Disclaimer: HP belongs to J.K Rowling, but this fic is mine ^_^

Pairing(s): DracoxHermione, DracoxPansy, FredxHermione

Warning: OOC, crack dikit (?), kissing, kalo gak suka pair ini don't flame okeh?

Enjoy~

"Rahasia dibalik rahasia"

Di ruang rekreasi asrama Gryffindor tengah malam…

Malam ini tak seperti malam kemarin saat kau ada disini. Malam ini tak seindah malam kemarin saat kau peluk diriku. Tanpa ada kata kau meninggalkanku. Menyisakan perih di relung hati ini. Ku menangis tak kuasa tuk menahan pedihnya hatiku. Merasakan hilangnya cintamu. Mungkin kau tak mengerti perasaanku sekarang. Betapa hancur dan sakitnya aku. Andai kau tahu, aku terlalu mencintaimu. Aku belum bisa melepas kepergianmu. Sejujurnya aku benci mengatakan hal ini. Tetapi, nyatanya aku seorang Hermione Granger menangisi pria yang bukan miliku lagi. Bodohnya diriku yang tak bisa menganggap ini hanya masa lalu belaka. Padahal jelas sekali bahwa kau telah mendapatkan penggantiku yang lebih pantas bersanding denganmu. Apa salahku? Apakah karna aku seorang darah-lumpur jadi kau bisa mempermainkanku begitu saja?

"Hermione, sedang apa kau disitu?", tanya seorang pemuda yang berdiri di ambang pintu ruang rekreasi asrama Gryffindor.

Hermione menoleh kearah pemuda itu.

"Hiks.. Hiks Ron", hanya suara itu yang bisa dikeluarkan oleh Hermione.

"Mione, sudahlah. Tak usah kau tangisi si-brengsek itu lagi", pekik Ron.

"Ron, hiks dia tidak hiks brengsek", ucap Hermione sesenggukan.

"Tapi itu sudah 2bulan yang lalu! Kenapa kau tidak melupakanya saja?", tanya Ron.

"Tidak semudah itu Ron. Aku sedang berusaha", jawab Hermione lirih sambil menyeka air matanya.

"Well, terserah dirimu saja"

Hening sejenak.

"Mione, ini sudah tengah malam. Sebaiknya kau tidur"

Hermione mengangguk menuruti perintah Ron lalu berjalan menuju kamarnya. Begitu juga Ron.

.

.

.

Keesokan harinya ketika Hermione berjalan di koridor menuju kelas ramuan tiba-tiba ada yang menabraknya dari belakang. Tas yang dibawa Hermione pun jatuh.

"Maaf Granger. Aku tak sengaja", kata seorang gadis yang menabraknya sembari membereskan buku-buku Hermione yang berserakan di lantai.

"Tak apa, Parkinson"

"Ini tas-mu"

"Terima kasih", ujar Hermione, dengan cepat ia meninggalkan Pansy di koridor itu. Bisa dibilang ia setengah berlari menuju kelas ramuan.

Sesampainya di depan kelas ramuan, Hermione ragu untuk mengetuk pintu itu. Ia pun memutuskan untuk kembali ke asramanya atau mungkin ke perpustakaan. Itu lebih baik daripada harus bertemu anak-anak asrama Slytherin yang sangat menyebalkan.

Semenjak perang besar berakhir, tidak ada lagi perbedaan antar satu asrama dengan asrama lainya. Namun tetap saja anak-anak Slytherin menyebalkan, terutama Draco Malfoy si-Pangeran Slytherin. Entah apa yang membuat Hermione kesal dengan Draco. Atau mungkin karena Draco meninggalkanya tanpa alasan yang jelas. Ya, beberapa tahun belakangan ini mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Namun saat perang besar berakhir, hubungan mereka juga berakhir.

[Skip]

Tetapi saat Hermione berbalik badan, ia dikejutkan dengan kedatangan seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah serba hitam panjang dengan rambut hitam lurus yang tidak mencapai bahu.

"Miss Granger, kenapa kau hanya berdiri disitu saja? Apa kau berniat membolos pelajaranku?, tanya pria paruh baya itu.

"Tidak, Proffesor. Aku hanya melupakan pena-ku jadi aku berniat untuk mengambilnya", jelas Hermione.

'Oh, demi merlin! Ini pertama kalinya aku berbohong. Kepada Prof. Snape? Oh, tidak! Apa yang akan dia lakukan kepadaku? Atau asramaku mungkin?', batin Hermione cemas.

"Benarkah? Kau tidak bohong?, tanya Prof. Snape sedikit curiga.

"A-aku ti..."

"Kau pasti bohong, Granger. Kau tidak mungkin melupakan sesuatu. Kau itu sangat teliti", sela seorang pemuda dari belakang Hermione.

'Suara dingin itu... Aku mengenalinya. Tidak salah lagi', gumam Hermione dalam hatinya.

"Tutup mulutmu, Malfoy!", geram Hermione.

"Well, benar. Potong sepuluh angka dari Gryffindor", seru Prof. Snape sambil berjalan memasuki kelas.

"Ayo masuk, Hermione", ajak Draco lembut.

"Tak usah sok baik kepadaku, Malfoy!", pekik Hermione dengan memberi penekanan pada akhir kata. Draco mendengus kesal.

Detik berikutnya, mereka sudah berada di dalam kelas ramuan. Hermione segera menghampiri kedua sahabatnya.

"Hermione, dari mana saja kau?", Ron berbisik di telinga Hermione.

"Apa kau bertemu dengan si-brengsek itu lagi?", lanjutnya sedikit menginterogasi.

"Sudahlah Ron. Tak usah dibahas lagi", sahut Harry menenangkan.

"Tidak, Harry. Mione!"

"Ron, buka halaman 594", perintah Hermione dengan berbisik.

"Sudahlah tak usah kau pentingkan pelajaran membosankan ini", keluh Ron.

"Mr. Weasley, kau bisa keluar sekarang!", bentak Prof. Snape yang sedari tadi ada dibelakang Ron. Dan ia tak menyadarinya sama sekali.

"Ta-tapi.." kalimat Ron terbata-bata karena sangat takut melihat tatapan tajam Prof. Snape seperti ingin membunuh Ron saat itu juga.

"Apa kau tuli, Mr. Weasley?", tanyanya datar.

"Tidak, Proffesor", jawab Ron sembari mengernyitkan dahi lalu meninggalkan kelas ramuan.

Terdengar suara ejekan yang dilontarkan anak-anak Slytherin kepada Ron. Ia mengacuhkanya.

Jam sudah menunjukan pukul 7 malam. Itu artinya waktu untuk makan malam. Semua siswa dan guru Hogwarts turun menuju aula besar.

Seperti biasanya, sebelum menyantap hidangan makan malam, kepala sekolah sihir Hogwarts-Dumbledore berpidato singkat hingga akhirnya mengucapkan "Selamat makan". Itulah kalimat yang ditunggu-tunggu oleh semua orang di aula besar. Mereka sudah tidak sabar untuk menyantap hidangan yang telah disiapkan para peri rumah. Tetapi lain halnya dengan Hermione yang kehilangan nafsu makanya.

"Mione, ada apa denganmu?", Ginny mengkhawatirkan keadaan Hermione.

Hanya sebuah gelengan kepala yang menjawab pertanyaan Ginny. Ia sedang tidak ingin melakukan hal apapun, termasuk menjawab pertanyaan sahabatnya.

"Benarkah?", Ginny bertanya lagi untuk memastikan bahwa sahabatnya benar-benar dalam keadaan baik. Hermione mengangguk pelan.

"Aku hanya butuh istirahat", gumam Hermione seraya bangkit dari posisinya yang semula duduk. Hermione beranjak meninggalkan aula.

"Granger..."

Merasa ada yang berbincang-bincang sekitar 1 jam. Setelah merasa cukup dengan penjelasan Hermione, akhirnya Pansy mengakhiri perbincanganya dan mereka kembali ke asrama masing-masing.

.

.

.

Seminggu telah berlalu. Sejak malam itu, seusai makan malam Pansy selalu menemui Hermione. Dihadapan Pansy, Hermione berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan perasaannya. Hermione takut jika Pansy mengetahui yang sebenarnya. Karena ia tidak mau menyakiti hati Pansy. Lebih baik ia yang merasakan sakit hati ini sendiri. Itulah yang ada dipikiran Hermione selama ini. Tetapi para sahabatnya tidak berpikir seperti itu, terlebih Ron.

Walaupun di depan Malfoy ia terlihat baik-baik saja, seperti tidak pernah terjadi apapun tapi sebenarnya dia sangat membenci Malfoy. Apalagi setelah Malfoy meninggalkan sahabatnya-Hermione, dua bulan lalu. Mulai saat itu, rasa kebencianya semakin bertambah.

Di aula besar saat makan malam...

"Hermione, menurutku sebaiknya kau membuka hati untuk pria lain. Dan lagi, dia sekarang sudah milik Pansy. Ingat itu. Tidak baik mengharapkan pria yang sudah memiliki kekasih. Bisa-bisa kau dituduh merebut kekasih orang. Cobalah, kau pasti bisa", usul Hary panjang lebar.

"Ya, benar itu", celetuk Fred dan George bersamaan.

Hermione mendesah pelan. "Ahh.. Baiklah, akan kucoba"

"Semoga saja dengan begitu kau bisa melupakan si-brengsek itu", Ron berharap.

"Ron! Jangan menyebut Malfoy 'si-brengsek'!", Ginny memperingatkan.

"Kenapa? Kau tidak suka?", Ron menaikan sebelah alisnya.

Ginny melototi kakaknya-Ron.

"Tidak juga. Bukanya kau dan Fred itu pengecut? Lebih baik Malfoy, bukan? Dia berani mengungkapkanya. Kalian memang tidak punya nyali. Hahaha..", Ginny terkekeh melihat wajah kedua kakaknya memerah seperti kepiting rebus.

Hermione terkikik melihat tingkah kakak-beradik Weasley yang tepat berada depanya.

"Mione, kau tersenyum", terang Fred.

"Kau terlihat semakin cantik", tambahnya lagi. Fred memperhatikan Hermione tanpa berkedip sekalipun.

Ginny berdeham keras "Eheem..." Karena dehaman Ginny, Fred tersadar dari lamunanya.

"Kau kenapa, Fred?", gumam Hermione.

"A-ak-aku baik-baik sa-ja", Fred tampak gugup.

"Sepertinya Fred sedang tidak baik, Mione", timpal Harry dengan senyum mengejek.

"Fred gugup, Mione. Lihat saja, dia mengeluarkan keringat dingin", Ginny ikut mengejek.

"Sudah sudah!", Ron sepertinya tidak senang.

Tak ada yang memperdulikan Ron. Mereka sibuk memandangi Fred yang sudah meraih tangan Hermione dan siap mengungkapkan isi hatinya yang selama ini dipendam. Ron membelalakkan mata, ia tidak rela jika Hermione-gadis pujaan hatinya menjadi kekasih Fred, yang tak lain dan tak bukan adalah kaka kandungnya. 'Aku harus menggagalkanya!', batin Ron membulatkan tekadnya.

Baru saja Ron membuka mulutnya namun Fred sudah duluan mengungkapkan perasaanya.

"Hermione Granger, aku sudah lama menyukaimu. Aku selalu memperhatikanmu. Tapi, kau menganggapku tak ada. Saat ini aku benar-benar menginginkanmu. Maukah kau menjadi kekasihku?", tanya Fred penuh percaya diri seraya mengecup punggung tangan Hermione.

Hermione menatap Ginny seperti mengatakan 'Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?'

Ginny tersenyum lebar sembari menganggukan kepalanya. Dengan melihat Ginny, Hermione mantap menganggukan kepalanya. Perlahan tapi pasti, Hermione berkata "Ya" dengan menyunggingkan senyum manisnya.

"Thanks, my love", ucap Fred kegirangan.

'Deg'

Jantung Ron serasa berhenti saat Hermione menerima Fred tepat di depan matanya. Ron merasa terkalahkan oleh Fred. Ia berencana untuk 'merusak' hubungan mereka. 'Sekarang kau menang, Fred. Tapi lihat saja nanti. Aku akan membuat Hermione memutuskanmu. Tch, kau memang kakak yang menyebalkan!', Ron mendecih dan tersenyum licik.

Ting... Ting... Ting...

Suara dentingan keras itu berasal dari meja makan para guru Hogwarts. Itu tandanya akan ada sebuah pengumuman. Kali ini yang angkat bicara adalah Prof. McGonagall.

"Perhatian! Anak-anak, hanya sekedar memperingatkan saja bahwa dua minggu lagi adalah hari Natal. Seperti biasa, sekolah akan mengadakan pesta penyambutan hari Natal. Tema pesta kali ini adalah pesta topeng. Jadi, harap persiapkan dari sekarang. Baiklah, terima kasih atas perhatian kalian. Sekarang kalian boleh kembali ke asrama masing-masing", jelasnya tanpa basa-basi.

Siswa-siswi Hogwarts yang sudah selesai menyantap makan malamnya pun kembali ke asrama masing-masing.

Malam ini Fred terlihat bahagia. Tapi ada suatu kejanggalan yaitu raut wajah Hermione seperti menerima beban. Ron yang dari tadi memperhatikanya hendak bertanya, namun diurungkan niatnya itu. Ron tahu bahwa sahabatnya pasti menyembunyikan sesuatu. 'Biarkan sajalah. Itu urusan dia. Kalau sudah saatnya, pasti dia memberitahu juga', pikir Ron.

.

.

.

Malam Natal akhirnya tiba juga. Dua minggu terlalu cepat untuk Ron menyiapkan semuanya. Ia sangat membenci pesta karena setiap diadakan pesta, ia tidak mempunyai pakaian yang layak. Yah, meskipun Mrs. Weasley selalu mengirimkan kostum pesta untuk Ron namun ia tak pernah nyaman memakainya. Ron sendiri sebenarnya malas memakai pakaian pemberian ibunya. Tetapi Ron tetap memakainya. Ron selalu dicemooh, diejek bahkan dihina setiap kali ia datang ke pesta di Hogwarts. Menurut Ron-ah tidak, tetapi seluruh siswa Hogwarts berpendapat bahwa Mrs. Weasley-ibu Ron tidak memiliki selera berpakaian yang bagus. Buktinya ia mengirimkan Ron kostum pesta berwarna merah marun dilengkapi dengan renda-renda disetiap sisinya. Melihatnya saja Ron sudah enggan, apalagi memakainya. Yah, mau bagaimana lagi. Hanya itu kostum pesta yang Ron punya.

Berbeda dengan Ron, malam ini Hermione terlihat sangat cantik dan anggun. Hermione mengenakan gaun panjang berwarna silver yang di bagian lehernya terbuka. Ia memakai sepatu hak tinggi yang berwarna silver juga. Hermione memantrai rambutnya supaya tidak mengembang dan dibiarkan tergerai. Ia hanya menambahkan sebuah jepit disisi kiri rambutnya. Tak lupa, ia juga memakai topeng yang telah disiapkan. Setelah merasa yakin dengan penampilanya, Hermione bergegas mencari Fred Weasley, kekasihnya.

Malam ini selain penyambutan hari Natal, juga pemilihan ketua murid yang baru. Hermione berharap dia-lah yang menjadi ketua murid putrinya.

Selagi Hermione mencari Fred, ia melihat sebuah ruangan yang dibiarkan terbuka. Ia pun melangkahkan kaki menuju ruangan itu. Ia hendak menutup ruangan tersebut. Namun, betapa kagetnya ia saat melihat seorang pemuda dan seorang gadis sedang bercumbu mesra. Hermione merasa familiar dengan postur tubuh dan rambut merah menyala milik pemuda itu. Pemuda dihadapanya pasti berasal dari keluarga Weasley. Tapi, siapa dia? Apakah Ron? George? Atau Fred? Hermione mencoba memutar otaknya untuk mengenali pemuda tersebut. Ia melihat dengan seksama dari atas sampai bawah hingga ke atas lagi. Hermione yakin bahwa pemuda itu adalah...

*TBC*

A/N: Gimana gimana gimana? Lanjut lanjut lanjut? Eh, sekalian tanya dong… lagu bahasa inggris yang cocok buat duet apa yah? Bagi yang udah baca –apalagi review—makasih banyak! Buat kakak-kakak author senior sekalian tolong dinilai ya~ Tolong kritik dan sarannya yang membangun =) (diketik oleh temen si author =,=)