Salam kenal, aku Kuroko Tetsuya.

Maukah kalian mengakuiku?

"PARA REPARASI TELEVISI"

Kuroko No Basket (c) Fujimaki Tadatoshi

Para Reparasi Televisi (c) Kaoru Ishinomori

.

.

.

#Awal Mula#

Teikou adalah sebuah perusahaan bengkel televisi yang sudah sangat mendunia. Perusahaan tersebut melejit dan go internasional karena tak disangka mereka merekrut kelima orang yang sangat berbakat sebagai tukang reparasi televisi sejak mereka lahir. Kelima orang itu dijuluki "Kiseki no Sedai".

Memang, mereka masih hanya anak-anak SMP, tetapi kemampuannya sangat luar biasa. Rekor-rekor dunia karena bisa membenarkan televisi rusak tercepat sudah mereka pegang.

Meskipun seharusnya mereka mendapat gaji yang besar, mereka sama sekali tidak diberi uang sebagai gaji mereka. Saat ini, "Kiseki no Sedai" diberi rumah kecil khusus oleh perusahaan, dan mereka dilayani segalanya. Jika mereka ingin ini atau ingin itu, mereka hanya perlu menepukkan tangan mereka, dan sepuluh menit kemudian, orang yang akan melayani mereka datang.

Mereka, "Kiseki no Sedai", menikmati hidup itu.

Hanya saja ada satu pengecualian.

Satu pengecualian, di mana selain satu pengecualian itu mereka memang menikmati hidup mereka yang serba dilayani dan serba dimanja. Benar-benar hanya ada satu, namun itu bisa benar-benar merubah mood mereka selama seharian penuh.

Contohnya saja ini.

Midorima mengelap keringat di dahinya setelah berhasil membetulkan televisi dalam waktu empat puluh tujuh menit tujuh detik. Ia melihat jam di dinding dan tersadar. Ia menepuk keningnya secara refleks. "Ya ampun! Ada ramalan Oha-Asa di radio delapan menit lagi, nanodayo!" ia menepukkan tangan buru-buru untuk meminta pelayan menyalakan radio.

Kise pun ikut melihat jam dinding. "Ya ampun! Aku ada kontes foto model yang akan dimulai tujuh menit lagi –ssu!" kemudian ia menepukkan tangannya supaya pelayan yang akan datang akan mengantarnya ke tempat kontes. Ia pun buru-buru memasuki kamar untuk berganti pakaian.

.

.

Sepuluh menit berlalu.

.

.

Ting Tong.

Bel berbunyi, dan sejurus kemudian dua orang yang bersangkutan membukakan pintu, dengan wajah berapi-api.

"RAMALAN OHA-ASA, NANODAYO! UNTUK PERTAMA KALINYA DALAM HIDUPKU, AKU MELEWATKAN RAMALAN OHA-ASA!"

"TERLAMBAT, TERLAMBAT, AKU TERLAMBAT MENGIKUTI LOMBA FOTO MODEL DALAM KESEMPATAN INI –SSU!"

Begitulah. Itu lah yang membuat mereka sama sekali tidak menikmati hidup.

Penantian. Menanti pelayan yang datang dalam jeda waktu sepuluh menit.

Kedua pelayan itu tidak bisa apa-apa. Mau bagaimana lagi, secepat apapun mereka, kendaraan yang mereka pakai memang kendaraan khusus pelayan, yang melaju paling cepat dua puluh kilometer per jam. "Ma.. maafkan kami! Perjalanan yang kami tempuh memang harus sepuluh menit, jadi maafkan kami yang tidak bisa datang lebih cepat lagi! Silakan hukum kami.."

"PULANG SANA!"

Brak!

Begitu pintu ditutup, Midorima langsung seperti kehilangan seluruh sisa hidupnya. Kise hanya bisa mencak-mencak. Padahal ia sudah mengenakan kostum terbaiknya yang didesain oleh desainer profesional. Sudah pasti kemenangan ada di depan mata. Tetapi kenapa ia bahkan tidak bisa mencapai TKP?!

"Ryota, jangan berisik," tegur salah satu suara. "Jika aku tidak bisa menghitung frekuensi televisi karena suaranya terendam oleh teriakan mu, maka aku tidak bisa tau apa yang salah dari TV ini."

"Baiklah," Kise mengalah. "Maaf, Akashicchi sudah menganggumu menghitung frekuensi."

"Aku bisa mengetahui kesalahan pada TV tanpa perlu menghitung frekuensi," seseorang menyela, dan langsung dibalas dengan serangan mata tajam.

"Diam, Daiki. Kamu tidak menyadari bahwa kamu adalah yang paling lemah di antara kita? Jangan lagi kau ulangi kesalahanmu di masa lalu: membuat televisi meledak dan meredupkan wajahmu."

Tak ada satu detik, tawa Kise langsung menyembur mengingat kejadian itu. Ia tertawa sampai terduduk. Aomine menoleh ke arahnya dan melotot.

Tentu saja itu pengalaman terlucu dalam hidup seorang Kise. Saat Aomine dengan sombong menantang berduel adu cepat dengan dirinya dan ternyata Aomine melewatkan satu bagian terpenting: yaitu lupa tidak memasang baut, sehingga saat dites, televisi itu meledak dan menggosongkan kulitnya, sampai sedetail-detailnya.

Aomine melempar Kise dengan kain lap lusuh dan kotor yang sudah berwarna kehitam-hitaman. "Jangan tertawa, Kise! Kamu tidak tau betapa cepat kemampuanku sekarang!"

"Apakah ada buktinya? Bahkan rekor tercepat Aominecchi dalam membetulkan televisi saja tiga jam dua belas menit!"

"Yang dibutuhkan adalah proses! Tidak sepertimu yang hanya menduplikat caranya Akashi!"

"Yang penting aku lebih cepat –ssu!"

"Berisik!" Aomine bangkit berdiri dan mereka pun berkejaran.

Ting Tong.

Suara bel berbunyi membuat pertengkaran berhenti mendadak. Baik masing-masing dari mereka sama sekali tidak merasa bahwa mereka memanggil pelayan. Semua berpandangan satu sama lain, menunggu siapa yang akan membukakan pintu.

"Nee, Murasakicchi, apa itu pelayan yang kamu panggil?" Kise akhirnya angkat bicara.

"Ha? Aku? Bukan tuh," jawab Murasakibara sambil masih mengunyah maibou.

"Midorimacchi?"

"Bukan."

"Aomi.."

"Tentu saja bukan aku, Bodoh! Sejak tadi aku hanya sibuk berurusan denganmu, mana sempat aku menepukkan tangan?!"

"Kalau begitu A.."

"Tidak," jawab Akashi, seperti sudah bisa membaca pikiran Kise yang akan bertanya padanya.

"Lalu.. SIAPA?" pertanyaan Kise benar-benar sangat retoris dan tentu saja tidak bisa dijawab oleh siapapun yang ada di sana. Mereka menatap Kise dengan tatapan bosan. Mana mereka tau!

Ting Tong.

Semua masih tidak bergerak. Siapa itu? Jangan-jangan pencuri? Tetapi jika pencuri itu ingin mencolong sesuatu di rumah ini karena mengira rumah ini sepi, harusnya ia bisa mendengar teriakan-teriakan heboh dari dalam rumah ini. Atau, masa' pencuri itu tidak bisa membaca jika di depan rumah mereka tertempel tulisan "REPARASI TELEVISI KISEKI NO SEDAI OPEN"?

Ting Tong.

Suara bel terdengar lagi. Semua tetap tidak ada yang bergeming, sampai kemudian terdengar suara diktator yang tegas dan absolut.

"Ryota, buka pintu."

"Eh?! Akashicchi, kenapa a..?!"

"Karena kamu itu seorang model. Apabila ada pencuri, siapa lagi jika tujuannya kalau bukan untuk menculik kamu? Mau menyolong TV rusak?" jawab Akashi logis.

Kise memandang yang lain berusaha meminta dukungan, tetapi semua menganggukan kepala menyetujui perintah Akashi. Nasib apes ternyata berpihak padanya sekarang. Tidak ada harapan penolong baginya.

Kise menelan ludah. Ia akhirnya maju selangkah demi selangkah, dan kemudian membuka pintu sedikit demi sedikit sambil menahan napas. Begitu merasa bahwa tidak ada hawa keberadaan di luar, barulah ia membuka pintu lebar-lebar.

Kosong. "Ng?" ia menjulurkan kepala ke luar, kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri. Dicarinya orang sejauh matanya bisa memandang. "Siapa ya?"

Aomine terusik dengan apa yang dilakukan Kise, akhirnya mendekat ke arah pintu dan melihat ke luar. Ia melakukan hal yang sama, menjulurkan kepala dan menoleh ke samping kanan-kiri. Kemudian ia mendegus jengkel. "Huh! Tidak ada siapa-siapa. Mungkin perbuatan orang iseng."

Kise baru akan bertanya bagaimana mungkin ada orang yang bisa menekan bel pintu dan menghilang dengan cepat, tetapi di saat yang bersamaan Akashi melirik sekilas ke arah pintu dan kemudian mulai meneruskan pembetulan televisi itu lagi. "Silakan masuk, Tetsuya."

Kise dan Aomine menoleh ke arah Akashi dengan bingung. Eh?

Tetapi sedetik kemudian, mereka bisa mulai merasakan kehadiran orang yang mencoba masuk ke rumah, menerobos mereka. "Maaf.. boleh aku lewat?"

Kise dan Aomine menghadap depan lagi, dan melihat dengan sangat sangat sangat jelas, dan sangat sangat sangat DEKAT, orang berambut biru muda yang ada di depan mereka. Sekejap saja bola mata Kise nyaris keluar saking membelalaknya, dan Aomine sudah terpaku karena seluruh kulitnya menjadi putih pucat seperti orang mati. Seluruhnya, dan sekali lagi – sedetail-detailnya.

"HUWAAAAAA!" akhirnya mereka bisa menjerit begitu raga sudah ada di dalam jiwa mereka lagi. "SIAPA? SIAPA? SEJAK KAPAN DIA..!? KAMU?!" mereka berbusa saking tidak bisa mengontrol diri. Tangan mereka bergerak-gerak tak tentu arah, mulut mereka gagap-gagap tak keruan.

Beberapa detik mereka habiskan dalam diam yang sunyi. Dan Aomine dulu lah yang pertama kali sadar. Ia menoleh ke belakang, ke arah Akashi. "Akashi, kamu kenal dia? Eh, siapa namanya? Tetsuya? Tetsu?"

Akashi akhirnya berdiri, mendekat ke arah pintu. Midorima dan Murasakibara pun mulai menjadikan itu sebagai pusat perhatian mereka. "Namanya Kuroko Tetsuya. Aku tidak tau apa yang dipikirkan oleh ayahku, tetapi sejak seminggu yang lalu ayahku sudah memberi tau bahwa orang ini yang akan menjadi bodyguard kita."

"..."

"..."

"..."

Sesaat hening. Sampai kemudian semua mulai mencubit tangan mereka sendiri dan mengamati Kuroko kuat-kuat. Murasakibara bahkan tidak bisa berkata-kata, lupa mengunyah maibou-nya. Midorima mengangkat alis. Aomine hanya menunjuk-nunjuk Kuroko dan berseru dalam diam 'DIA?!' meminta persetujuan dari Akashi tanpa suara, dan Akashi mengangguk.

Dan suara 'frontal' datang dari Kise.

"SERIUS? DIA?! DIA BAKALAN JADI BODYGUARD KITA!? DALAM HAL APA?! MEMANGNYA SI UMPRIT INI BISA APA?! MEMBERSIHKAN TOILET -ssu!?"

Muka Akashi memerah, seakan pernyataan itu ditujukan untuk dirinya.

Murasakibara menguap. "Akachin, aku tidak suka mengatakan ini—tapi yang kupikirkan sekarang sama persis dengan Kisechin—"

Midorima melipat lengan. "Kalau dia memang pantas, ya sudah. Tapi jika dia menjadi bodyguard, apa itu artinya dia akan tinggal di sini juga? Aku sih tidak akan berbagi kamarku, nanodayo."

Akashi tidak mengatakan apa-apa, tetapi dia hanya mengeluarkan benda psikopat itu dari sakunya. Apa lagi kalau tidak bukan sebuah gunting merah. Ia memainkan gunting itu sambil sebelah tangannya berkacak pinggang. Cekris, cekris. Dibaliknya badan dan ditatapnya Midorima.

"Ba.. baiklah, nanodayo! Aku akan berbagi kamarku!" Midorima langsung tergagap meskipun dalam hati ia kesal. Tapi mau bagaimana lagi, mati karena gunting sama sekali tidak membuat bangga hororskopnya. Bagaimana pun juga ia seperti ikut terbelah saat Akashi memotong udara dengan gunting itu.

Dipandanginya Kuroko dengan kesal. "Midorima Shintaro. Silakan taruh barang bawaan ke kamarku sesuka hati," katanya sesuai naskah yang ada di dalam pikirannya.

Kuroko memandangi Midorima. Mata mereka bertemu, dan kilatan masa lalu sekejap menderu di kepala mereka masing-masing, saling berkejaran satu sama lain bagaikan ombak. Baru saja Kuroko ingin membuka mulut, mengatakan sesuatu, percakapan yang diimpikannya, terdengar suara sang diktator.

"Aku tidak meminta begitu, kok, Shintaro," Akashi mulai tersenyum. "Aku hanya meminta lucky item mu kemarin lusa, yaitu tikar dari toko barang bekas, untuk Tetsuya. Dia akan tidur di luar dengan itu sampai kita semua mengakuinya."

Semua terpaku. Berpandangan. Kise menoleh kepada Kuroko, kemudian kepada Akashi yang mengatakan itu dengan santai seperti mengabarkan matahari terbit. Apa dia sama sekali tidak menyadari bahwa sekarang sudah musim dingin dan besok akan memasuki puncak musim dingin? Siapa sebenarnya yang kejam di sini?

Midorima pun juga berpikiran hal yang sama. Ia tentu saja ingin protes karena Kuroko bisa tewas mengenaskan gara-gara salju, tapi naluri tsunderenya mencegah itu. "Yah, bagus deh, karena dengan membiarkan dia di luar maka dia bisa mati kedinginan," katanya cuek.

"Dia JELAS-JELAS bisa mati kedinginan," Kise mengangguk setuju dengan ucapan Midorima.

Aomine juga setuju, namun dia gengsi menyetujui Kise, jadi dia diam saja. Tapi sebenarnya dia ikut yakin, mana mungkin anak yang kurus kering dan kulit yang pucat kurang vitamin ini bisa bertahan jika tidur di luar rumah saat musim salju hanya dengan bantuan tikar dari toko barang bekas?

Sementara Murasakibara mulai beraktivitas normal kembali, merasa masa bodoh dengan itu semua. Mau kera, tomat, atau pun bawang goreng yang jadi bodyguard mereka, asal ia diperbolehkan bersama maibou, maka itu sama sekali bukan masalah.

"Tetsuya tidak akan mati kedinginan," jawab Akashi sambil mengelap televisi yang sudah selesai ia benarkan.

"Kenapa kamu bisa yakin?" celetuk Aomine dan Kise bersamaan. Tetapi begitu mereka sadar bahwa mereka mengucapkan hal yang sama dalam waktu yang sama, mereka langsung berdehem dan membuang muka pura-pura tidak tau. Biasalah: gengsi!

Akashi memainkan guntingnya itu lagi. Ckris ckris. "Tentu saja aku yakin, karena aku selalu benar."

CHECKMATE.

Mereka semua bungkam.


Ohayou Minna! Yah, plotnya memang belum kerasa sih, ini baru chap 1~ jangan cuma silent reader dong, RnR please?;)