Halo, minna~ selamat UAS bagi yang sedang UAS. Karena saya udah selesai UASnyaa. Huehehehehe #gulinggulingan.
Jadi, kenapa tiba-tiba saya ngepablis fic one-shot (Lagi)? Okeh. Ini semua karena author geblek ini yang sedang jatuh cinta. tapi masih rada galau ama idupnya; ujian, nilai, dll. Tapi yaudah yaudah, berhubung saya dapet inspirasinya ditemani lagu I do-nya Ten2Five, saya sarankan bacanya sambil dengerin lagu itu ya ;)
Sip, enjoy, minna~!
I do
a VOCALOID FANFIC
By : YandereHachan24
Desclaimer : Crypton Future Media
Song Desclaimer : I do by Ten2Five
Rate : T
WARNING!
Nggak jelas, Miku side, KaiMikLen, sedikit curcol, etc
DON'T LIKE? DON'T READ!
.
.
.
.
.
Pancaran sinar senja hanya tinggal seperempatnya sebelum matahari benar-benar menenggelamkan dirinya untuk mengakhiri benderang hari ini. Kutatap langit yang menggelap itu sambil menyesap secangkir cokelat panas dan memakan kue manis yang menyenangkan. Gerimis. Tapi, rasa dingin inilah yang menyejukan hati. Suasananya sedang romantis sekali.
Entahlah.
Aku saja yang merasa romantis, atau memang kenyataannya begitu?
Kusunggingkan senyuman hangat lalu menarik kaus kaki berwarna permen selutut itu lebih ke atas lagi. Celana pendek krem yang kukenakan sedikit terangkat karenanya. Sweater merah ini juga menghangatkan badan. Cuaca yang dingin dengan perlindungan tubuh yang hangat. Menyenangkan.
Kutatap sebuah rumah di hadapan jendela kamarku. Si Biru itu sedang apa, sih?
Sudah satu bulan sejak perpisahanku dengannya.
Aku memejamkan mataku. Menggelengkan kepalaku dengan perlahan. Berusaha tidak mengingat-ingatnya. Sama sekali tidak mau mengingatnya. Lagipula, untuk apa?
Hubungan yang sudah berakhir, tidak pantas diingat-ingat lagi, iya 'kan?
Tapi tetap saja rutinitas untuk tahu kegiatannya hari ini, sudah menjadi informasiku sehari-hari. Selama satu tahun lamanya. Dan begitu aku tidak tahu kegiatannya hari ini, semuanya menjadi agak… tidak biasa.
Aku menghela nafas berat lalu memalingkan wajah. Berusaha menatap arak awan yang menggumpal. Sebentar lagi pastinya hujan akan turun dengan derasnya. Gerimis ini memang tidak ada apa-apanya dibandingkan hujan yang biasanya mengguyur kota ini dengan ganasnya. Kutelungkupkan jemariku pada permukaan gelas yang panas akibat menahan panas cairan cokelat dari dalam gelas.
Sambil mendesah pelan, aku berusaha mengingat apa yang terjadi. Padaku dan pada pemuda biru itu satu bulan lalu. Sebelum perpisahan memisahkan kami. Saat kata "jadi teman saja" terucap begitu saja. Mengalahkan janji dan komitmen yang dibuat bersama selama satu tahun lebih lamanya. Tapi semua itu kini tiada artinya dibandingkan dengan perasaan yang lama luntur, larut dalam keredupan sinar hati.
Aku mendengus pelan. Apa-apaan sih?
Setahun lalu, malam itu pukul delapan malam, dia menemuiku di depan rumahku sendiri, menyatakan perasaannya dan kemudian melingkar janji bersamaku. Memelukku, mengecup keningku, menaut jemariku. Lalu semuanya terasa begitu cepat. Bagai rentetan film yang tiada habisnya. Bagaimana aku bisa mulai menyukainya, merasa nyaman karena kehadirannya yang hangat, hingga mulai mencarinya jika dia tidak muncul di depan batang hidungku.
Lalu adegan berganti pada kenangan-kenangan indah lainnya. Saat dia mengajakku menonton film yang sedang digandrungi, saat dia mengajakku makan malam di luar untuk pertama kalinya, saat dia menjemputku dari sekolah... semuanya memang terasa menyenangkan.
Lama kelamaan rasa nyaman itu menjadi ketergantungan.
Terhadap dirinya.
Aku kembali menyesap bibir gelas dengan khidmat. Asapnya mengepul di atas permukaan gelas. Aku dapat merasakan pipiku sendiri memanas karenanya. Kutatap cairan cokelat itu lama-lama.
Aku juga ingat. Dia dan aku pecinta coklat.
Tiada berdebatan yang menyebalkan—sekaligus menyenangkan—selain memperebutkan makanan kesukaanmu dengan kekasihmu sendiri 'kan?
Aku tertawa kecil.
Aku juga ingat ulangtahunku yang keenam belas dengan kalung inisial 'K' yang diberikannya padaku. 'K' untuk Kaito. Menandakan bahwa aku miliknya.
Bodoh, benar-benar manis. Tapi bukan romantis. Sama sekali tidak romantis.
Sifat cueknya, walau begitu dia tetap memperhatikanku. Dengan sedikit waktu yang dia miliki. Kuakui, aku menghargainya dan aku senang. Namun di sisi lain...
Aku menghela nafas.
Lalu adegan kembali berganti pada kejadian sebulan lalu.
"Sampai di sini saja."
"Kenapa?"
"Karena... aku sudah menyerah."
Dia menatapku lama.
"Semudah itu?"
Ku tatap dia juga. Dengan emosi sedatar mungkin. "Ya. Semudah itu."
Lalu selesai.
Semudah itu aku dan dia menjalin tali merah yang menghubungkan jari kelingking kami, dan semudah itu pula memutuskannya.
Aku memang sedih.
Lalu setitik air mataku menggenang. Oh, ayolah Miku. Kau sudah pernah berjanji pada dirimu sendiri tentang ini 'kan?
Aku mengusap kedua mataku yang berair.
Semuanya keputusan bersama. Tidak ada yang perlu dipersalahkan. Benar. Tidak ada yang perlu dipersalahkan dari kepercayaan yang sudah lama sekarat, lalu perlahan mati diam-diam. Tentang egoisme kami—mengenai jarak. Saat dia meniti ilmu di kota seberang yang jauh di sana. Dan aku di sini dengan tugas sekolahku yang menumpuk. Tiadanya komunikasi, lalu semuanya terjadi begitu cepat. Semuanya meredung dalam kegelapan.
Seperti kata Plato, tidak ada yang namanya kegelapan. Yang ada hanyalah kekurangan cahaya.
Yah, mungkin kamilah yang sudah meredup pada hati.
Senyuman simpul terbentuk di bibirku. Apakah itu penting sekarang?
Semua sudah selesai. Perasaan yang lama kelamaan luntur, menjadi hambar dan tiada kemanisan di dalamnya. Semuanya sudah berakhir.
Lalu aku meraih ponselku yang sedari siang dimatikan.
Dan mendapati dua pesan singkat melalui BlackBerry Messenger.
Kugeser trackpad ke bawah. Lalu aku mendapati satu pesan singkat dari Kaito. Ah, sudah lama aku tidak mendapat pesan singkatnya dalam waktu sebulan itu. Memangnya sudah berapa lama? Aku menatap kalender.
Dan ini tanggal dua belas. Sekarang seharusnya aku dan Kaito resmi setahun tiga bulan hari ini. Di tanggal ini.
Lalu apa yang kuharapkan?
Kaito Shion | (busy) tugas presentasi ditemani hujan. Okelah.
Sent 12 Dec 2012 on 3.12 pm
Seperti cerita Haruki Murakami, kita butuh waktu untuk berpikir di tempat yang sepi. Kita butuh waktu untuk membangun reruntuhan itu kembali untuk menemukan dan mencari tahu apa yang salah. Sama seperti sekarang. Apa kamu merasakannya juga?
Aku terdiam.
Sejujurnya, aku juga tidak tahu.
Aku tidak membalasnya. Lalu mataku beralih pada satu nama yang membuatku tersenyum akhir-akhir ini.
Dia.
Len Kagamine | (available) ujian datang... ganbatte! :]
Sent 12 Dec 2012 on 4.45 pm
Selamat sore! Hujan ya, di sana? :P di sini nggak, dong. Hahaha.
p.s : jangan lupa makan ya, lek :P
Mau tak mau aku nyengir membaca pesan singkatnya. Kubalas pesan singkat itu.
Reply : iyaa di sini hujan. Terus... siapa yang kau sebut 'lek' tadi? :P
Lalu aku bertemu kembali dengan Len Kagamine. Temanku beberapa tahun lalu yang sempat lost-contact karena dia yang pindah ke kota lain karena pekerjaan orangtuanya. Dulu kami sempat saling menyukai satu sama lain. Tapi tidak berfikir untuk menjalin tali cinta. Kami baru berhubungan lagi akhir-akhir ini.
Mereka berdua sama sekali berbeda. Kaito yang kalem, Len yang ceria. Kaito yang cuek, Len yang perhatian. Kaito yang romantis, Len yang humoris. Kaito yang lugu, Len yang jujur. Kaito yang tenang, Len yang hobi melawak. Kaito yang lebih suka mendengar tanpa memberi tanggapan kalau tidak diminta, Len yang suka mendengar dan memberi pendapatnya walau tidak diminta. Mereka berdua sama sekali berbeda. Tetapi sama. Sama-sama menempati ruang-ruang khusus di hatiku.
Lalu kutatap pesan singkat Kaito.
Mencari tahu apa yang salah?
Kurasa tidak perlu...
Kutatap jendela yang basah karena air hujan yang semakin deras di luar sana. Kugenggam ponselku erat-erat. Mencari tahu apa yang salah, semuanya sudah terlambat. Tangan boleh saja saling bertautan lama. Tetapi perasaannya?
Aku memejamkan mataku. Lagu I do oleh salah satu band ternama teralun dari arah radio tape yang kunyalan sedari tadi.
On this bright day I wanna swear
I will always be there by your side
Yes I promise you babe,
that I will always treat you right
Cause so many man I know,
you're the one that I love so true
Every little thing you did to me
Nobody else can do
I do, I do, I do, Ido I do love you
I do, I do, I do, Ido I do need you
I do, I do, I do, Ido I do think about you
There's nothing more that I want
But you…
Aku tersenyum mendengar lantunan nada itu. Lalu menatap balasan Len. Every little thing you did to me,nobody else can do. Dan ya, hal kecil yang Len lakukan, seperti menanyakan kabar, dan lain-lain, semuanya terasa indah. Mungkin perasaan suka di antara kami dulu belum memudar sepenuhnya?
Entahlah.
Len Kagamine | (available) ujian datang... ganbatte! :]
Jelas kau yang kusebut 'lek' tadi. Kok gak nyadar diri gitu, sih? :P ahaha. Bercanda, bercanda. Cantik, kok cantik XD *kepaksa neh
Oh, ya… aku suka fotomu! :)
Aku tatap fotoku sendiri di display picture bersama teman-temanku waktu studytour bersama. Mau tak mau, aku tersenyum. Len, memang sedari dulu paling bisa membuat perasaanku nyaman karena komentar jujurnya yang… manis. Manis sekali.
Aku memejamkan mataku. Apakah aku terlalu cepat berpaling?
Apa benar ini perasaan cinta, atau hanya sekedar perasaan kilat saja?
Tak kutemukan jawabannya. Semua ini terlalu cepat. Dan hatiku belum siap. Tetapi… Bolehkah... aku mencobanya lagi? Mencintai seseorang sekali lagi? Membuka hati lagi… Seperti, mencintai seorang Len Kagamine dalam hidupku, misalnya?
Bolehkah?
Lalu aku melihat Recent Updates dan mendapati nama Kaito. Lagi.
Kaito Shion | (busy) leave a message. Late reply. Sibuk total.
Seperti biasa.
Aku tersenyum miris.
Lagu I do masih terputar dengan romantisnya. Lalu aku membuat reruntuhan hatiku menyatu kembali. Aku menemukan kesadaran baru.
Hei, Kaito.
Begitu lagu ini berakhir...
Aku sudah bisa melupakan kamu.
OWARI
Selesai jugaaa. Bagaimana? Alaykah? Picisankah? Ah, saya juga ngerasa begitu kok :') namanya juga fic dengan inspirasi dadakan dari kejadian nyata. Jadi maap maap aja kalo ga kontroversional. LOL #jder
Okeh, akhir kata...
Mind to Review, please? :'3
V
V
