Disclaimer : Masashi Kishimoto
Insptiration: Vikings
Pair: NaruSasu
Rat: T
.
.
.
Kattegat adalah sebuah kota di sebelah utara pulau Skandinavia. Dengan bukit hijau yang indah dan laut baltik yang membentang luas. Masyarakat mempercayai pulau Skandinavia ini sebagai pulau titisan dewa Amaterasu karena hal-hal ajaib yang berada di dalamnya. Salah satu hal ajaib yang terus berlangsung dipulau ini adalah komunitas penduduknya yang hanya dihuni oleh kaum pria. Para penghuni Kattegat tidak pernah bertemu dengan makhluk bernama wanita seumur hidupnya. Keberadaan wanita bahkan dianggap sebagai mitos yang hidup karena hasil cerita demi cerita yang beredar dari setiap zaman.
Lalu jika tidak ada wanita bagaimana mereka bisa menghasilkan keturunan?
Keajaiban yang satu selalu diikuti dengan keajaiban lainnya. Beberapa kaum pria juga bisa menghasilkan keturunan menggantikan kaum wanita. Mereka disebut sebagai kelompok submissive. Jumlah mereka tidak sebanyak jumlah dominan. Mengikuti adat kebudayaannya para submissive harus diperlakukan dengan baik dan sakral.
Setelah melewati umur 17 tahun, kaum submissive telah dianggap masak. Biasanya para dominan mulai berlomba-lomba untuk melamar seorang submissive untuk mendapatkan keturunan. Rupa submissive sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan para dominan. Selain kulit mereka yang lebih halus dan wajah mereka yang feminim, tidak ada lagi yang bisa membedakan mereka. Tapi seorang submissive bisa langsung dikenali hanya dengan menyentuh tangannya. Atau bisa juga dari aroma mereka yang khas.
Secara formalnya untuk mendapatkan seorang submissive selalu ditandai dengan pengucapan janji antara kedua pihak, setelah itu barulah para dominan boleh kawin dengan pasangannya. Itu sebenarnya aturan lama, karena fakta saat ini berkata kebalikannya. Beberapa submissive telah banyak yang hamil sebelum di nikahi oleh dominannya. Walau begitu tanda kehamilan sudah merupakan tanda dari kepemilikan. Itu merupakan aturan tidak tertulis yang sudah dipahami oleh semua pihak dominan.
Para submissive sebenarnya memiliki kedudukan yang sama dengan para dominan. Tidak ada aturan yang mendiskriminasikan mereka. Tapi Karena fungsi dari seorang submissive sama persis dengan wanita, melahirkan anak dan mengurusi anak, membuat posisi mereka selalu berada di bawah pihak dominan. Tetap saja pihak dominan adalah pemimpin dalam setiap rumah tangga.
Beberapa budaya masih dipegang teguh oleh masyarakat di pulau Kattegat. Seperti memerdekakan para keturunan saat mereka menginjak usia tujuh belas tahun dan melakukan perayaan setiap hari panen. Hampir semua penduduk di pulau Kattegat dihuni oleh para petani dengan seorang damyo yang menjabat sebagai pemimpinnya. Damyo bertanggung jawab memberikan keamanan pada warganya, dan membuat aturan-aturan sesuai kehendaknya. Sistem yang diterapkan lebih ke otoriter, walau sebenarnya itu tergantung dari siapa yang berkuasa. Selama ini Danzo dan keluarganyalah yang menjabat sejak sistem kekuasaan dibuat.
.
.
The Rare One
.
By Midory Spring
.
.
(Chapter 1)
.
.
"Kau lihat!"
Seorang pemuda blonde berseru dengan bersemangat. Sambil berdiri di sudut tebing batu karang, ia mengarahkan teropong daun buatan sendirinya ke arah lautan yang membentang.
"Lihat apa?" Seorang pemuda raven disisinya mengernyitkan dahi. Ia juga sedang mengarahkan teropong daunnya ke arah yang sama.
"Itu! Burung-burung itu!" Uzumaki Naruto, si pemuda berambut blonde dengan mata iris biru cerah, menyahut tidak sabaran. Telunjuknya mengarah pada sekumpulan burung yang terbang di langit di atas permadani biru lautan.
Mendengarkan perkataan sahabatnya, Sasuke menurunkan teropong daunnya, "burung?" Katanya dengan nada mencela, "kau segirang ini hanya karena burung?'
"Iya. Tentu saja. Kau pikir karena apa? Lumba-lumba?"
"Lumba-lumba masih lebih istimewa daripada burung." Komentar Sasuke sinis.
"Bukan burungnya tapi arah mereka datang!" Sang pemuda blonde masih berapi-api." Kau tahu ini maksudnya apa?"
Si pemuda raven mengangkat bahu, tidak begitu tertarik.
"Daratan, Sasuke! Daratan!"
Sasuke memutar bola matanya. Naruto selalu percaya dengan hal-hal konyol, misalnya ia percaya ada daratan lain selain pulau Skandinavia di seberang lautan sana. "Dan bagaimana kau bisa begitu yakin?"
"Burung selalu tahu dimana ada daratan. Masa kau tidak tahu tentang hal sesimpel ini?" Pemuda blonde itu masih asyik melihat dari lubang teropongnya.
"Lalu jika disana ada daratan, memangnya kenapa?"
"Aku ingin ke sana, menjelajah. Dan mencari sesuatu."
"Mencari sesuatu apa?"
Naruto menurunkan teropongnya. Ia menoleh pada sang pria raven, lalu tersenyum memamerkan seringainya. "Sesuatu." Ulangnya rahasia, membuat Sasuke berdecih.
"Damyo tidak akan mengizinkanmu." Komentar Sasuke lagi.
"Aku akan meyakinkannya."
"Dan bagaimana kau akan meyakinkannya?"
Naruto mengernyitkan dahi, terlihat sedang memutar otaknya. Wajahnya penuh konsentrasi saat sedang berpikir keras.
Sasuke tertawa geli melihat ekspresi Naruto. "Berhenti melakukan pekerjaan ekstra pada otakmu. Kepalamu bisa meledak." Cemoohnya.
Pemuda blonde itu langsung cemberut. Ia menatap teman kecilnya dengan jengkel. "Aku tidak sebodoh itu tahu!"
"Ya, terserah kaulah, Usuratonkachi."
"Sasuke-teme, berhenti memanggilku dengan nama itu!" Raung sang pemuda blonde naik darah. "Suatu hari aku akan membuatmu kagum padaku, dan kau akan menjilat kata-katamu sendiri."
"Wah, aku tidak sabar menunggunya." Jawab Sasuke sarkatis. Ia kembali memandang dari lubang teropong daunnya dengan tidak perduli.
Naruto memelototi pemuda raven itu dengan berang. Benar-benar kesal, dirinya, seorang dominan, diremehkan oleh seorang submissive seperti Sasuke. Tapi kemudian sebuah ide jahil terlintas di kepalanya. Ia nyengir lebar lalu mengendap-ngendap ke belakang sang pemuda raven yang masih sibuk dengan teropongnya.
Tanpa diketahui Sasuke, Naruto menjulurkan tangannya ke depan dan mendorong pemuda raven itu dari atas tebing.
Byuurr—Tubuh Sasuke jatuh ke air.
"NARUTO!" Sasuke meraung marah, sementara Naruto tertawa terbahak-bahak. Ia memegangi perutnya yang sakit sambil menunjuk-nunjuk Sasuke yang kini berada di dalam air, basah kuyup.
"Rasakan itu teme!" Ia menyumpahi.
Sasuke menghadiahinya jari tengah sambil tetap berusaha mengapung di atas air. Tidak lama kemudian Naruto melepas sepatunya dan ikut melompat, menyusul sang raven. Dengan bunyi byurr keras plus cipratan dahsyat, tubuhnya masuk ke dalam air. Dan seketika senyumnya menghilang.
"Dingin!" Ia menggigil kedinginan saat air sedingin es itu terasa menusuknya sampai ke tulang-tulang.
"Kau idiot!" Maki sang pemuda raven.
Mereka berdua berenang susah payah ke pantai, mengangkat tubuh basah mereka yang berat dan dingin. Napas mereka naik turun karena kelelahan saat mereka membaringkan diri di pasir. Keduanya menatap langit yang kini berubah menjadi jingga. Dimana ada banyak burung yang tengah terbang membentuk lingkaran tepat diatas mereka.
Naruto mengulurkan tangannya ke atas seakan-akan ingin menggapai burung-burung itu.
"Akan kutemukan," Naruto bergumam. "Daratan itu." Matanya berkilat penuh keyakinan.
Sasuke menoleh padanya, ekspresi Naruto menggambarkan tekadnya yang berapi-api. Sasuke menatapnya dengan penasaran. Hal-hal seperti ini sudah lama di ungkit-ungkit oleh Naruto. Pemuda itu percaya bahwa ada daratan lain, tidak jauh dari Kattegat. Tapi semua orang meyakini bahwa itu hanyalah sebuah mitos belaka. Tidak ada bukti nyata selain teori burungnya.
"Kau benar-benar percaya bahwa ada daratan di luar sana?"
Naruto mengangguk tanpa ragu, "pasti ada."
"Kenapa kau begitu ingin menemukan daratan itu?"
"Kan sudah kukatakan, ada sesuatu yang ingin kucari."
"Sesuatu apa?" Sasuke mendudukkan dirinya di atas pasir. Ia menghadapkan tubuhnya ke Naruto agar bisa melihat wajah pemuda blonde itu dengan lebih seksama.
Naruto menerawang jauh ke langit, mata birunya memantulkan burung-burung yang ditatapnya. "Itu rahasia." Gumamnya perlahan.
Sasuke mengernyit. "Sejak kapan kau merahasiakan sesuatu dariku?"
Naruto memalingkan wajahnya ke Sasuke dan seketika ia tertegun.
Sasuke basah kuyup. Rambut ravennya basah begitupula dengan pakaian tipisnya yang menempel di tubuh rampingnya. Naruto bisa melihat kulit porselin Sasuke dari bajunya yang transparan, dua nipple merahnya, dan postur tubuhnya yang langsing. Ini gawat, Naruto merasakan sesuatu terbangun dari dalam dirinya. Pahanya menegang dan celananya jadi agak sesak.
Uchiha Sasuke. Submissive tebaik yang dimiliki Kattegan. Ia punya pesona dan karisma yang luar biasa. Mata obsidian, hidung mancung, bibir tipis, serta kulit porselin putih, semuanya dipadukan dengan begitu baik. Tidak ada submassive yang bisa mengalahkannya. Keindahannya telah menjerat sebagian besar dominan di Kattegan. Naruto menyukainya, tentu, siapa yang tidak akan menyukai pemuda raven itu. Tapi Sasuke adalah sahabatnya dan ia masih belum merasa pantas berada disisinya.
Naruto cepat-cepat memalingkan wajahnya dari sang raven. "Aku selalu punya rahasia, Sasuke." Katanya. Berusah mengacuhkan gelora dominannya yang tiba-tiba bangkit dari dalam dirinya.
Sasuke masih akan mengatakan sesuatu tapi Naruto telah bangkit berdiri. "Aku ingat ada janji." Sahut pemuda blonde itu.
"Hei, aku masih belum selesai tahu." Sasuke juga ikut berdiri. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Naruto berusaha sekuat tenaga untuk tidak menatap Sasuke. Ia menatap lurus ke perkampungan, mengawasi orang-orang yang tertawa-tawa di kejauhan.
Sasuke menahan napas, mata Onyxnya meredup muram melihat ketidakperdulian Naruto. Ia akhirnya menggelengkan kepala seraya mundur. "Lain kali saja." Katanya lalu berbalik dengan kecewa. Ia sebenarnya ingin mengatakan sesuatu yang sangat pribadi. Sesuatu yang berhubungan dengan masa depannya. Tapi melihat Naruto yang setengah-setengah, Sasuke jadi tidak berani mengungkapkannya.
Ia berjalan menjauhi si pemuda blonde, tapi belum beberapa langkah, Sasuke merasakan sesuatu yang dingin menyelimuti tubuhnya.
"Langsung pulang ke rumah dan ganti pakaianmu." Naruto telah berbisik begitu dekat di telinganya. Ia meremas kedua bahu Sasuke sebelum berlari dengan kaos tipis basah melekat di dadanya. Sasuke menatap baju Naruto di bahunya.
"Cih, menyebalkan!" Gumamnya sambil mengacak rambutnya dengan frustasi ada rasa senang yang menjalar di hatinya. Tapi Sasuke sangat membenci perasaan itu. Perasaan yang membuatnya terus berharap pada sesuatu yang tidak pasti.
Sasuke berjalan sendirian kembali ke pondoknya. Saat sampai didepan pintu ia melirik ke pondok lain tidak jauh dari tempatnya. Pondok itu gelap dan seperti tidak berpenghuni. Mendadak kesal, ia membuka pintu pondoknya dengan setengah mendobrak.
"Wow Sasuke pelan-pelan sedikit." Sora tersentak kaget saat mendengar gebrakan di pintu.
Sasuke tidak menanggapi ia kembali menutup pintu dan melempar baju basah Naruto ke kursi.
"Akan kubuatkan teh." Sora menawari saat Sasuke melongos masuk mengambil handuk. "ngomong-ngomong apa di luar tadi turun hujan?"
"Naruto mendorongku dari atas tebing." Balas Sasuke. Ia masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Beberapa menit kemudian ia keluar dan duduk di meja dengan Sora.
"Terus berperilaku seperti anak-anak." Komentar Sora sambil menuang teko tehnya ke gelas dihadapan Sasuke. "Kau berbeda dengan Naruto, umurmu sudah menginjak 23 tahun. Seorang submissive seharusnya sudah menikah pada usia itu."
Sasuke sedikit termenung mendengar pernyataan Sora, tapi kemudian ekspresi wajahnya mengeras. "Urusi saja dirimu." Katanya.
Sora berdecih, "aku hanya memberikanmu sedikit nasehat sebagai seorang teman. Aku sebenarnya heran, ada begitu banyak dominan tapi kenapa tidak ada yang datang melamarmu?" Ia terlihat berpikir, "sepertinya kau terlalu dingin terhadap mereka, bersikaplah sedikit lebih ramah. Atau berhentilah bersikap sok kuat. maksudku aku tahu kau memang kuat, tapi sebenarnya para dominan lebih suka submissive yang lemah."
Sasuke tidak menjawab, ia hanya menyeruput tehnya dalam diam.
"Kau mau ku rekomendasikan seorang dominan?" Ia berkata lagi. "Bagaimana dengan Gaara? Aku sebenarnya merasa dia menyukaimu."
Sasuke menghadiahinya sebuah death glare. "Kenapa kau disini Sora?" Tanyanya mulai jengah dengan kehadiran submissive sahabatnya.
"Yah, suamiku tidak akan pulang hari ini." Sora membalas dengan muram. "Aku tidak mau sendirian. bagaimana jika terjadi apa-apa dengan diriku?" ia mengelus perutnya yang buncit. "kau kan kuat Sasuke, aku pasti aman disisimu."
Sasuke menatap Sora seakan-akan pria itu adalah kuman yang mengganggu penglihatannya. Tapi dia tidak mengeluh. Ia kembali menegak tehnya dalam diam.
Sebenarnya Sasuke juga agak heran. kebanyakan submissive menikah sebelum usia dua puluh tahun. Sasuke sudah berusia dua puluh tiga tahun sekarang, tapi tak ada satupun pihak dominan yang melamarnya hingga kini. Sasuke memang bukan sembarang submissive. Ia kuat dan terlatih, setangkas para dominan. Ia bisa bertarung dan mampu mengalahkan tiga orang dominan sekaligus dalam duel. Mungkin itulah alasannya, Sasuke membuat para dominan kabur karena mereka minder.
Benar-benar memusingkan, disisi lain naluri submissivenya juga membuatnya resah. Seandainya ia terlahir sebagai seorang dominan. Mungkin dia tidak akan berakhir seperti ini. Para dominan berbeda dengan submissive, mereka bebas, tidak diributkan dengan hal-hal yang menyangkut mating. Mereka bisa menikah diusia berapapun yang mereka mau. Tapi seorang submissive mempunyai batasan umur. Jika lewat umur 30 tahun, seorang submissive akan disebut tua, karena hampir tidak mungkin mereka bisa menghasilkan keturunan lagi. Dan apa gunanya seorang submissive jika tidak bisa memberikan keturunan?
Sasuke tiba-tiba beranjak. ia tidak bisa berdiam diri. ia akan mengatakannya pada Naruto. Sesungguhnya ia mengharapkan Naruto menjadi dominannya. Tapi pemuda itu selalu bermain-main dan terus menghindar dari topik sensitif ini.
"Kau mau pergi kemana?" Sora menyahut ketika melihat Sasuke mengambil mantelnya.
"Kunci pintu dan jangan biarkan orang lain masuk." Kata Sasuke. "Aku tidak akan lama."
Sasuke pergi ke tampat minum dimana Naruto biasanya berada. Tempat minum itu penuh sesak dengan kehadiran para dominan, jarang sekali submissive di tempat itu. kecuali ia datang dengan pasangannya. Sasuke berjalan melewati beberapa meja-meja. ia menemukan Shikamaru sedang duduk sendirian di meja. Sasuke mendatanginya.
"Dimana Naruto?" Tanya Sasuke tanpa basa-basi.
Shikamaru menatap Sasuke dengan malas, "Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya.
"Kau tidak dengar? Aku bilang dimana Naruto?" Ulang Sasuke tidak sabaran.
Shikamaru menghela napas. Ia terlihat seperti tidak ingin menjawab. Tapi melihat tatapan Sasuke yang tajam dan menolak menerima jawaban 'tidak tahu' Shikamaru akhirnya menjulurkan telunjuknya menunjuk ke bagian kedai yang sepi, yang hanya diperuntukkan oleh para karyawan saja.
"Dia sedang sibuk, bagaimana kalau kau menunggu disini denganku?" Ajaknya. Tapi Sasuke sudah pergi meninggalkannya, berjalan ke tempat yang tadi ditunjuknya.
Dari ujung Sasuke bisa melihat tiga dominan, teman-teman Naruto, sedang berbisik dengan antusias. Mereka tengah bergerombol mengintip dibalik pintu yang sedikit terbuka.
"Kalian lihat Naruto?" Teguran Sasuke membuat ke tiga dominan itu tersentak bersamaan.
"Oi, oi, oi kenapa submissive ada ditempat seperti ini?" Lee adalah orang pertama yang berbicara. Ia menutup pintu itu dengan tergesa-gesa.
"Kalian tahu dimana Naruto? Ada yang ingin kubicarakan dengannya." Terang Sasuke.
"Lain kali saja, Naruto sedang sibuk." Chouji, pria gendut yang sedang menempelkan telinganya ke pintu menyapu-nyapukan tangannya ke Sasuke dengan gaya mengusir.
"Hei berhenti memperlakukan Sasuke seperti itu. Kau ingin bergabung dengan kami Sasuke?" Kankuro menawari.
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya Sasuke.
"Naruto dan Sasori ada di dalam dan kami sedang bertaruh mengenai siapa yang akan menang?" Jelas Kankuro.
"Mereka berkelahi?"
"Bukan, bukan itu." Chouji terlihat bersusah payah untuk tidak tertawa. "Mereka akan melakukannya."
"Melakukannya?"
"Bercinta."
Sasuke menatap ketiga dominan itu dengan tidak percaya sekaligus jijik. "Apa sih yang kalian katakan? Naruto dan Sasori itu sama-sama dominan, kenapa mereka—"
"Oleh karena itu kami bertaruh siapa yang akan diatas." Potong Chouji sambil cekikikan. "Tadi mereka berkelahi, tapi daripada ujung-ujungnya berurusan dengan damyo, mending mereka berkelahi di ranjang saja hahaha."
Sasuke menatap pintu yang tertutup itu, semakin jijik. Mendadak ia merasa sangat kesal, seakan-akan ada seseorang yang menyalakan api kemarahan didalam dirinya. "Naruto melakukan hal konyol itu?" Komentarnya lebih kepada diri sendiri.
"Ya, begitulah. Kau mau lihat?"
"Hei, Kankuro, hentikan!"
"Ck, Lee tidak apa-apa kok. Ayo kemari Sasuke. Apa kau tidak penasaran siapa yang diatas?"
Sasuke tidak bergerak. Tangannya mengepal dengan kuat. sekarang ia merasa kesal sekaligus kecewa. Bodoh! Dia benar-benar bodoh! Bagaimana mungkin dia menginginkan Naruto, si pemuda brengsek itu menjadi dominannya. Dia bahkan mempermainkan arti 'mating' yang seharusnya bersifat sakral. Tanpa mengatakan apa-apa, Sasuke berputar dan pergi kembali ke ruang minum yang ramai.
Uzumaki Naruto, seharusnya sasuke sudah tahu bahwa dia adalah pria idiot yang hanya ingin bersenang-senang. Sasuke sudah mengenalnya dari kecil. Ia masih ingat bagaimana wajah pemuda blonde itu dulu. Bocah cebol dengan pakaian yang selalu kotor dan cengiran tolol yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Hingga sekarang tidak ada yang berubah dari pria blonde itu, kecuali tubuhnya yang semakin tinggi. Yah para dominan memang seperti itu, mereka pendek saat masih kecil tapi kemudian tiba-tiba saja mereka telah menjulang tinggi. Sasuke sebenarnya tidak sadar kapan Naruto tumbuh melampauinya padahal dulu ia hanya setinggi telinganya.
Sasuke memilih Naruto sebagai dominannya. Bukan karena pemuda blonde itu kuat, tidak sasuke percaya dirinya lebih kuat. Pemuda itu tidak pernah menang saat berduel dengannya dulu. Alasan Sasuke memilihnya, mungkin terdengar menyedihkan, itu dikarenakan Naruto adalah satu-satunya dominan yang mau mendekatinya. Tidak ada dominan yang mau dekat-dekat dengan sasuke. Para dominan awalnya tampak ramah, menunjukkan bahwa mereka tertarik pada sasuke, tapi keesokan harinya mereka pasti menjauhinya. Mungkin Sora benar, seorang submissive seharusnya tidak menjadi petarung. Para dominan pasti lari darinya karena itu.
Sasuke duduk di salah satu counter, memesan segelas bir. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Naruto bukan dominan yang tepat untuknya mungkin bahkan dia tidak pernah memandang Sasuke sebagai seorang submissive.
Segelas bir diletakkan di depan sasuke. Sang pemuda raven menghela napas muram sambil menatap es batu besar yang ada didalam gelas. Walau ia belum menyatakan cintanya rasanya ini lebih buruk daripada ditolak. Hatinya berdenyut sakit. Ia benar-benar kecewa.
"Seorang submissive seharusnya tidak berkeliaran di tempat seperti ini."
Sasuke mengangkat kepalanya dan menemukan juugo tengah duduk disisinya.
"Juugo." Sapa Sasuke datar, tidak terlalu perduli. Dia mengangkat gelasnya lalu meneguknya.
"Aku tidak akan banyak minum jika jadi kau." Pemuda itu berbicara lagi.
Sasuke pura-pura tidak dengar. Cairan pahit itu seperti membakar tenggorokannya. Tapi ia terus meminumnya.
"Apa kau ingin mabuk dikerumunan para dominan?" Kali ini nada Juugo terdengar menegur.
Tapi Sasuke mengangkat tangannya dan menyuruhnya diam. "Jangan khawatir. Tidak ada dominan yang tertarik padaku." ia berkata sambil tersenyum getir.
"Tidak ada dominan yang tertarik padamu?" Suara juugo terdengar sanksi, "mereka pasti buta jika tidak tertarik padamu."
Apa itu pujian? Sasuke meletakkan gelasnya ke meja. Satu alisnya terangkat naik. "jadi menurutmu aku menarik?"
Juugo mengangguk tanpa ragu.
"Benarkah?"
"Sudah melihat wajahmu di cermin?"
"itu… Pujiankan?" Sasuke bertanya dengan tidak yakin.
Juugo menatapnya dengan tidak percaya, "aku mungkin telah melihat seluruh submissive di Skandinavia, dan harus kuakui kaulah yang terbaik."
Sasuke tersenyum, merasa sangat tersanjung. Tidak ada dominan yang pernah memujinya seperti ini. Sora selalu mengatakan bahwa dirinya adalah submissive yang sempurna, tapi melihat para dominan yang selalu kabur saat disisinya, sasuke jadi ragu. Dan kali ini seorang dominanlah yang mengatakannya langsung. Rasanya luar biasa berbeda.
Sasuke mengamati penampilan Juugo yang duduk sambil melipat tangannya di meja counter. Juugo adalah tukang besi, dan dia biasa datang kemari untuk menjual dagangannya. Pemuda itu berbadan besar dengan tinggi mencapai dua meter. Sasuke yakin dibalik mantel yang sedang digunakannya itu tersembunyi otot kuat yang terlatih hasil menempa besi.
Juugo sama sekali tidak buruk. Pikir Sasuke. Yah dia mungkin agak sedikit kikuk. Tapi Sasuke sebenarnya menyukai dominan yang tidak terlalu banyak bicara seperti Juugo. Dan Sasuke yakin Juugo bukanlah orang yang suka mempermainkan hal-hal sakral seperti 'mating'
Sasuke mengeluarkan senyuman menawannya, ia menopang dagu, lalu berkata. "Apa kau sudah punya seorang submissive yang kau sukai?"
Juugo terlihat terkejut ditanya tiba-tiba. Ia mendengus sambil menyisir rambut orangenya dengan canggung. "Aku masih sendiri. Bagaimana denganmu?" Ia bertanya balik. Dia jelas menangkap sinyal Sasuke dengan baik.
Sasuke mendekatkan kursinya ke Juugo, dia senang Juugo tidak menggeser kursinya menjauh dari dirinya, seperti yang biasa dilakukan dominan lainnya. "Kau mau mengenalku lebih jauh?"
Sekarang semburat dipipi Juugo muncul. Pemuda itu blushing. Membuat Sasuke tertawa. Pria besar ini ternyata sangat manis.
Tidak jauh dari tempat itu, Shikamaru terlihat meneguk birnya dalam diam. Matanya terus mengawasi Sasuke dan Juugo yang kini saling duduk berdempetan. Keduanya tampak sangat akrab dan terkadang saling bertukar pandangan penuh arti. Pandangan Shikamaru baru teralih ketika pemuda blonde tiba-tiba muncul disisinya, menyambar gelasnya dari tangannya.
"Berikan padaku." Izin Naruto ia meneguk bir Shikamaru seperti orang kehausan.
Shikamaru menatap Naruto, yang menempelkan bibirnya tepat ke bagian dimana bibir Shikamaru berada sebelumnya. Ciuman tidak langsung, pikirnya. Tapi kemudian ia cepat-cepat mengerjapkan mata dan mengusir pikiran-pikiran yang tidak diharapkannya itu. "Bagaimana Sasori?" Tanyanya.
"Tidur kurasa." Balas Naruto enteng. Ia duduk tepat disamping Shikamaru. "Kankuro sialan itu, dia menyudutkanku. Aku terpaksa harus melakukannya."
"Terpaksa, huh?" Sindir Shikamaru.
"Tentu saja terpaksa. Kau pikir aku menikmati berhubungan sex dengan sesama dominan?" Balas Naruto tidak terima.
"Yah kurasa tidak."
"Ayo keluar, kita bicarakan tentang—" Naruto baru akan mengajak Shikamaru ketika pemuda berambut coklat itu menyenggol bahunya lalu mengedikkan kepalanya ke arah dua pemuda yang sedari tadi diawasinya.
Saat mata Naruto menangkap sosok sahabat kecilnya. Ekspresinya langsung berubah total. Rahangnya menjadi kaku dan matanya menyipit bagaikan elang. "Apa yang sedang mereka lakukan?"
"Seperti yang kau lihat, pendekatan."
"Pendekatan?" Naruto mendengus dengan nada mencela. Wajahnya mengeras dan tangannya mencengkram gelas kelewat erat ketika Sasuke mengelus pipi Juugo.
Pemuda blonde itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia lupa dengan apa yang tadi akan dilakukannya bersama Shikamaru. Dalam keheningan Naruto meneguk birnya sambil terus mengawasi kedua pria itu. Persis seperti yang dilakukan Shikamaru sebelumnya. Hanya saja Naruto melakukannya dengan emosi meluap-luap dan mata berkilat penuh kebencian.
.
.
.
Juugo mengantarkan Sasuke pulang sampai didepan pondoknya. Sasuke tidak berhenti tersenyum saat disisi pria itu. Mereka berbicara sebentar lalu Sasuke masuk ke dalam pondok, melambai pada Juugo sebelum menutup pintu. Dan ketika pintu menutup, senyumnya langsung menghilang digantikan dengan helaan napas berat. Rasanya ada sedikit kelegaan yang menghangatkan hatinya.
Saat ia akan melangkah ke kamarnya, onyxnya menemukan Sora yang sedang menopang dagu sambil tersenyum kecut didepan meja.
"Aku mendengar kalian." Ia memberitahu dengan nada jahil.
Sasuke memutar bola matanya dan melangkah masuk ke kamar. Sora mengikutinya, tidak ingin melepaskan targetnya.
"Siapa pria itu Sasuke? Apa dia seorang dominan?" Sora memborbardir Sasuke dengan pertanyaan.
Sasuke melepas mantelnya lalu duduk diatas ranjang. "Ya."
"Ya?" Sora menunggu Sasuke dengan bersemangat, tapi melihat pemuda raven itu diam saja, ia kembali berbicara. "Lalu apa dia yang akan jadi dominanmu?"
"Mungkin."
"Mungkin?"
Sasuke tidak membalas.
"Apa maksudmu dengan mungkin?"
"Mungkin dia akan menjadi dominanku."
"Aha! Jadi kau sudah mendapatkan seorang dominan?" Sora menepuk bahu Sasuke kelewat keras. "Selamat sahabatku. Sekarang bersikap baiklah agar dia tidak lari."
"Tentu aku bersikap baik padanya, aku terus tersenyum disisinya sampai wajahku pegal." Tukas Sasuke cepat.
"Yah, kita memang harus sedikit berusaha untuk mendapatkan seorang dominan."
Sasuke hanya mengangguk malas menanggapi ceramah Sora. Ia melepas sepatunya lalu berbaring diranjang. "Jika kau sudah selesai keluarlah. Aku ada urusan besok pagi."
"Urusan apa? Apa kau akan pergi bersama pacar dominanmu itu?" Sora masih belum puas.
Sasuke menutup wajahnya dengan selimut. Telinganya panas mendengar suara Sora yang melengking. Tapi Saat Sasuke menenggelamkan wajahnya dibawah selimut, pemuda itu malah menggoyangkan tubuhnya dengan tidak sabaran.
"Ya, Sora aku akan pergi dengannya besok, jadi keluarlah karena aku harus bangun pagi-pagi sekali untuk berkemas." Raung Sasuke jengkel.
"Jadi kau akan menginap bersamanya?" Sora menatap Sasuke tidak percaya. Matanya berbinar-binar. "Aku turut senang untukmu Sasuke."
Sasuke hanya mengangguk malas seraya membuat gerakan mengusir dengan tangannya. Beberapa menit kemudian Sora pergi, meninggalkan Sasuke sendiri. Tapi saat suasana kembali hening Sasuke jadi kesulitan memejamkan mata. Kepalanya dipenuhi dengan kekhawatiran, tapi ia berusaha untuk tidak membiarkan dirinyanya terbenam oleh hal-hal itu. Juugo kelihatan sangat senang tadi. Dia sangat menyukainya. Jadi tidak mungkin dia berubah begitu saja seperti dominan lainnya. Juugo berbeda.
.
.
.
Keesokan paginya Sasuke bangun pagi-pagi sekali. Ia telah selesai mengemas barang-barangnya. Juugo sesungguhnya bukan penduduk Kattegat, ia tinggal di tempat paling selatan dari Skandinavia. Dan besok ia akan kembali ke desanya. Tentu saja ia mengajak Sasuke untuk tinggal ditempatnya. Tinggal serumah, sama saja sebagai bukti kepemilikan.
Sasuke meletakkan tasnya diatas meja. Ia meneguk teh hangat sambil menunggu matahari terbit. Sasuke sebenarnya lebih cepat setengah jam dari waktu yang direncanakan. Tapi ia tidak bisa mencegah dirinya, ia terlalu bersemangat. Tidak ada hari yang paling ditunggu-tunggu oleh seorang submissive selain hari dimana ia menyerahkan dirinya pada sang dominan. Terutama oleh submissive yang tidak muda lagi seperti dirinya.
Ketika waktu menginjak detik pertama sesuai waktu yang direncanakan. Sasuke membawa tasnya lalu bergegas ke luar pondok. Sedikit berharap bahwa Juugo telah menunggunya di sekitar pondoknya. Sayangnya diluar sepi tak ada tanda-tanda keberadaan Juugo.
Sasuke akhirnya membawa kakinya menuju ke penginapan Juugo. Pemuda itu mengatakan bahwa ia menginap disalah satu pondok sewa khusus para pedagang. Sasuke melirik sekitarnya dengan sedikit antusias ketika berjalan ke tempat Juugo, tapi sejauh mata memandang batang hidung pria itu sama sekali tidak terlihat. Ia berhenti tepat di depan pondok Juugo. Ia menarik napas lalu mulai mengetuk tiga kali. Sasuke menunggu, senyum terpasang di wajahnya. Tapi satu-satunya yang didapatnya adalah keheningan. Ia mengetuk lagi, sedikit lebih keras. Dan lagi-lagi tidak mendapat jawaban. Sekarang Sasuke mulai merasakan firasat buruk. ia mengeratkan pegangannya pada tasnya, lalu mulai menggedor semakin keras. Dan tiba-tiba saja pintu itu terbuka.
Tidak ada siapapun, pintu itu terbuka sendiri saking kuatnya tenaga Sasuke. Sasuke menatap ke dalam pondok yang gelap. Gorden masih tertutup rapat tapi lewat pencahayaan dari pintu Sasuke bisa melihat bahwa pondok itu telah dikosongkan.
Sial! Sasuke memutar tubuhnya, berlari sekuat tenaga. Perasaannya tidak enak. Ia keluar dari pemukiman desa dan memanjat naik ke atas puncak dataran tinggi yang bisa memperlihatkan secara keseluruhan kota Kattegat. Ia membiarkan tasnya merosot dari punggungnya saat ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk sampai ke puncak.
Napas Sasuke terasa sesak saat ia berdiri di puncak. Tapi itu bukan apa-apa, rasa sesak itu berubah menjadi tikaman seribu jarum yang sangat menyakitkan ketika ia melihat rombongan panjang dari atas sana. Rombongan para pedagang yang keluar dari Kattegat. Juugo pergi tanpa dirinya.
Sasuke merosot di tanah, mata Onyxnya menatap rombongan itu dengan getir. Entah ini yang sudah keberapa kalinya. Lagi-lagi ia ditinggalkan, dibuang begitu saja. Apa dia benar-benar tidak disukai? Sampai selalu pada akhirnya berakhir dicampakkan. Para dominan hanya terus mempermainkannya.
Sasuke menundukkan kepalanya ketika merasakan matanya memanas. Rasanya ia benar-benar menyedihkan.
"Oi, Sasukeeeee!" Seseorang berteriak dibelakangnya. Tapi Sasuke tidak mengangkat kepalanya. Ia sudah tahu siapa orang itu, dia adalah orang terakhir yang ingin Sasuke temui.
Naruto sampai diatas puncak dengan napas ngos-ngosan ia membawa tas Sasuke yang tadi dibuang begitu saja.
"Ini tasmu kan?" Ia mengulurkan tas itu ke pangkuan Sasuke.
Sasuke menatap tas itu dengan tatapan penuh emosi seakan-akan semuanya adalah kesalahan benda itu. kemudian tanpa diduga-duga Sasuke menyambar tas itu dan melemparnya sekuat tenaga ke arah rombongan pedagang yang semakin menjauh. Tentu saja tas itu tidak sampai pada targetnya. Benda itu jatuh di bawah bebatuan kosong.
Naruto ternganga melihat tingkah Sasuke. "Apa sih yang kau lakukan?"
Sasuke menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-parunya lalu menghembuskannya dalam sekali helaan. Ia mengulangnya berkali-kali sampai hatinya terasa lebih ringan. Setelah puas ia berbalik dan berjalan cepat turun dari puncak tebing. Tidak perduli dengan tatapan terheran-heran Naruto.
Sasuke lega Naruto tidak mengikutinya. Ia jadi leluasa pergi ke tempat yang ingin ditujunya. Ia setengah berlari memasuki hutan. Dia tidak pernah ke tempat itu sebelumnya, tapi para penghuni Kattegat biasanya pergi kesana saat mereka merasa tidak yakin dengan hidupnya. Dan disanalah tujuan Sasuke.
Sebuah pondok kecil berdiri sendirian ditengah hutan. Pagar kayu pendek mengitari pondok itu, Sasuke melewatinya, dan langsung menuju pintu kayu mahoni. Ia mendorong pintu itu terbuka dan masuk kedalam pondok. Hal pertama yang ditemukannya adalah aura sihir yang membuat bulu kuduknya merinding. Ruangan itu gelap, tapi Sasuke masih bisa melihat apa tepatnya yang berada di dalam ruangan itu.
Kepala tengkorak berjejer di lemari kayu yang reot. Sasuke menyingsing tirai panjang dengan batu-batu kecil yang dijejerkan bersama tulang-belulang. Ia masuk kedalam ruangan lain dengan bau dupa yang pekat.
"Uchiha Sasuke," seseorang tiba-tiba berbicara dengan suara serak, "aku melihatmu datang."
Seorang pria duduk di dalam kegelapan. Pria itu bertubuh besar dengan jubah yang menutupi seluruh wajahnya. Sasuke mendatangi pria itu lalu duduk dihadapannya.
"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Kata Sasuke.
Mendengar ucapan itu, sang pria tertawa melengking. "Kau datang padaku, tapi ada banyak keraguan di matamu."
Sasuke memalingkan wajah dari sang pria. Ia menatap kepala tengkorak serigala disusun diatas tulang lain yang berada tepat disisi kiri sang pria.
"Buat aku percaya padamu, kalau begitu." Kata Sasuke.
"Aku seorang peramal anak muda, jika kau tidak mempercayaiku lebih baik kau pergi."
Sasuke mengeryit. Ia merogoh kantungnya dan meletakkan sekantung uang ke meja. "Aku hanya ingin mengetahui jawaban atas semua pertanyaan yang terus menggangguku. Aku merasa bisa gila jika begini terus."
Sang pria berjubah memiringkan kepalanya dengan tertarik. Bibirnya, satu-satunya yang terlihat dari anggota wajahnya, melengkung membentuk seringai.
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
Sasuke menarik napas lalu mulai berkata, "apa aku akan menikah?"
"Ya."
"Kapan?"
"Aku tidak bisa memberitahumu. Itu rahasia para dewa."
Sasuke mengernyit mendengar jawaban sang peramal, "dengan siapa?"
"Kau akan menikah dengan seorang penguasa." Kata peramal itu dengan misterius. "Dominan yang terbaik."
Bibir Sasuke sedikit terbuka dengan terkejut. Penguasa? Dominan yang terbaik? Itu akan bagus sekali jika benar. Tanpa ia sadari bibirnya melengkung membentuk senyuman tertarik. "Bisa kau beritahu aku namanya?"
"Tidak, aku tidak diizinkan untuk itu."
"Kalau begitu, apa—apa aku mengenalnya?"
Sang peramal terdiam sejenak, "kau akan tahu nanti."
Sasuke mendesah tidak puas, ia benar-benar ingin tahu, siapa orang yang dimaksudkannya. "apa dia berasal dari Kattegat?"
"Kau akan mengetahuinya, jika saatnya tiba." Lagi-lagi sang peramal mengatakan hal yang sama. "Jika kau tidak punya pertanyaan lain—"
"Kenapa aku selalu gagal mendapatkan dominan yang kuinginkan? Kenapa mereka selalu lari dariku?" Potong Sasuke cepat.
Sang peramal sedikit mengangkat kepalanya, hingga Sasuke bisa menangkap hidung mancung sang peramal yang keriput. Tapi tidak lama kemudian ia menunduk kembali. "Ada sesuatu yang menjauhkan mereka darimu."
"Apa itu berarti aku telah dikutuk?"
Sang peramal tertawa melihat kekhawatiran di wajah sang pemuda raven. " Tidak, itu bukan karena dirimu. Orang yang akan menjadi suamimu kelak. Dialah yang menjauhkan mereka darimu. Tapi anggap saja, dewa juga ikut campur tangan."
.
.
.
"Pertemuan akan segera dimulai Naruto." Shikamaru memanjat ke puncak tebing untuk mendatangi seorang pemuda blonde yang sedang berbaring diatas bebatuan. "Apa yang kau lakukan?" Tanya pemuda itu heran.
Naruto menatap sesuatu yang berpijar ditangannya. Sesuatu yang bundar, dan hanya sebesar manik-manik yang terkecil. Begitu kecil, hingga jika terlepas dari genggamannya akan langsung hilang. Tapi kilauannya sungguh indah, bisa ditangkap dari kejauhan dengan mata telanjang.
Shikamaru duduk disisi Naruto menatap pemuda itu, "apa yang akan kau lakukan jika damyo tidak mengizinkanmu?"
"Aku akan tetap pergi." Balas Naruto tanpa keraguan.
"Kau akan menentangnya?"
"Aku tidak punya waktu lagi."
Naruto memasukkan benda berkilauan itu ke dalam kantung kecil yang selalu dikalungkan dilehernya.
"Karena Sasuke kan?"
Naruto hanya menyeringai pada Shikamaru.
"Apa dia masih hidup? Si pedagang bernama Juugo itu?"
"Yeah, dia sudah pergi dengan membawa oleh-oleh dariku." Naruto memegangi tangan kanannya yang memerah. Ia telah membuat tangannya bekerja dua kali lebih keras dari biasanya.
"Kenapa kau tidak melamar Sasuke dengan cara yang biasa saja sih?" Shikamaru berkata. Ia menarik bunga anemone dari akarnya lalu membentuknya menjadi sebuah cincin. "Cukup kaitkan benda ini ke jarinya." Ia memberikan cincin bunga itu ke tangan Naruto.
"Aku tidak akan memberikan sampah seperti ini pada Sasuke." Naruto melempar bunga itu dari atas tebing. "Aku akan memasangkan sesuatu yang berkilau dan indah ke jarinya." Ia menyentuh kalung dilehernya.
"Dan kau yakin kau bisa menemukan benda itu dengan berlayar ke barat?"
"Kau masih tidak yakin ya Shika?"
"Entahlah."
"Bukankah sudah kubilang. Pria itu mengatakan ada daratan disana."
"Bagaimana jika dia berbohong."
"Pecahan permata ini adalah buktinya." Naruto menarik kalungnya dan mengacungkannya pada Shikamaru. "Kau tidak akan bisa menemukan benda seindah ini di Kattegat ataupun diseluruh daratan di Skandinavia. Dan seperti yang dikatakan pengembara itu, ada banyak emas disana. Tempat mereka sangat kaya. Ia menceritakan padaku segalanya."
"Dan dimana pengembara itu sekarang?"
"Mati. Dia memang sedang terluka." Kata Naruto sambil menghela napas berat. "tapi ini adalah bukti bahwa daratan itu ada. Aku akan kesana mendapatkan permata yang seperti ini dan menggunakannya untuk melamar Sasuke."
"Yaah, aku merasa kau terlalu memaksakan diri. Satu-satunya hal yang bisa membuat Sasuke senang adalah jika kau melamarnya sekarang. Maksudku dia tidak terlihat terlalu pilih-pilih. Yah Sasuke adalah seorang submissive dan dia pasti khawatir dirinya akan berakhir menjadi perawan tua. Kau telah menyingkirkan semua dominan yang ingin mendekatinya. Kemarin bahkan kau menendang Sasori dan Juugo sekaligus."
"Itu satu-satunya jalan agar dia tidak terikat pada dominan yang lain." Kata Naruto seraya beranjak. "Bagaimana denganmu Shikamaru, kau sudah menemukan dominan yang kau inginkan?"
Shikamaru terdiam. Shikamaru adalah seorang submissive tapi dia selalu bergaul dengan para dominan membuat fisiknya terlihat agak menipu. Dia tidak cantik dan kulitnya tidak semulus submissive biasanya. Tapi Shikamaru tidak perduli. Lagipula dia tidak mungkin bisa mendapatkan dominan yang diinginkannya.
Naruto tersenyum penuh pengertian lalu menepuk punggung Shikamaru. "Tidak apa-apa jika kau tidak mau bilang. Tapi aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku akan membantumu mendapatkan dominan yang kau sukai. Jadi minta saja jangan ragu."
Shikamaru hanya mengangguk kaku. Ia tidak berani melirik Naruto. Membantu ya? Pikirnya dalam hati. Kau tidak bisa membantuku Naruto. karena dominan yang kuinginkan adalah dirimu.
"Baiklah ayo kita temui Danzo." Naruto akhirnya berkata.
Shikamaru ikut beranjak. Tapi baru beberapa langkah mereka berjalan Naruto tiba-tiba berhenti. Ia teringat sesuatu dan langsung berubah haluan. Ia menuju keujung tebing lalu menatap ke bawah. Tas Sasuke masih tergeletak berdebu dibawah sana.
"Ck si teme itu!" Naruto bergumam. "Kau duluan Shika aku akan menyusulmu nanti." Pintanya.
Shikamaru mengangguk, "ingat, jangan biarkan damyo menunggu."
Naruto mengangkat tangannya tanda mengerti. kemudian ia bergerak melompat dari batu besar yang satu ke batu yang lainnya. Sampai kakinya berpijak ke tanah tepat di sebelah tas Sasuke. Naruto mengambil benda itu menepuk-nepuknya untuk membersihkan debu pasir yang menempel.
"Sayang sekali ya kau tidak jadi pergi." Kata Naruto dengan nada mencemooh, bersikap seolah tas itu bisa mendengarnya. Wajahnya dihiasi dengan sebuah seringai penuh kepuasan saat ia mengaitkan tas itu ke punggungnya, lalu berjalan memutar menuju ke rumah sang pemuda raven.
Parayaan hari panen biasanya di selenggarakan di rumah damyo. Disana para petani berkumpul diberi makan dan minum sebagai bentuk balasan atas jerih payah mereka. Untuk bisa menghasilkan panen di Kattegat tidaklah muda. Mereka dikejar waktu oleh musim dingin. Musim dingin di Kattegat tidak tanggung-tanggung danau membeku menjadi es dan lahan pertanian diselimuti oleh salju tebal.
Naruto bergabung bersama para petani di rumah damyo. Berpesta dan menyantap hidangan bersama. Beberapa menit kemudian seorang pesuruh damyo mendatanginya .
"Uzumaki Naruto?" pria itu berkata, Naruto mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. "Danzo ingin berbicara denganmu secara pribadi."
Naruto menghela napas lega, inilah yang ditunggu-tunggunya. Ia meletakkan gelasnya ke meja dan beranjak.
Shikamaru yang juga duduk bersamanya menatap Naruto sedikit khawatir. Naruto tersenyum padanya dan menepuk bahunya. "Aku akan segera kembali." Ia menenangkan, lalu berjalan bersama sang pria dan menghilang dibalik ruangan lain.
Sang pesuruh membukakan pintu, ia mengedikkan kepala dan menyuruh Naruto masuk lebih dulu. Naruto menyingsikan tirai dan masuk ke ruangan yang lain. Disana tanpa diguga sang damyo dan keluarganya tengah duduk dimeja menyantap makan malamnya. Beberapa pengawal berdiri disudut ruangan, mengawasi Naruto bagaikan elang.
"Duduk." Sang pesuruh memerintah, menggeser kursi yang tepat berhadapan dengan sang damyo.
Shimura Danzo telah mengisi jabatan damyo sejak ia berusia dua puluh satu tahun menggantikan ayahnya. Walau sekarang umurnya telah melewati usia lima puluh tahun, dia masih dipercaya sebagai dominan yang terkuat dalam sejarah Kattegat. Sistem otoriter yang diterapkan oleh Danzo menjadikannya sebagai penguasa mutlak yang tak terbantahkan. Setiap hal yang dilakukan di Kattegat tidak boleh terlewat dari persetujuannya.
"Aku memanggilmu sekarang karena aku tidak punya banyak waktu kosong." Danzo berkata. Matanya tak sedetikpun menatap Naruto, ia hanya fokus pada santapannya.
Putra Danzo, Tonure menatap Naruto dengan pandangan menilai. Ia mengernyit seakan-akan ada sesuatu diwajah Naruto yang mengganggunya.
"Pengawalku menyampaikan pesan yang kau kirim untukku." Danzo melanjutkan, "dia mengatakan bahwa kau mengusulkan untuk berlayar ke barat."
Naruto mengangguk membenarkan. "Benar, tuan." Katanya dengan penuh percaya diri.
"Apa yang kau tahu tentang barat? kenapa kau begitu yakin bahwa daratan itu sangat kaya?" Danzo sama sekali tidak menghentikan kegiatan makannya saat berbicara.
"Aku tidak bisa memastikannya." Balas Naruto. Ia kemudian mendekatkan dirinya ke pria tua itu, berusaha menarik perhatiannya, "tapi aku percaya—"
"Aku tidak perduli dengan apa yang kau percayai." Potong Danzo cepat.
Tonure mendengus dengan melecehkan disisi kiri Danzo. Senyuman diwajah Naruto sedikit menghilang. Ia menatap Tonure yang kini memberikan tatapan tidak suka padanya.
"Aku punya bukti." Naruto kembali berkata. Dan seketika Danzo mengangkat kepalanya untuk menatapnya.
Naruto menarik kalungnya keluar, membuka ikatan pada kantung kecilnya dan menarik keluar batu berkilauanya.
"Apa ini?" Danzo mengambil batu itu dari tangan Naruto, mengangkatnya tinggi-tinggi ke cahaya. Batu itu begitu kecil di jari Danzo, tapi kilauannya terlihat sangat jelas.
"Itu adalah permata." Naruto menerangkan, "seorang pengembara membawanya kemari. Dia mengatakan bahwa benda itu berasal dari barat."
"Pengembara?" Ulang Danzo, kini mengoper permata itu ke tangan putranya. Naruto tidak melepaskan pandangannya dari kepingan permata kesayangannya itu.
"Sayangnya dia sudah mati. Dia terombang-ambing dilautan, tubuhnya lemah." Jelas Naruto. "aku yakin masih banyak benda-benda indah lainnya ditempat itu. Pengembara itu juga mengatakan tentang segunung emas."
Naruto melihat Tonure berbisik di telinga ayahnya. Matanya berkilat dengki.
"Apa yang kau inginkan dariku?" Danzo berkata lagi.
"Perahu. Yang lainnya aku bisa cari sendiri. Hasilnya bisa kita bagi, kau 70% aku dan kru ku 30%."
Danzo terdiam sejenak, terlihat berpikir. "Kenapa aku harus membiarkan kau yang melakukan misi ini? Jika aku mau aku bisa pergi sendiri dan mengambil semua harta itu untuk diriku sendiri."
Naruto tertawa seakan-akan jawabannya sudah jelas. "Tempat di barat itu memiliki penghuni. Jika kita datang untuk menjarah hartanya, itu berarti perang akan terjadi. Jika kau ingin merelakan prajuritmu, tidak masalah. Tingkat kematian jelas sangat tinggi."
"Aku akan pergi." Tonure tiba-tiba menyahut. "aku akan pergi bersama Uzumaki. Tapi tentu saja dengan izinmu ayah?" Ia menoleh pada ayahnya.
Danzo terdiam, seperti tengah mempertimbangkannya. Matanya menatap lurus ke mata safir Naruto, seakan-akan berusaha menemukan rencana-rencana terselubung yang ada dalam otak Naruto. Dia jelas tidak mempercayai pemuda blonde itu. tapi keserakahannya akan benda-benda indah jauh lebih besar.
"Ya, putraku akan ikut dengan krumu." Danzo akhirnya berkata.
"Senang mendengarnya." Balas Naruto sambil tersenyum lebar. ia mengambil pecahan permatanya dari Tonure dan meletakkannya kembali dikantung. Saat ia beranjak dan akan pergi, Danzo tiba-tiba menyahut.
"Apa aku sudah menyuruhmu pergi?"
Dua orang pengawal Danzo maju kedepan Naruto, memaksanya untuk kembali duduk di kursi.
"Ingat satu hal." Danzo berkata, "Tonure adalah mataku. Jika ada gerak-gerikmu yang mencurigakan, kau akan mati."
Naruto menatap lurus ke mata sang damyo. Gertakan itu sama sekali tidak bisa mempengaruhinya, malah sebaliknya pemuda itu terlihat luar biasa percaya diri. "Kau bisa mempercayaiku, tuan." Janjinya.
.
.
.
"Karve…" Naruto berdiri di dermaga, menatap sebuah kapal dengan panjang 5,2 meter. Pandangannya memancarkan ketidakpuasan.
"Ayahku meminjamkannya padamu dengan cuma-cuma." Tonure berdiri disisinya ikut mengamati perahu itu.
Ini terlalu kecil! Pikir Naruto dalam hati. tapi ia tidak mengatakannya pada Tonure, ini lebih baik daripada tidak ada. "Bagaimana Shika?" Naruto berteriak kepada Shikamaru yang berada di atas perahu. Pemuda itu sedang memeriksa keadaan layar, memastikan bahwa perahu itu aman untuk digunakan.
Shikamaru mengacungkan ibu jarinya pada Naruto.
"Apa dia seorang submissive?" Tonure berbicara disisi Naruto, meneliti Shikamaru dari jauh.
"Bukankah itu sudah jelas?" Balas Naruto.
"Hmm, ia tidak terlihat seperti itu."
"Shikamaru adalah submissive yang special."
"Sudah bercinta dengannya?"
Naruto menghadiahi Tonure dengan tatapan mencela. "Dia temanku."
"Tapi dia terlihat menyukaimu."
Naruto memilih mengacuhkannya. Berbicara dengan si brengsek itu hanya menguji kesabarannya saja. Naruto berputar menatap krunya yang sudah mulai berdatangan. Satu persatu menaiki perahu mengangkat perlengkapan mereka.
"Jadi ini krumu? Para pengangguran?" Tonure masih berkomentar dengan gaya menyebalkan.
"Mereka temanku, dan mereka yang terbaik." Balas Naruto. Ia menepuk punggung Kankuro saat pria itu melewatinya.
"Dan yang satu itu?" Tonure mengedikkan bahunya ke depan.
Sasuke berjalan ke dermaga. Ia berpakaian lengkap dengan sebuah pedang pendek dikaitkan di ikat pinggangnya. Ia berhenti tepat dihadapan Naruto.
"Aku ikut." Katanya dengan nada mutlak.
"Kupikir kau tidak tertarik." Naruto menyeringai.
"Aku tidak pernah bilang begitu." Balas Sasuke. "Lagipula aku yakin kau akan membutuhkanku."
"Yeah, tentu saja kami membutuhkanmu, princess. Kami butuh pemandangan indah." Tukas Tonure menatap Sasuke dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan pandangan lapar.
Sasuke menatap balik dirinya, seakan-akan baru menyadari kehadiran pria itu. "Siapa kau?"
"Shimura Tonure princess. Aku kapten dari perjalanan kecil ini." Tonure memperkenalkan diri dengan penuh percaya diri.
Sasuke menatap Naruto dengan terkejut. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Ia menatap balik Tonure yang masih mengawasinya. "Jangan panggil aku princess." Perintahnya. Lalu berjalan melewatinya sambil membenturkan bahunya dengan keras.
Tonure langsung hilang keseimbangan. Seandainya ia tidak mencengkram tiang dermaga, dia pasti sudah terjatuh ke air. Bagaimana mungkin seorang submissive bisa sekuat itu. Tubuh submissive itu bahkan dua kali lebih kecil dari tubuhnya . Merasa terhina, Tonure berusaha mempertahankan wibawanya dengan memasang ekspresi biasa-biasa saja, seakan tidak terjadi apa-apa. Tapi percuma karena Naruto telah melihat semuanya dan kini menatapnya dengan pandangan mengejek.
"Hati-hati kawan." Katanya sambil menepuk bahu pria itu. "Jangan tertipu dengan penampilan."
Naruto kemudian berbalik melompat naik ke perahu dan ikut bergabung dengan Sasuke.
Tonure menatapnya memastikan bahwa Naruto tidak sedang melihatnya. Kemudian ia berpaling ke belakang. Dari kejauhan terdapat lima orang pemanah yang bersembunyi diatas pepohonan, busur mereka terangkat, mengarah tepat ke kepala Naruto. Tonure mengangkat tangannya, berpura-pura sedang meregangkan tubuhnya dan di detik yang sama ke lima pemanah itu menurunkan panahnya.
.
.
-Tbc-
Halooo Midory balik lagi bawa cerita multichapter baru. Cerita ini bisa dibilang hasil remake dari cerita Tv series western berjudul Vikings, sebenarnya ini request dari author Karayukii. Nih Midory bikinin hehehe
Daaan unsur drama dalam cerita ini cukup kental, Midory ambil dari cerita aslinya dengan tamabahan ide dari midory sendiri. Jadi singkat kata Midory sedang menistai cerita aslinya #ditimpuk
Khusus untuk fanfic ini, latar tempat sesuai dengan latar di cerita Vikings, Kattegat. Dan disini Skandinavia Midory jadiin pulau, jadi nggak usah repot-repot buka peta dunia untuk mencari dimana itu pulau Skandinavia hahaha
Terakhir, Midory pake latar Kattegat di skandinavia, tapi ujung-ujungnya bawa nama dewa Amaterasu, istilah damyo, trus menggunakan kata makian 'teme' dan 'Usuratonkachi' yang jelas-jelas itu dari Jepang. Tolong dimaklumi Midory lagi mabok dan pengen bikin gado-gado #bletak
Jadiii boleh minta review gak?
