"Jangan lupa mengerjakan PRnya!" kata Miss. Marie kepada murid-muridnya. Semua anak hanya bisa menghela nafas sembari Miss. Marie keluar dari kelas.
"Caroline, ayo kita ganti baju." ajak gadis berambut pirang ikal kepada gadis yang dipanggil Caroline.
"Iya." Caroline mengambil baju olahraganya dan berjalan di belakang Lizzie, gadis berambut pirang ikal yang mengajaknya tadi.
"Ayo cepat, nanti kita tidak kebagian tempat." seru beberapa orang gadis. Semua murid berjalan keluar kelas untuk mengganti pakaian mereka menjadi pakaian olahraga.
Ya, selanjutnya adalah pelajaran olahraga.
Seorang gadis berambut kelabu duduk diam di kursinya. Ciel Phantomhive, namanya. Gadis pemilik mata sedalam lautan dan kulit sehalus sutra itu sedang duduk menunggu teman-temannya yang sedang mengganti baju. Bukan. Bukan teman. Tetapi, orang-orang yang membencinya.
Ciel selalu dikucilkan oleh semua orang di sekolahnya, walaupun nilainya tidak bisa dipungkiri memang bagus, tetapi tetap saja Ciel selalu dibully. Ciel selalu menjadi bahan bullying dan pelaku pembuat keonaran di sekolah, padahal Ciel tidak terlibat dalam kasus yang dimaksud.
Setelah menuggu cukup lama, Ciel keluar dari kelas dan berjalan menuju ruang ganti. Ruang ganti itu telah sepi, karena Ciel selalu mengganti pakaian olahraganya belakangan. Dia tidak mau mengganti pakaiannya bersama orang-orang yang membencinya itu.
Ciel mulai melepas kancing bajunya dan mulai menggantinya dengan pakaian olahraga.
Setelah selesai mengganti pakaian, Ciel berjalan menuju lapangan olahraga. Disana guru olahraga sedang mengobrol dengan ketua kelas Ciel.
Ciel berjalan perlahan menuju tengah lapangan, sepanjang perjalanan semua gadis di kelas Ciel mencemoohnya habis-habissan. Sedangkan Ciel hanya menggapi mereka dengan wajah dingin dan datarnya itu. Setiap hari Ciel selalu dibully dan diperlakukan layaknya seorang pembantu.
Ciel tidak bisa melawan karena mereka selalu main keroyokkan. Itu tidak adil. Ciel pernah mencoba untuk melapor, tetapi dia hanya mendapat teguran dari guru, bahwa memang dia yang salah. Guru itu saja tidak tahu kejadiannya, bagaimana guru itu mau memutuskan bahwa Ciellah yang bersalah.
Ini sungguh tidak adil bagi Ciel, tetapi Ciel tidak punya bukti untuk membuktikan bahwa dia memang tidak bersalah. Walaupun melakukan pembelaan, tetap saja hasilnya nihil. Ciel bagaikan orang yang paling hina untuk ditolong seantero sekolah St. Lucia senior high school.
.
.
.
Haru Haru
Chapter 1 : My Life Will Change
Disclaimer :
Kuroshitsuji belong's to Yana Toboso
Genre :
Romance and Friendship
Pairing :
Sebastian Michaelis and Ciel Phantomhive (female)
Warning :
TYPOs, AU, OOC, dll
Bagi yang tidak bisa membayangkan Ciel sebagai perempuan, bayangkanlah dia seorang lelaki
.
.
.
Prit. Prit. Prit.
Terdengar suara peluit ditiup, tanda berkumpul. Guru olahraga St. Lucia senior High School memang terkenal sangat disiplin, sehingga banyak murid yang takut kepadanya, kecuali satu orang.
"Berbaris menjadi empat bersap!" guru olahraga itu mengancungkan empat jarinya, yang menandakan angka empat, sedangkan semua murid sibuk membuat barisan, karena tidak mau mendapat hukuman dari guru olahraga itu.
Seperti biasa, Ciel berbaris di barisan paling akhir dan paling belakang. Sementara sang ketua kelas memimpin pemanasan kali ini.
Selesai melakukan pemanasan, guru olahraga itu melanjutkan dengan acara sprinternya yang terkenal sangat ganas. Ya, bagaimana tidak ganas mereka yang melakukan sprinter diwajibkan untuk berlari bolak-balik sebanyak enam kali, apalagi luas lapangan olahraga mereka adalah tujuh meter panjangnya.
Semua murid hanya bisa pasrah dengan hal itu, karena itu adalah agenda rutin mereka jika selesai pemanasan.
Guru olahraga itu mulai mengabsen semua murid untuk mengambil ancang-ancang.
"Alicia, Vivi, Adel, dan Avril." guru olahraga itu berteriak memanggil nama murid yang akan melakukan sprinter pertama.
Dan tentu saja murid paling akhir dipanggil adalah Ciel Phantomhive. Dan lebih sialnya lagi Ciel berlari bersama tiga musuh terbesarnya, yaitu Lizzie, Caroline, dan Rebecca.
'Ya ampun, apa yang guru itu pikirkan sih?' Ciel merutuki guru olahraga itu.
"Bersedia. Siap. Mulai!" guru olahraga itu memberi aba-aba.
Caroline berlari meninggalkan Ciel di belakang, sedangkan Lizzie berada seimbang bersama Rebecca, dan Ciel berada paling belakang. Sebuah ide muncul di otak Lizzie dan teman-temannya itu.
Lizzie, Caroline, dan Rebecca mengurangi kecepatan mereka sehingga mereka berada bersama Ciel sekarang. Ciel sudah merasakan firasat buruk tentang ini. Dan, ya, firasat Ciel memang benar.
Caroline menyengkat kakinya dan dengan cepat Caroline, Lizzie, dan Rebecca memacu kakinya untuk berlari lebih cepat meninggalkan Ciel.
"Ukh, sialan mereka." rutuk Ciel kepada musuh bebuyuttannya itu.
Sebuah tangan terulur, pemilik tangan itu sungguh tidak dapat Ciel lihat dengan jelas, karena pengaruh matahari yang bersinar terik saat itu. Ciel menyanggupi tangan itu dan berdiri. Ciel sungguh berterima kasih atas pertolongan orang itu yang mau membantu orang sepertinya.
"Te-terima kasih." Ciel menatap pemilik tangan tersebut dan voila, Ciel menatap sepasang red ruby milik orang yang menolongnya tadi.
Ya, dia adalah Sebastian Michaelis. Dia adalah ketua kelas dimana Ciel mengalami masa terakhirnya di SMA.
"Sama-sama." Sebastian tersenyum yang diyakini dapat membuat kaum hawa manapun akan meleleh. Ciel yang terkejut segera berlari meninggalkan Sebastian di belakang.
.
.
.
Ciel P.O.V
Ya ampun, dia. Sebastian Michaelis menolongku. Tidak kusangka dia yang menolongku. Habislah aku. Bagaimana kalau Lizzie dan teman-temannya itu melihat itu. Apa aku perlu bersembunyi? Aduh bagaimana ini?
Dia adalah murid paling populer di St. Lucia senior high school, dia juga ketua kelas dari kelasku.
Mau ditaruh dimana wajahku nanti?
"Hoi, Ciel!" suara itu. Suara Lizzie. Habislah aku.
Kukutuk Sebastian Michaelis itu supaya dia tidak populer lagi. Hidupku semakin hancur gara-gara dia menolongku.
"Bagaimana?" Lizzie menyunggingkan senyuman yang memiliki arti mencemooh kepadaku.
"Ba-bagaimana apanya?" tanyaku gugup karena takut dihajar oleh tukang pukulnya pulang sekolah nanti.
"Jatuhnya." Lizzie terlihat bahagia dengan itu.
Aku hanya terdiam. Sepertinya dia tidak tahu kejadian tadi. Fiuh~
"Kenapa? Sakit ya?" Caroline mulai angkat bicara.
Tentu saja sakit, bodoh. Cemoohku dalam hati.
"Hahahaha..." mereka tertawa diatas penderitaanku.
Ciel P.O.V end
.
.
.
Sebastian P.O.V
Gadis itu. Siapa namanya? Kenapa aku baru melihatnya sekarang? Dia cukup manis.
Dia pasti murid dari kelasku, tapi kenapa aku tidak pernah melihatnya, ya? Gadis yang menarik.
Matanya sapphire, sedalam lautan. Warna yang menghanyutkan.
Tapi kasihan juga dia ya. Masa dia disengkat begitu. Lizzie dan teman-temannya jahil juga rupanya hihihihihi~
Sebastian P.O.V end
.
.
.
"Dengan berakhirnya sprinter ini, kalian telah lulus ujian hari ini." guru olahraga itu pergi meninggalkan murid-muridnya.
Semua murid hanya menghela nafas lega, karena pelajaran olahraga telah usai. Lelah. Itulah yang mereka rasakan.
Semua murid kembali ke ruang ganti, dan seperti biasa lagi Ciel selalu belakangan.
Semua murid telah kembali ke kelas dengan aman dan tenteram, sampai...
"Akh..." sebuah suara mengagetkan seisi kelas.
"Hahahahaha~" setelah melihat suatu kejadian murid-murid yang kaget itu segera tertawa melihat seorang gadis berambut kelabu basah kuyup.
Ya, Ciel terkena jebakan Lizzie dan teman-temannya.
Sepertinya Lizzie memasang ember yang berisi air di atas pintu masuk kelas, dan kebetulan Ciel yang lewat dan voila, baju Ciel yang sudah rapi menjadi basah kuyup.
Ciel segera berlari menuju halaman sekolah.
Kenapa halaman? Karena Ciel suka sekali ke halaman sekolah saat dirinya dibully. Disana ia mengeringkan pakaiannya yang basah. Ya, dia membiarkan angin mengeringkan baju yang sekarang melekat di tubuhnya. Tidak mungkin Ciel melepas pakaiannya di halaman sekolah bukan?
Sebastian yang kebetulan lewat setelah membereskan bola basket yang ia gunakan dan teman-temannya bermain menghampiri Ciel.
Sebatian bermain basket setelah pelajaran olahraga usai, jangan pikir bahwa Sebastian bolos jam pelajaran selanjutnya.
"Ada apa?" Sebastian duduk disebelah Ciel dan memandang wajah Ciel yang terlihat kusut sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa." Ciel membuang wajahnya supaya tidak melihat wajah Sebastian yang mampu membuat semua kaum hawa tersipu.
"Bajumu basah?" tanya Sebastian dengan wajah kebingungan.
"Tidak kok." Ciel mengelak.
"Bohong." Sebastian memegang pundak Ciel yang kecil, seketika itu juga Ciel merasakan darah yang ada tubuhnya mengalir ke kepalanya. Muncul semburat merah di wajah Ciel.
Bukan marah tetapi malu, karena dia ingat betul bahwa bajunya basah dan melekat di tubuhnya dan pasti pakaian dalamnya terlihat oleh Sebastian.
Karena mengingat hal itu Ciel segera menggeser posisi duduknya menjauh dari Sebastian. Sebastian yang bingung, mulai berpikir apa yang terjadi dengan gadis di depannya.
Selang beberapa saat Sebastian mengetahui apa yang sebenarnya gadis itu pikirkan setelah merasakan telapak tangannya yang basah.
"Tidak perlu khawatir, aku tidak semesum itu kok." Sebastian nyengir dengan wajah tanpa dosa.
Dan memang tadi Sebastian sempat melihat pakaian dalam Ciel. Apa itu termasuk mesum? Warnanya biru muda pula.
Blush
Sebastian blushing saat mengingat apa yang ia pikirkan tadi. Mungkin dia memang mesum.
Ciel hanya mengeleng dan Sebastian tidak mau otaknya tercemar dengan hal yang berbau negatif karena melihat pakaian dalam seorang wanita, jadi Sebastian membiarkan Ciel yang duduk menjauh darinya.
"Jadi, apa yang terjadi?" tanya Sebastian sedikit berteriak. Ingat mereka duduk berjauhan.
"Tidak ada apa-apa." jawab Ciel dengan datar.
"Bohong." Sebastian menyeringai.
"Ti-tidak." Ciel yang melihat itu tergugup karena seringaian Sebastian.
"Jujurlah. Kau tidak bisa berbohong." Sebastian memandangi langit biru yang luas sembari tiduran di atas rumput yang lembut tetap keras kepala.
"Sudah kubilang tidak, ya tidak." Ciel masih keras kepala.
"Hei, aku tidak bisa ditipu, loh." Sebastian memiringkan badannya supaya dapat melihat Ciel dengan jelas.
"Tidak." Ciel masih keras kepala.
"Jujur."
"Tidak."
"Jujur."
"Tidak."
"Jujur."
"Tidak."
Adu kekerassan kepala itu berlangsung lumayan lama.
"Ha, baiklah aku akan jujur." Ciel akhirnya menyerah.
"Bagus." Sebastian kembali ke posisi duduk dan memasang telinganya.
"Saat aku masuk ke kelas, Lizzie dan teman-temannya menyiapkan ember yang berisi air diatas pintu, dan akulah yang terkena jebakan itu." Ciel menceritakan penyebab pakaiannya menjadi basah dengan singkat, padat, dan jelas.
"Oh begitu." Sebastian mangut-mangut.
Ciel merasa aneh dengan sikap ketua kelasnya ini, tidak disangka dia orang yang tidak sombong karena dia merupakan idol sekolah, ingat?
"Kalau begitu." Sebastian menarik tangan Ciel dan menyeretnya ke ruang kelas.
"Hei apa-apaan ini?" Ciel tidak terima perlakuan kasar Sebastian.
Sebastian membuka pintu ruang elas dengan kasar.
"Hei, apa yang kalian lakukan tadi?" bentak Sebastian sembari menunjuk Ciel dengan ibu jarinya.
Semua mata tertuju ke arah Ciel, Sebastian, dan Lizzie secara bergantian. Lizzie, Caroline, dan Rebecca hanya menunduk malu.
"Jadi apa yang akan dia pakai?" tanya Sebastian memincingkan matanya kepada Lizzie dan teman-temannya.
"I-itu..." Caroline kebingungan.
"Bagaimana kalau pakaian olahraga?" Rebecca memberi usul.
"Tidak boleh. Karena pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Mr. Randall." Sebastian menunjuk daftar pelajaran yang terpampang di depan kelas.
Mr. Randall adalah guru yang galak dan disiplin soal berpakaian.
"Bagaimana kalau kau yang membujuk Mr. Randall?" tanya Lizzie dengan tampang bersalah dan tampang akan-kuhabisi-kau kepada Ciel.
"Tidak mungkin bisa." celetuk pemuda berambut pirang cerah bermata sebiru langit sembari mengibaskan tangannya di depan wajahnya.
"Ha..." Sebastian hanya menghela nafas dan kembali menyeret Ciel pergi ke ruang guru.
Tok. Tok. Tok.
Suara ketukkan pintu terdengar dari luar ruangan guru.
"Maaf, apakah ada Mr. Randall?" tanya Sebastian.
"Ada apa, Michaelis?" Mr. Randall menghampiri Sebastian dan Ciel.
"Maaf, apakah dia boleh menggunakan pakaian olahraga?" Sebatian menunjuk Ciel.
"Ada apa?" Mr. Randall memegang janggutnya yang bisa dibilang panjang.
"Tadi aku menyuruhnya mengambil bola basket yang tanpa sengaja masuk ke dalam kolam ikan. Tetapi dia malah tercebur." Sebastian berbohong demi melindungi temannya.
"Kalau begitu, sihlakan." Mr. Randall mengizinkan.
Memang berbeda kalau murid kesayangan guru yang meminta.
"Terima kasih." Sebastian pergi menyeret Ciel kembali.
Hari ini Ciel banyak diseret.
"Te-terima kasih, Michaelis." Ciel menunduk malu.
"Sama-sama. Asalkan kau jangan sampai masuk angin." Sebastian menyeringai.
Ciel mengambil pakaian olahraganya dan menggantinya di ruang ganti.
~To Be Continued~
Author Note :
Saya datang membawa fic multichap baru. Maaf ya masih straight (_ _)
Bagi yang tidak bisa membayangkan Ciel itu cewek bayangkan saja dia cowok ;)
Oiya yang bagian lari sprinter itu berdasarkan pengalaman saya, waktu kelas saya disuruh lari bolak-balik enam kali terus scout trass sepuluh kali malah lapangannya gede lagi, ya saya dapat catatan waktu satu menit sembilan detik XDD
Oh iya judulnya saya kepikiran pas lagi dengerin lagu Haru Haru nya BigBang, jadi saya pake aja deh namanya *innocent face
Ini saya buat pas besoknya MID doain saya bisa ya minna~
Terakhir review please~
