FROM ME TO YOU
Aku sangat mengenalmu, aku juga cintaimu
Tapi, kau tak pernah ada pengertian
Ku senang, ku sedih
Kau tak mau tahu
Aku sangat mengenalmu, dulu kau tak begitu
Kau bintang dihatiku
Jadilah yang ku mau
Ku senang, ku sedih
Kau ada di dekatku
(Agnes Mo #cintaku telah di ujung jalan#)
.
.
.
Masashi kishimoto
By
Pingki954
Narusasu beloved pair
.
.
.
For #Anniv1NSgrub semoga grub kita makin rame! Berjaya! Dan fic2 narusasu makin banyak
amiin
…
Pertama kali Sasuke mengenal Naruto saat ia berumur 7 tahun. Waktu itu ia mengigil kedinginan karena kehujanan dan kelaparan. Ia tersesat setelah seharian menangis karena seluruh keluarganya meninggal setelah mengalami kecelakaan mobil, dan meninggalkan dirinya seorang diri. Saat itu Naruto memberikan setengah potongan roti padanya.
Kau tahu rasanya ditolong saat keadaan tidak berdaya ? kalian akan mengira ada sesosok malaikat penolong yang dikirim didepanmu. Begitulah perasaannya saat itu pada Naruto
Kemudian ia tahu Naruto juga anak yatim piatu, entah kenapa ia merasa lega. Bahwa ia tidak sendiri, ada orang lain senasip dengannya di dunia ini.
Sasuke yang ditinggalkan, hidup dengan uang asuransi ayahnya. Setelah itu Sasuke bertemu dengan Naruto lagi di sekolah yang sama. Naruto berbeda dengan dirinya yang tertutup semenjak orang tuanya meninggal, lelaki itu sangat periang selalu ceria dan santai dengan apapun yang terjadi.
Seolah-olah ia tidak punya kesusahan dalam hidupnya. Mungkin bagi anak-anak lain ia anak kecil yang konyol, nakal dan suka mengabaikan orang. Tapi bagi Sasuke… Naruto segalanya.
Dunia anak-anak sempit, tapi dalam diri Sasuke keberadaan Naruto luas tanpa batas.
"Sasuke. Ada uang?" Tanya Naruto disuatu hari saat mereka baru pulang sekolah, Sasuke tidak pandai berbohong. "Ya seratus yen." Ucapnya, ia memang memiliki uang jajan karena paman sering mengirim uang. Walau tidak pernah mengajak untuk tinggal bersama. Mungkin karena istri pamannya kurang suka dengan Sasuke.
Pamannya bukan lelaki kaya, dan beliau punya banyak anak.
"Ayo beli es!" Naruto membuyarkan lamunannya. "Aku es susu." Kata Naruto begitu sampai di toko jajanan.
"Tidak boleh di habiskan semua." Kata Sasuke lagi, jujur saja bocah dengan rambut hitam itu berusaha hemat.
"Kalau begitu, kau es tiga warna saja, 20 yen," kata Naruto sambil mengambil es tiga warna. "Kita lembek kan, terus bagi dua, 60 yen," ujarnya lagi tapi ia tetap mengambil es susu dengan harga 40 yen.
Dilihat dari sisi manapun juga, Sasuke terlihat dimanfaatkan. Tapi mungkin bocah itu sendiri tidak menganggap seperti itu. kalau disuruh memilih membenci atau menyukai Naruto. Ia pasti akan memilih sangat menyukainya.
Naruto tinggal di rumah panjang berdua dengan pamannya saja, dulu Sasuke tidak tahu. Tapi setelah berteman dengan Naruto ia baru mengetahuinya. Pamannya mempunyai masalah. Beliau kecanduan alcohol… kadang bekerja sebagai buruh harian, tapi uangnya habis untuk minum-minum.
Tapi beliau masih mau menyekolahkan Naruto, itu benar-benar sebuah keajaiban.
Saat Sasuke beranjak berumur umur 13 tahun dan masuk sekolah tingkat pertama. Ia tahu perasaan pada Naruto bukanlah teman biasa, rasa sayangnya seperti gadis-gadis remaja yang menyukai lelaki pujaan. Ia berusaha memungkirinya, namun semakin lama ia pendam perasaan itu semakin menggebu-gebu dan dalam.
Dan pada saat musim gugur akan tiba ia bertekat mengutarakan perasaannya, apapun resikonya akan ia tanggung walaupun mendapatkan penolakan dan kebencian.
Saat itu dibawah pohon momoji yang berguguran. Sasuke berada dihadapan Naruto.
"Naruto, dasuki yo." Ia sebenarnya malu, tapi wajah datarnya menutupi rasa itu. ia gugup dan takut namun sebagai lelaki mencegahnya. berusaha mati-matian menahan rasa berdebar di dada.
Tapi Naruto hanya diam, tidak biasanya Naruto bereaksi seperti itu. Membuat Sasuke benar-benar gugup.
"Aku bukan gay." Katanya sambil tertawa
Kemudian ia menarik tangan Sasuke dan pulang bersama. Di dalam hati Sasuke timbul rasa sakit yang ia tidak tau dari mana asalnya.
Sasuke menahan gejolak di dadanya, ia tidak tahu apa yang yang dipikirkan oleh pria yang menggenggam tangannya. Kalau menolak, kenapa Naruto memperlakukannya seperti ini?
Esoknya terjadi dengan biasa. Naruto kembali seperti sedia kala. Berisik, usil dan konyol. Ia tidak menjauhi Sasuke, tidak pernah mengungkit pernyataan suka itu. tapi anehnya hubungan mereka jadi lebih intim, Naruto tidak menolak ketika sasuke mengajaknya kencan, tidak menolak ketika Sasuke melepaskan ciuman pertama pada nya.
Sasuke jadi bingung, sebenarnya Naruto menerima perasaannya atau menolaknya. Kadang ia berpikir Naruto juga suka padanya, tapi Naruto tidak pernah bilang suka, tidak bilang benci juga. Ia Cuma ngomong bukan gay. Ketika teman-teman mereka bertanya tentang rumor hubungan aneh mereka. Sambil tertawa keras Naruto bilang hanya teman akrab.
Tapi karena rasa sayang ia tetap berada disamping pemuda itu, baginya Naruto mau berada di dekatnya sungguh ia merasa cukup, merasa bahagia.
…
"Em…hng…" Naruto melepaskan bibirnya dari bibir Sasuke yang terlentang di lantai. Kemudian ia bangkit menyalakan rokoknya dan mengambil minuman dingin yang baru saja dibeli Sasuke. Sedangkan lelaki yang berada di bawah tetap tidur terlentang di atas lantai yang dingin, menormalkan nafasnya yang tertunda. Naruto sering menumpang ditempatnya, mungkin ia sendiri malas selalu berhadapan dengan pamannya yang pemabuk.
Sudah dua tahun berlalu, dan hubungan mereka tidak juga berkembang. Sasuke tidak mempermasalahkannya, baginya Naruto berada disampingnya itu sudah cukup. Walau kadang hatinya sakit di perlakukan seperti itu oleh pria yang begitu ia cintai.
Ia selalu berusaha menyenangkan lelaki itu, namun Naruto tidak pernah peduli dengan apa yang ia lakukan.
"Kau masuk SMA mana, Naruto?" Tanya Sasuke ketika ia sudah duduk dan menyapu bibirnya. Naruto memandang Sasuke diam, pria pirang itu kembali mengambil sebatang rokok dan menyalakan kemudian ia menghisap pelan.
"Entahlah." Jawabnya enteng. Sasuke tidak mengerti dengan tingkah lelaki itu, padahal mereka belum cukup umur untuk merokok tapi Naruto melakukannya. sepertinya dia juga kurang pigmen karena itu rambutnya jadi semakin keemasan, jujur Sasuke menyukai rambut pria itu.
Sejak mereka SMP. Naruto memang berbeda, ia jadi pemimpin kelompok anak-anak nakal, kenakalan mereka bahkan terkenal sampai sekolah lain.
"Aku tidak tahan bau rokok." Sejujurnya Sasuke sudah biasa dengan bau rokok, karena ayahnya dulu juga perokok, tapi karena umur Naruto belum cukup dan dia santai saja dengan kelakuannya, membuat Sasuke jengkel. Tapi, Naruto memandang lagi lelaki itu yang ada dihadapannya, lalu mematikan api rokoknya. "Wah maaf, ya." ia meresponnya sambil tertawa, Sasuke memandang malas.
"Kita masuk SMA yang sama saja." Usul Sasuke lagi.
"Aku tidak mau sekolah. Aku kan bodoh, lagipula aku sering bolos." Ia kemudian merebahkan tubuhnya di lantai dan memejamkan mata. Sasuke mendekat membelai pelan rambut lelaki itu yang berwarna cerah, halus rambutnya sangat halus.
"Aku akan membantumu belajar, asalkan kita bisa sekolah yang sama." Naruto membuka matanya, memandang Sasuke yang menunduk diatasnya. Ia kemudian tersenyum cerah.
Sasuke merasa senang. Segalanya sudah ia persiapkan walaupun ia sibuk juga mempersiapan dirinya buat ujian, ia meluangkan waktu untuk belajar Naruto. Datang pada guru bimbingan cuma mau merekomendasikan Naruto di SMA yang sama dengan dirinya. Walaupun banyak guru yang menertawakannya.
Namun guru itu salah, Naruto bukanlah anak yang bodoh. Walaupun kelakuan dan daya konsentrasinya lemah… sebenarnya Naruto anak yang lumayan pintar. Kalau punya niat dan berusaha, dia pasti bisa. Sasuke juga ikut senang Naruto jadi sering ada di tempatnya dan menghabiskan waktu bersama.
…
Namun…
Bulan Desember, saat musim salju tiba, Sasuke merasakan perasaan aneh sesuatu terasa tidak lengkap dalam hidupnya.
Pagi itu akhir bulan Desember, semestinya pria berambut hitam itu menyiapkan ujian akhirnya, namun langkah kakinya membawanya ke tempat yang seharusnya tidak perlu ia datanginya. Sasuke yang kedinginan mengeratkan jaketnya. Sudah dua minggu lamanya Naruto tidak pernah mampir lagi ditempatnya, ia bertanya-tanya kemana Naruto pergi?
"Maaf… apa Naruto ada?" Sasuke melihat malas pada pria berusia senja yang sempoyongan saat membuka pintu.
"Tidak. Apa Naruto membuat masalah lagi?" Sasuke tidak tahu apa yang ada di benak paman Naruto itu, apa yang ada di otaknya hanya Naruto yang nakal?
"Tidak. Dia pergi kemana, ya?" Tanya Sasuke lagi, paman itu terkekeh, padahal Sasuke sudah lama tidak melihat lelaki itu, tapi lelaki itu masih pemabuk seperti biasa. Tubuhnya lebih kurus dari sebelumnya.
"Mana aku tahu! Mungkin sedang dipelukan seorang wanita, kan?" tubuh Sasuke tersentak mendengar itu, ia lupa cara bernafas untuk sesaat. Namun ia mencoba bertahan mungkin paman Naruto hanya sedang bergurau.
Salju semakin banyak menutupi kota, Sasuke masih setia bersembunyi di depan rumah Naruto, mengecek kapan Naruto kembali atau mungkin keluar. Namun ia selalu mendapat hal nihil. Hingga tiga hari kemudian ia terkejut Naruto yang keluar terburu-buru dari rumahnya.
"Naruto!" panggilnya, tapi pria itu tidak menghiraukannya.
"Naruto! Tunggu!" Panggilnya lagi berusaha menghentikan langkah kaki pria pirang didepannya. Naruto Nampak kesal, ia berbalik dan ikut berteriak.
"Mau apa kau! Kau sembunyi didepan rumah Cuma buat mengejarku, ya!? Menyebalkan!" Di mulut dan pelipisnya ada bekas darah, daerah itu juga membiru. Sasuke tidak tahu apa yang terjadi padanya.
"Kau kenapa?" tanya Sasuke khawatir, ia mendekat hendak menyentuh Naruto. Namun segera di tepis oleh pria dengan mata biru itu.
"Tidak apa." Ia memalingkan mukanya. "Kau kemana saja, Naruto?" Lelaki itu diam.
"Kau tidak masuk sekolah, padahal ujian semakin dekat," sambungnya sambil mengeratkan jaketnya kembali, berada di tengah salju terlalu lama membuat tubuhnya kedinginan. "Bukankah kau berjanji akan masuk SMA yang sama, kan? Makanya kita harus mempersiapkannya mulai sekarang." Ujar Sasuke sambil menarik kemeja Naruto.
Lelaki yang sedang tumbuh itu memandang Sasuke dalam diam dari mulutnya keluar asap, ekspresi wajahnya tidak seperti biasanya, Sasuke tidak bisa membaca raut wajah tersebut. "Rasanya sudah cukup. Sudah tidak menarik lagi." Ujarnya tanpa beban.
Kata-kata itu membuat darah Sasuke mendidih, marah! Selama lima belas tahun baru kali ini Sasuke semarah ini, bagaimana dengan jerih payahnya selama ini, rasa sayangnya yang besar? Kenapa Naruto selalu meremehkan hatinya? Kenapa laki-laki itu menghianatinya!?
"Sudah, ya" Naruto beranjak pergi, Sasuke gementar. Dalam hidupnya, ini kali kedua ia menangis dan berteriak.
"NARUTO! KAU MEMANG BRENGSEK!"
"Aku tidak paham dengan kelakuanmu! Membuat masalah terus tanpa peduli aku yang mencemaskanmu! Hatimu memang busuk!" Naruto tidak berbalik, lelaki itu terus berjalan tanpa peduli Sasuke yang berteriak sambil menangis dibelakangnya.
"Karena kau tahu aku menyukaimu jadi kau terus memanfaatkan aku!? Semenjak kita kecil terus-terusan!"
Sosok Naruto kemudian menghilang ditengah ucapan kemarahan Sasuke. Meskipun libur musim dingin berakhir, Naruto tak kelihatan juga. Bahkan waktu wisuda kelulusan, ia tidak muncul.
Sampai suatu hari, saat Sasuke sedang kerja sambilan di sebuah supermarket dan setelah tiga bulan ia masuk SMA. Ia mendengar kabar dari teman seangkatan saat ia SMP melalui ponsel.
"Sasuke. Naruto katanya kawin lari, lho!"
Itu sebuah berita di pagi hari yang buruk.
"Dengan siapa!? Kapan!" Sasuke panik, terkejut. Setelah berbulan-bulan menghilang kenapa berita itu yang didengar Sasuke.
"Tepat sehari sebelum wisuda, katanya sama anak SMA kota sebelah, orang tua gadis itu marah sekali katanya mau menuntut.'
Sasuke menutup mulutnya, mukanya memerah karena terkejut sekaligus marah. Gadis yang dua tahun lebih tua, katanya mengandung anak Naruto. Kenyataan seperti itu bagi Sasuke sangat menyakitkan. Naruto tidak pernah cerita kalau ia menyukai seseorang.
Naruto…! Naruto menghianatinya lagi.
Gossip itu menyebar dengan cepat, orang-orang mengutuk prilaku Naruto, namun setelah dua bulan berlalu semakin banyak orang yang melupakannya. Sasuke juga sangat sibuk bekerja sebagai penjaga sebuah toko.
Ia sendiri memutuskan untuk berhenti sekolah setelah setahun melanjutkan SMA. Uang asuransi ayahnya juga menepis, karena ia pakai buat paman yang mengalami musibah patah tulang. Karena ada bangunan yang jatuh ke atas kakinya saat bekerja.
Semua berjalan dengan semestinya, biarpun Sasuke kadang-kadang ingat juga, namun ia berusaha melupakan Naruto yang pernah hadir dalam hidupnya. Waktu itu musim panas seharusnya Sasuke sudah kelas tiga SMA.
Saat itu ia berpapasan dengan temannya di terminal. Mereka berbincang banyak, walau kadang ia iri pada anak lain yang bisa sekolah tidak seperti dirinya.
"Hei! Sasuke apa kau tahu kalau Hinata sudah pulang?" Sasuke diam, bukan apa-apa ia tidak kenal dan tidak ingin peduli, temannya waktu SMA pun sedikit, ia kan hanya setahun saja berada di bangku sekolah.
"Gadis yang kawin lari sama Naruto. Lho!" Sasuke kaget, benar-benar kaget membuat ia ingat lagi dengan lelaki yang pernah dikasihinya itu.
"Itu, yang duduk di peron stasiun." Sasuke melirik, wanita yang duduk di bangku itu kulitnya… sangat putih.
Katanya ia pulang sendiri, lalu bagaimana dengan Naruto dan anaknya? Sasuke ingin sekali bertanya pada perempuan itu kabar Naruto, namun … wajah murung dan lesu perempuan berambut panjang itu, mencegah dirinya untuk mendekat.
Kemudian musim dingin selanjutnya, paman Naruto yang pemabuk meninggal dunia. Ia mendengar pembicaraan para ibu-ibu yang belanja di toko tempat ia bekerja.
"Hei kau dengar suara ambulans?"
"Ya, ada apa?"
"Aku tidak nyangka, ternyata paman Naruto meninggal dunia."
"Benarkah?"
"Waktu mabuk, dia tertidur di depan rumahnya. Sekarang musim dingin, kan? Dia mati kedinginan."
"Dia sendiri, keponakannya juga pergi meninggalkannya, meskipun itu salahnya juga, tapi… kasihan juga." Sasuke tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Naruto… sedih tidak ya? Mendengar pamannya meninggal. Itu yang terlintas di pikiran Sasuke saat mendengar kabar duka itu.
Sebulan setelah kejadian itu, Sasuke memutuskan untuk pergi ke Tokyo. Ia tidak ingin menaruh beban pada pamannya, ia tahu meski tidak ia minta diam-diam pamannya membantunya. Walaupun ia harus bertengkar dengan istrinya sendiri.
Pertama kali ia bilang, pamannya tidak setuju. Tapi pada akhirnya ia tidak bisa menahan kepergian Sasuke. Yang bisa ia lakukan adalah menyuruh keponakannya untuk bertemu teman akrabnya yang ada di Tokyo, meminta tolong.
Karena tidak ingin membuat pamannya kecewa, ia menyanggupi permintaan itu. Sesampai dirinya ke Tokyo, ia langsung bekerja di sebuah pabrik pembuat susu kaleng.
Hari-hari berlalu, bulan berganti dan tahun menghilang. Ia masih menjalankan rutinitasnya seperti biasa. Walau kadang tidak ia pungkiri ia menjadi pria yang dewasa yang sanggup membuat wanita terpesona.
Ia juga tidak bisa menghindar dengan beberapa wanita yang ingin berkencan dengannya. Walaupun semuanya berakhir hambar. Setelah itu ia tidak pernah lagi mau berkencan dengan siapapun.
…
Ini musim panas ketiga ia lalui di Tokyo. Saat itu Sasuke baru habis belanja di pasar, segerombolan orang berlari dan teriak-teriak dihadapannya.
Saat itu Sasuke sedang menunggu lampu merah, saat lampu berganti… lalu… di seberang jalan di hadapannya ada Naruto yang sudah lama tidak dilihatnya. Lelaki itu berlari ke arahnya. Wajahnya penuh luka dan darah.
"Yo! Sasuke!" Naruto menyapa dengan santainya, padahal ia sepertinya dikejar seseorang. Saat orang-orang dengan muka menyeramkan berlari ke arahnya. Dengan cepat ia ditarik dan diseret oleh Naruto. Beberapa belanjaannya jatuh.
"Dimana rumahmu?" Tanya Naruto saat mereka lolos dari kejaran orang-orang yang Sasuke tidak tahu siapa. Entah apa yang di lakukan laki-laki ini? Wajahnya penuh luka dan babak belur, tapi ia masih tertawa dengan santainya. Kelakuannya memang aneh.
Tapi Sasuke juga tidak mudah melupakan kabar yang menimpa Naruto. Ia masih sakit hati.
"Aku tinggal di tempat kontrakan." Pria itu mengangguk. Seharusnya Sasuke tidak perlu membawa pria itu ke tempatnya, seharusnya memang begitu. Tapi daripada sakit hati ia lebih sakit melihat wajah Naruto yang penuh luka.
"Uuuuh" Naruto merintih perih saat Sasuke mengoles luka di pipinya. Ia berselojoran di lantai dengan Sasuke yang berdiri dengan lututnya di atas kedua paha Naruto. Sasuke tidak bisa memungkiri kalau ia senang berada dekat begini dengan pria itu.
Rasa sakit dan bencinya pada Naruto, seketika hilang saat ia berada sedekat ini dengan pria itu.
"Kamu kuliah dan tinggal di Tokyo, ya?" Tanya Naruto begitu lukanya diplester. "Mahasiswa yang hebat sekali." Sasuke menunduk, memperhatikan bibir Naruto.
"Aku tidak kuliah."ujarnya datar, Naruto memandang tidak percaya. Kemudian tersenyum miris. "Padahal aku berharap padamu." Sasuke tersentak, Naruto berharap padanya? Percaya padanya?
Padahal ia yang pergi dengan wanita lain. Padahal ia menghianatinya dan punya anak. Padahal...! tunggu apa ia tahu kalau pamannya meninggal, ya?
"Pamanmu meninggal dunia, apa kau tahu?" Sasuke mundur, dan duduk dihadapan pria pirang yang sedari terdiam.
Pria itu juga tidak berkometar saat Sasuke menceritakan bagaimana kondisi pamannya saat meninggal dunia. Tidak ada kesedihan di raut wajah itu.
"Cara meninggal seperti itu…sudah pilihan pamanku sendiri." Ia mengatakan dengan santai, membuat Sasuke tidak percaya dengan cara bicaranya.
sebenarnya Sasuke tidak ingin bertanya tentang wanita itu? Tentang anaknya. Tapi rasa penasaran mengalahkannya.
"Naruto…anakmu?" Sungguh ada rasa nyeri disudut hatinya. Naruto keget memandang Sasuke lama. Tapi ia sama sekali tidak minta maaf.
"Dasar… kenapa kau tahu … semuanya?" Sasuke memandang malas, tidak tahukan kalau ia adalah selebriti di Konoha.
"Sudah mati sebelum berumur 1 tahun." Sasuke menutup mulutnya, matanya memandang Naruto penuh tanya.
"Kau dengar, kan? Mati. Istilahnya apa, ya? Bayi yang mati mendadak," Sebenarnya sungguh Sasuke tidak ingin mendengar cerita lebih dari itu. Tidak tahukah pria itu sesak di dadanya saat mendengar Naruto mempunyai anak dari perempuan lain, punya cinta yang lain selain dengan dirinya.
"Waktu itu, aku tidak punya pekerjaan tetap. Hidupku susah, batinku juga menderita. Ditambah lagi anakku mati, kan? Pacarku juga menyerah." Nadanya bicaranya seperti biasa, padahal Sasuke menahan dirinya. Kenapa Naruto bisa santai membicarakan kisah sedih seperti itu? Apalagi menceritakan pada pria yang jelas-jelas mencintainya.
Naruto apa kau tidak punya hati? Tapi…kalau dipikir memang benar. Waktu sedih pun, dia bisa berbicara dengan santai, lagian kapan ia mau peduli dengan orang lain. Dari dulu Naruto sifatnya begitu, kan?
"Hei, Sasuke apa aku boleh tinggal disini?" Mestinya Sasuke menolak, kan? Bukan mengangguk seperti yang ia lakukan sekarang.
"Yo!" Lelaki itu tersenyum lebar sambil mengacak surai hitam biru milik Sasuke, pria berkulit putih itu diam-diam tersenyum senang.
.
Sasuke memang tidak pernah tahu apa pekerjaan Naruto, ia juga tidak pernah bertanya. Pria itu hanya muncul waktu malam, atau karena ia butuh makan. Dan keseringan dengan badan terluka. Sejujurnya Sasuke penasaran tapi entah kenapa ia tidak bertanya.
Hingga pada suatu hari Naruto pulang dengan tubuh babak belur.
"Kenapa selalu muncul dengan tubuh begini?" Ujar Sasuke sambil mengambil kotak obat.
"Sasuke kau punya uang?" lelaki dengan kulit putih itu terdiam. Kemudian dengan pelan ia bertanya lagi. "Apa kau terlibat dengan Yakuza, Naruto?"
"Aku punya hutan dengan rentenir." Pria pirang itu merebahkan dirinya di lantai.
"Berapa?" Tanya Sasuke lagi. Naruto tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya memejamkan matanya. Sasuke tahu pertanyaannya bodoh, mana sanggup ia membayar utang pada rentenir dengan hanya mengandalkan pekerjaannya.
Ia tahu sifat rakus para pemberi utang itu. "Dulu aku bingung mencari uang untuk mengobati bayiku yang sekarat, tanpa sedar terlibat dengan rentenir."
Mereka terdiam cukup lama, hanya terdengar Sasuke yang mengoles antiseptic pada beberapa luka di muka Naruto, sedangkan pria itu hanya berbaring dengan mata terpejam.
"Kau besok mau pergi denganku?" Pertanyaan tiba-tiba itu, membuat Sasuke merasakan sesuatu didalam hatinya.
"Kau mengajakku … kencan?" Sasuke memandang dalam-dalam mata Naruto, lelaki itu sudah bangun dan mendudukkan dirinya di lantai.
"Kalau kau berpikir begitu…ya sudah, sesukamu sajalah." Dalam hati Sasuke tersenyum senang, mungkin Naruto sudah membuka hati untuknya.
…
Sambil menahan senyum di bibirnya, Sasuke memilih baju yang paling bagus untuk ia kenakan. Soalnya Naruto bilang, pakailah baju yang paling bagus. Ia senang pria itu memperhatikan dirinya.
Karena sangat senang dengan ajakan Naruto kemarin, ia bahkan membeli lipplos tanpa sedar. Sekarang ia merasa jijik pada benda yang ada di tangannya, ia persis kayak perempuan yang lagi kasmaran. Lelaki itu akhirnya membuang benda itu sembarangan.
Setelah selesai ia keluar dari kamarnya, disana Naruto menunggunya dengan senyum lebar. Ia Nampak gagah dengan hanya memakai kaos dan celana pendek di bawah lutut.
"Kau sudah siap?" Sasuke mengangguk.
Namun, Sasuke sedemikian tidak sukanya dengan tempat yang dipilih oleh Naruto, tempat ini membuat ia merasa tidak nyaman. Banyak mata yang memperhatikannya, apalagi ada puluhan pasangan yang tidak disukainya. Karena ia tahu itu bukan pasangan yang sebenarnya. Mereka hanya pasangan yang di bayar.
Mungkin Naruto berpikir ia akan senang berada disini. Tapi sungguh Sasuke merasa risih dengan bar ini. Bar khusus para gay.
"Naruto, sebaiknya kita cari tempat lain saja." Naruto yang masih asyik meneguk minuman kerasnya, memandang Sasuke penuh Tanya. "Kau tidak suka tempat ini." Sasuke mengangguk. Pria pirang itu menghela nafas.
Sesaat kemudian berdiri. "Tunggu sebentar." Sepertinya Naruto menemui kenalannya. Sasuke rasanya ingin cepat-cepat keluar dari tempat ini.
Lelaki yang ditemui Naruto berwajah sangat aneh, rambutnya juga panjang. Saat bercakap-cakap dengan Naruto berkali-kali ia melirik dirinya sambil menyeringai.
Sasuke tidak tahu apa yang dibicarakan Naruto dan pria itu, kelihatannya begitu serius. Namun hatinya mendadak cemas saat pria dengan rambut panjang itu memberikan sesuatu yang sangat tebal pada naruto.
Karena penasaran ia akhirnya bergerak mendekati dua orang itu. Lelaki dengan rambut panjang itu kembali menyeringai saat melihat dirinya.
"Ia kelihatan masih putih." Sasuke tidak mengerti maksud perkataan pria itu.
"Sasuke, mulai sekarang kau bekerja di tempat ini. Ya." Sasuke memandang muka Naruto yang ikut memandangnya dengan raut bersalah. Sasuke mengerti apa yang naruto bicarakan, namun ia hanya... "Kau—menjualku?" Tanyanya tidak percaya.
"Maafkan aku Sasuke, aku benar-benar butuh uang. Lagian aku pikir kau cocok di sini, kau kan gay" Sasuke masih syok ia berdiri kaku selama beberapa detik, sebelum tubuhnya di rangkul oleh lelaki berambut panjang itu. Namun Sasuke berontak, lelaki itu berdecih, memanggil beberapa orang yang bertubuh besar.
Beberapa lelaki itu langsung menyeret paksa tubuh Sasuke. "Naruto kenapa kau lakukan ini padaku?!"ia memberontak sekuat tenaga, namun mana mungkin ia mengalahkan para lelaki yang tubuhnya lebih besar dari tubuhnya.
"Maaf Sasuke, aku janji akan membebaskanmu dari tempat ini!" Naruto masih sempat berteriak sebelum Sasuke menghilang dari pandangan matanya.
Naruto kembali mengkhianatinya …!
"Orochimaru, jangan memperlakukan Sasuke kasar." Lelaki tua itu mendecih. "Kau sudah mendapatkan uangnya, kan. Jangan mengaturku."
Naruto menghela nafas sambil memandang amplop tebal yang berisi uang di tanganya. Kemudian matanya melihat dengan rasa bersalah di tempat Sasuke menghilang tadi.
Ia berjanji setelah mendapat uang, ia akan membebaskan Sasuke dari tempat ini.
Tbc
Maaf, ya malah member fic multichap begini, sebenarnya aku ingin untuk hadiahnya sebuah fic humor, tapi karena belum di edit ya sudahlah.
Special untuk seseoran yang sudah maksa aku buat ikut ni event. Kau senang dengan hadiahku? ^^
