Entah sudah keberapa kalinya dia memandanginya seharian ini. Mungkin dia akan dianggap sebagai penguntit. Tapi hei dia bukanlah penguntit. Lagipula siapa sih yang akan bosan menatap pemuda beririskan sapphire dan berambut honeyblonde dengan empat jepit rambutnya. Walau terkesan seperti cewek tapi bagi Lenka itu memberi kesan imut pada wajah tampannya. Berdasarkan perhitungannya tingginya sekisar 180 cm. Tinggi ya, tentu saja karena dia adalah kapten tim basket cowok di sekolahannya. Dan untuk berat badannya, entahlah yang pasti tubuhnya tampak proposional.
"Rinto!" panggil salah seorang temannya. Tampak mereka sedang memperbincangkan sesuatu.
Yap, nama pemuda itu adalah Rinto. Nama lengkapnya adalah Kagamine Rinto. Umur 16 tahun. Hobi bermain basket. Kesukaannya adalah jeruk. Warna favorit oranye. Kelas 2-A, satu kelas dengannya. Termasuk golongan siswa populer sehingga banyak dipuja oleh banyak siswi. Sayangnya sikapnya dingin pada anak perempuan, tapi tetap saja banyak yang menyukainya. Anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya bernama Kagamine Rin dan entah ini kebetulan atau takdir. Adik Rinto seumuran dengan adiknya bahkan satu kelas. Baiklah mungkin kalian mulai berpikir dia seperti penguntit karena mengetahui banyak hal tentangnya. Dan sekali lagi dia tekankan, DIA BUKANLAH PENGUNTIT. Bisa dibilang Lenka hanyalah orang yang mengetahui banyak hal tentangnya. Karena sudah sepuluh tahun, Lenka menyukainya.
.
.
Title :Lovers
Chapter 1 :Lenka x Rinto
Disclaimer :Vocaloid © Crypton Future Media
~Lovers~ © Crayon Melody
Rated : T
Genre :Romance ; Drama
Warning : Typo, abal, gaje, alur kenceng, nggak nyambung, dll
A/N : Fic ini kami bertiga (Milky Holmes, anaracchi, dan Meirin Hinamori) persembahkan spesial untuk semua anak "Role Play Athena Academy" dan tentu saja untuk semua pembaca di fandom vocaloid. Semoga kalian menyukai fic hasil collab kami bertiga. Dan jangan lupa tinggalkan jejak di kotak review ya ;)
.
.
Please Enjoy Reading
.
.
~Lovers~
.
.
Normal POV
.
.
"... Ka, Lenka Lenka. Kagami Lenkaaaaaa!"
BLETAK
Dia meringis kesakitan sambil mengelus-elus puncak kepalanya yang menjadi korban jitakan. Dia rasa tidak lama lagi akan muncul benjolan di kepalanya. Poor for her head~
Dengan sekali tolehan, dia langsung menatap sang pelaku kasus benjolan di kepalanya. "Mikuo-kun, ada apa sih? Kenapa jitak kepalaku, sakit tau!" ucap gadis bernama Lenka itu kesal pada pemuda berambut teal yang duduk di hadapannya.
Tampak pemuda yang dipanggil Mikuo itu memutar bola matanya dengan malas lalu berkata, "Sudah puas menatap superhero-mu itu."
Lenka bisa merasakan kedua pipinya menghangat. Aish pasti sekarang wajahnya sudah memerah. "A-apaan sih?! Ngomong-ngomong kenapa tadi memanggilku?" tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ah iya, aku mau pinjam PR-mu, boleh ya?" pinta Mikuo dengan wajah dibuat semelas mungkin sampai-sampai dia ingin memakaikannya bando kucing lalu menyuruhnya lari keliling sekolah dengan kedua tangan dan kedua kakinya mirip seperti kucing. Tentu saja dia akan merekamnya dan mengunggah videonya di Metoube. Baiklah, mungkin dia terlihat kejam. Tapi perlu kalian ketahui bahwa Mikuo lebih kejam darinya. Dia pernah mengambil boneka kesayangannya saat dia berumur delapan tahun dan menyembunyikannya di atas pohon. Di saat Lenka mencoba memanjat untuk mengambilnya. Dia terpeleset dan terjatuh dan yang dia lakukan hanyalah menertawainya. Dan yang membuat gadis berambut honeyblonde itu kesal adalah saat dimana Mikuo meninggalkannya waktu mereka sedang main petak umpet.
Mengingat kejadian itu Lenka langsung berkata, "Tidak, salahmu sendiri yang malas mengerjakan PR."
"Ayolah Lenka, aku akan mentraktirmu es krim," ucap Mikuo melas.
"Kau pikir aku anak kecil. Sekali tidak tetap tidak!" seru Lenka tegas.
Sepertinya Mikuo tidak berniat menyerah karena dia tampak sedang berpikir serius. Sesuatu yang jarang ia lakukan selama Lenka mengenalnya.
"Aha, bagaimana kalau aku membantumu mendekati Rinto. Kan aku satu ekskul dengannya," ujar Mikuo menawarkan diri.
Dan sebuah buku sukses mengenai wajah Mikuo.
"Diamlah dan cepat sana menyalinnya sebelum bel masuk!" seru Lenka dengan wajah merah.
Mikuo menyeringai puas. "Sepertinya aku menemukan kelemahanmu Nona," ucap Mikuo penuh kemenangan. Setelahnya, Mikuo langsung menyalin semua PR milik Lenka dengan kecepatan setan.
Lenka menghela napas panjang melihat tingkah Mikuo. Ngomong-ngomong dia belum memperkenalkan diri ya. Seperti yang sudah kalian tahu, namanya adalah Kagami Lenka. Umur 16 tahun. Tinggi 165 dengan berat 46 kg. Hobi membaca. Rambutnya berwarna honeyblonde yang panjangnya sepinggang dan selalu diikat dengan gaya ponytail. Kesukaan pisang dan err mungkin Rinto juga. Punya adik bernama Kagami Len. Termasuk gadis yang tidak terlalu populer bahkan tidak banyak yang mengenalnya karena sikapnya yang pemalu dan tertutup. Hanya Mikuo lah satu-satunya temannya di sekolah ini. Itu pun karena Mikuo adalah tetangganya dan Lenka sudah mengenalnya sejak kecil.
Nama lengkap Mikuo adalah Hatsune Mikuo. Tinggi 184 cm. Punya rambut berwarna teal dengan warna mata yang senada. Hobi bermain basket dan sepak bola. Maniak dengan yang namanya daun bawang. Kakaknya bernama Hatsune Miku yang sekarang sedang kuliah di luar kota. Salah satu anggota tim inti basket putra. Termasuk siswa yang terkenal. Terkenal karena kejahilannya. Tapi meskipun begitu, penggemar Mikuo sama banyaknya dengan Rinto. Alasannya? Karena Mikuo mudah akrab dengan banyak orang.
"Hei Mikuo, nanti sore jangan lupa ada latihan basket," ucap Rinto yang tiba-tiba sudah ada di dekat mereka.
Mikuo yang sejak tadi sibuk menyalin PR milik Lenka langsung menghentikan aktivitasnya dan mendongakkan kepalanya menatap Rinto. Sedangkan Lenka, ia langsung pura-pura sibuk membaca walau sebenarnya Lenka diam-diam menguping pembicaraan mereka berdua. Dan sepertinya Mikuo sadar akan apa yang ia lakukan karena tiba-tiba saja Mikuo langsung menepuk pundaknya.
"Baiklah, by the way Lenka boleh ikut kan?" tanya Mikuo dengan seringaian jahilnya.
Lenka langsung melotot ke arah Mikuo dengan wajah merona merah. Lenka benci kenapa wajahnya ini sangat mudah sekali memerah. Untung saja Rinto tidak menyadarinya, tatapannya terlihat kosong.
"Terserah saja," balas Rinto datar. Setelah itu Rinto langsung berjalan ke bangkunya kembali.
Lenka langsung menunduk kecewa melihat sikap Rinto barusan. Sedangkan Mikuo hanya tertawa garing.
"Kau jangan sedih Lenka-chan, Rinto mah memang gitu orangnya," ujar Mikuo berusaha menghibur Lenka.
"Aku tidak apa-apa," ucap Lenka sambil mendesah pelan. "Hei, cepat kembalikan PR-ku!"
.
.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua jam yang lalu tapi Lenka masih setia berada di sekolah. Bukan karena Lenka mencari wifi gratis atau sekedar hang out dengan teman. Itu mustahil karena Lenka bukanlah maniak internet maupun orang yang suka berbaur dengan temannya. Lenka masih betah di sekolah dengan alasan untuk menemani si maniak negi latihan basket walau alasan sebenarnya karena ia ingin melihat Rinto bermain.
Lenka duduk di bangku penonton di bagian pojok belakang. Jelas sekali tidak ada yang akan menyadari keberadaannya. Tapi itu memang yang ia mau, karena Lenka benci menjadi pusat perhatian. Lagipula—
"Kyaaa Rinto-kun keren banget!"
—Lenka juga benci dekat-dekat dengan para penggemar Rinto. Bisa-bisa ia harus pergi ke dokter THT gara-gara mendengar teriakan maut mereka.
"Gumiya-kun super cool!"
"Yuuma-kun melihatku. Aissh senangnya!"
"Nero-kun jadilah pacarku!"
"Mikuo-kun menikahlah denganku!"
Apa semua anggota tim basket putra sepopuler itu. Bukan hanya Rinto, anggota tim basket lainnya juga disoraki oleh masing-masing fans mereka. Lenka akui kalau mereka punya wajah yang diatas rata-rata. Bahkan Lenka heran apa Kiyotero-sensei yang merupakan pelatih tim basket putra memilih anggota timnya berdasarkan kemampuan mereka atau wajah mereka. Tapi dia percaya kalau beliau memilih berdasarkan kemampuan karena Rinto dkk memang sangat jago sekali bermain basket. Tak sedikit kejuaraan yang berhasil mereka menangkan.
"Kerja yang bagus!" seru Kiyoteru-sensei kepada anak didiknya.
Sepertinya latihan sudah selesai karena para pemain sedang berjalan ke pinggir lapangan untuk beristirahat. Tiba-tiba saja ada seorang gadis berambut ungu panjang yang langsung masuk ke lapagan basket indoor dan berteriak dengan kerasnya.
"KAGAMINE RINTO!"
Rinto yang sedang minum pun langsung tersedak begitu ada yang memanggil namanya. Rinto langsung menoleh menatap gadis yang datang menghampirinya.
Satu pertanyaan di benak Lenka.
Siapa gadis itu?
"Bukannya itu Kamui Gakuko," ucap salah satu siswi yang duduk di bangku depan seakan menjawab kebingungan Lenka.
Apa hubungannya dengan Rinto?
Tampak Gakuko dan Rinto memperdebatkan sesuatu dan berakhir dengan tangan Gakuko yang diseret pergi oleh Rinto dan mereka pun keluar dari lapangan basket indoor.
"Cih aku dengar dari orang tuaku kalau mereka bertunangan. Perjodohan untuk bisnis."
JLEB
Bertunangan? Rinto dan Gakuko?
"Kalau bukan karena orang tuanya yang kaya. Mana mungkin Rinto-kun mau bertunangan dengan gadis tomboy itu."
Benarkah Rinto adalah orang yang seperti itu? Yang hanya mengejar materi?
Tanpa sadar air mata Lenka mulai meleleh membasahi kedua pipinya. Lenka langsung beranjak pergi. Pergi sejauh mungkin dimana ia bisa menumpahkan segala kesedihannya saat ini. Tapi sepertinya Tuhan sedang tidak memihaknya saat ini, karena begitu Lenka tiba di halaman depan sekolah. Dirinya melihat Rinto dan gadis yang bernama Gakuko tadi masuk ke mobil berdua dan pergi entah kemana.
NYUT
Dapat Lenka rasakan dada di sebelah kirinya terasa sakit. Rasanya seperti ditusuk ribuan jarum. Akhirnya Lenka mengerti bagaimana rasanya patah hati. Dimana kau akan merasakan kehilangan yang amat sangat. Tapi kenapa dirinya harus merasa kehilangan. Rinto bukanlah siapa-siapanya. Rinto berhak memilih siapa yang pantas bersanding dengannya. Sedangkan Lenka bukanlah orang yang pantas untuknya. Wajahnya tidak cantik, keluarganya juga tidak kaya. Mungkin yang bisa ia banggakan hanyalah otaknya yang encer. Lenka bisa bersekolah di sekolah yang elit ini pun berkat beasiswa. Dibanding siswi lainnya, Lenka hanyalah upik abu disini.
Dengan langkah gontai, Lenka berjalan menuju ke sebuah taman yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya. Lenka langsung duduk di ayunan dan menggerakkannya secara perlahan. Lenka menengadahkan kepalanya untuk menatap langit. Waktu sudah sore karena langit sudah berwarna jingga kemerahan.
Taman ini adalah tempat dimana Lenka pertama kali bertemu dengan Rinto. Waktu itu suasana taman sangat sepi dan waktu sudah malam. Dan pertemuan itu disebabkan oleh kecerobohan yang disebabkan oleh Mikuo. Tapi untuk pertama kalinya Lenka berterima kasih pada Mikuo soal kecerobohannya. Karena berkat itu, ia bisa bertemu dengan Rinto, penyelamatnya dan cinta pertamanya.
.
.
Sepuluh tahun yang lalu~
"Lenka-chan, ayo ikut main petak umpet bersama!" ajak seorang anak berumur enam tahun.
"A-aku tidak ikut, a-aku mau pulang saja, Mikuo-kun," ucap Lenka kecil seraya bersembunyi di balik punggung sang ibu.
"Yah, padahal kalau ada Lenka-chan pasti seru!" seru Mikuo mendesah kecewa.
"Kau ikut main saja, Lenka. Ibu akan pulang duluan," ujar Ibu Lenka lembut. "Mikuo, tolong jaga Lenka ya," lanjutnya.
"Beres tante," sahut Mikuo cepat.
Akhirnya Mikuo berhasil menyeret Lenka dan membawanya pergi ke arah teman-temannya, tepatnya teman Mikuo yang sudah menunggu untuk cepat bermain. Setelah melakukan hom pim pa. Akhirnya Mikuo lah yang mendapat giliran jaga.
Mikuo kecil pun segera menyandarkan lengan ke tembok pagar rumah tetangga, lalu memejamkan mata. Anak yang lain pun segera mencari tempat persembunyian meninggalkan Lenka kecil sendirian.
"Aku hitung ya! Satu... dua..."
Lenka makin panik, dia pun langsung berlari sejauh mungkin dan mencari tempat persembunyian yang aman. Dari jauh masih terdengar samar-samar suara Mikuo yang sedang menghitung. Lenka terus berlari ke taman yang terletak di ujung jalan. Lenka pun memutuskan untuk bersembunyi di balik semak yang ditata rapi di taman itu. Hatinya berdebar kencang karena takut ketahuan.
"Delapan... sembilan... sepuluh!" seru Mikuo dari kejauhan.
Tanpa menunggu lebih lama, Mikuo membuka matanya dan memulai misi pencarian. Tidak butuh waktu lama, Mikuo berhasil menemukan hampir semua temannya. Yah hampir, karena Mikuo masih belum bisa menemukan Lenka.
"Lenka-chan!" seru Mikuo sambil celingak-celinguk mencari sosok Lenka, berharap Lenka keluar dan menyudahi permainan.
Mikuo makin panik karena belum bisa menemukan Lenka, teman-temannya sudah lebih dulu pulang ke rumahnya masing-masing. Mikuo merasa harus menemukan Lenka segera karena hari sudah mulai gelap. Akhirnya Mikuo pun memutuskan untuk mencari di taman, karena itu satu-satunya tempat yang belum ia periksa.
"Lenka-chan!" seru Mikuo keras.
Lenka yang masih bersembunyi di balik semak bisa melihat sosok Mikuo yang kebingungan mencarinya. Mikuo pun berjalan ke tempat persembunyiannya. Tinggal beberapa langkah lagi ia akan menemukannya, tapi...
"Mikuo-sama! Ayo pulang!" seru seseorang dari tepi taman.
Mikuo menoleh cepat. "Tapi Lenka..."
"Mikuo-sama harus segera pulang. Nanti orang tua Mikuo-sama bisa marah," jelas pembantu keluarga Mikuo itu.
Mikuo kebingungan. Dia masih harus mencari Lenka, tapi orang tuanya bisa marah kalau ia pulang kesorean. Akhirnya Mikuo memilih untuk pulang. Lenka yang melihat Mikuo berjalan makin menjauh hanya bisa kebingungan. Pikiran Lenka yang masih polos pun membuatnya tetap bertahan di tempat persembunyiannya. Yap, Lenka akan menunggu.
Setengah jam pun berlalu. Hari sudah semakin gelap. Pasukan nyamuk mulai menyerang tubuh mungil Lenka. Lenka kecil mulai cemas. Dirinya mulai panik. Orang tuanya pasti sedang mencarinya. Tapi ia takut beranjak dari tempat persembunyiannya. Apalagi taman sudah gelap dan minim cahaya.
Tanpa sadar Lenka pun menangis. Ada rasa takut yang luar biasa melandanya. Ia ingin pulang, tapi kakinya tidak mau bergerak. Lenka berharap seseorang akan menemukannya.
"Kamu nggak apa-apa?"
Tangis Lenka terhenti. Perlahan ia mendongakkan kepala untuk melihat si pemilik suara tadi. Tampak di hadapannya anak laki-laki yang sedang berdiri menatapnya. Lenka mengamati anak itu lebih seksama, rambut berwarna honeyblonde dan mata berwarna sapphire. Lenka sama sekali tidak mengenal anak itu.
"Rumah kamu dimana?" tanya anak itu ramah.
Lenka menatapnya bingung. Perlahan rasa takutnya berkurang. Sepertinya anak itu baik. Setidaknya seseorang telah menemukannya dan ia ingin cepat-cepat pulang.
"Di sana," ucap Lenka seraya menunjuk ke arah jalan.
Anak cowok itu menoleh sekilas ke arah jalan dan kembali menatap Lenka dengan senyuman hangat. Perlahan ia mengulurkan tangannya ke Lenka.
"Ayo pulang, aku antar!"
Wajah Lenka menjadi cerah. Dia segera menyambut uluran tangan anak itu. "Namaku Kagami Lenka," ucap Lenka memperkenalkan diri.
Anak itu tersenyum sambil masih mengenggam erat tangan kecil Lenka. "Namaku Kagamine Rinto. Salam kenal Lenka-chan."
.
.
Hiks
Tanpa sadar Lenka mulai menangis lagi. Kenapa ia jadi cengeng sekali. Padahal ia tidak ingin menangis, tapi cairan bening ini tetap saja jatuh.
"Lenka-chan, aku mencarimu kemana-mana. Kau tidak apa-apa?" tanya Mikuo yang tiba-tiba muncul di hadapannya dengan wajah cemas.
Hanyalah isakan tangis yang terdengar. Lenka berusaha menyeka air matanya tapi lagi-lagi air matanya jatuh dan membasahi kedua pipi chubby-nya.
Bukannya menghiburnya, Mikuo malah duduk di bangku ayunan satunya lagi.
"Pasti rasanya sakit ya. Tidak heran kalau kau menangis," ujar Mikuo sambil memainkan ayunannya.
Lenka hanya diam saja seraya sibuk menyeka air matanya yang jatuh makin deras.
"Tapi melihatmu yang menangis seperti ini. Sebagai sahabat, aku juga ikut menderita," ucap Mikuo pelan.
"Maafkan aku, hiks..." Lenka berucap lirih di tengah isakan tangisnya.
Tampak Mikuo menggeleng pelan lalu berkata, "Daripada meminta maaf. Akan lebih baik kalau kau memberikan senyumanmu saja."
"Gomen." Entah kenapa hanya kata itu yang mampu Lenka ucapkan.
Mikuo menghela napas panjang. Dia segera bangkit dan berdiri di hadapan Lenka. "Jadi apa yang harus kulakukan agar kau mau tersenyum?" tanya Mikuo terlihat frustasi.
"Eh?" Lenka menatap wajah serius Mikuo. Sepertinya dia benar-benar khawatir pada Lenka. "Apa kau akan melakukan semua yang aku minta?"
Mikuo menampakkan wajah polosnya. "Kalau itu bisa membuatmu tersenyum, kenapa tidak!"
"Kalau begitu kau harus memakai bando kucing dan berlari keliling sekolah dengan kedua tangan dan kedua kaki. Bagaimana?" tanya Lenka seraya menghapus sisa air matanya.
Raut wajah Mikuo langsung memucat. Melihat ekpresinya sontak saja Lenka langsung tertawa.
"Kau mengerjaiku ya," ucap Mikuo manyun.
"Hahahaha maaf, habisnya ekspresimu itu sangat lucu sekali, hahaha..." ujar Lenka di sela tawa.
"Hmph! Kau menyebalkan," dengus Mikuo. "Tapi tak apalah, setidaknya kau bisa tertawa lagi," lanjutnya seraya tersenyum.
"Eh?"
"Kalau begitu kita lomba lari sampai rumah!" seru Mikuo tiba-tiba.
Perlu kalian ketahui rumah Mikuo dan rumah Lenka bersebelahan.
"Aku ti-"
"Yang kalah harus traktir es krim," tambah Mikuo yang setelah itu langsung lari terlebih dahulu.
"Hei itu curang!" protes Lenka sebal.
Mikuo yang sudah di depan hanya menjulurkan lidahnya lalu menghilang di belokan.
Lenka menghela napas panjang. Dasar padahal umurnya sudah 16 tahun tapi tingkahnya seperti anak kecil saja. Lenka tersenyum tipis sambil berlari kecil menyusulnya. Yah setidaknya berkat kekonyolannya. Lenka sedikit melupakan kesedihannya tentang Rinto walau hanya sedikit.
.
.
Teng Teng Teng
Akhirnya bel pulang sekolah terdengar juga. Jujur saja hari ini Lenka malas ke sekolah. Kalau bukan karena Ibunya, Lenka pasti lebih memilih bolos sekolah. Bahkan selama pelajaran tadi, Lenka hanya mendengar penjelasan dari guru dengan setengah hati. Alasannya tentu saja karena berita kemarin yang bagaikan mimpi buruknya. Semalaman Lenka menangis makanya tidak heran kalau matanya masih terlihat sedikit bengkak.
Seharian ini Mikuo juga terus mengoceh berniat untuk menghibur Lenka. Usahanya hampir berhasil kalau saja tidak ada kejadian saat istirahat tadi. Dimana Gakuko datang ke kelas Lenka hanya untuk mencari Rinto. Sontak saja murid di kelasnya langsung heboh melihatnya. Lenka menghela napas panjang. Sepertinya nanti malam ia akan melanjutkan acara menggalaunya.
"... ka Lenka Lenkaaaa~"
BLETAK
"Ittai," ucap Lenka meringis kesakitan. "Mikuo, bisakah kau berhenti menjitak kepalaku. Sakit tahu," ucapnya seraya menggembungkan pipinya sebal.
"Habisnya dari tadi kau cuekin aku terus," balas Mikuo enteng.
Lenka hanya diam saja sambil mengelus kepalanya yang kesakitan.
"Kau mau menemaniku tidak, Lenka-chan?" tanya Mikuo tiba-tiba.
"Aku mau pulang," sahut Lenka malas seraya mengemasi barang-barangnya masuk ke dalam tasnya.
"Sayang sekali kali ini aku tidak menerima penolakan," ucap Mikuo seraya menarik pergelangan tangan Lenka dan menyeretnya pergi.
"Jadi kenapa kita kemari?" tanya Lenka seraya menatap seisi gudang penyimpanan setelah menyalakan lampunya terlebih dahulu.
"Hehehe tadi aku disuruh Kiyoteru-sensei buat mencari beberapa bola basket cadangan, karena bola basket yang biasa kami pakai untuk latihan sedang dipakai semua oleh tim basket putri," jelas Mikuo. "Intinya aku memintamu untuk membantuku mencari bola-bola basket disini," tambahnya.
Lenka mendelik kesal ke arah Mikuo. "Kenapa harus aku? Kenapa bukan teman setimmu saja? Memangnya aku manajer timmu heh?" tanyanya bertubi-tubi.
"Mereka sedang sibuk. Lagipula kalau kau membantuku mencarikan bola, kau tidak perlu mentraktirku es krim karena kau sudah kalah kemarin," ujar Mikuo memberi penawaran.
Lenka mendesah pelan. "Baiklah, aku akan membantumu," ucapnya pasrah sambil mulai mencari benda yang bernama bola basket.
'Bagus, Lenka-chan mau membantuku. Sekarang tinggal menunggunya datang,' inner Mikuo memekik senang.
Tampak Lenka masih sibuk mencari di seluruh penjuru ruangan. Selagi Lenka sibuk, Mikuo mengendap-endap keluar tanpa sepengetahuan Lenka.
"Hei Mikuo, karena kau lama sekali, Kiyoteru-sensei menyuruhku untuk menyusulmu. Jadi apa kau sudah menemukan bolanya?" tanya Rinto yang tiba-tiba datang menghampiri Mikuo.
'Arigatou, Kiyoteru-sensei. Aku berhutang padamu,' seru Mikuo dalam hati.
"Ah sayang sekali aku tidak menemukan bolanya. Sepertinya bolanya tidak ada di sini," ujar Mikuo sambil mengedikkan bahu.
"Tapi Kiyoteru-sensei bilang bola basket cadangannya tersimpan di gudang ini," ujar Rinto tidak percaya.
"Kalau kau tak percaya, coba saja cari sendiri," sahut Mikuo cuek.
Tampak Rinto sedang berpikir. Apa Rinto sudah menyadari rencananya? Apa akting Mikuo sudah ketahuan? Mikuo hanya bisa menahan napas menanti jawabannya.
Dan yang ditunggu-tunggu pun tiba juga. Akhirnya Rinto berjalan masuk ke dalam gudang. Begitu Rinto sudah masuk, dengan kecepatan setan Mikuo langsung menutup dan mengunci pintu gudang. Sebelumnya Mikuo sudah meminjam kunci dari penjaga sekolah dengan alih-alih karena disuruh oleh Kiyoteru-sensei.
Terdengar teriakan dan gedoran dari dalam gudang. Tapi Mikuo tidak mempedulikannya, dengan langkah santai ia langsung mengambil dua bola basket yang sebelumnya sudah Mikuo sembunyikan di balik semak-semak.
"Hehehe, maaf Rinto sepertinya kali ini kau harus bolos latihan," ucap Mikuo dengan seringaian jahil seraya mengetik pesan di ponselnya. Pesan yang ditujukan pada orang tua Lenka dan juga Rinto.
"Selamat bermalam di gudang untuk kalian berdua~" seru Mikuo riang seraya beranjak pergi.
.
.
.
BRAK
CKLEK
'Suara apa itu!' batin Lenka panik.
"Mikuo-kun, doushite no?" tanya Lenka pelan seraya menghambur ke arah pintu.
Tapi bukan sosok berambut teal yang Lenka temukan. Melainkan sosok berambut honeyblonde dengan empat jepit rambut yang menjadi ciri khasnya. Siapa lagi kalau bukan si penyuka orenji, Kagamine Rinto.
"Mikuo, ini sama sekali tidak lucu. Cepat buka pintunya!" seru Rinto seraya menggendor pintu yang telah dikunci itu.
Ah sepertinya Rinto tidak menyadari keberadaan Lenka.
"Aku rasa Mikuo-kun tidak akan membukakan pintunya," ucap Lenka pelan. Yah Lenka sudah hapal betul dengan sikap Mikuo, dia pasti sengaja mengunci Rinto dan dirinya di dalam sini.
Rinto langsung menoleh dan matanya membulat begitu mendapati Lenka yang sudah ada di dekatnya. "Kenapa kau bisa ada disini?" tanyanya bingung.
"Eh a-aku—" Aduh Rinto, kau jangan menatap Lenka seperti itu. Apa kau tidak sadar kalau wajah Lenka sudah seperti kepiting rebus. Bisa-bisa ia pingsan lagi.
"Sudahlah, sepertinya kita sedang dikerjai oleh Mikuo," ucap Rinto datar. "Apa kau bawa ponselmu?" tanyanya. "Ponselku ada di dalam tas," lanjutnya.
Sebagai jawaban, Lenka menggeleng lemah. "Ponselku aku tinggal di dalam tas juga," ucap Lenka pelan.
Tampak Rinto menghela napas panjang. Lalu ia mulai celingak celinguk mencari sesuatu. Dan akhirnya ia menemukan yang ia cari yaitu sebuah jendela. Tapi sayang sekali ukuran jendelanya cukup sempit untuk dilewati tubuh manusia.
"Sial, sepertinya aku akan terjebak disini semalaman," ucap Rinto frustasi. Dia tidak tahu bagaimana Mikuo bisa mendapatkan kunci gudang ini. Tapi yang Rinto tahu pasti mustahil ada yang bisa menolong mereka saat ini. Jadi mereka harus menunggu hari esok dimana petugas kebersihan akan mengambil alat-alat kebersihan yang tersimpan di gudang ini. Tapi ia baru ingat besok sekolah libur, jadi mungkin petugas kebersihan akan datang pada siang hari.
Lenka yang jarang melihat ekpresi Rinto yang terlihat jengkel seperti itu hanya bisa menunduk sedih. Apa Rinto kesal karena harus terjebak bersamanya semalaman disini? Apa Rinto membencinya? Pikiran itu memenuhi isi kepala Lenka, membuatnya jadi ingin menangis. Lenka langsung berjalan menjauh dari Rinto lalu duduk di sisi gudang yang lain sambil menahan tangis.
Sedangkan Rinto masih sibuk mengumpat kesal. Yah dia kesal karena dia jadi harus melewati latihan basketnya padahal ia kapten tim. Rinto juga kesal karena jika ia tidak pulang ke rumah, orang tuanya pasti akan marah besar. Dan hal itu akan mempersulit rencananya dengan Gakuko. Akhirnya Rinto memutuskan untuk duduk, berusaha menenangkan diri. Ia duduk bersebrangan dengan Lenka sehingga mereka saling duduk berhadapan walau ada jarak yang memisahkan mereka.
Keheningan pun melanda mereka kedua. Keduanya sama-sama tidak ada yang memulai pembicaraan. Dan hal itu berlangsung hingga malam pun tiba. Hingga lampu yang menjadi penerangan gudang tiba-tiba padam. Sontak saja Lenka menjerit kaget. Keadaan di dalam gudang pun berubah menjadi gelap gulita.
"Rin-Rinto!" panggil Lenka pelan seraya berjalan mengira-ngira ke tempat Rinto duduk tadi. Namun tidak ada jawaban dari Rinto. Lenka pun memanggil nama Rinto lagi. Namun masih tidak ada sahutan dari Rinto. Lenka yang masih belum menemukan Rinto mulai menitikkan air mata.
"Lenka," ucap Rinto pelan. Dan-
BRUK
Lenka pun menabrak dada bidang Rinto. Lenka langsung menghela napas lega karena berhasil menemukan Rinto. Tapi tubuhnya tidak mau berhenti bergetar ketakutan dengan kegelapan yang menyelimuti mereka.
Tanpa diduga Rinto menggenggam tangan Lenka lalu membawanya ke tempat di dekat jendela. "Kita beristirahat disini malam ini. Disini lebih terang. Jadi kau tak perlu takut lagi," ujar Rinto lembut.
Lenka menatap kaget Rinto, tidak percaya dengan sikap lembut Rinto barusan. Rinto menoleh ke arah lain, menghindari tatapan Lenka.
Selanjutnya Rinto pun duduk bersandar pada tembok. "Kau bisa duduk disini," ucap Rinto seraya memberanikan diri menatap sepasang mata sapphire milik Lenka.
Lenka mengangguk kecil lalu segera duduk di samping Rinto. Tubuh mereka tidak bersentuhan tapi masih bisa dibilang dekat. Apalagi ditambah fakta bahwa Rinto masih menggenggam tangan Lenka. Lenka sendiri pun tidak protes, jauh di dalam hatinya ia merasa senang dan merasa dijaga oleh Rinto.
Setelah beberapa menit berlalu, Lenka sudah mulai terbiasa dengan kegelapan. Tiba-tiba saja Rinto melepaskan genggamannya. " Maaf," ucap Rinto pelan. Lenka tidak menyahut, dia merasa kecewa karena Rinto melepaskan genggamannya. Tapi Lenka sadar diri, dirinya tidak punya hak untuk protes.
"Hatchi!" Tiba-tiba saja Lenka bersin, sepertinya gadis itu mulai merasa kedinginan. Lenka tersentak kaget begitu ada sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhnya.
"Aku tidak-"
"Pakai saja!" potong Rinto cepat, dari nada bicaranya sepertinya dia tidak menerima penolakan.
Lenka pun berhenti protes. Sejujurnya ia merasa senang karena dipinjami jaket milik Rinto, karena membuat tubuhnya menjadi hangat. Bahkan wajah Lenka ikut menghangat begitu mencium bau Rinto dari jaketnya.
Suasana pun kembali hening. Lenka berusaha untuk tidur, tapi gagal. Ia menoleh menatap Rinto dan mendapati kedua matanya sudah terpejam.
"Rinto-kun!" panggil Lenka pelan. Tapi tidak ada respon dari Rinto. Lenka pun menggerakkan tangannya di depan wajah Rinto dan hasilnya masih sama. Tidak ada respon. Sepertinya Rinto memang sudah tertidur.
Lenka terus menatap wajah damai Rinto saat tertidur. Di bawah sinar rembulan yang lewat melalui celah jendela, Rinto tampak seperti malaikat. Waktu tidur pun, Rinto masih terlihat tampan. Tidak heran kalau banyak siswi yang menyukainya termasuk Lenka. Lenka tersenyum kecil.
"Rinto, kau sangat jahat, kau tahu?" ucap Lenka pelan seraya menyingkirkan poni Rinto ke samping. "Sepuluh tahun lalu disaat aku tengah ketakutan. Kau tiba-tiba datang di hadapanku dan menyelamatkanku. Saat itulah aku berpikir kau adalah malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Rinto, you are my hero," lanjut Lenka seraya tersenyum.
"Dan di saat yang bersamaan, aku jatuh cinta pada sosok penyelamatku itu. Lucu kan, anak umur enam tahun sudah merasakan jatuh cinta. Tapi yang aku tahu pasti, sejak saat itu aku tidak pernah melupakanmu. Bahkan tiada hari tanpa menyebut namamu, bahkan Mikuo sampai kesal karena aku terus menceritakan aksi heroikmu yang datang menyelamatkanku," ujar Lenka sambil tertawa kecil. Tapi perlahan tawanya berubah menjadi hambar. "Hingga saat kita dipertemukan kembali setahun yang lalu, dimana aku yang datang menghampirimu. Dan apa yang kudapat, ternyata kau tidak mengingatku. Kenapa Rinto? Seharipun aku tidak pernah melupakanmu, tapi kenapa kau melupakanku dengan mudah." Tanpa sadar air mata Lenka mulai menetes mengingat kejadian itu.
.
.
Setahun yang lalu~
.
.
"Lenka-chan, aku senang kita bisa satu sekolah lagi," ucap Mikuo riang.
"Berbeda denganmu, aku harus belajar ektra agar bisa dapat beasiswa di sekolah ini," ucap Lenka.
Mereka berdua sedang berangkat ke Vocaloid High School. Salah satu sekolah elit di Jepang. Tidak mudah masuk ke sekolah ini, karena biaya sekolahnya sangat mahal. Meskipun mahal, tapi pendidikannya sangat baik dan mencetak banyak siswa-siswa berprestasi baik di bidang akademik atau nonakademik.
Tiba-tiba saja terdengar jeritan khas anak perempuan. Lenka dan Mikuo pun menoleh menatap sosok pemuda berambut honeyblonde dengan empat jepit rambutnya yang tampak gerah dikerubungi oleh banyak perempuan.
Lenka menghentikan langkahnya dengan pandangan tidak percaya. Mikuo yang berada di samping Lenka ikut menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Lenka-chan?" tanya Mikuo bingung.
"Rinto!" panggil Lenka tiba-tiba.
Pemuda itu langsung menoleh menatap Lenka.
"Mikuo-kun, itu Rinto!" seru Lenka senang seraya menarik tangan Mikuo ke hadapan Rinto.
Mikuo yang pasalnya tahu siapa Rinto bagi Lenka hanya diam saja begitu ia diseret Lenka. Lagipula Mikuo juga ingin lihat bagaimana adegan reuni mengharukan ini akan berlangsung. Tapi sepertinya semuanya tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh Mikuo karena-
"Siapa kau?" tanya Rinto datar.
JDER
Bagaikan disambar petir. Lenka langsung diam terpaku. Dirinya tidak percaya dengan barusan yang ia dengar.
"Rinto-kun, ini aku Lenka. Anak perempuan yang dulu pernah kau tolong di taman," ucap Lenka berharap Rinto akan ingat tentang dirinya.
"Aku tidak kenal yang namanya Lenka," ucap Rinto dingin lalu berjalan melewati Lenka begitu saja.
Murid-murid yang lain pun tampak berbisik-bisik. Sedangkan siswi-siswi yang tadi mengerubungi Rinto langsung menatap Lenka tajam. Lenka hanya bisa menunduk. Perasaanya campur aduk. Ada rasa malu, kecewa, kesal, sedih. Tapi yang pasti ia ingin menangis saat itu juga.
.
.
"Meskipun kau sudah melupakanku. Tapi entah kenapa aku masih saja menyukaimu. Berharap suatu saat kau akan membalas perasaanku ini. Tapi sepertinya itu mustahil, karena kau sudah bertunangan dengan gadis bernama Gakuko itu," ucap Lenka membiarkan beberapa bulir air matanya lolos mengalir melewati pipinya. Lenka hanya bisa tersenyum sedih.
"Sepertinya aku harus melupakan perasaanku ini. Andai saja kita tidak pernah bertemu lagi, aku tidak akan merasakan rasa sakit di hati. Dan aku akan terus mengingatmu dalam sebuah kenangan yang indah." Lenka sudah tidak kuat lagi, ia mulai menangis dalam diam. Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan membasahi kedua pipinya.
"Kamu tidak apa-apa?"
Lenka tertegun begitu mendengar kalimat dan suara itu. Lenka menoleh dan mendapati Rinto yang sedang menatapnya dengan cemas. Ini sama seperti dulu saat Rinto menemukannya.
"Lenka-chan, kau jangan menangis," ucap Rinto panik seraya menghapus air mata Lenka dengan ibu jarinya.
"Rinto, apa kau tadi belum tidur?" tanya Lenka takut. Tidak lucu kan kalau Rinto mendengar semua perkataannya tadi.
Untuk beberapa saat Rinto hanya memandanginya dalam diam. Hingga akhirnya Rinto mengangguk kecil.
Sontak saja sepasang mata Lenka membulat dan ia langsung menunduk tidak berani menatap Rinto.
"Lenka-chan!" panggil Rinto pelan.
Perlahan Lenka mendongakkan kepalanya untuk menatap sepasang mata sapphire yang menatapnya lurus.
"Sebenarnya sejak awal aku tidak pernah melupakanmu. Aku masih ingat bagaimana pertemuan pertama kita. Mana mungkin aku bisa melupakan anak gadis yang menangis malam-malam di taman," ujar Rinto seraya tertawa kecil.
"Lalu kenapa saat kita bertemu dulu, kau mengatakan kau tidak ingat denganku. Dan kau juga bersikap dingin padaku. Kenapa?" tanya Lenka tidak mengerti.
"Entahlah aku juga tidak tahu, saat itu aku reflek mengatakan itu. Lagipula aku selalu berpikir kalau kau dan Mikuo saling menyukai satu sama lain," jelas Rinto.
"Hoeeeeee, itu tidak mungkin. Aku dan Mikuo hanya sebatas teman sejak kecil. LAGIPULA ORANG YANG KUSUKAI ITU ADALAH RINTO!" seru Lenka keras.
5
4
3
2
1
Lenka langsung menutup mulutnya. Dia sudah keceplosan bilang suka pada Rinto. Lenka langsung menunduk malu dengan wajah yang sudah seperti kepiting rebus. Andai saja Lenka tahu kalau wajah Rinto juga tak kalah merahnya mendengar pernyataan Lenka barusan.
"Lenka-chan!" panggil Rinto.
Dengan perasaan takut, Lenka mendongakkan kepalanya dan-
CHU~
Rinto mencium bibir Lenka dengan lembut. Wajah Lenka makin memerah begitu first kiss-nya direbut oleh Rinto. OLEH KAGAMINE RINTO!
Selang beberapa detik kemudian, Rinto melepaskan ciumannya. Ia menatap Lenka dengan lembut. "Aku juga menyukai Lenka. Dan sama sepertimu, perasaan ini mulai muncul saat kita pertama kali bertemu," ujar Rinto seraya tersenyum lembut.
Lenka menatap Rinto tidak percaya. Dirinya tidak percaya kalau selama ini perasaannya sudah terbalas. Tapi tiba-tiba saja Lenka teringat sesuatu.
"Bagaimana dengan pertunanganmu dengan Gakuko?" tanya Lenka sedih.
"Daijobou, aku dan Gakuko tidak saling mencintai. Kami dipaksa oleh kedua orang tua kami untuk bertunangan. Kau tahu sendiri kan perjodohan untuk bisnis," jelas Rinto seraya menatap wajah sedih Lenka. "Kau tidak perlu khawatir, aku dan Gakuko pasti akan membatalkan pertunangan ini. Bagaimanapun caranya, aku janji!" lanjutnya seraya mencubit pipi Lenka gemas.
"Benarkah?" tanya Lenka sedikit ragu.
"Hei kau tidak mempercayaiku ya?" tanya Rinto pura-pura kesal.
Lenka langsung menggeleng cepat. "Aku percaya pada Rinto!" serunya.
Rinto langsung tersenyum hangat. Ia pun menggenggam tangan Lenka dengan lembut. Lenka balas tersenyum. Ia tidak percaya kalau semua ini nyata. Apa ia sedang bermimpi? Lenka takut kalau semua ini hanya mimpi.
"Ini bukanlah mimpi. I love you, Kagami Lenka," ucap Rinto seakan bisa membaca kekhawatiran Lenka.
"I love you too, Kagamine Rinto," ucap Lenka seraya tersenyum manis.
Dan tak lama kemudian, mereka berdua pun tertidur dengan jemari yang saling bertautan.
.
.
Keesokan paginya~
.
.
Lenka perlahan-lahan membuka matanya. Ia pun mengucek-ucek matanya agar pandangannya makin jelas. Dilihatnya dia masih di gudang. Lenka tidak percaya ia bisa tidur nyenyak di tempat seperti ini. Lenka menoleh ke kiri dan mendapati Rinto yang sedang menatapnya.
"Kau sudah bangun?" tanya Lenka.
Sebagai jawaban Rinto mengangguk kecil.
"Kenapa Rinto tidak membangunkanku?" tanya Lenka lagi.
Rinto tersenyum lalu berkata, "Aku tidak membangunkanmu, karena aku suka melihat wajah tidurmu."
Sontak saja wajah Lenka merona merah. Ia jadi salah tingkah.
"Selain itu aku juga suka sekali melihat wajahmu yang memerah," tambah Rinto.
BLETAK
Dan Rinto pun dihadiahi oleh jitakan penuh cinta dari Lenka. Ckck Rinto, seharusnya kau jangan berani menggoda Lenka jika tidak ingin kepalamu jadi korban. Lenka pun langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu. Rinto menyusul Lenka di belakang sambil mengelus kepalanya yang kesakitan.
Begitu Lenka memutar kenopnya, perlahan-lahan pintu pun terbuka. "Rinto, pintunya sudah terbuka!" seru Lenka senang.
Rinto hanya mengedikkan bahu. Sebenarnya ia masih betah kalau terjebak dengan Lenka berdua disini. Tapi ya sudahlah.
Mereka berdua pun keluar dan mendapati tas milik mereka yang ditaruh di samping pohon. Baik Lenka maupun Rinto segera mengambil tas mereka. Oh ya sebelumnya Lenka sudah mengembalikan jaket milik Rinto. Keduanya segera mengecek ponsel mereka. Lenka mendapatkan pesan dari Mikuo. Dia minta maaf karena sudah menguncinya di gudang bersama Rinto dan dia juga minta PJ alias pajak jadian.
'Awas saja kau Mikuo, tunggu saja pembalasan dariku,' pikir Lenka seraya tersenyum evil. Tapi tunggu dulu darimana dia tahu kalau dia dan Rinto jadian.
Sedangkan Rinto sendiri. Dia mendapat banyak panggilan telepon dan puluhan pesan yang masuk ke inbox-nya. Dan semua isi pesannya menyatakan-
"Gakuko hilang," ucap Rinto pelan. Lenka yang berada di sampingnya langsung menoleh menatap Rinto.
"Apa?" tanya Lenka.
"Gakuko kabur dari rumahnya," jawab Rinto.
"Bagaimana bisa?" tanya Lenka tidak percaya.
"Aku juga tidak tahu, yang pasti aku harus mencarinya," ujar Rinto seraya memakai jaketnya kembali dan menggendong tasnya dengan terburu-buru.
"Aku ikut ya!" seru Lenka tiba-tiba.
"Tidak perlu, kau pulang saja ke rumah dan beristirahat," tolak Rinto sambil bersiap-siap pergi.
Lenka menggembungkan pipinya kesal. Ada sebersit rasa cemburu yang hinggap di hatinya melihat Rinto yang terlihat khawatir sekali dengan Gakuko.
Reflek Lenka langsung menahan lengan Rinto. Mencegahnya untuk pergi.
"Lenka, ada apa?" tanya Rinto bingung melihat sikap aneh Lenka.
Lenka langsung menatap Rinto dengan pandangan memelas. "Rinto, kau benar-benar menyukaiku kan?" tanya Lenka takut.
Rinto tersenyum geli. Sepertinya ia tahu kenapa sikap Lenka jadi aneh. "Lenka tenang saja, aku hanya menyukai Lenka. Hanya Lenka seorang," ucap Rinto seraya mencubit pipi chubby Lenka.
Wajah Lenka langsung berubah sumringah.
"Jangan-jangan Lenka cemburu ya~" goda Rinto.
Sontak saja wajah Lenka merona merah. "Ti-tidak kok," sahutnya cepat.
Rinto hanya tersenyum geli melihat wajah Lenka yang blushing. Jelas sekali kalau Lenka sedang cemburu, meski gadis pecinta pisang itu tidak mau mengakuinya.
"Ayo cepat kita cari Gakuko sama-sama!" seru Lenka sambil berjalan pergi.
"Sudah kubilang kau-"
"Aku tidak terima penolakan!" potong Lenka cepat.
Rinto menghela napas panjang. Terkadang ia bingung dengan perubahan sikap Lenka. Dia curiga jangan-jangan Lenka punya kepribadian ganda. Rinto tersenyum kecil, meski begitu ia akan tetap menyukai Lenka apa adanya.
"Rinto, ayo cepat!" seru Lenka yang sudah tidak sabar.
"Yeah, my princess," sahut Rinto seraya berjalan menyusul Lenka.
.
.
Di tempat lain~
.
.
Mikuo sedang dalam perjalan pulang ke rumahnya setelah menyelesaikan urusannya di sekolahnya. Apa lagi kalau bukan untuk membebaskan sepasang sejoli itu. Mikuo tersenyum sendiri begitu rencananya sukses besar. Dia telah berhasil menyatukan Lenka dan Rinto. Apalagi ia mendapatkan sesuatu yang menarik.
Mikuo langsung membuka ponselnya dan memilih menu galeri. Yap, ia berhasil mengabadikan momen Lenka dan Rinto saat mereka tertidur tadi dengan tangan saling bertautan dan kepalanya yang saling bersandar satu sama lain. Dengan ini Lenka tidak akan berani macam-macam padanya walau Lenka marah besar karena ia sudah menguncinya di gudang bersama Rinto. Mikuo akan menggunakan foto ini untuk mem-blackmailist Lenka. Oh Mikuo ternyata otakmu cerdik juga ya dan kau sungguh kejam.
Tiba-tiba saja Mikuo mendengar suara orang menangis. Ia langsung menuju ke sumber suara yang sepertinya berasal dari taman. Setibanya di taman, Mikuo mendapati sosok gadis yang terlihat seumuran dengannya dan memiliki rambut pendek berwarna biru yang tengah menangis di bangku taman. Kenapa anak perempuan suka sekali menangis di taman. Dulu Lenka sekarang gadis itu. Karena digelitik rasa penasaran dan iba, Mikuo pun berjalan menghampiri gadis itu. Lagipula Mikuo tidak tega mengabaikan seorang perempuan yang sedang bersedih apalagi sampai menangis.
"Hei, kenapa menangis Ojou-san?"
.
.
To Be Continued
.
.
Please Review
