Shishishi, irasshai, Shi- himesama desu.
Selamat datang di princessshishi, akun ffn pertama saya (atau mungkin bukan?)
Ehm. Kali ini saya akan memposting fanfic dari fandom yang cukup lawas ya, KHR. Ada yang masih ingat dengan Tsunayoshi dkk ini? Well, tapi fanfic ini ngga bakal bercerita tentang Tsuna atau para Vongola lainnya. The center in this fanfiction is, indeed, my prince Belphegor *clap clap*
Oke, selamat membaca
Written by Shi- himesama (princessshishi)
All characters of Katekyo Hitman Reborn belong to the respective owner, Akira Amano- sensei
WARNING: Original Character- Insert (Can be considered as Reader- insert)
Xx tahun yang lalu, di sebuah kerajaan yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dunia, hiduplah sepasang pangeran kembar. Mereka berdua sekilas terlihat begitu ceria dan manis, sama seperti anak- anak seusia mereka pada umumnya. Tetapi jika kalian melihat senyuman mereka dengan seksama, kalian akan menyadari betapa anehnya senyum yang terlukis di wajah mereka. Alih- alih senyum polos atau bahagia, senyum ini seperti menggambarkan kejahatan dalam diri mereka yang saling membenci sejak pertama kali membuka mata. Entah apa yang membuat pertikaian diantara mereka tak kunjung usai, tetapi satu hal yang pasti, sang adik tak pernah sekalipun memperoleh kemenangan atas kakaknya.
Rasiel dan Belphegor.
Kakak dan adik, serta perseteruannya yang tak berujung.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, si kecil Belphegor selalu kalah dari sang kakak kembar, Rasiel. Dalam hal apapun. Mulai dari hal- hal remeh hingga hal besar, salah satunya adalah tahta yang akan diwariskan kepada salah satu dari mereka setelah sang ayah menyelesaikan masa jabatannya. Tentu saja kali ini Rasiel pulalah yang akan mendapatkan kekuasaan atas kerajaan. Belphegor terseyum licik dan tertawa tertahan saat melihat sang kakak bersiap untuk menyambut seorang tamu penting yang lagi- lagi ditujukan untuknya.
"Shishishi, kau hanya beruntung karena lebih dahulu dilahirkan, Gil."
Rasiel yang mendengar ocehan Belphegor langsung menatap tajam kearah sang adik, membalas dengan senyuman liciknya.
"Shesheshe. Kau salah, Bel. Itu tidak ada hubungannya," ucapnya penuh kemenangan setelah beberapa kali mencoba menahan tawa anehnya, "Itu karena kau adalah seorang pecundang."
"Cih, aku akan membuatmu menyesal karena telah menyatakan itu," tangan Belphegor yang sedari tadi disembunyikan dibalik badannya akhirnya ia tampakkan; sebuah tangan kecil dengan pisau dapur dalam genggamannya. Rasiel yang sedari tadi hanya duduk di kursi dengan malas pun mulai bangkit berdiri dan menyambar pisau yang sedari tadi disimpan didalam mantel bulu tebalnya. Acara sakral 'melempar pisau' yang hampir setiap hari selalu terjadi di istana pun akhirnya terhenti karena tamu penting sang kakak telah memasuki istana. Rasiel kembali duduk di kursinya, mencoba untuk tenang sementara Belphegor kecil melemparkan pisaunya tepat di depan sang kakak. Sebuah ultimatum untuknya, sekaligus undangan untuk 'menyelesaikan masalah' setelah sang tamu sok penting menghilang dari istana. Suara pintu berderit pun mulai terdengar, Belphegor segera keluar dari ruangan, tetapi sepasang mata yang ditutupi poni panjang itu tetap mengedarkan pandangan kedalam ruangan melalui sedikit celah pada pintu yang digunakannya untuk keluar.
Selanjutnya, Belphegor melihat 3 orang lelaki asing dan seorang gadis yang mungkin seusianya berjalan menuju singgasana sang calon raja bersama dengan beberapa pengawal istana. Pandangan Belphegor tertuju pada sang gadis yang terlihat gugup sambil memegangi tangan seorang lelaki tua yang datang bersamanya. Kepalanya selalu tertunduk, tak sekalipun ia melirik kearah Rasiel atau bahkan lelaki tua di sebelahnya. Pakaian yang dikenakannya cukup bagus, bisa jadi dia adalah tamu dari kerajaan lain yang akan melakukan kerjasama. Tetapi yang paling menarik perhatian sang pangeran kecil adalah warna rambut sang gadis yang menyerupai warna darah, rambut merah lurus yang menjuntai panjang hingga hampir menyentuh tanah. Gadis itu kembali membuat gerakan- gerakan aneh, pandangan resahnya mengedar kesana kemari dan tanpa sengaja bertemu pandang dengan mata Belphegor. Iris abu- abu pucat itu benar- benar terlihat bening dan indah. Sang pangeran bungsu sempat terdiam memandangi gadis yang selalu terlihat gugup itu. Lawannya pun terlihat sangat bingung melihat Belphegor, seperti melihat pantulan lain dari seorang anak lelaki yang terus berbicara di depannya dengan nada menakutkan. Kontak mata itupun terputus saat tiba- tiba tangan sang gadis ditarik dengan paksa oleh Rasiel dengan senyum liciknya.
"Baiklah, mulai hari ini, anak ini milikku."
Gadis berambut merah darah itu rupanya adalah seorang putri dari kerajaan miskin yang bersebelahan dengan kerajaan sang pangeran kembar. Kerajaan sebelah memang terlalu banyak bergantung pada mereka, sementara jumlah hutang yang dihasilkan terus bertambah walaupun semua aset mereka telah jatuh ke tangan kerajaan dimana kedua pangeran itu tinggal. Semua cara sudah dilakukan untuk meminimalisir hutang- hutang yang ada, tetapi memberikan seluruh lahan disana pun masih saja tidak cukup; 50% dari jumlah hutang mereka pun tidak sampai. Karena keadaan kritis itulah, kerajaan yang berada diambang kehancuran ini melakukan apapun, bahkan hal seperti pernikahan politik untuk mengamankan kekuasaannya, walaupun tidak menutup kemungkinan krisis ekonomi akan terselesaikan.
"Oh, jadi putri rapunzel itu hanya alat tukar kerajaan miskin," ucap Belphegor dengan nada suara malas sambil berbaring- baring di lantai perpustakaan istana, "Sayang sekali jika ia diberikan gratis kepada Gil si pecundang."
Beberapa detik setelah menggumamkan hal itu, Belphegor merasakan tapak sepatu menekan kakinya dengan kekuatan yang luar biasa. Bisa ditebak siapa yang tidak akan ragu- ragu menyiksa sang pangeran bungsu dengan senyuman yang (sama sekali tidak) manis.
"Shesheshe, tidak ada hal yang lebih konyol saat melihat pecundang mencaci seorang pangeran dengan sebutan yang sama dengannya, ups!" kata- kata Rasiel pun dihentikan dengan lemparan pisau pendek dari Belphegor yang berhasil mengukir sebuah luka gores di pipinya. Rasiel berdecak.
"Akan kubuat hidupmu tak tenang, Gil. Akan kuhancurkan semua kemenanganmu, juga mainanmu sebelum kau kubunuh," ucap Belphegor dengan nada mengancam sambil mengacungkan pisau pendek di depan wajah sang kakak, bersiap untuk melempar. Rasiel pun mengeluarkan pisau yang sepertinya memang selalu ia bawa di saku dalam pakaiannya, tetapi gerakan mereka terhenti saat seorang gadis dengan tergopoh- gopoh berlari ke tengah mereka sambil berteriak.
"Hentikan! Tuan Rasiel, hentikan!"
Belphegor terdiam melihat sosok gadis yang ia juluki putri rapunzel sedang berdiri di depannya, merentangkan tangannya. Apa lagi jika bukan melindungi dirinya dari hujaman pisau sang kakak.
"Oh, kita bertemu lagi, putri rapunzel? Kau harus pergi dari hadapanku sekarang, aku ada perlu dengan pecundangmu, maksudnya, tunanganmu ini."
Gadis itu terlihat sangat ketakutan. Belphegor dapat melihat sendiri bahwa tubuh sang gadis gemetar hebat, tetapi tak sedikitpun ia bergeser dari hadapan sang pangeran kecil. Ia mungkin sangat takut sehingga tak mampu untuk hanya sekedar berbalik atau berkata sesuatu kepada Belphegor. Tapi tak lama kemudian, ia mengambil nafas dan berbicara sekali lagi kepada Rasiel.
"Tuan Rasiel… Mungkin saudaramu memang membuatmu kesal, tetapi perkelahian seperti ini… Anda tidak boleh-"
Pisau yang sedari tadi berada dalam genggaman Rasiel akhirnya melayang dan mendarat tepat di tangan kiri sang gadis. Gadis itu jatuh terduduk dan menangis kesakitan. Belphegor merasakan kaku di badannya, ia tak mampu bergerak untuk menyerang Rasiel atau menyelamatkan gadis itu… Lagipula kenapa ia sempat terpikir untuk menyelamatkan gadis itu?
Rasiel berjalan mendekat kearah mereka berdua. Sekali lagi, Rasiel melemparkan pisaunya; kali ini kearah Belphegor dan sukses ditangkis olehnya. Rasiel hanya berdecak kesal dengan senyum liciknya, lalu menarik rambut sang gadis yang masih bersimpuh memegangi tangannya yang penuh darah.
"Hei, jadi karena kau adalah tunanganku, kau merasa bahwa sekarang kau bisa memerintahku, begitu? Kau pikir aku menyukaimu? Kau pikir aku akan terkesan dan menjadi luluh karena keberanian, atau lebih tepatnya kelancanganmu itu? Shesheshe, jangan meremehkanku, gadis miskin. Aku bisa saja langsung membunuhmu dihadapan orang- orangmu kemarin, tapi karena aku memutuskan untuk menyiksamu perlahan, kau kuberikan sedikit lebih banyak waktu untuk menikmati hidupmu. Berterimakasihlah kepadaku," ucap Rasiel dengan angkuhnya, ditariknya rambut gadis itu dan membuat sang gadis terpaksa mengikutinya dengan tangan yang masih berdarah, "Kau akan kuberikan pelajaran."
Belphegor terdiam.
Walau hanya selintas, keinginan untuk menyelamatkan gadis itu memang ada.
"Aku ingin pergi dari sini…"
Suara seorang gadis menggema di lorong istana. Ia berjalan tertatih sambil memegangi tangannya yang sudah ia bersihkan dari darah menggunakan gaunnya sendiri. Malam yang sangat dingin dan menyeramkan, karena selain harus menghabiskan malam sendirian di istana tak dikenal, ia juga harus menjadi tunangan dari seorang pangeran psikopat yang bahkan sama sekali tidak menghargainya. Semua itu terjadi hanya dalam satu hari yang terasa sangat singkat, tapi bagaikan berada seribu tahun di neraka. Gadis itu menitikkan air mata sambil tetap berusaha menemukan pintu keluar istana walaupun satu- satunya penerangan yang ada malam itu hanyalah cahaya rembulan yang samar- samar menembus kaca- kaca di sepanjang lorong istana yang hening. Sesekali sang gadis memegangi rambutnya yang panjang; cukup panjang sehingga seringkali membuatnya tersandung rambutnya sendiri. Menggenggamnya erat seakan- akan ribuan helaian lembut yang berasal dari kepalanya itu adalah benda yang akan melindunginya. Tiba- tiba wajah gadis itu memucat ketika mendengar suara langkah kaki dari arah depan. Tidak ada tempat untuk bersembunyi. Apakah tuan Rasiel terbangun? Mendadak kaki gadis itu terasa sangat kaku hingga ia tak bisa bergerak.
Kumohon, jangan tuan Rasiel… Kumohon…
"Tikus darimana yang malam- malam begini mencoba menyusup?"
Oh tidak… Pasti tuan Rasiel akan melakukan hal- hal mengerikan setelah ini.
"Shishishi, rupanya kau, mainan baru Gil."
Eh, tunggu. Bukan tuan Rasiel?
"Jangan- jangan kau mau kabur ya?" ucap sesosok lelaki kecil yang rupanya adalah Belphegor. Sang gadis ingin memekik, tetapi mengingat situasi yang bisa memburuk kapan saja jika sedikit suara keluar dari mulutnya, ia pun hanya bisa terdiam. Ia mencoba berbicara, menyingkirkan rasa takutnya.
"Ti- tidak, tuan Belphegor… Saya, saya hanya…"
"Sssh. Jangan bicara lagi," ucap Belphegor sambil menutup mulut sang gadis, "Aku merasakan aura keberadaan Gil."
Belphegor pun memegang tangan sang gadis dan menuntunnya ke sebuah ruangan setelah sang gadis menenangkan diri. Tetapi ketenangan tidak berlangsung lama saat gadis itu menyadari bahwa sang pangeran bungsu menuntunnya kedalam kamar.
"Tu- tuan Belphegor- sa- saya, saya harus kembali ke kamar tuan Rasiel," ucapnya gugup sambil menyembunyikan semburat merah di wajahnya. Walaupun kamar sang pangeran kecil tidak ada bedanya dengan lorong istana; gelap, lelaki di hadapannya itu tetap dapat melihat merahnya wajah sang gadis dengan bantuan temaram sinar bulan. Belphegor tersenyum.
"Shishishi, ingin kembali ke kamar Gil, katamu? Padahal tadi kau ingin kabur, putri aneh," ucapnya sambil tertawa, tetapi tetap menjaga suaranya agar tak terdengar oleh siapapun. Sang gadis terhenyak, tak mampu berkata apapun.
"Hei, putri rapunzel. Kau mau kabur kan? Mau kutunjukkan jalan kabur?"
Gadis itu tersentak kaget. Membantunya untuk kabur? Kenapa?
"A, anu… Tuan Belphegor? Apa saya salah mendengar…"
"Tidak. Kau mau kutunjukkan jalan kabur?"
"Ta- tapi… Jika aku kabur dengan bantuan, tuan Belphegor pasti akan dimarahi…"
Belphegor terdiam sebentar, kemudian berjalan mendekati gadis itu, "Jadi maumu apa?"
"Ah, aku, aku…"
Belphegor yang tidak sabaran pun langsung menarik tangan gadis itu dan membawanya ke dekat jendela kamarnya. Gadis itu tetap mengikutinya walau merasa kebingungan. Tetapi yang terjadi selanjutnya adalah hal yang sangat mencengangkan.
Belphegor menolakkannya keluar jendela.
To be Continued.
Silakan R&Rnya sambil menunggu chapter selanjutnya. Ciao~
