Gue Bukan Humu! 2 : Si Terong Ulang Tahun


Vocaloid characters is belongs to Yamaha Coorporation and the others.


WARNING : Lemon nanggung (lagi) di chapter 2. Yaoi. Humu. Bahasa meme. Masih sama gilanya. Baper!Kaito. For Kamui Gakupo's Birthday!

Kesamaan ide harap dimaklumi. Dan disarankan untuk membaca seri pertamanya Gue Bukan Humu! supaya gak bingung. XD


.

.

.

.


29 Juli. Di sekolah.

Kaito baru saja keluar dari ruang kelasnya saat ada seseorang mencegatnya.

"Wuaaa! Len! Jangan mengagetkanku seperti itu!" Kaito kaget dan menabok orang itu, Len.

"Aduh! Aku hanya bercanda, Kaito-san!" Sambil memegangi bahunya yang baru saja ditabok Kaito, pemuda pirang itu sedikit mengernyit dan tertawa pelan.

Kaito pun tidak mempedulikannya. Tadi di pengeras suara sekolah, dia mendengar namanya mendadak dipanggil oleh guru matematika mereka, Big Al-sensei. Dan diminta untuk menghadap sekarang juga. Dia kaget setengah mati, karena rasanya selama ini meskipun nilai tugasnya lebih sering akrobat sirkus, tidak pernah Al-sensei memanggil namanya secara langsung. Apalagi lewat pengeras suara begitu. Malu-maluin aja.

"Memangnya mau ke mana? Buru-buru amat," tanya Len penasaran.

Tatapan sinis dilontarkan sejenak oleh pemuda biru itu. "Bukan urusanmu."

Kalian masih ingat dengan kutukan Kaito kepada Len beberapa bulan yang lalu?

"Lagipula kita sudah resmi bermusuhan gara-gara taruhan gila itu. Aku tidak mau kau berbicara denganku lagi."

"Aww, itu kejam sekali. Tapi nyatanya semenjak hari itu, kau sendiri masih mau berbicara denganku."

"..."

"Hei. Aku mengganggumu bukan sekedar mau mengganggu." Len mulai tersenyum aneh. "Kau tahu hari apa lusa besok?"

"Hari Jumat?"

"Aku tahu itu! Ada apa di hari Jumat itu?"

"Kita remedial PKN?"

Len memutar mata. "Kau yakin kau tidak tahu hari apa itu? Tanggal 31 Juli itu?"

"Yang pasti itu adalah hari sebelum aku mendapat uang jajan bulananku." Lalu Kaito berdecak kesal, "Ck, sudahlah. Aku bisa diomeli Al-sensei kalau terlambat."

"Yaudah, bye bye! Hati-hati, ntar coretdisodomicoret loh!"

"BACOD."

Kaito buru-buru berjalan menjauhi Len.

Pemandangan di mana guru-guru terlihat berseliweran ke mana-mana adalah hal yang wajar di dalam ruang guru ini. Karena tentu saja ini sedang jam istirahat. Dia bisa melihat guru olahraga Sonika-sensei sedang bercermin untuk memastikan tidak ada yang salah dengan wajahnya, guru matematika kelas 3 Hiyama-sensei terlihat sedang sibuk mencari sesuatu di meja kerjanya, dan lainnya.

Kaito langsung mencari Al-sensei ke mejanya. Tapi sesampainya di sana, tidak ada siapa-siapa melainkan tumpukan buku keramat berjudulkan Matematika, dan foto narsis sang guru di sudut meja yang diselipkan di balik kaca meja.

Ke mana pula guru ini perginya.

"A-ano. Prima-sensei." Kaito spontan bertanya pada guru kimia kelas 2 Prima-sensei, yang kebetulan mejanya ada di samping meja Al-sensei.

"Iya? Ada apa, Shion?"

"Al-sensei mana ya?"

"Oh, tadi dia keluar ruangan. Katanya sih mau ada urusan sebentar, entah urusan apa. Mungkin Shion bisa menunggu di sini karena katanya cuma sebentar."

"Hum, baiklah. Terima kasih, sensei."

Ucapan terima kasihnya dianggap angin lalu oleh guru berambut hitam yang kemudian pergi itu. Kaito sendiri tidak mempermasalahkannya.

Kemudian tatapannya beralih pada meja Al-sensei, dan mengutuk kenapa matanya langsung tertuju pada foto laknat itu lagi.

"Siapa yang memanggil, siapa pula yang pergi gitu aja...," Kaito mengeluh pelan. "Dan aku tidak pernah tahu kenapa di saat dunia sedang panas begini, pihak sekolah tetap mewajibkan muridnya untuk masuk. Ini sungguh tidak masuk akal."

"Oh, hei. Kaito!"

DEG!

Kaito tersentak dan entah kenapa dalam sekejap berkeringat dingin mendengar suara itu. Lalu dia menoleh dengan gerakan pelan untuk menambah kesan dramatis.

Ada Gakupo.

"Eh, hai juga... uhm, Kamui."

Dia bisa melihat Gakupo menaikkan sebelah alisnya. "Sudah kubilang berkali-kali, panggil saja aku Gakupo. Bukannya aku juga sudah memanggilmu Kaito?"

Kaito tidak tahu harus menjawab apa. Untung saja Gakupo bisa menangkap ekspresi gelisahnya, jadi dia pun mengalihkan pembicaraan.

"Hei, sedang apa kau di sini? Oh iya, tadi rasanya aku sempat mendengar kau dipanggil Al-sensei. Memangnya ada apa?"

"Aku tidak tahu juga. Aku ke sini mendatanginya tapi orangnya saja tidak ada. Padahal disuruh menghadap sekarang juga."

"Huh? Tadi aku melihatnya di kantin, lagi makan mie ayam. Jadi kukira kau sudah ketemu dengannya."

Mbee.

Kaito ingin sekali membanting meja guru abstrak ini.

"Guru kamvret..."

"Hei, jadi bagaimana? Kau mau di sini saja, atau mau sekalian ikut denganku ke kantin mendatanginya?"

"Kurasa lebih baik aku di sini, dan kau yang mendatangi guru itu ke kantin."

"Ehh, kenapa jadi begitu?"

"Kau pikir aku mau kembali lagi ke sini di saat guru abstrak itu sudah kembali sedangkan kita malah pergi ke kantin, hah?"

"Oh, benar juga, benar juga. Kau pintar, Kaito."

"Huh, dasar coeg. Kau baru sadar aku ini pintar ya?" Kaito tersenyum sombong.

Dan Gakupo pun tertawa geli.

"Hei, kenapa kau tertawa? Tidak ada yang lucu," ucap Kaito memberengut. Setelah Kaito berucap, Gakupo pun mulai meredakan tawanya.

"Tidak. Bukan apa-apa." Gakupo merasa geli karena wajah sombong Kaito memberi kesan "lain" baginya. "Baiklah. Kalau begitu, aku ke kantin. Kalau dia sudah kembali ke sini, telepon aku supaya aku tidak repot-repot mencarinya lagi."

"Sip."

Kaito lega karena akhirnya pemuda berambut ungu itu hengkang dari sisinya.

Tapi dia sempat merasa ingin muntah saat Gakupo sempat-sempatnya memberi kiss jauh padanya sebelum pergi.


.

.

.

.


"Kamu udah nunggu lama?"

Kaito melirik jutek pada Al-sensei yang baru saja datang setelah 10 menit dia menunggu sampai berjamur. "Enggak kok, sensei."

"Berarti baru aja dong? Ah, kalau gitu, seharusnya saya pesan aja satu mangkok lagi tadi."

"Sensei kok gitu sih?" Kaito dongkol sama ini orang. Gak lihat apa, mukanya sudah kucel begini gara-gara dia?

"Hahaha, maaf. Saya cuma bercanda."

"Jadi, saya ada masalah apa, sensei? Sampai dipanggil." Kaito lagi-lagi teringat dengan rasa malunya tadi. Kalau bukan guru, ini orang sudah dia bakar karena sudah berani-beraninya mengganggu waktu istirahatnya yang berharga ini.

"Kamu sebenarnya gak punya masalah kok."

"Lah, terus?"

"Saya cuma mau nanya, ada apa di antara kamu dan Kamui Gakupo?"

Hah.

"Memangnya kenapa, sensei? Apa ada yang salah?"

"Sebenarnya gak ada yang salah. Tapi...," Al-sensei menatap Kaito dengan aneh, "kenapa status hubungan kamu dengan Kamui Gakupo jadi berpacaran di Facebook?"

Krik.

"Ah, masa'?" Kaito sudah lama tidak membuka Facebook, jadi dia tidak tahu apa-apa tentang hal itu.

"Iya, ini." Al-sensei menunjukkan layar ponselnya pada Kaito. "Malah sudah kamu konfirmasi lagi."

"Oh... saya... gak tau." BANGSAT KAU GAKUPO. "Mungkin nanti saya tanya aja dengan orangnya."

"Saya sudah bertanya pada Kamui Gakupo, lalu dia bilang, 'Saya emang pacaran dengannya kok.'"

Kaito pun terdiam membisu.

Oh, sepertinya Gakupo belum pernah merasakan bagaimana panasnya neraka dunia versi Kaito.


.

.

.

.


"Kaito-san, main catur yok! Mumpung istirahatnya masih lama!" ajak Len seperti sedang mengajak Kaito main layang-layang.

Setelah dia selesai dengan urusan nistanya, Kaito pun kebetulan lewat di depan ruang ekskulnya, dan dia mendapati Len sedang berada di dalamnya memegang sekotak catur. Dia bisa tahu ada Len di situ karena pintu ruangannya sedikit terbuka. Dan kebetulan juga, tidak ada siapapun selain Len di dalamnya.

Melihat papan catur itu, Kaito tiba-tiba jadi males.

"Lain kali saja, Len."

"Yahh..." Len menghela napas kecewa. "Lagi gak mood ya."

Kaito mengangguk sekilas.

"Memang tadi Al-sensei ngomong apa?"

"Dia tanya kenapa status hubunganku dengan Kamui jadi berpacaran di Facebook."

Dari ruang guru tadi, Kaito tidak habis-habisnya berpikir untuk apa Gakupo melakukannya. Mungkin Gakupo meng-hack akun Facebook-nya karena dia ingat Gakupo bukan orang yang terlalu suka menunggu. Tapi bukan itu masalahnya.

Bukannya dia dan Gakupo sudah berjanji untuk merahasiakan hubungan mereka ini? Apa maksudnya semua ini? Apa dia tidak tahu kalau Kaito akan merasa sangat marah dan malu kalau kehumuan dia sampai ketahuan?

"Ohh, mungkin dia tanya supaya dia lega karena ternyata dia punya temen yang senasib dengannya."

"Maksud loh?" Jujur Kaito sangat tersinggung dengan ucapan Len itu.

"Yah..." Len menaruh papan caturnya di pojok ruangan ekskul komik merangkap anime yang bisa dibilang terlalu mini untuk dikategorikan sebagai sebuah ruangan ekskul. Tapi mending ada daripada gak ada sih. "Soalnya dia pasti mengira kamu humu seperti dia."

Kaito menatap Len dengan tatapan nista. "Apa aku terlihat seperti itu?"

"Ayolah. Itu adalah sesuatu yang sangat jelas bahkan untuk orang idiot sekalipun."

"Ini gak adil. Kenapa cowok sama cowok berstatus pacaran di Facebook aja dihebohin? Sedangkan temen gue cewek yang berstatus menikah dengan sohibnya yang cewek dibilang tanda persahabatan?" Kaito kehilangan kekalemannya dan memutuskan untuk mengubah bahasanya.

"Jiahh, mana aku tahu." Len kemudian menyeringai. "Tapi kau memang humu, 'kan?"

Dengan tajam, Kaito menatap mata biru laut Len dalam-dalam. "Gue. Bukan. Humu."

"Masih mengelak dari hasil taruhan kita, heh?"

"Tapi aku melakukannya hanya karena gak tega!"

"Gak tega? Sama Kamui Gakupo yang itu?" Len terkekeh sinis. "Heh, jelas-jelas dia bilang kau juga menikmati hubungan kalian."

"Menikmati apanya?" Kaito memutar matanya, masih begitu keukeuh mengelak. "Sepertinya kau sering mengobrol dengannya ya."

"Kalau kami kebetulan bertemu di koridor, dia akan mendatangiku dan bercerita banyak tentangmu."

Kaito melirik dengan curiga. "Apa saja yang dia ceritakan tentangku?"

"Tidak terlalu banyak kok." Sekilas Len tersentak. "Hei, kita tadi sedang membicarakan kehumuanmu, kan? Kenapa jadi ke situ?"

"Kenapa kau masih saja membicarakan itu?" Kaito mendengus keras-keras. "Huh, aku bahkan tidak ingat kapan aku on di Facebook dan menyetujui hubungan itu."

"Memangnya kenapa? Mungkin dia sengaja meng-hack Facebook-mu karena dia tahu kau lupa password-mu," ucap Len. "Ah, kau sudah ingat apa yang akan terjadi di tanggal 31 Juli nanti?"


.

.

.

.


30 Juli. Sepulang sekolah.

"Kaito."

Di kantin, Gakupo berusaha memanggil Kaito. Tetapi nihil, pemuda itu tidak menghiraukannya. Dia malah cepat-cepat berjalan dengan temannya menjauhi kantin seolah Gakupo tidak pernah ada di sana.

Gakupo pun menggaruk kepalanya dengan bingung.

Dia tidak paham kenapa dari kemarin, Kaito terus-terusan mengabaikannya. Dipanggil, gak menyahut. Ditelepon, gak diangkat. Di-BBM, gak di-read. Apa dia sudah berbuat sesuatu yang salah?

Bahkan Kaito memutus hubungan pacaran mereka di Facebook dan membatalkan pertemanan mereka! Apa yang terjadi sebenarnya?!

Lalu Gakupo mendengus kesal.

Sepertinya anak manusia ini belum sadar dengan kelakuannya kemarin yang sempat membuat beberapa orang menjadi geger bahkan Al-sensei pun ikut terkena dampaknya.

Jadi dia memutuskan untuk mencari Len. Berhubung pemuda itu adalah sohib terdekat Kaito, jadi mungkin dia tahu apa yang sedang terjadi. Mumpung hari ini bukan jadwal latihan basket.

Di dekat kelas 2-B, dia melihat pemuda berambut pirang itu sedang menyapu. Mungkin hari ini jadwalnya piket kelas.

"Oi, Len," panggil Gakupo dengan suara nyaring. Kemudian Len pun menoleh padanya.

"Eh? Oh! Gakupo-san!" sahut Len dengan cengiran lebar di wajahnya. Dia buru-buru menyenderkan sapunya ke dinding, dan menghampiri pemuda berambut ungu itu. "Ada apa?"

Entah sejak kapan Gakupo memanggil pemuda itu dengan "Len".

"Eng, Kaito mana?"

"Dia sudah pulang duluan tadi."

"Oh." Gakupo tersenyum kecut. Berarti bukan hanya perasaannya saja Kaito menghindar darinya. "Kalau begitu, kau ada waktu?"

"Aku lagi piket nih." Len melirik-lirik ke dalam kelasnya, lalu berjalan mendekati Gakupo dan berbisik, "Sebenarnya aku mau bolos tadi, tapi berhubung aku ketahuan duluan, jadi aku tidak bisa ke mana-mana sebelum kelas ini bersih."

"Oh, sabarlah. Kau tidak bisa lepas dari tanggung-jawabmu begitu saja, man. Itu adalah tindakan yang tidak jantan sekali."

"Hahaha, benar juga." Len menggaruk pelan kepalanya, sambil tertawa kikuk. "Kalau begitu, kau bisa tunggu sebentar?"

"Oke, bukan masalah."

Jadi Gakupo memutuskan untuk berdiri menyender di dekat jendela koridor, sementara Len kembali mengambil sapunya dan masuk ke dalam kelas. Gakupo melihat sekilas pada Len yang sedang membersihkan kelasnya, kemudian melontarkan pandangannya pada langit sore di luar jendela.

Ah, warna biru itu mengingatkannya pada Kaito. Biru langit yang jernih.

Padahal baru dua hari Kaito mengabaikannya, tapi entah kenapa Gakupo sudah sangat merindukannya. Dia kangen melihat Kaito yang sedang emosi, dia kangen melihat semburat merah di wajah Kaito, dia kangen melihat senyuman Kaito walaupun hanya tipis.

Dia kangen sama Kaito. Pake "banget".

Persetan sama para mantannya! Dia hanya ingin bersama Kaito saat ini juga!

Tapi Kaito menghindar darinya. Apa dia sudah berbuat suatu kesalahan sampai membuat pemuda itu marah?

Gakupo spontan memeriksa ponselnya meskipun tidak ada pemberitahuan apapun yang masuk. Lalu dia menghela napas dengan kecewa.

Entah kenapa tiba-tiba dia berhalusinasi bahwa saat ini Kaito sedang meneleponnya, lalu mengatakan betapa dia menyesal karena sudah mengacangi pemuda bermarga Kamui itu selama dua hari ini, dan memutuskan untuk memberikan sebuah hadiah spesial untuk hari ulang tahunnya—

Tunggu.

Kenapa Gakupo baru kepikiran?

Siapa tahu Kaito sengaja menghindar darinya karena ingin mengerjainya? Besok dia ulang tahun, bukan? Jadi jebakan macam ini adalah hal yang sangat biasa kalau begini kasusnya.

Ah, Gakupo sangat yakin itulah alasannya.

"Hei, Gakupo-san?"

Pemuda yang pernah digosipkan biseks itu tersadar dari lamunannya karena suara Len yang memanggilnya. "Oh, sudah selesai?"

Len mengangguk. "Jadi, ada apa?"

"Hm, kita bicarakan sambil jalan pulang. Kebetulan hari ini aku tidak bawa mobil."

"Ah, gitu ya? Yahh, padahal aku sempat kepikiran mau nebeng pulang. Jarang-jarang 'kan, aku pulang naik mobil." Len nyengir lebar.

"Hahaha, maafkan aku. Mobil lagi diservis bulanan. Jadi untuk beberapa hari ini, terpaksa jalan kaki."

"Uhm, oke oke. Gak masalah. Ayo kita jalan."

Jadi mereka pun jalan berdampingan keluar dari koridor sekolah, dan akhirnya mereka sudah keluar dari sekolah.

Di sepanjang perjalanan, sebenarnya mereka sama sekali tidak berbicara. Gakupo terlihat sibuk menyelami pikirannya, membuat Len jadi tidak betah. Jadi dia pun mengeluarkan headset-nya, menyumpalkan kedua speaker pada telinganya, dan mulai menyetel lagu.

Sementara itu, Gakupo sibuk memutar otaknya jungkir-balik. Dia harus menemukan kata-kata yang tepat untuk bertanya pada si pirang ini. Atau mungkin lebih tepatnya, dia sedang menimbang-nimbang apakah dia harus bertanya padanya mengenai Kaito yang mendadak misterius ini atau tidak.

"Len."

Yang dipanggil tidak menyahut.

"Oi, Len."

Gakupo pun menoleh dan langsung mencabut speaker headset di telinga kiri Len.

"Ah? Hei, kenapa?" Pemuda yang tingginya hanya sebahu Gakupo itu terlihat kaget akibat serangan mendadak itu. Dia spontan menoleh dan mendapati Gakupo menatapnya dengan tajam.

"Makanya kalau orang bicara, didengarkan." Gakupo segera melepaskan headset itu dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Habisnya, kau tidak mengatakan keperluanmu denganku dari tadi. Jadi aku mulai bosan."

Oh iya. Benar juga.

"... apa kau sadar Kaito terlihat menghindar dari kemarin?"

"Hah? Kaito-san?" Len kemudian melihat ke langit sambil menyentuh dagu dengan jari telunjuknya, berpikir. "Dia tidak menghindar dariku kok."

"Benarkah?" Perlahan-lahan, seringai muncul di wajah tamvan milik Gakupo. Sepertinya dia bisa memahami tujuan terselubung Kaito padanya... dengan pengertian yang salah. "Tapi dari kemarin dia terus-terusan menghindariku. Apa kau tahu apa maksudnya itu?"

"Entahlah," ucap Len mengangkat bahunya. "Waktu kusinggung namamu tadi, dia malah terlihat uring-uringan dan mengalihkan pembicaraan. Kau harus tahu bahwa tidak biasanya dia semarah itu saat membicarakan seseorang."

"Jadi kau berpikir aku melakukan sesuatu yang membuatnya marah?" Gakupo pura-pura menghela napas capek. "Padahal besok adalah ulang tahunku."

"Hm, aku tahu itu. Hei, apa kau berpikir dia menghindarimu karena dia ingin memberimu surprise?"

"Menurutmu?"

Haruskah Len menyebut Gakupo sebagai orang yang terlalu percaya diri setelah apa yang dia lakukan kemarin?

"... maaf aku harus ngomong begini. Apa kau tidak sadar dengan apa yang kau perbuat kemarin padanya?" Gakupo sama sekali tidak menduga dia akan menerima tatapan tajam dari Len yang selama ini dia kenal sebagai orang yang easy-going dan sering terlihat konyol bersama Kaito. "Atau kau hanya berpura-pura tidak tahu?"

"A-apa yang sedang kau bicarakan? Pura-pura? Apa yang sudah kulakukan padanya kemarin?" Sumpah, Gakupo bingung apa yang sebenarnya terjadi. Kalau dia tahu, sudah pasti dia takkan mau repot-repot bertanya pada Len seperti yang dia lakukan saat ini! "Katakan dengan jelas!"

"Kalau aku katakan dengan jelas, kau takkan sadar!" Len jadi ikutan sewot melihat Gakupo yang mulai tampak gusar. "Meskipun cuma sebentar, semua orang sudah tahu!"

"Tahu apa?" Gakupo gemas sekali ingin mencekek anak ini tapi dia tidak bisa melakukannya! "Aku sama sekali tidak tahu apa-apa! Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan dari tadi, hah?!"

"Oh ya? Jadi siapa sekarang yang tidak jantan dengan melupakan tanggung-jawabnya?" Len pun menyindir.

Sebelum Gakupo sempat membalasnya, mata iris birunya menangkap sesuatu yang sangat tidak dia duga.

"Kenapa, heh? Kehabisan kata-kata?" Len masih belum sadar dengan apa yang sedang Gakupo lihat sekarang. "Kau harus tahu, aku sudah berteman dengannya dari SMP. Aku jauh lebih tahu siapa dia daripada kau. Jadi kalau kau berpikir kau bisa—"

Tanpa Len duga, Gakupo langsung pergi begitu saja meninggalkannya.

"H-hei! Oi! Aku belum selesai bicara!" Len merasa percuma dia mengejar Gakupo sekarang karena pemuda bertubuh tinggi itu sudah sangat jauh darinya. Dia bingung karena dia tahu, Gakupo bukan orang yang akan pergi begitu saja di tengah perbincangan.

Setelah melihat apa yang Gakupo lihat tadi, sekarang Len tahu apa alasannya.

Dan dia tahu bahwa hubungan sohibnya dengan Gakupo ini tidak akan bagus sampai hari ulang tahun Gakupo nanti.


.

.

.

.


31072015. GBH2:STUT1. YV


(22082015. Menghapus kalimat "chapter dua akan segera di update hari ini juga", dan mengganti garis pemisah ":::::" menjadi line break.)