Disclaimer : Daa! Daa! Daa by Mika Kawamura
Rating : M sepertinya
Pairing : Pastinya Kanata Saionji sama Miyu Kozuki
Warning : Authornya masih newbie, jadi ceritanya masih aneh, absurd, dan tidak sesuai EYD. Oh, iya, sepertinya imej karakternya jadi jauuuuhhhhh banget dari aslinya karya Mika Kawamura sensei. Satu lagi, KUDU, HARUS, DAN WAJIB REVIEW YAAAA...
Semenjak kepergian Ruu kembali ke Planet Otto, rumah keluarga Saionji menjadi sepi. Meski keluarga Kozuki ikut pindah ke samping kediaman Saionji, namun tempat untuk Ruu dan Wannya tak terganti. Miyu dan Kanata yang menjalani kehidupan normalnya kembali pun kadang kala merasa kesepian.
Kanata yang kini mengambil kuliah jurusan bahasa asing pun semakin sibuk. Miyu kian merasa kesepian. Bahkan ia juga sibuk dengan kuliahnya di jurusan fisika, kejarang bertemuannya dengan Kanata membuat Miyu uring - uringan. Rasa kesepian yang kian memuncak membuat Miyu yang jarang tumbang pun akhirnya terkena demam tinggi. Sayangnya Miki Kozuki dan Yuu Kozuki, orang tua Miyu, saat itu sedang bertugas lagi di NASA.
Dering telepon yang terus bergema memaksa Miyu untuk membuka mata dan turun dari tempat tidurnya. Walau rasa pusing luar biasa yang mendera kepalanya membuatnya kesulitan turun dari tempat tidur, Miyu akhirnya dapat mencapai gagang telepon tepat waktu sebelum dering itu berhenti.
"Astaga, Sayang! Kenapa lama sekali, sih? Kau tahu berapa lama Mama harus menunggu untuk kau menjawab teleponku?" Sambar Ibu Miki Kozuki begitu gagang telepon tertempel sempurna di telinga Miyu.
"Maaf, Mah. Aku merasa tak enak badan sejak bangun tadi." Kata Miyu begitu ibunya berhenti protes di ujung telepon.
"Astaga! Maafkan Mama. Kau sakit, Sayang? Mama pulang sekarang dengan Papa ya?" Kata Ibu Miki terdengar panik karena anak semata wayangnya jatuh sakit.
"Aku akan baik - baik saja setelah minum obat nanti. Jangan asal kabur bersama Papa. Bukankah Mama dan Papa sedang sibuk sekali disana?" Kata Miyu mencegah tindakan bodoh ibunya.
"Iya, sih. Minggu ini ada banyak pekerjaan yang harus Mama dan Papa selesaikan. Tapi kau yakin kau baik - baik saja tanpa kami?" Tanya Ibu Miki cemas diujung telepon.
"Iya, Mah. Miyu baik - baik saja sendirian. Ini hanya demam biasa." Kata Miyu berusaha menyembunyikan demamnya yang hampir mencapai 39 derajat celcius.
"Baiklah. Mama hanya cemas kau sendirian. Lagi pula, kalau ada apa - apa, kau bisa menghubungi Paman Hosho dan Kanata. Jangan lupa minum obat ya, Sayang!" Kata ibunya Miyu sebelum akhirnya menutup telepon.
Setelah berhasil menutup telepon dengan sempurna, akhirnya Miyu kehilangan kesadarannya. Kakinya yang sedari tadi berusaha menahan tubuhnya akhirnya tak kuat lagi menahan bobot tubuhnya. Miyu roboh didekat pintu depan rumahnya.
Sejak pagi Kanata tak mendengar kegaduhan yang Miyu buat. Biasanya Miyu selalu membuat kegaduhan saat menyiapkan sarapan. Kanata merasa tidak tenang merasakan pagi yang damai seperti ini. Mungkin terdengar aneh, tapi sejak kedatangan Ruu, pagi yang tidak damai adalah rutinitasnya. Walau saat ini tidak seramai saat masih ada Ruu, Miyu masih disini. Dia masih menemani Kanata, disampingnya.
"Ayah, tumben pagi ini damai sekali." Kata Kanata sambil meresap sup miso nya.
"Damai? Maksudmu?" Tanya Hosho Saionji tak mengerti.
"Biasanya setiap pagi ada saja kegaduhan dari rumah Miyu. Apalagi sekarang ini dia kan tinggal sendirian." Jelas Kanata sambil menaruh piring bekas makannya ke tempat cuci.
"Iya, ya. Ayah juga heran. Nanti selesai sarapan kau ajak saja dia berangkat bareng. Mungkin dia ketiduran." Kata Hosho Saionji sambil membereskan cucian piring lalu bersiap ke bangunan utama untuk berdoa pada Budha.
"Baiklah. Aku pergi, Yah." Kata Kanata sambil berlalu.
"Hati - hati!"
Kanata merasa tak enak karena tak mendengar sedikitpun kegaduhan dari kediaman Miyu. Apa yang terjadi?
"Hoi! Miyu! Cepat bangun kalau kau tak ingin terlambat ke kampus!" Teriak Kanata dari luar rumah.
Tak terdengar kegaduhan sedikitpun. Kanata yang curiga segera membuka pintu depan. Masih terkunci. Segera ia mencari kunci cadangan yang ia simpan karena Miyu sering ceroboh lupa menaruh kuncinya.
Setelah berhasil membuka pintu depan, Kanata segera menemukan Miyu yang tergeletak tak sadarkan diri di depan pintu.
"Miyu! Hei, apa yang—? Miyu!" Kanata mulai panik mengguncang tubuh Miyu. Tak ada respon dari gadis manis yang dicintainya itu.
Wajah Miyu terlihat merah dan napasnya memburu. Kanata segera membopong Miyu kedalam kamarnya. Kemudian Kanata menyentuh kening Miyu dengan tangannya. Tangannya terasa terbakar. Segera ia mengambi thermometer dan mengukur suhu tubuh Miyu yang terlihat semakin kepayahan.
Kanata terkejut bukan main saat melihat angka yang ditunjukan thermometer mencapai 39,5 derajat celcius. 'Sejak kapan anak ini tumbang?' pikir Kanata cemas. Dengan tenang, Kanata mengambil kompres dan menyiapkan bubur dan obat untuk Miyu.
Kanata pun segera mengobrak - abrik kotak obat yang berada di dekat dapur. Oh, iya karena seringnya Kanata masuk dan membantu Miyu selama ditinggal kedua orang tuanya, Kanata pun jadi hafal letak semua barang - barang di rumah Miyu. Namun sepertinya untuk mencari obat demam cukup sulit karena banyaknya obat yang terdapat di dalam kotak obat itu.
Setelah 10 menit mencari, Kanata pun berhasil menemukan obat yang dicarinya. Ia segera menyingkirkan obat itu ke atas meja makan dan beralih menuju dapur. Kanata pun mencari bahan makanan apa saja yang dapat ia masak di dapur Miyu.
Tak banyak yang dapat ia masak. Isi kulkasnya hampir kosong. Hanya tersisa daun bawang, jamur, dan seiris ikan mentah. Akhirnya Kanata memutuskan untuk mencampur semua bahan itu kedalam buburnya.
Hal pertama Kanata lakukan adalah membuat Dashi ikan. Lalu dimasukannya segenggam beras dan mengaduknya dengan teratur. Sambil menunggu buburnya matang, Kanata segera mencuci dan mengiris bawang daun dan juga jamurnya. Sesekali dikontrolnya bubur dengan bumbu cinta itu. Sebelum memberikan garam dan gula sebagai penyedap, Kanata terlebih dahulu mencicipi rasa garam yang diambilnya karena Miyu punya keahlian hebat untuk mencampur gula dan garam menjadi satu setiap kali memasak.
Saat buburnya hampir matang, Kanata segera memasukkan jamurnya. Diaduknya bubur penuh kasih sayang itu perlahan sampai jamurnya matang, lalu ditaburinya dengan bawang daun yang sudah ia iris tipis.
Setelah buburnya jadi, Kanata berusaha membangunkan Miyu untuk makan. Dengan setengah sadar, Miyu bangun dan melihat Kanata di sampingnya setelah sebelumnya tak merespon panggilan lembut Kanata.
"Hei, Miyu. Bangun dulu. Makanlah buburmu, lalu minum obat." Kata Kanata lembut.
Masih tak ada respon dari kekasihnya itu. Kanata meletakkan nampan berisi air, bubur, dan obatnya di atas meja di samping tempat tidur Miyu. Dengan sangat lebut, Kanata mengusap pipi Miyu dan kembali membangunkannya. Perlahan, Miyu membuka matanya.
"..." Miyu tak berkata apapun dan mengira ini adalah halusinasi bodohnya karena terlalu merindukan keberadaan Kanata.
"Ayo sini aku bantu duduk." Kanata berusaha membantu Miyu duduk.
'Kanata kah itu?' ujar Miyu dalam hati. 'Tidak mungkin, Kanata tidak mungkin ada disini sekarang. Dia sedang sangat sibuk', lanjut Miyu masih dalam hati. 'Pasti ini hanya hayalanku. Aku benar - benar rindu padanya.'
Tanpa perlu dikomando, Miyu memeluk erat leher Kanata. Meski ini hayalan yang terasa begitu nyata baginya, ia tak ingin kehilangan Kanata lagi disampingnya. Entah dorongan apa yang terjadi pada dirinya, Miyu jadi bertindak sangat jujur.
"Hei, Miyu apa yang—?" Kanata terkejut dengan tindakan Miyu kehilangan sikap oh-so-cool nya.
"Meski ini hanya hayalanku, aku tak ingin melepaskanmu. Kali ini saja. Aku rindu padamu, Kanata." Bisik Miyu lirih.
Wajah Kanata berubah seperti kepiting rebus. Merah padam. Mendengar pengakuan jujur Miyu membuat Kanata malu sendiri. Meski mereka selalu bertengkar setiap bertemu, mereka benar - benar saling menyayangi. Kanata sadar belakangan ini memang terlalu sibuk untuk menyelesaikan kuliahnya secepatnya.
Kanata kehilangan kendali dan balas memeluk Miyu erat. Ia juga begitu merindukan Miyu. Ia rindu kecerobohan Miyu, ia rindu keceriaan Miyu, bahkan ia rindu masalah yang ditimbulkan Miyu.
"Iya, aku juga rindu padamu. Sekarang kau makan dulu, lalu minum obatmu." Kata Kanata setelah ia mendapatkan 'kewarasannya' kembali.
"Ung, suapi!" Kata Miyu manja.
'Astaga, sejak kapan anak ini jadi begitu jujur dan manis?' pikir Kanata kalut melihat kemanjaan Miyu yang selama ini selalu dipendamnya. Kanata harus ekstra sabar dalam mengendalikan diri agar tidak terbawa suasana karena kemanjaan Miyu. Sebenarnya pikiran Kanata sudah kabur ke masa depan bersama Miyu. Masa depan yang ia idamkan, seperti waktu ia dan Miyu mengurus Ruu yang tersesat di Bumi.
Meski sempat protes, Kanata akhirnya menyuapi Miyu juga. Sedikit demi sedikit, Kanata menyuapi Miyu. Ditiupnya bubur panas itu sebelum memasukannya kedalam mulut Miyu. Sedikit belepotan memang karena Kanata tidak terbiasa menyuapi orang lain, namun Miyu tersenyum bahagia karenanya.
Sementara Miyu yang tak sadar jika yang dialaminya bukanlah halusinasi menikmati tiap detik kebersamaannya dengan Kanata. Ia bisa bermanja sesukanya tanpa harus merasa malu dan gengsi seperti biasanya. 'Ia Kanata-ku, Kanata yang ada dalam halusinasiku. Aku bisa berbuat apa yang aku mau bersamanya tanpa takut ia menganggapku bodoh lagi', pikir Miyu. Sungguh, demam bisa merubah orang menjadi jauh lebih jujur dari biasanya.
Miyu benar - benar menguji ketahanan Kanata. Miyu membuat Kanata repot dengan kemanjaannya. Bahkan Kanata pun berusaha untuk membujuk Miyu agar makan lebih banyak lagi karena setelah suapan ke-5, Miyu enggan memasukkan sesuap bubur pun. Kanata pun menyerah dan meninggalkan Miyu menuju dapur.
"Ayolah, sesuap lagi. Kau ini ingin sakit terus?" Bujuk Kanata saat Miyu enggan makan lagi.
"Ung... aku sudah kenyang..." Tolak Miyu manja.
"Ya sudah. Aku tidak memaksa." Kata Kanata sambil membersihkan bekas belepotan makannya dari tubuh Miyu.
"Ah! Pelan - pelan!" Protes Miyu saat Kanata terlalu keras mengelap belepotannya di bajunya. Yah, mau bagaimana lagi? Kan Kanata malu sampai tidak melihat apa yang dipegangnya.
"Sudah! Minum obatmu. Aku akan membereskan ini dulu." Kanata pergi membawa nampan bekas makan Miyu.
Setelah makan, demam Miyu yang kian meninggi membuat Miyu kembali tertidur tak sadarkan diri. Sementara itu Kanata sibuk membereskan piring di dapur sambil menenangkan pikirannya. 'Tuhan, dia sedang sakit! Jangan sampai aku berbuat aneh - aneh padanya.'
Begitu kembali, Kanata menemukan Miyu kembali tak sadarkan diri karena demamnya. Kanata kembali mengukur suhu tubuh Miyu. 40 derajat celcius. Demamnya benar - benar sudah sangat tinggi. Kanata mencoba membangunkan Miyu kembali, namun tak berhasil. Sementara itu obat yang diminta Kanata untuk Miyu minum masih belum diminumnya. Kanata menelan ludahnya. Cara terakhir ini agak beresiko. Kanata menghela napas berat lalu menegak air minum dan memasukkan obat ke dalam mulutnya lalu meminumkannya kepada Miyu.
"Ungh—" Desah Miyu mengigau setelah berhasil meminum obatnya.
Kanata menutup mulutnya. Wajahnya benar - benar merah. Anak pendeta Budha yang benar - benar polos ini mencium pacarnya disaat ia sedang tak sadarkan diri membuat dirinya malu sendiri. Kanata membalikkan badan tak kuasa menatap Miyu yang terlihat begitu manis. Biasanya ia akan berkata bodoh pada Miyu jika ia terlalu manis. Kanata memang tak bisa jujur. Namun kali ini Kanata tak bisa mengatakannya karena memang Miyu tak bisa mendengarkannya dan mengontrol tingkat 'kemanisannya'.
"Kanata... jangan pergi." Kata Miyu kembali mengigau.
Kanata memalingkan kembali tubuhnya. Miyu terlihat begitu kesepian. Refleks, Kanata mengelus lembut kepala lalu ke pipi dan terakhir berhenti di dagu mungil Miyu.
"Maaf karena selama ini aku terlalu sibuk dan lupa jika kau mudah kesepian." Kata Kanata lembut.
Tangannya kembali mengelus rambut Miyu. Gadis merepotkan ini selalu menjadi gadis favoritnya. Kanata terus berusaha menjadi yang terbaik untuknya. Meski cuek, Kanata selalu memperhatikan Miyu dengan baik. Bahkan bisa jadi sangat romantis dengan caranya sendiri.
Anak pendeta Buddha yang menjadi idaman setiap wanita ini lucu sekali. Biasanya dia akan cuek dan tidak peduli pada apapun selama dunianya tetap selaras. Namun, jika sudah menyangkut Miyu, Kanata bisa menjadi orang yang jauh berbeda dengan yang terlihat diluar. Bahkan ayahnya pun tidak ia pedulikan jika sudah menyangkut Miyu.
Walaupun pada awal pertemuannya dengan Miyu tidak begitu mengenakan, namun akhirnya Kanata mengerti bahwa hidup bersama wanita tidak seburuk itu. Ibunya yang begitu cepat pergilah yang membuat Kanata awalnya berpikir bahwa hidup bersama wanita itu merepotkan.
Memang, awalnya Miyu benar - benar merepotkan. Apalagi setelah Ruu datang bersama Wannya. Rasanya hampir tak ada hari untuk benar - benar beristirahat. Namun, hal tersebut justru mengajarkannya arti keluarga yang sesungguhnya. Bagaimana repotnya menjadi orang tua sudah dirasakannya di usia yang masih 14 tahun dan membuatnya tambah menghargai ayahnya yang membesarkannya seorang diri. Meski tak lama, hanya 6 bulan, tapi rasanya seolah ia memang ayahnya Ruu.
Meski tak bisa mengatakannya dengan jujur, Kanata ingin menjadi seseorang seperti ayahnya. Yah, kecuali untuk sikap sesuka hati memutuskan seenak jidat nya sih. Ayahnya yang seorang pendeta hebat membuatnya juga ingin menjadi pendeta, namun ia juga ingin memiliki pekerjaan tetap seperti menjadi penerjemah atau profesor di universitas. Maka dari itu Kanata memilih untuk kuliah.
Sentuhan lembut tangan Kanata membuat Miyu merasakan kehangatan yang selama ini dirindukannya. Rasa rindunya membuat matanya tak sabar untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Namun tenaganya masih terkuras karena demam. Perlahan, dikumpulkannya tenaga hanya untuk melihat kekasih yang lama tak ditemuinya.
Miyu membuka mata dan mendapati Kanata masih ada disana. Tangannya yang terasa panas menyentuh pipi Kanata seolah memastikan bahawa itu memang dia. Miyu tersenyum manis. Seolah - olah hal yang ingin ia pastikan memang itu.
"Kanata kau masih disini?" Kata Miyu masih tak percaya dengan matanya.
"Tentu, bodoh. Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian dalam keadaan sakit seperti ini." Kanata masih mencoba membuat pertahanan dirinya.
"Kenapa kau selalu mengataiku? Bukankah kau yang sejak awal berkata kau mencintaiku?" Miyu seolah - olah mengungkapkan semua yang dipendamnya dengan air mata.
"Karena kau memang bodoh, Miyu." Kanata mendesah berat melihat air mata Miyu. 'Kau bodoh karena terlalu manis didepanku', lanjut Kanata dalam hati.
Miyu hanya tetap menitikan air matanya. Tanpa berkata lagi, Kanata menghapus air mata Miyu. Namun, Miyu menolaknya. Ia memalingkan wajah dari Kanata. Kesal karena ditolak, Kanata pergi dari kamar Miyu sambil menghela napas berat.
"Kanata bodoh! Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Isak Miyu dengan nada manja yang sangat manis.
'Astaga, anak ini benar - benar...' ucap Kanata dalam hati. Runtuh sudah pertahanan Kanata. Diraihnya bibir Miyu untuk dikulumnya. Dulu mungkin kepolosannya sebagai anak pendeta Budha lah yang menahannya untuk tak seperti ini. Sekarang ia sudah dewasa. Keinginannya untuk menikah dengan Miyu pun semakin tak terbendung. Sebagai lelaki bertanggung jawab besar, Kanata ingin menjadi 'orang' dahulu sebelum meminta Miyu menjadi istrinya dan menjalani kehidupan seperti saat bersama Ruu dan Wannya.
Bibir Miyu yang terasa panas karena demamnya membuat Kanata tak bisa berhenti. Digigitnya bibir bawah Miyu dan membuat Miyu mengeluarkan desahan kecil yang menggoda. Bibir Kanata beralih menuju leher Miyu dan membuat kissmark yang menimbulkan banyak desahan kecil yang sangat menggoda dari mulut Miyu.
"Mmft— hhh hhh hhh— Kana—ta—"
'Sejak kapan Kanata begitu agresif?' pikir Miyu bingung. Bukannya Miyu tak suka, namun heran saja karena Kanata selalu pasif. Kanata lebih sering menghindar atau menjadi sangat cuek jika Miyu mulai bergelayutan manja padanya. Tapi, Kanata adalah pacar paling sabar sedunia. Apalagi jika Miyu sudah terlambat kencan dan merajuk.
Kanata bisa membuat siapa saja jatuh hati padanya karena kesempurnaan yang dimilikinya. Tapi hanya Miyu yang mampu mengusik hatinya. Miyu sadar dirinya memiliki banyak sekali kekurangan jika dibandingkan dengan Kanata. Namun hanya Kanata pula yang mampu bertahan mencuri hatinya selama ini.
Sentuhan Kanata semakin terasa nyata dan membuat Miyu malu sendiri jika memikirkannya. Gigi Kanata yang bermain - main dengan kulitnya membuat Miyu merasakan seolah ada semut yang menggigit kulit leher dan dadanya.
"Ah—" Erang Miyu begitu kissmark yang Kanata buat terbentuk dikulitnya.
Semakin Miyu mengerang, Kanata pun semakin mencari celah sensitif Miyu. Diciumnya leher Miyu lalu dikelitikinya dengan lidahnya.
"Umm— Ka—kanata—" Desah Miyu.
Kanata beralih kembali menuju bibir Miyu. Dibuatnya Miyu membuka mulutnya untuk membiarkannya bermain dengan lidah kecil Miyu yang terus mengeluarkan desahan kecil yang nakal. Semakin lama, Kanata dan Miyu semakin larut dalam permainan bibir Kanata. Tanpa sadar, tangan Kanata dan Miyu mulai menggerayangi tubuh lawan jenisnya dan membuat pakaian mereka berantakan. Satu per satu kancing baju mereka mulai terbuka. Dada bidang Kanata yang seksi dan pakaian dalam Miyu terekspos jelas karenanya. Miyu yang benar - benar merasa malu namun nyaman tak dapat mempertahankan kesadarannya dan tertidur pulas.
Tiba - tiba terdengar dering nyaring dari ponsel Kanata yang membuatnya sadar dan mendapatkan kembali pengendalian dirinya. Dering ponselnya membuat Kanata tersingkap dan segera bangkit menjauh dari Miyu. Dengan terburu - buru, Kanata menerima telepon dari ponselnya dan meninggalkan Miyu yang tertidur dalam keadaan berantakan.
"Yo Kanata! Kenapa lama sekali?" Sapa Santa dari ujung telepon.
"Yo Santa! Maaf aku sedang sibuk tadi." Kanata melirik sekilas ke arah Miyu yang benar - benar membuatnya meleleh. "Ada apa?" Lanjutnya sambil membereskan pakaiannya yang berantakan.
"Kau kuliah hari ini? Sejak tadi aku tak melihatmu. Ini aku ingin membicarakan proyek untuk tugas akhir kita." Kata Santa.
"Aku tidak bisa. Miyu sakit sementara Paman dan Bibi Kozuki bertugas lagi di NASA." Kata Kanata tegas.
"Aaa.. Jadi kau mau merawat Kozuki sendirian?" Tanya Santa dengan nada aku-mengerti-apa-yang-akan-kau-lakukan.
"Hei, jangan berpikir yang tidak - tidak, Santa!" Kanata yang tahu sahabatnya mulai menyusun sekenario aneh di otaknya.
"Ah, tidak. Hanya saja aku ingin mengingatkanmu, dia sedang sakit. Jangan berbuat aneh - aneh dengan Kozuki saat ini. Tunggu sampai sembuh dulu. Yah, walau seharusnya kalian sudah melakukannya sejak lama sih..." Kata Santa ceria dengan nada menggoda Kanata.
"Santa..."
"Oke oke. Baiklah aku berhenti. Kalian sih membuatku gemas. Sudah pacaran sejak SMP tapi masih saling mau - malu. Kau juga tak pernah inisiatif mengambil langkah duluan sih." Santa mulai bawel seperti perempuan.
"Aku sudah mengambil langkah duluan kok. Ingat?" Kanata membela dirinya.
"Ya.. Kau yang menyatakan cinta kan? Itu bukanlah langkah yang aku maksud Kanata. Kau ini benar - benar—" Santa mulai gemas dengan sikap kaku Kanata.
"Sudahlah."
"Ya sudah. Aku tak ingin mengganggu kalian lebih lama lagi. Sampaikan semoga cepat sembuh pada Kozuki. Selamat bersenang - senang Kanata!" Kata Santa menggoda sebelum menutup teleponnya.
"Santa!" Kanata setengah berteriak pada Santa sebelum Santa menutup teleponnya. Dia memang paling bisa membuat Kanata kehilangan sikap kalemnya.
Kanata kembali ke kamar Miyu dan mendapati Miyu masih memejamkan matanya dengan keadaan berantakan. Dengan takut - takut, Kanata menyelimuti seluruh tubuh Miyu. Akhirnya Kanata bernapas lega karena godaan terberatnya sudah tertidur pulas dalam keadaan rapi.
Namun Kanata dan Miyu sama - sama tidak tahu bahwa setelah ini keadaan tidak akan berjalan normal untuk sementara waktu. Dengan ketenangan dan keheningan ini, justru akan membawa keadaan tak terduga yang sama menegangkannya seperti saat menjaga Ruu agar tak ketahuan bahwa Ruu adalah alien. Keadaan yang sama sulitnya seperti menjaga nyawa mereka yang diujung tanduk saat Christine lepas kendali.
Kanata meninggalkan Miyu dan duduk di meja makan. Baru saja pantatnya menyentuh bangku, terdengar bunyi dering telepon rumah Miyu. Karena Miyu masih tertidur pulas dengan manis, Kanata pun mengangkat teleponnya.
"Dengan kediaman Kozuki, ada yang bisa saya bantu?" Kata Kanata sopan setelah menempelkan gagang telepon ke telinganya.
"Ah, Kanata. Rupanya kau masih disana. Ini Ayah. Dari tadi Ayah telepon ponselmu sibuk." Kata Hosho Saionji dari seberang telepon.
"Oh, iya, Yah. Ada sedikit masalah disini. Jadi sementara aku akan berada disini." Kata Kanata hanya menceritakan sebagian kecil kronologis kejadian yang sebenarnya.
"Oh, begitu. Oh, iya. Ayah baru dapat telepon dari Ketua kalau ada rapat selama 3 hari di Kyoto untuk masalah perayaan tahunan di Jepang yang rencananya akan diadakan sebentar lagi. Kau tidak masalah kan kalau Ayah tinggal? Uang ada di kotak ya..." Kata Hosho Saionji langsung menutup teleponnya sebelum Kanata sempat merespon.
Kanata yang sudah hafal karakter ayahnya hanya bisa geleng - geleng sambil menutup teleponnya. Eh, tunggu dulu! Tadi ayahnya bilang apa? Dia ditinggal berdua lagi dengan Miyu?! Oh, My!
