.
"Udah ah, kalian gak asik. Lagian, lama-lama aku bareng kalian, aku takut ketularan miskin," dengus Shion yang kemudian meninggalkan mereka.
"Ko' bisa, ya, orang kayak gitu jadi ketua OSIS? Malang sekali sekolah kita." gumam Temari.
"Uang, Tema, uang." ujar Shikamaru masih dengan berjalan kaki.
"Uang?"
"Ya, uang. Kautahu, ayah Shion adalah orang numberuo uno di kota ini, bukan? Dan, Sekolah kita yang mempunyai kepala sekolah 'mata duitan'. Bisa kau tarik kesimpulan dengan dua fakta itu saja, bukan?"
"Kau lebih ke berprasangka buruk, Shika. Dua fakta itu belum cukup untuk menarik kesimpulan."
"Memang. Karena masih ada banyak fakta lainnya. Contohnya saja kemarin. Kauingat ketika Shion tidak bisa mengerjakan soal Kimia yang Anko berikan?"
"Hubungannya?"
"Oh, Temari, tentu berhubungan. Apa kau pernah melihat Shion mendapat nilai diatas empat di pelajaram Kimia, Fisika dan Biologi yang notabene adalah pelajaran pokok yang kita ambil?"
"Seingatku, tidak."
"Tapi kenapa Shion selalu naik kelas?"
"Itu... Eh, tapi, secara tidak langsung kau telah memfitnah Shion, lho!"
"Aku tidak memfitnahnya," bela Shikamaru, "Bahkan aku punya bukti yang sangat akurat tajam dan terpercaya."
"Kata-katamu barusan seperti selogan berita TV, Shika." kelakar Temari, "Lalu, bukti apa itu?"
"Foto."
"Foto?"
"Ya, Foto, aku mengambil foto saat ayah Shion dan Kepala Sekolah melakukan kecurangan."
"Terserahlah, aku malas memperdebatkan masalah ini."
Saat mereka melewati sekerumunan siswi 'rumpi', tak sengaja mereka mendengar pembicaraan para siswi rumpi itu.
"Menyebalkan sekali si Shion itu. Aku berharap laptopnya hilang dicuri." ujar salah seorang siswi yang Shikamaru dan Temari lewati.
"Aku juga berharap begitu." timpal yang lainnya.
"Iya, Shion itu norak banget, ya? Padahal orang kaya."
"Nyebelin banget dia itu."
"Dengar apa yang mereka bicarakan?" ujar Temari setelah mereka melewati geng rumpi barusan.
"Kau tukang nguping, Temari." tukas Shikamaru.
"Aku bukan tukang nguping," kilah Temari, "Lagi pula, aku yakin kau juga mendengarnya."
"Ya... Ya... Ya... Terserahlah."
Kini mereka telah sampai sampai di pertigaan jalan yang mengharuskan mereka berpisah.
"Ok, sampai ketemu besok," ujar Temari yang berjalan ke arah kanan.
Esoknya di Konohigh.
Shikamaru melangkahkan kakinya menuju kelas yang ia tempati. Di sana Shikamaru dapat melihat Shion sedang menangis tersendu di pojokan kelas.
"Kenapa, Shion?" tanya Shikamaru menyelidik.
"Laptopku, Shika, laptopku," jawab Shion berulang-ulang dengan sendunya.
"Kenapa dengan laptopmu? Dicuri? Hilang? Dirampok? Atau rusak?" sederet pertanyaan Shikamaru membuat Shion mengangkat wajahnya dengan cepat.
"Dicuri," jawabnya cepat dengan rengekan seorang gadis yang sebenarnya tidak pantas diperlihatkan remaja seusia Shion.
"Dicuri?" sergah Temari yang tiba-tiba datang dari belakang Shikamaru.
"Iya."
"Bisa kamu ceritakan kejadiannya?" ujar Shikamaru, "Mungkin detektif Shika dapat membantumu," sambungnya.
"Detektif?"
"Ya, Detektif, kau bisa ceritakan semuanya?"
"Kamu yakin, Shika?"
"Why not? Its my first case, Shion," jawab Shikamaru dengan nada bahasa inggris yang aneh dan tidak pantas, "Aku akan berusaha semaksimal mungkin."
"Well, kalau begitu, aku akan menceritakannya," Shion memposisikan diri di depan dua teman sekelasnya, "Saat itu, aku bersama Yakumo, Tenten dan Takumi, pergi kerumahku untuk menonton film terbaru. Lalu, saat itu, aku lupa akan laptopku, aku menyimpan laptopku di ruang tamu dengan pintu utama terbuka. Setelah aku ingat dan berniat mengambil laptopku, laptopku sudah tidak ada di tempatnya semula," jelas Shion.
"Bisa kau ceritakan lebih jelas? Maksudku kejadiannya lebih terperinci, karena aku butuh fakta yang akurat."
"Bukankah itu tugasmu sebagai detektif, Shikamaru?"
'Sabar, Shika, sabar. Memang mesti begini kalau menerima klien menyebalkan.' Shikamaru membatin.
"Ok, ok," kata Shikamaru.
"Jadi, kapan kejadiannya?" tanya Shikamaru.
"Kemarin sore."
"Ada orang yang kamu curigai?"
"Aku bukan mencurigainya. Tapi, aku yakin dia yang mengambilnya." ujar Shion berapi-api.
"Dia? Siapa yang kamu sebut dia?"
"Matsuri. Dia pembantuku, dia juga bersekolah di sini."
"Matsuri anak kelas sebelas?"
"Ya."
"Atas dasar apa kau mencurigainya?"
"Dia lagi butuh uang sekarang, karena adiknya tengah sakit parah."
"Jadi, maksudmu, Matsuri mengambil laptopmu itu atas dasar butuh uang? Hanya atas dasar tersebut?"
"Ya, apalagi coba?"
"Ok, kasus ini akan aku tangani." ujar Shikamaru mantap.
"Ok, kalau begitu, aku pergi dulu, aku mau ke toilet. Jangan khawatir soal bayaran." kata Shion yang kemudian meninggalkan Shikamaru dan Temari.
"Jadi, apa kesimpulanmu?" tanya Temari.
"Kita belum punya cukup fakta. Tapi, apa yang dikatakan Shion ada benarnya juga."
"Maksudmu, soal Matsuri?" tebak Temari, "Setahuku, Matsuri adalah gadis yang baik." sambungnya berpendapat.
"Sebaik apa pun dia, jika kepepet tetap saja akan melakukannya. Jangankan orang yang butuh uang, membunuh atas dasar kesenangan pun juga banyak."
"Lalu, apa rencanamu sekarang?"
"Mencari informasi tentang Tenten, Neji, Takumi dan Yakumo."
"Matsuri?"
"Itu gampang."
"Aku ikut." pinta Temari.
Shikamaru bersama Temari bergegas mencari informasi tentang orang-orang yang bersangkutan.
"Tenten, ya? Dia itu orangnya sangat teliti. Bahkan secuil benda yang tidak semestinya takan luput dari matanya yang teliti." kata seorang siswa teman sekelas Tenten saat Shikamaru mengorek informasi.
"Begitu, ya? Apa dia punya banyak teman?"
"Tidak, setahuku, temannya bisa dihitung dengan jari. Kalau tidak salah, oh, ya, Neji, Hyuuga Neji adalah orang paling dekat dengannya. Tenten dan Neji seperti kalian berdua." goda anak itu.
"Sudahlah," sela Shikamaru mengibaskan tangannya.
"Lalu, sekarang Tenten dan Neji ada dimana?"
"Mereka gak masuk, katanya sih menjenguk ayahnya Tenten. Tau deh bener apa enggak. Tapi, dua hari yang lalu, katanya Neji ingin membantu Tenten, ketika aku tanya membantu apa? Dia tidak menjawab."
"Oh, begitu. Makasih, ya." kata Temari.
"Satu lagi," ujar Shikamaru, "Berapa hari Tenten tidak masuk?"
"Baru hari ini." kata Lee.
"Thanks."
Mereka berdua pun melanjutkan mencari informasi lain.
"Apakah yang dikatakan Lee itu bisa memberatkan Tenten?" ujar Temari ketika mereka berdua menyusuri koridor.
"Begitulah, tapi, kita tidak bisa mengambil kesimpulan secepat itu."
"Kau benar juga. Sekarang, siapa yang kita cari?"
"Takumi."
"Lin Takumi anak Sosial empat?"
"Kau kenal dia?"
"Dia tetanggaku."
"Bagus kalau begitu- itu dia." Shikamaru menunjuk seorang gadis yang tengah berdiri di pintu kelas yang bertuliskan XII IPS 4.
"Hi, Takumi," sapa Temari.
"Temari, Shikamaru, tumben menemuiku. Ada apa?" balas Takumi ramah.
"Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu." jawab Shikamaru.
"Pasti soal masalah Shion, ya?"
"Kau sudah tahu?"
"Aku bisa menebaknya. Jadi apa yang ingin kalian tanyakan?"
"Tidak, aku hanya ingin tahu bagaimana kejadiannya."
"Ok, aku ceritakan dari awal.
"Pertama, aku diajak Shion dan Tenten untuk nonton film terbaru di rumah Shion. Aku sih mau aja, lalu aku juga mengajak Yakumo. Kami pergi bertiga, aku, Tenten, dan Yakumo ke rumah Shion.
Sesampainya di sana, aku mendapati Shion tengah duduk di ruang tamu yang menghadap ke pintu utama. Shion sedang ngelus-ngelus Laptopnya yang katanya keluaran terbaru. Kami ngobrol lama di situ, hingga kami bosan mendengar ocehan Shion yang selalu membanggakan hartanya itu.
"Lalu, kami pergi ke ruang tengah dan mulai nonton film yang katanya terbaru. Shion meninggalkan Laptopnya di ruang tamu dengan pintu terbuka, setelah selesai menonton film, Shion ingat akan laptopnya, dia berlari menuju ruang tamu, tapi musibah itu terjadi." terang Takumi panjang lebar.
"Apa ada yang meninggalkan ruang tengah saat kalian nonton?"
"Ya, Yakumo pergi kedapur, tapi, dapur arahnya berlawanan dengan ruang tamu, Ya! Itu pun hanya sebentar dan dia kembali lagi membawa air."
"Berapa lama?"
"Sekitar tiga sampai lima menit-an."
"Di mana Yakumo sekarang?"
"Tuh dia," Takumi menunjuk seorang gadis yang berjalan ke arah mereka.
"Shikamaru, Temari? Ada apa nih? Tumben ngumpul di sini." ujar Yakumo yang telah bergabung.
"Hi, Yakumo, kebetulan kamu datang, ada yang ingin kami tanyakan." kata Shikamaru.
"Tanya apa?"
"Tentang kasus Shion, Yakumo," seloroh Takumi.
"Oh, soal laptopnya yang hilang itu? Sungguh aku tidak tahu apa-apa. Beneran deh!"
"Bisa kamu ceritakan kejadiannya?"
"Aku kan sudah menceritakannya, Shikamaru," sela Takumi.
"Aku ingin mendengar versi Yakumo."
"Terserahlah," ujar Takumi pasrah.
Yakumo menceritakan kisahnya sama percis seperti apa yang dikatakan Takumi.
"Begitulah ceritanya," kata Yakumo mengakhiri kisahnya.
"Ok, semua sudah selesai. Terimakasih atas keteranannya, teman-teman." ujar Shikamaru.
"Ya, kuharap kau tidak dapat mengungkapnya, Shikamaru." kata Takumi.
"Eh?"
"Maksud Takumi, alangkah lebih baiknya kamu tida berhasil mengungkap kasus ini," jelas Yakumo.
"Kenapa begitu?" kini Temari yang bertanya.
"Kalian tidak tahu Shion sih. Semua anak kelas kita ini, semua senang Shion kehilangan Laptopnya."
"Aku juga berharap tidak dapat mengungkapnya. Tapi, sayang, ini kasus pertamaku."
"Kasus pertama kita!" tegas Temari.
"Ya, maksudku itu." kilah Shikamaru, "Terimakasih atas semuanya, kami undur diri. Dah."
"Semua orang memberi keterangan yang benar, hah, ini semakin rumit saja. Padahal ini kasus pertama." ujar Temari ketika dua orang ini selesai mengais pelajaran di sekolah.
"Bukankah semakin jelas?"
"Jelas apanya?"
"Ya, Semakin jelas. Nanti saja aku jelaskannya, sekarang kau hubungi Shion dan suruh dia datang ke Rumah Sakit Konoha."
"Kenapa mesti ke sana?"
"Sudahlah, jangan banyak tanya, lakukan saja. Dan sekarang kita ke Rumah Sakit itu..."
.
.
Sesampainya mereka di Rumah sakit, ternyata Shion telah sampai lebih dulu.
"Kalian yang menyuruhku kemari, tapi kalian yang telat," dengus Shion jengkel, "Jadi, kalian sudah tahu pelakunya?"
"Belum," jawab Shikamaru dengan cepat, "Mungkin juga ya. Tapi, satu permintaanku, Shion. Jika kau sudah tahu siapa pelakunya, kau bisa menahan emosimu 'kan?"
"Kenapa begitu?"
"Ini Rumah Sakit, Nona!"
"Terserahlah! Yang jelas, aku ingin segera tahu siapa pelakunya!"
"Kalau begitu, ikut aku." kata Shikamaru.
Shion pun mengikuti Shikamaru dan Temari berjalan. Hingga mereka berdiri tepat di ambang pintu ruang rawat.
Shikamaru mengetuk pintu terlebih dahulu, dan pintu itu pun dibuka oleh seorang gadis cantik yang bercepol dua.
"Hi, Tenten," sapa Shikamaru.
"Kalian?" ujar Tenten.
"Kenapa kita kemari?" tanya Shion tidak paham.
"Shi... Shion?" Tenten terkejut melihat sosok gadis berambut pirang itu.
"Bisa kita ngobrol di luar?" tanya Shikamaru kepada Tenten.
"Ada apa?"
"Duduklah dulu. Nah, sekarang maukah kau menceritakan alasanmu mengambil laptop Shion?" kata Shikamaru ketika mereka telah di luar kamar.
"A.. Apa maksudmu, Shikamaru?"
"Maksudmu, Tenten yang..."
"Bukan dia, tapi Neji yang mengambilnya."
"Kau..."
"Aku ingin mendengar penuturanmu, Tenten, bisa 'kan? Tak usah takut, Shion sudah berjanji tidak akan marah." ujar Shikamaru menenangkan.
Tenten menggela nafas panjang sebelum menceritakannya.
"Kau benar, Shikamaru, hah, andai ayah tahu, pasti dia akan membunuhku karena membiayai rumah sakit dari hasil pencurian itu.
"Maafkan aku, Shion, aku tidak bermaksud demikian, namun karena terpaksa aku melakukannya."
"Tapi, kenapa kamu tidak menceritakannya dulu padaku? Mungkin aku bisa membantumu." ujar Shion yang tadinya mau marah tapi tidak jadi mendengar penuturan Tenten.
Temari berdiri dan berbisik kepada Shikamaru, "Biarkan mereka menyelesaikannya sendiri, untuk hal ini bukan urusan kita."
Shikamaru mengangguk menyetujui dan meninggalkan dua orang gadis itu berbicara masalah pribadinya.
"Aku masih tidak mengerti kenapa kamu mencurigai Tenten?" tanya Temari sesaat mereka meninggalkan Tenten dan Shion.
"Mudah saja. Kau ingat perkataan Lee tentang Tenten? Katanya Tenten itu adalah orang yang sangat teliti."
"Lalu?"
"Rasanya tidak mungkin orang seteliti Tenten menjadi orang yang teledor tidak menutup pintu rumah Shion, terlebih laptop Shion ada di ruang tamu."
"Aku mengerti sekarang," kata Temari, "Dan fakta tentang ayahnya yang sakit menjadi sesuatu yang dapat menguatkan tuduhanmu itu?"
"Benar sekali. Lalu, Neji pernah berkata pada Lee bahwa ia akan membantu Tenten, namun ketika Neji ditanya ingin membantu apa, dia tidak menjawabnya."
"Masuk akal juga." gumam Temari, "Sepertinya aku menjadi berminat juga menjadi detektif."
"Ya, dan kita akan menjadi Duo Detektif..."
.
.
[CASE SOLVED]
.
.
Aoyama: Hallo, Teman-teman, Aoyama kembali membawa fiksi ancur lainnya.
Masih ingat dengan 'The Case-book of Naruto'? Ini versi ShikaTema dengan case yang berbeda.
Maaf kalau garing (banget) Walau pun bergenre Friendship/humor, tapi masih dibumbui kisah Detektif dg analisis asal-asalannya (hobi yang tak bisa dihilangkan)
Satu lagi. Teman saya pernah bertanya (mungkin teman-teman juga terbesit pertanyaan seperti ini) "Kenapa bikin friendship gak romance atau family? ShikaTema 'kan biasanya gitu?"
Saya hanya menjawab, "Karena saya bukan orang romantis. :malu:"
Teteh: Bikin fic apaan lagi?
Aoyama: Liat nih (nunjukin monitor)
Teteh: apaan? Hadeh (bergeleng pelan seakan mendapat musibah punya ade menjadi penulis gagal) SikaTema?
Aoyama: yo'i, keren 'kan? Genrenya Romance! Baca dulu baru komentar!
Teteh: Adikku yang malang, ini sih fiksi gagal, Aoyama O-on!
Aoyama: (ngebanting kompi)
Review-review-review... :D
